Seiken Gakuin no Maken Tsukai Volume 1 - Bab 3

Bab 3
Assault Garden Ketujuh


Kendaraan itu berlari melewati jembatan besar yang melintasi laut. Angin laut berhembus dan mengibarkan rambut keperakan Riselia.

...Tanah kegelapan, ya?

Tempat ini dulunya adalah bagian dari dataran. Itu adalah tempat pertempuran terakhir Pasukan Penguasa Kegelapan. 1000 tahun yang lalu, Archsage Arakael dari Enam Pahlawan menyatu dengan Pohon Suci dan menghabiskan kekuatan para Penguasa Kegelapan di lautan pepohonan...

Pohon-pohon itu kini tertidur di dasar lautan ini.

Apa pun yang terjadi dalam 1000 tahun terakhir, itu telah sangat mengubah medan.

...Seluruh area terlihat seperti telah diubah menjadi sebuah teluk. Kurasa itu terhubung dengan samudera di beberapa titik.

Masih menempel di tubuh Riselia, Leonis mengalihkan pandangannya ke pulau yang menjulang tinggi di depan.

Ya, itu adalah sebuah pulau.

Pulau yang sangat besar dan dikelilingi oleh benteng. Dindingnya dilengkapi dengan lubang senjata tak terhitung banyaknya yang menghadap ke arah mereka.

Itu bahkan lebih besar dari benteng laut Rivaiz..., pikir Leonis.

Rivaiz, Raja Lautan, pernah memerintah atas tujuh samudera iblis. Dia menemui kematiannya dalam kekalahan timbal balik melawan penyihir Diruda, yang merupakan salah satu dari Enam Pahlawan. Keduanya terkirim ke suatu tempat di luar dimensi ini.

“Apakah ini pertama kalinya kau melihat Assault Garden, Leo?”

“Ah, ya... Sungguh menakjubkan. Sulit dipercaya mereka bisa membangun pulau buatan yang begitu besar.”

“Ya kan... Bagaimana kau bisa tahu kalau itu buatan?”

“Ah, itu...”

Itu karena tidak ada pulau di sini seribu tahun yang lalu, jadi dia secara alami menyimpulkan itu pasti buatan.

“Karen itu dikelilingi oleh benteng, dan tidak ada batu alami yang terlihat keluar dari air.”

“Assault Garden adalah mega-float buatan manusia. Semua listrik serta makanan yang digunakan kota diproduksi secara internal,” jelas Regina. “Kota ini berdiri di sini sekarang, tapi itu bisa bergerak melintasi laut. Assault Garden ada untuk menghancurkan koloni Void. “

“Pulau ini bisa bergerak...?” Leonis menelan ludah.

Pasukan Penguasa Kegelapan memiliki benteng bergerak yang disebut Benteng Langit Biru, tapi dalam hal skala, tempat itu tidak seperti tempat seperti ini. Jika apa yang dikatakan Regi itu benar, maka umat manusia telah mencapai tingkat kemajuan peradaban yang belum pernah terjadi sebelumnya.

...Dan ada tujuh kota sebesar ini?

Manusia.

Mereka bukan tandingan ras demi-human dalam hal kekuatan dan tidak beperadaban seperti elf. Tapi sekarang mereka telah mencapai peradaban yang mengesankan...

...Akan bijaksana untuk menganalisis kekuatan umat manusia saat ini untuk kebangkitan Pasukan Penguasa Kegelapan.

Kendaraan mereka segera masuk melalui gerbang depan Assault Garden.

---

“Beberapa manusia diberikan kekuatan Pedang Suci. Mereka yang memilikinya harus masuk ke Akademi Excalibur. Memerangi Void tidaklah wajib, tapi orang itu masih diperlukan untuk membantu dalam beberapa cara,” jelas Riselia saat turun dari kendaraan.

“...Jadi begitu.”

Masuk ke akademi ini sebenarnya akan bermanfaat. Secara rasional, itu akan memungkinkan Leonis untuk belajar lebih banyak tentang Pedang Suci.

“Baiklah, kita akan bertemu lagi nanti. Jika kau tersesat—,”k ata Riselia dengan nada prihatin.

“Lady Selia, ini adalah jalan yang lurus ke depan. Dia akan baik-baik saja.” Regina menyela dengan sedikit gusar.

Rupanya, orang-orang yang dibawa dari luar harus melalui semacam pemeriksaan khusus. Leonis berdiri di depan koridor yang diterangi oleh pijar mana. Sebuah partisi logam tertutup di belakangnya saat dia berpisah dari kedua gadis itu. Begitu dia sendirian, Leonis menghela nafas panjang dan berteriak:

“Bagaimana bisa hal-hal menjadi seperti ini ?!”

