The Undetectable Strongest Job: Rule Breaker Bab 178


Bab 178 - Ksatria Saint Rusalka


Jubah birunya terlihat mencolok di gedung bertema putih. Saat dia berjalan menyusuri aula, orang-orang yang mengenakan pakaian abu-abu menundukkan kepala dengan hormat.

“Lady Conia, kau tampak hebat hari ini.”

“Kau juga.”

Saat wanita bernama Conia menjawab sapaan tersebut, orang-orang berbaju Abu-abu itu membungkuk lebih dalam.

Setelah melihat lebih dekat, bukan hanya jubahnya yang berwarna biru. Lengan dan celananya juga berwarna biru, termasuk salib di dadanya, yang merupakan simbol Gereja. Ornamen di gagang pedangnya yang tergantung di pinggangnya berwarna biru. Siapapun akan menyadari bahwa warna ini memiliki arti.

[Ksatria Biru]. Ksatria yang melindungi menara ini sering menggunakan warna tersebut. Semakin sedikit orang yang menggunakan warna biru semakin jauh kuil itu dari Bios.

“Nona Conia.”

“Halo, Bapa.”

Conia dengan cepat berlutut di tempat. Rambut ungu panjangnya yang diikat ke belakang menggantung lurus ke bawah.

“Tenanglah. Bolehkah aku memiliki sedikit waktumu?” Pendeta itu bertanya.

“Tentu saja.” Dia menjawab.

Wanita itu bangkit dan mengikuti si pendeta. Mata ungunya bersinar dengan kecerdasan, dan dagu sempit serta bibir mungilnya membuat wajahnya tampak kecil. Ksatria membangkitkan citra prajurit yang perkasa, tapi dia memancarkan aura kecantikan yang cemerlang.

Meski masih remaja, dia bisa berjalan mengelilingi menara sebagai [Ksatria Biru]. Itu saja sudah menunjukkan betapa terampilnya dia sebenarnya.

“Ada apa, Bapa?”

“Masuklah.”

“Terima kasih.”

Pendeta itu membawanya ke sebuah ruangan kecil. Tampaknya itu adalah ruang tunggu tempat orang-orang bisa beristirahat. Di atas meja ada satu set teh, menunjukkan bahwa pria yang memanggil Conia itu baru saja beristirahat di sini.

Pria itu mengenakan jubah merah panjang, sangat kontras dengan pakaiannya; bukan jenis yang cerah, tapi warna merah gelap yang lembut. Secara keseluruhan tidak terlalu mencolok. Meski begitu, sulaman pada manset, kerah, dan ikat pinggangnya tampak rumit serta dijahit dengan benang mahal. Topi kotaknya terletak di atas meja.

Para [Pendeta Merah] memiliki peringkat yang lebih tinggi dari [Ksatria Biru]. Orang-orang yang Conia lewati sebelumnya adalah [Diaken Abu-abu], yang paling rendah di antara barisan orang yang diizinkan memasuki menara ini.

Di atas [Pendeta Merah] adalah [Aristokrat Ungu], dan [Paus Putih] berdiri di atas mereka semua. Ini adalah sistem Lima Peringkat Ilahi Bios yang telah ada sejak lama.

Tentu saja, ada juga profesional lain di menara itu, seperti sekretaris Paus, yang bukan bagian dari hierarki, tapi masih diberi izin khusus untuk memasuki menara.

“Pernahkah kau mendengar beritanya?” Pria itu bertanya. “Yang Mulia akan menengahi perang saudara Ponsonian.”

“Aku mendengarnya. Konflik antara putra mahkota dan sang putri.” Jawabnya. “Utusan mereka akan segera datang, dan aku diminta menjadi bagian dari keamanan.”

“Apa ada gunanya arbitrase ini?” Pendeta itu bergumam dengan bisikan rendah, seolah dia tidak ingin orang lain mendengarnya.

“Aku tidak yakin aku bisa mengikuti pembicaraan ini.”

“Apa pendapatmu tentang perang saudara di Ponsonia?”

“Aku tidak berpengalaman dalam dunia politik, tapi aku mendengar mendiang raja tidak memilih penggantinya. Setelah kematiannya, sang putri dengan cepat menguasai ibukota kerajaan, dan banyak bangsawan yang memihak padanya. Pangeran pergi dengan hanya beberapa pasukan dan dia saat ini bersembunyi di Leather Elka.”

“Hmm... Apa maksudmu pangeran harus menyerah?”

“Tidak.”

“Benarkah?”

