Dokuzetsu Kuudere Bishoujo Volume 1 - Bab 2


Bab 2 - Putri Salju Berbisa


Keesokan paginya, tepat setelah Naoya melewati gerbang tiket stasiun kereta, bayangan kecil mendekatinya.

“Selamat pagi, Sasahara-kun.”

“Oh.”

Secara alami, bayangan ini adalah Koyuki. Naoya sedikit terkejut, tidak menyangka akan bertemu dengannya lagi secepat ini saat Koyuki melontarkan senyum kemenangan.

“Itu ekspresi yang cukup sesuatu untuk ditunjukan di pagi hari seperti ini. Orang tua yang berjalan-jalan di sana bahkan terlihat lebih sehat darimu. Apa kau tidak bisa untuk setidaknya sedikit bahagia karena bisa berjalan bersamaku?”

Dia berbicara dengan nada racun seperti biasanya. Menghadapi itu, Naoya meletakkan tangannya di mulut... dan berjongkok.

“Eh, kenapa sih kau kok bisa seimut ini!?”

“Haaaah!?” Koyuki mengangkat teriakan bingung. "Darimana pemikiran itu datang!? I-Imut... Apa itu!?”

“Imut adalah dirimu, Shirogane-san.”

“Bisa-bisanya kau mengatakan itu setelah aku benar-benar meludahi racun padamu!?”

“Itu tidak ada hubungannya dengan ini. Lagian, kau bangun lebih awal dan datang ke sini supaya kau bisa berjalan pergi ke sekolah bersamaku, kan?”

“...!?” Koyuki tersipu dan menjadi diam.

Dibandingkan kemarin, dia lebih memperhatikan gaya rambutnya dan mengoleskan sedikit lipstik di bibirnya yang sudah merah merona. Matanya agak merah, memberi Naoya gagasan bahwa dia mungkin tidak cukup beristirahat tadi malam. Namun, dia melakukan semua ini agar dia bisa bersama Naoya. Hanya dengan melihatnya dirinya, Naoya tahu, dan itulah yang memberikan pukulan mematikan kepadanya.

“Ahhh, aku tidak mungkin... Tidak mungkin aku tidak akan jatuh cinta padamu... Sial.”

"Kau salah! Aku hanya kebetulan bangun pagi-pagi sekali, jadi aku pergi mengambil jalan memutar! Ini jelas bukan karena aku melakukannya untukmu!”

Dia jelas hanya menyembunyikan rasa malunya. Naoya teringat kembali pada apa yang mereka bicarakan sehari sebelumnya.

---

Koyuki menyatakan bahwa dia akan membuat Naoya 'jatuh cinta padanya'. Sedikit waktu telah berlalu, dan mereka pun meninggalkan toko donat. Mereka mengamati banyak kekasih selama perjalanan belanja mereka atau siswa/i yang sedang dalam perjalanan pulang saat matahari mulai terbenam.

"Ugh... menyilaukan..." Koyuki memejamkan matanya rapat-rapat.

Cahaya matahari terbenam menyinari rambut peraknya yang indah dan mengubahnya menjadi warna merah tua yang kuat.

Cantk sekali...

Naoya dibuat terpana melihat ini, tapi 'Baiklah, sampai jumpa besok' yang dikatakan Koyuki menarik dirinya kembali ke dunia nyata. Koyuki hendak berbalik tepat pada saat Naoya memanggilnya.

"Tunggu sebentar. Shirogane-san, dimana rumahmu?”

“Di Yotsumori... kenapa?”

“Ah, itu berlawanan arah dari rumahku. Aku baru saja berpikir untuk mengantarmu pulang."

"Tidak apa. Lagian kita ‘kan hanya teman sekelas, kau tidak perlu bertindak sejauh itu.”

“Tapi, ‘kan hari sudah gelap, aku khawatir untuk membiarkanmu pulang sendirian.”

"Ugh... L-lagi-lagi dengan keterus teranganmu yang tidak perlu itu..." Koyuki mulai tersipu dan menggumamkan sesuatu.