Menurut rencananya yang sempurna dan mutlak, dia seharusnya terbangun dari tidurnya selama 1000 tahun dengan sorak-sorai dari para penyembahnya yang terhormat dan membangun kembali Pasukan Penguasa Kegelapan untuk menyerang kekuatan umat manusia yang melemah oleh waktu.

Dan ternyata, umat manusia malah menjadi sangat maju, dan ilmu sihir kuno telah menurun. Terlebih lagi, ini bukanlah ras sihir dari zaman itu, tapi beberapa ras tak jelas yang disebut Void-lah yang mengamuk di dunia.

...Dan di atas segalanya, aku malah terlihat seperti ini.

Mengapa mantra reinkarnasinya gagal...?

Leonis punya satu teori. 1000 tahun yang lalu, Leonis telah merangkai mantranya untuk hidup kembali di tubuh Raja Undead. Namun, sebelum dia menjadi Raja Undead, dia adalah pahlawan manusia. Dia dikhianati oleh umat manusia dan berada di puncak kematian ketika Dewi Pemberontak menyelamatkannya.

Dengan kata lain, aku memiliki dua kehidupan masa lalu. Satu sebagai pahlawan, dan satu sebagai Raja Undead.

Karena itu, rencananya adalah bereinkarnasi dalam dua fase. Pertama, dia akan terlahir kembali ke dalam tubuh aslinya, tubuh pahlawan. Dia kemudian akan membangun kembali tubuh Raja Undead yang diberikan kepadanya oleh sang dewi. Tapi entah alasannya apa, rencana itu gagal. Dia terbangun sebelum tubuh Raja Undeadnya dibentuk kembali.

Tapi yang jelas...

...Perlu waktu untuk membiasakan diri dengan tubuh ini. Dia mengerang pahit saat dia mengangkat keliman jubahnya yang kosong.

Tetap saja, tidak perlu menjadi pesimis.

Bertemu Riselia Crystalia dan datang ke sini adalah keberuntungan, dan berada di kota ini memberinya cara yang efektif untuk mengumpulkan informasi.

Leonis menatap bayangannya.

“—Blackas, Shary,” serunya.

Sss. Sssss. Ssssssssss.

Bayangannya mulai berputar saat sesuatu yang gelap seperti obsidian merangkak keluar. Yang pertama muncul adalah serigala hitam bermata emas. Tubuhnya dua kali lebih besar serta tebal dari serigala biasanya, dan bulunya lebih gelap dari pada kegelapan malam yang paling pekat.

Bayangan kedua mengambil bentuk humanoid: seorang gadis yang bermartabat, mata remang-remang, berpakaian rapi dengan seragam pelayan yang pantas. Dia tampak berusia sekitar 12-13 tahun. Rambut hitamnya yang dipotong rata di sekitar bahu memiliki kilauan halus padanya.

“—Apa kau memanggilku, temanku?”

“Apa anda memanggilku, paduka?”

Serigala hitam memanggil Leonis seperti temam, sementara gadis itu berlutut dengan hormat di hadapannya.

“Lama tidak bertemu, kalian berdua,” jawab Leonis seraya melambaikan tangan yang terlatih dengan baik.

Serigala hitam adalah saudara seperjuangan, yang pernah berlari melintasi medan tempur bersamanya, dan merupakan pangeran dari Alam Bayangan.

Gadis itu dulunya adalah seorang pembunuh dari Alam Bayangan yang mencoba untuk merenggut nyawa Leonis. Setelah serangkaian peristiwa tertentu, dia menjadi pelayan yang melayani Raja Undead.

Ketika Enam Pahlawan menghancurkan Alam Bayangan, Leonis membuat sebagian dari alam itu berlindung di bayangannya. Keduanya adalah yang selamat.

...Sebenarnya ada satu orang lain yang disimpan dalam bayangannya, tapi jika  orang itu itu melihat Leonis yang seperti sekarang, orang itu dengan senang hati akan mencoba membunuh Leonis dalam tidurnya.

“Iya. Tertidur selama 1000 tahun itu memang terasa agak lama,” jawab si serigala hitam, Pangeran Bayangan Blackas.

Tidak ada di antara pengikut Raja Undead yang akan berbicara kepadanya dengan cara yang kurang ajar dan santai. Namun, Blackas bukanlah pengikut melainkan seorang teman dan setara dengan Leonis.

“Tapi tetap saja, bagaimana kau bisa berakhir dalam wujud itu?”

“Ada sedikit kesalahan. Aku bereinkarnasi ke dalam tubuh yang pernah kumiliki sebagai manusia,” kata Leonis dengan ketidakjelasan yang canggung.