“Bahkan jika Raja gagal memilih penggantinya, negara lain tahu bahwa pangeran adalah pewaris takhta. Dia yang harusnya mengambil tempat yang semestinya dan menenangkan warga yang kemungkinan besar berada dalam keadaan panik setelah menerima kabar tentang kematian Raja yang mendadak.”

“Itu pendapat yang sangat menarik. Tapi kebanyakan royalti dan bangsawan mengkhawatirkan diri mereka sendiri terlebih dahulu sebelum warga negara.”

“...Jadi begitu.”

“Pertanyaanku adalah, apa yang ingin dicapai Yang Mulia dengan menengahi konflik ini?”

“Aku tidak mungkin membayangkan apa yang dipikirkan Yang Mulia.”

“Memang, aku merasakan hal yang sama. Tapi terkadang kita harus berpikir keras agar kita bisa berjalan di jalan yang benar.”

“Aku percaya kau selalu ada di jalan yang benar, Bapa.”

Keterusterangannya membuat pendeta itu tersenyum kecut.

“Kau luar biasa. Luar biasa memang. Kau seperti ksatria Saint Rusalka.”

“Aku merasa terhormat. Orang tuaku mengajariku untuk berusaha menjadi seperti Saint Rusalka.”

Ksatria Saint Rusalka adalah tokoh besar dari masa lalu. Mereka melindungi Saint Rusalka setiap saat, mempertaruhkan nyawa mereka, saat dia pergi ke mana-mana, untuk memberitakan ajaran gereja. Tapi nama mereka tidak pernah dikenal. Ksatria itu percaya bahwa Saint itu adalah orang yang luar biasa, dan puas berada dalam bayang-bayang, tidak suka nama mereka diingat.

“Aku yakin kau akan menjunjung tinggi kesucian doktrin...”

“Bolehkah aku bertanya apa yang kau maksud dengan itu? Aku minta maaf, tapi aku tidak memiliki pengetahuan yang mendalam tentang doktrin, tidak sepertimu dirimu, Bapa.”

“Tidak apa-apa. Lupakan apa yang kukatakan. Terima kasih atas waktumu.”

Pendeta itu mengakhiri percakapan, mengambil topinya, dan berdiri. Dia kemudian berjalan keluar ruangan, meninggalkan Conia yang bingung.

“Yang kita butuhkan saat ini bukanlah ksatria Saint Rusalka. Dia akan dibutuhkan setelah semuanya selesai. Untuk sekarang...”

Pendeta itu berjalan menyusuri aula yang sepi, di area yang hanya dimasuki sedikit orang. Ada beberapa tempat di menara besar ini yang hanya terbuka untuk beberapa orang tertentu.

“...kita membutuhkan seseorang untuk mengikis kegelapan yang bersembunyi di Menara Putih.”

Di depannya ada dinding yang tumpang tindih. Warna putih dan cahayanya membuat bayangan menghilang, jadi seseorang harus menegangkan mata untuk melihatnya. Jika kau berjalan menyusuri koridor, kau tidak akan menyadari bahwa ada jalur di sana.

Pendeta itu mengamati sekelilingnya untuk memastikan tidak ada orang di sekitarnya. Dia kemudian menekankan tangannya di dadanya, seolah-olah untuk meredakan detak jantungnya.

Dia kemudian mulai berjalan menuju jalur tersembunyi.

Tujuh hari kemudian, Conia Mercury mengetahui bahwa [Pendeta Merah] yang dia ajak bicara telah meninggalkan Agiapole untuk pekerjaan misionaris di negeri yang jauh.

“Dia akan berjalan di jalur kesulitan sendiri. Sungguh mengagumkan!”Conia sangat tersentuh.”Hmm, kami berbicara tentang ksatria Saint Rusalka. Apa yang dia maksud dengan itu? Apa dia ingin aku menemaninya dalam perjalanannya? Ah, apa yang telah kulakukan? Aku tidak segera menyadarinya, dan sekarang dia sudah pergi.”

Dia merasa kecewa.

“Tapi ini bukan waktunya untuk kecewa. Aku harus menunjukkan padanya bagaimana aku tumbuh saat nantinya kami bertemu lagi. Aku harus fokus pada tugasku!”

Conia dengan cepat berdiri, mengangguk pada dirinya sendiri. Kemudian seorang biarawan datang dengan membawa berita.

“Seorang pembawa pesan dari Ponsonia? Begitu, jadi kerajaan telah menghubungi. Apa? Seorang petualang? Oke, aku akan memeriksa surat-suratnya. Ah, tunggu-”

Conia menghentikan biarawan itu saat dia akan pergi.

“Petualang ini... Hikaru, bukan? Dimana dia sekarang?”



Post a Comment

Previous Post Next Post