Dia menarik napas dalam beberapa kali, lalu memelototi Naoya.

“Itu hanya akan berhasil hari ini. Lihat saja... Mulai besok, aku akan menyerang, dan serangan itu akan membuat dirimu menjadi tidak akan bisa hidup tanpaku!”

“Ya, aku sangat menantikannya. Ini pertama kalinya aku jatuh cinta dengan seorang gadis, jadi aku senang mengalaminya."

“Hmpf, kau bisa mengatakan apa saja—Tunggu, pertama kali?” Mata Koyuki terbuka lebar. “Sasahara-kun... kau belum mendapatkan cinta pertamamu?”

“Itu menyakitkan bagiku untuk mengatakannya... hanya saja aku mendapatkan diriku dengan keterampilan yang merepotkan ini, jadi tidak ada yang bisa kualami.”

Kapanpun dia kebetulan membuat hubungan dengan seorang gadis, dan si gadis menjadi menyukainya, dia akan segera menolaknya. Pada saat yang sama, dia tidak pernah repot-repot mendekati gadis mana pun. Hasil dari itu, Naoya tidak memiliki pengalaman terkait romansa cinta. Sebagai seorang siswa SMA, dia tahu bahwa ini adalah sesuatu yang menyedihkan, dan teman-temannya mengatakan itu dengan jelas kepadanya.

"H-Hmmm." Koyuki tidak bisa menyembunyikan senyumnya. “Kau benar-benar menghabiskan masa muda yang menyedihkan. Jadi begitu, hmmm...”

"Ya. Itulah kenapa, ini mungkin menjadi cinta pertama kita berdua, kan?”

“Bagaimana kau bisa tahu itu—Tunggu, tidak! Aku tidak menyukaimu atau apapun, jadi jangan berasumsi kalau aku seperti itu!” Uap keluar dari kepala Koyuki saat dia cemberut karena marah.

Di sana, suara notifikasi terdengar. Koyuki dengan cepat mengeluarkan smartphone dari tasnya.

“Hm... Yah, ada banyak hal yang ingin kubicarakan, tapi adik perempuanku sedang menunggu, jadi aku harus pergi sekarang.”

“Oh, kau punya adik perempuan? Baguslah, dengan begitu aku tidak perlu mengkhawatirkanmu.”

“Benar, dia sangat bisa diandalkan. Sebelumnya, dia—Ah.” Di sana, jari Koyuki berhenti.

Dia memandang antara Naoya dan layar smartphone-nya lalu menyeringai. Dia tampak seperti anak kecil yang datang dengan lelucon. Berbalik ke arah Naoya, dia mendorong smarthphone ke depan wajahnya.

“Anggaplah ini sebagai suatu kehormatan, Sasahara-kun. Aku akan bertukar informasi kontakku denganmu."

“Eh, denganku? Seriusan?"

“Mengapa aku harus berbohong tentang itu? Ayo cepat!"

"A-aku mengerti, aku mengerti!"

Didesak oleh Koyuki, Naoya mengeluarkan smartphone-nya. Setelah mereka saling bertukar kontak, nama Shirogane Koyuki muncul di kontaknya, dengan gambar kucing sebagai foto profilnya. Itu adalah kucing putih dengan tatapan tajam, sangat mirip dengan Koyuki.

“Yah, aku sangat senang... Tapi, kok bisa kau memikrikan itu?”

“Fufu, itu sederhana. Jika aku dapat menghubungimu sepanjang hari dan setiap hari, aku akan dapat menyerangmu dengan lebih baik." Koyuki menyeringai dan membelai smartphone-nya. "Dengan hanya teks yang tertulis, keahlian anehmu itu tidak akan berhasil, jadi aku bisa menyembunyikan rasa maluku... Segalanya tidak akan berjalan sesuai keinginanmu lagi."

"Ohh, jadi begitu."

"Aku tidak akan menjadi penerima sepanjang waktu." Koyuki menunjukkan senyum percaya diri.

Naoya perlu bertemu seseorang secara langsung agar keahliannya bekerja, dia perlu mempertimbangkan suara, postur, dan gerak tubuh. Namun, informasi seperti ini terbatas selama pertukaran melalui telepon, jadi Koyuki benar dalam hal itu. Tapi...

Kau tidak menyembunyikan fakta bahwa kau selalu malu, ya...

Dia pasti telah mengendurkan kewaspadaannya dan menjadi keceplosan akbiat momen itu. Dia tampaknya berada di puncak kelasnya dalam hal nilai, tapi... dia bisa menjadi sangat canggung pada saat-saat seperti ini.

“Pokoknya, sampai ketemu besok, Sasahara-kun. Kuharap kau menantikannya."

"Oh ya. Aku menantikannya. Dan, hati-hati ya."

Koyuki dengan mantap melangkah pergi menuju stasiun kereta. Setelah itu, mereka bertukar beberapa pesan, dan berjanji untuk bertemu keesokan paginya.

Itulah akhir dari kilas balik mereka.

Mereka bergerak dari gerbang tiket dan berjalan menuju sekolah. Karena belum banyak waktu setelah matahari terbit, jalanan masih cukup kosong. Saat matahari musim semi menyinari mereka dengan lembut, Koyuki berdehem.

“Hmpf, kau mungkin telah membuatku kewalahan sebelumnya, tapi aku tidak akan jatuh karena serangan mendadak seperti itu. Sudah waktunya bagiku untuk melawan balik.” Dia menatap wajah Naoya dan menunjukkan senyum menggoda. “Sebagai permulaan... apa kau menyukai pesan spesialku tadi malam, Sasahara-kun? Apa pesan itu membuat jantungmu berdebar kencang?"

"...Hah?" Naoya bingung harus menjawab apa.

Koyuki pun menunjukkan ekspresi kesal.

“Apa-apaan dengan reaksi itu? Aku mengirimimu banyak pesan tadi malam, kan?”

“A-Ah, yah, kau memang mengirim banyak...” Naoya menghentikan langkahnya dan mengeluarkan smartphone-nya.

Segera, pesan Koyuki yang tak terhitung jumlahnya muncul di layar. Dia dengan cepat memeriksanya lagi... tapi pada akhirnya, dia hanya bisa memiringkan kepalanya dengan bingung.

'Ayo pergi ke sekolah bersama' adalah pesan pertama. Setelah itu...

“Foto kucingmu dan yang lain adalah makananmu... bagaimana jantungku bisa berdegup kencang untuk itu...”

“Eh, ternyata tidak!?” Mata Koyuki terbuka lebar karena terkejut.

Apa yang dia harapkan? Naoya kehilangan kata-kata saat Koyuki menatap ke arah smartphone miliknya.

“Aneh... Adik perempuanku mengatakan padaku kalau foto kucing dan makanan itu populer di sosial media...”

“Mengapa adik perempuanmu memberimu saran seperti itu...?”

Naoya sangat penasaran perihal orang seperti apa si adik perempuan ini. Bagaimanapun, ini menjelaskan rentetan foto aneh yang diterima Naoya. Mungkin itu usaha Koyuki untuk mencoba terlibat dalam semacam komunikasi.

...Apa dia sangat ingin bergaul denganku?

Naoya melihat kerja keras Koyoki di tengah kecanggungannya, dan itu membuat hati Naoya terasa hangat. Arah usahanya mungkin sedikit melenceng, tapi hanya dengan memikirkan itu saja membuat Naoya semakin menyukai gadis itu. Namun, Koyuki sendiri bahkan tidak menyadari serangannya yang berhasil, dan malah terus menatap ke arah smartphone-nya. Tak bisa melihat itu lebih lama lagi, Naoya menunjukkan senyum masam.

“Yah, itu tidak benar-benar membuat jantungku berdebar kencang, tapi... Aku suka foto kucing itu. Apa kau merawatnya sebagai hewan peliharaan?”

“Hm? Yah, dia baru berusia satu tahun, jadi dia sangat manja.”

"Oh benarkah? Siapa Namanya?"

“'Sunagimo*'.” [Catatan Penerjemah: *=Gizzard]

“............Nama yang bagus! Sungguh banyak sekali perasaan yang dituangkan ke dalamnya!"

“Hehe, benar kan? Kami memanggilnya 'Suu-chan'. Lihat dirinya saat tidur. Aku akan menunjukkannya padamu karena dirimu spesial.”

"O-Oke."

Koyuki mengoperasikan smartphone-nya dan menunjukkan pada Naoya semua jenis foto kucingnya. Berkat itu, jarak antara mereka menyusut sedikit. Aroma femininnya melayang ke hidung Naoya, dan dia bisa melihat bulu mata panjangnya dengan sangat detail.

Melalui ini, Naoya sekali lagi bisa membaca perasaan terdalam Koyuki. Dia pasti senang menghabiskan waktunya bersama Naoya seperti ini. Dan, hal yang sama bisa dikatakan tentang Naoya.

Ini benar-benar pertama kalinya aku menikmati kehadiran orang lain sampai sedemikian rupa...

Karena selalu membaca hati orang lain, Naoya kurang pandai bergaul dengan orang lain. Selain orang-orang yang sudah lama dikenalnya, atau bahkan keluarganya, dia lebih suka sendiri.

Namun, hal-hal menjadi berbeda dengan Koyuki. Dia ingin menghabiskan lebih banyak waktu dengannya dan melihat segala macam ekspresi. Itu adalah keinginan jujurnya. Foto-foto kucing itu bahkan tidak masuk ke otaknya, karena dia malah melihat profil gadis itu. Dia sangat menggemaskan, dan merupakan gadis normal yang bisa kau temukan di mana-mana. Itulah mengapa keraguan muncul di kepala Naoya.

Dia gadis yang luar biasa... hanya saja julukan 'Putri Salju Berbisa’ miliknya tidak masuk akal...

Apa yang dipikirkan orang-orang di sekitarnya? Anehnya, Naoya merasa penasaran tentang itu.

Setelah mereka sampai di sekolah, maka kau secara alami juga akan mendapati waktunya istirahat makan siang. Dan terlebih karena mereka berada di kelas yang berbeda, Naoya langsung bertindak.

“Apa kau membawa bekal makan siang hari ini, Shirogane-san? Kalau kau tidak keberatan, mengapa kita tidak makan siang bersama?”

“Eh, y-yah, aku tidak keberatan...”

Karena ajakan yang tiba-tiba, Koyuki mulai gelisah. Lidah beracunnya tampaknya tidak bekerja melawan serangan mendadak. Karena itulah, begitu waktunya istirahat makan siang, Naoya berencana menjemputnya kelasnya. Namun...

"Hah...? Dia tidak disini...?"

Saat dia melihat sekilas ke dalam kelas Kelas 2-3, dia tidak dapat menemukan Koyuki dimanapun. Dia berasumsi kalau Koyuki mungkin pergi ke toilet.

"Hei kau."

Dia mendengar suara tidak asing dari koridor. Saat dia berbalik ke arah itu, dia melihat Koyuki. Dia sama sekali tidak menyadari kehadiran Naoya. Sebaliknya, dia memanggil siswi lain. Yang dipanggil adalah gadis berkacamata, dia terlihat seperti murid teladan yang klise. Dia membawa kotak kardus besar di tangannya, kemungkinan besar berisi dokumen untuk pelajaran. Mata gadis itu terbuka lebar saat dia menatap Koyuki.

“A-Ada apa, Shirogane-san?”

“Itu pasti berat, kan? Biar aku bawa setengahnya.”

“Eh, t-tapi... Sensei menyuruhku, jadi aku akan merasa tidak enak jika...”

“Berikan saja padaku!” Koyuki tidak mendengarkan gadis itu, dan dengan paksa mengambil kotak itu.

Gadis itu tercengang sesaat, tapi dengan cepat menunjukkan senyuman menyerupai bunga yang sedang mekar.

"Terima kasih. Kau sebenarnya cukup baik, Shirogane-san.”

“......!” Koyuki menelan napasnya dan mengalihkan wajahnya. “Hmpf, aku tidak bisa terus mengawasimu, karena kau cukup kikuk untuk jatuh. Ayo cepat, jangan buang waktuku lebih dari ini.”

“A-Ahaha... maaf ya.” Gadis berkacamata itu menyipitkan matanya meminta maaf.

Siswa/i lain di sekitar menunjukkan reaksi yang sama, hanya mengangkat bahu mereka. Sejujurnya, itu bukanlah suasana yang nyaman untuk dimiliki.

Begitu... itulah mengapa mereka terus memanggilnya 'Putri Salju Berbisa'...

Dari sudut pandang Naoya, kata-kata Koyuki barusan jelas dimaksudkan untuk menyembunyikan rasa malunya. Namun, siswa/i lain rupanya tidak menyadarinya.

...Sayang sekali. Padahal dia adalah gadis yang baik.

Naoya mengambil keputusan di benaknya dan memanggilnya.

"Shirogane-san."

“Fueh!? S-Sasahara-kun...?” Bahu Koyuki bergerak-gerak, yang membuatnya hampir menjatuhkan kotak kardus itu.

Bahkan gadis berkacamata itu pun menatap Naoya dengan tatapan ragu. Namun Naoya mengabaikan itu dan berbicara dengan senyum tenang.

"Aku tidak berpikir... kau harus melakukan itu."

“...Eh?” Mata Koyuki berbinar.

“Aku tahu kau hanya malu, Shirogane-san. Tapi, orang lain tidak memiliki keterampilan yang sama sepertiku. Itulah kenapa, kau harus memberi tahu mereka perasaanmu sendiri."

“A-aku tidak malu atau apa pun...!”

“Kau tahu, aku tidak ingin orang-orang salah paham tentang dirimu...”

“Ugh... Grrr...”

Naoya menunjukkan ekspresi kecewa, yang tampaknya memiliki berpengaruh besar pada Koyuki. Ekspresinya menjadi sedikit rileks saat dia mulai gemetar. Setelah keheningan singkat berlalu, dia dengan canggung menghadap gadis itu—dan menundukkan kepalanya.

“Um... maafkan aku karena mengatakan sesuatu yang kejam seperti itu... Itu terlihat berbahaya, jadi aku ingin membantumu...”

“Ehhhhh!?” Gadis itu menjerit bingung.

Bahkan Naoya pun terkejut. Dia tidak menyangka kalau Koyuki akan menjadi sejujur ​​ini.

Kurasa dia mencoba untuk menahannya karena aku mengatakan itu padanya...

Naoya hanya ingin dia sedikit memikirkan pilihan kata-katanya, tapi ini bahkan lebih baik dari yang diharapkan.

“Tidak apa, tidak apa. Aku sama sekali tidak keberatan, Shirogane-san.” Gadis itu pun memberikan tindak lanjut.

"...Sungguh?"

"Ya. Aku tahu bagaimana kau selalu membantu orang lain, Shirogane-san. Aku sangat menyadarinya." Gadis itu terkekeh dan mengarahkan pandangannya pada Koyuki. “Tapi, aku senang kau sejujur ​​ini padaku. Aku senang mendengar perasaanmu yang sebenarnya."

“I-Itu...”

“Hal yang sama berlaku untuk dirimu yang di sana! Aku akan meminjam Shirogane-san sebentar!”

"Silahkan. Luangkan waktu kalian~”

Koyuki menggumamkan sesuatu, tapi akhirnya mengikuti siswi itu ke kantor. Naoya memperhatikan mereka saat dia melambaikan tangannya. Siswa/i lain di sekitar mereka menyaksikan pemandangan ini seperti pertunjukan sirkus, tapi Naoya dengan cekatan mengabaikan itu.

Koyuki kembali sekitar sepuluh menit kemudian.

"Kerja bagus. Apa kau tidak senang, Shirogane-san?”

“......”

Naoya menyapa gadis itu di halaman. Ada taman berbunga mekar di antara dua gedung sekolah, itu selalu dihuni banyak siswa/i saat jam istirahat atau istirahat makan siang seperti ini. Belum lagi hari ini cuacanya cerah. Semua orang makan siang, bermain game, dan menghabiskan waktu sesuka hati mereka.

Bangku yang diletakkan dalam bayang-bayang masih kosong, jadi Naoya sudah menunggu di sana. Koyuki membawa bekal makan siangnya dan mengambil tempat duduk di sebelah Naoya. Sesaat berlalu, tapi kesunyian tidak pernah hilang.

Yah... kurasa aku terlalu banyak ikut campur sebelumnya... Seharusnya aku tidak menegurnya di depan orang lain...

Naoya bisa tahu betapa canggungnya hal itu bagi Koyuki yang hanya dengan dia duduk di sebelahnya. Dia merenungkan tindakannya, saat itu...

"Um..." Koyuki membuka mulutnya.

Dia perlahan mengangkat kepalanya dan menatap Naoya dengan ekspresi serius.

"Terima kasih... telah meneguruku tadi."

“Eh?” Naoya berkedip terkejut.

Tidak ada jejak kemarahan atau kekesalan yang bisa ditemukan di tatapan Koyuki. Dia berterima kasih pada Naoya dari lubuk hatinya. Dia menghela nafas, dan melanjutkan kata-katanya.

"Aku selalu saja seperti ini... aku tidak terlalu buruk dalam berurusan dengan orang lain, aku hanya mengatakan hal-hal yang bukan maksudku untuk melakukannya, yang dimana itu benar-benar di luar kendaliku..."

“Ah, kau menyadarinya.”

"Ya... aku tahu kalau aku tidak bisa terus seperti ini, tapi aku juga tidak bisa memperbaikinya..." Kata-kata Koyuki anehnya jujur.

Dia terus menatap wajah Naoya dan melanjutkan.

“Tapi, karena kau menegurku sebelumnya... aku akhirnya bisa mengobrol lebih baik dengan gadis itu. Karena itu... terima kasih. ”

"...Sama-sama." Naoya tersenyum.

Bisa dikatakan, dia sama terkejutnya. Sudah sebulan sejak awal naik kelas 2, namun Koyuki baru melakukan percakapan pertama yang tepat dengan teman seangkatannya sekarang.

Bagaimana aku mengatakannya... dia sederhana dan agak kikuk.

Naoya sudah mengetahui hal ini sejak awal. Lidah beracun Koyuki hanyalah sarana untuk menyembunyikan rasa malunya, tapi itu juga merupakan mekanisme pelindung. Itu sendiri adalah sesuatu yang sangat normal, tapi dalam kasusnya... itu jauh lebih berlebihan.

Bukankah hal-hal seperti ini kebanyakan terjadi karena trauma lama... Tidak, aku seharusnya tidak mencampuri keadaan pribadinya.

Naoya hendak memikirkannya dengan serius, tapi dia langsung menghentikan dirinya sendiri. Kapanpun dia mulai membaca hati seseorang, ada kalanya dia tidak bisa menahan diri. Di saat yang sama, ekspresi Koyuki gemetaran, menganggap tanggapan diam Naoya sebagai sesuatu yang negatif.

“Kurasa kau pasti lelah denganku, kan... Seseorang dengan julukan 'Putri Salju Berbisa' pasti sangat merepotkan...” Dia mengalihkan pandangannya ke bekal makan siangnya dan berkata demikian dengan suara bergetar.

Matanya menjadi berkaca-kaca saat dia mulai menyalahkan dirinya sendiri. Itulah mengapa Naoya melihat adanya kebutuhan untuk berbicara.

"Tidak, itu  sama sekali tidak."

“Eh?” Koyuki mengangkat kepalanya karena terkejut.

Naoya mengamati sekelilingnya, dan menunjuk ke lorong terdekat di antara dua gedung sekolah.

“Misalnya... Lihat Iwatani-sensei yang di sana.”

Dia menunjuk ke guru yang bertanggung jawab atas konseling. Dia adalah seorang guru laki-laki dengan tubuh besar dan wajah tegas, sedang mengeluh kepada beberapa siswa tentang seragam mereka. Dia dikenal sebagai salah satu guru paling ketat di sekolah ini. Dia tidak akan mengabaikan bahkan irregulasi peraturan sekolah terkecil, dan menceramahi semua orang yang dia tangkap.

"...Ada apa dengan beliau?"

“Dia sebenarnya sangat baik. Dia memaksakan dirinya sendiri selama melakukan konseling siswa/i."

“Eh, tidak mungkin.”

"Itu kebenaran. Lihat, perhatikan dia baik-baik."

Bimbingan konseling berakhir, dan para siswa menyebar seperti sekelompok laba-laba. Iwatani-sensei melihati mereka dan mendesah. Wajahnya diwarnai kelelahan, hanya untuk segera berubah menjadi kaku lagi saat dia kembali ke gedung sekolah. Melihat ini, mata Koyuki terbuka lebar.

“D-Dia benar-benar terlihat seperti memaksakan diri... Aku sama sekali tidak tahu.”

“Yah, dia berusaha keras untuk menyembunyikannya.”

Hanya sejumlah kecil guru dan Naoya yang mengetahui hal ini. Iwatani-sensei berakting kasar terhadap murid dan rekan-rekannya. Karena itu, dia sendirilah yang membangun kepribadian 'Guru Iblis'.

“Secara kasar aku bisa tahu apa yang orang pikirkan. Aku yakin kebanyakan orang juga mengenakan armor sama seperti dirimu, Shirogane-san.”

Baik itu armor untuk guru yang keras, armor untuk orang suci yang baik hati, atau armor untuk seorang satiris. Setiap orang mengenakan armor mereka sendiri, menggunakannya sesuai kebutuhan mereka. Itu tidak selalu berarti buruk, dan itu adalah sesuatu yang kau perlukan untuk menjalani hidupmu.

“Itu sebabnya, jenis topeng yang kau pakai ini adalah suatu cara lain bagaimana dirimu bisa menjalani hidup. Aku tidak berpikir itu merupakan sesuatu yang buruk."

“...Tapi, kau menegurku sebelumnya.”

“Itu... karena kupikir itu sia-sia.”

"Sia-sia...?" Koyuki mengulangi kata-kata Naoya dengan suara yang rapuh.

Naoya pun meletakkan tangannya di atas tangan Koyuki dan menjelaskan.

“Aku tahu betapa serius dan baiknya dirimu, Shirogane-san. Itulah mengapa aku berpikir bahwa itu sia-sia jika kau disalahpahami."

“A-Aku bukan orang yang baik hati...”

“Kau mengatakan itu, tapi kau membantu teman sekelasmu yang membutuhkan, kan?” Naoya tersenyum. “Aku yakin kau pasti ingin lebih bergaul dengan orang lain. Jika kau menjadi lebih jujur pada dirimu sendiri, kau pasti bisa mendapatkan banyak teman.”

"...Tidak ada orang yang ingin bergaul denganku."

"Apa yang kau bicarakan? Ada seorang di sini ‘kan."

“Ugh... I-Itu karena kau orang yang aneh.” Koyuki tersipu dan bergumam pada dirinya sendiri.

Yang jelas, Koyuki tidak membantah ketika suatu hal datang ke 'ingin mendapatkan lebih banyak teman'. Kalau begitu, hanya ada satu hal yang bisa dilakukan Naoya—Dukung dia.

“Itu bukanlah sesuatu yang bisa dilakukan dengan segera, jadi mari kita berusaha untuk mencapai tujuan itu bersama-sama... Sehingga suatu hari dirimu akan dapat mengungkapkan perasaanmu yang sebenarnya. Beri tahu aku jika ada sesuatu yang bisa kulakukan untuk membantumu.”

"Sasahara-kun..." Koyuki menerima kata-kata ini dan melamun sesaat.

Akhirnya, dia mengangguk.

"Ya. Aku akan mencoba yang terbaik. Sejujurnya... sampai tidak ada yang akan memanggilku 'Putri Salju Berbisa' lagi! ”

“Bagus, itu baru namanya semangat.” Naoya tersenyum pada gadis itu.

Karena Naoya bisa membaca hatinya, dia bisa tahu betapa seriusnya Koyuki ketika harus 'mengubah dirinya sendiri'. Pada saat yang sama, dia juga tahu betapa sulitnya mengumpulkan keberanian untuk melakukannya. Kebanyakan orang mungkin menyadari kekurangan mereka, tapi malah tetap hidup tanpa berusaha untuk memperbaikinya. Namun, tekad Koyuki tampak seperti itu tertulis di atas batu. Hari di mana dia akan menghilangkan julukannya tentulah tidak akan terlalu jauh.

Ya, aku sangat menyukainya...

Naoya membentuk kata-kata dengan pikirannya. Dia berpikir bahwa suatu hari dia akan jatuh cinta secara tiba-tiba. Rupanya, kau memang menyadari saat yang tepat yang kau lakukan. Naoya menertawakan dirinya sendiri pada kenyataan betapa cepatnya hal itu terjadi.

“Terima kasih banyak, Sasahara-kun.”

“Eh?”

Naoya dipanggil kembali ke dunia nyata oleh kata-kata Koyuki. Dia menatap langsung ke arah Naoya seraya tersenyum.

“Jika bukan karena dirimu... aku akan membuat kesalahan lagi dan menyesalinya seperti biasanya. Itu sebabnya, aku ingin berterima kasih.”

“Y-Yah. Itu tidak seperti aku melakukan sesuatu yang besar.”

Setelah menyadari perasaanya terhadapnya, Naoya meraba-raba kata-katanya.

“Aku hanya menciptakan peluang. Kau sendiri yang harus bisa mendapatkan teman.”

"Teman, ya..." Di sana ekspresi Koyuki menjadi keruh. “Apa akau benar-benar boleh berteman... aku cemas adakah orang yang mau berteman denganku...”

“Jangan terlalu memikirkannya, kau hanya perlu berteman secara normal.”

“Normal... acuannya?”

“Hmm...”

Naoya bertingkah luhur, tapi dia sendiri hampir tidak punya teman. Namun, dia merasa perlu menanggapi ekspektasi Koyuki.

“Pergi ke sekolah bersama, makan siang bersama, pulang bersama...”

“Hmm... itu terdengar sulit... Eh, apa yang terjadi padamu Sasahara-kun?”

“Yah... aku hanya merasa sedikit kecewa.”

"Hmmm?"

Naoya menurunkan wajahnya untuk menyembunyikannya, yang membuat Koyuki memiringkan kepalanya dalam kebingungan. Bersama-sama dalam perjalanan ke dan dari sekolah, makan siang bersama... bukankah itu sama dengan yang dilakukan Naoya dan Koyuki?

Jadi intinya, hubungan kami saat ini hanyalah teman, ya...?

Naoya memiliki beberapa teman perempuan. Itu sebabnya dia terbiasa membangun persahabatan dengan mereka. Namun, dia sama sekali tidak memiliki pengetahuan tentang hubungan lain selain persahabatan yang bisa dimiliki dengan lawan jenis. Dia tidak pernah berpacaran dengan seorang gadis sama sekali, karena itu pengalamannya dalam hal itu sama dengan nol.

Dia menikmati menghabiskan waktunya bersama Koyuki, jadi tidak diragukan lagi dia memiliki perasaan positif padanya. Namun...

'Suka' seperti apa yang kurasakan terhadap Shirogane-san...?

Apakah itu cinta, atau persahabatan? Sampai sekarang, Naoya belum bisa memastikannya.



3 Comments

Previous Post Next Post