“Pahlawan Pedang Suci, hmm? Aku yakin ini pertama kalinya aku melihatmu dalam wujud seperti ini.”

“Saat kita bertemu, aku sudah menjadi Raja Undead.”

“Paduka.”

“Ada apa, Shary?” Leonis berpaling menatap gadis itu, yang menatapnya dengan malu-malu.

“Aku mendapati penampilan anda saat ini sangat imut, paduka.”

“Apa kau mengejekku, Shary?”

“...Maat atas kelancanganku, paduka,” Shary meminta maaf dengan bingung. Tuannya, dengan matanya yang setengah tertutup, menggelengkan kepalanya.

“...Lupakan itu. Aku memanggil kalian berdua karena aku ingin meminta sesuatu pada kalian.”

“Perintahkan aku sesukamu, paduka.” Gadis itu menundukkan kepalanya.

“Aku dengan senang hati akan meminjamkanmu kekuatanku, temanku.” Serigala hitam itu mengangguk.

“Aku ingin kalian menyelidiki kota ini. Dunia ini jauh berbeda dari apa yang kubayangkan sebelum kebangkitanku.”

Blackas mendengus setuju dan melihat sekeliling dengan rasa ingin tahu.

“Banyak hal benar-benar telah berubah tanpa bisa dikenali saat kita tertidur,” dia setuju.

“Ya. Ilmu sihir telah menurun selama bertahun-tahun, jadi menggunakan itu akan menarik perhatian yang tidak diinginkan.”

Sebagai kompensasi atas hilangnya ilmu sihir, umat manusia menciptakan peradaban di sekitar artefak yang dapat mengaktifkan sihir sebagai ganti dari itu. Pencahayaan yang menerangi koridor akan dianggap sebagai peralatan sihir yang berharga 1000 tahun yang lalu.

“Tetapi jika ilmu sihir telah menurun, bagaimana mereka dapat menciptakan hal-hal seperti ini tanpa sepengetahuan itu?”

“Itu juga merupakan hal lain yang perlu kita berikan perhatian. Pokoknya, aku tidak bisa menggunakan sihirku di depan umum, jadi aku mengandalkan kalian berdua.”

“Dimengerti.”

“Sesuai keinginanmu, paduka.”

Keduanya menghilang kembali ke bayangannya. Meninggalkan penyelidikan kota pada mereka, Leonis bisa memfokuskan usahanya pada Akademi Excalibur.

Anak itu pun melewati koridor. Tiba-tiba, alarm melengking mulai berbunyi. Pendeteksi mana bereaksi.

“Apa?!” Leonis dengan cepat merapalkan mantra pembingung sihir. Begitu mantra diaktifkan, alarm itu pun berhenti berbunyi.

...Aku harus berhati-hati.

---

Pemeriksaan tersebut memakan waktu sekitar lima belas menit dan sama sekali tidak berawak. Setelah menyelesaikannya, Leonis menaiki lift. Saat pintu lift terbuka, dia melangkah keluar menuju sinar matahari yang menyilaukan dan menemukan Riselia menunggunya.

“Kerja bagus, Leo,” katanya sambil mengulurkan sebuah kartu. “Ini adalah kartu ID-mu. Yah, setidaknya untuk sementara.”

“Kartu?” Leonis menatap benda biru itu dengan rasa penasran.

Di tengahnya ada ikon dengan desain pedang putih yang sederhana. Dia tidak perlu menggunakan mantra pendeteksi mana untuk mengetahui bahwa ada jenis sihir yang tertanam di dalamnya.

“Ini adalah bukti identitasmu di Assault Garden. Pastikan kau tidak kehilangan itu, oke?”

“Baiklah.”

“Kalau begitu ayo ke akademi,” kata Riselia sambil menepuk-nepuk jok kendaraan yang masih kotor dengan pasir.

Leonis melihat kendaraan itu dengan kebingungan, menyadari bahwa sespan di kendaraan itu telah hilang.

“Di mana Regina?”

“Katanya dia mau berbelanja, jadi dia pergi ke distrik komersial.”

“Jadi begitu.”

Ternyata, sespan itu bisa menjadi kendaraan juga. Leonis duduk di kursi seperti sebelumnya dan memeluk pinggang Riselia. Mesin kendaraan itu bergemuruh saat Riselia menekan pedal, dan kendaraan itu melaju di terowongan.

Tanahnya diaspali, jadi perjalanannya jauh lebih mulus ketimbang saat mereka berkendara melintasi gurun. Angin terasa menyejukkan, dan rambut perak Riselia berkibar di belakangnya saat mereka terus melaju. Dan saat mereka keluar dari terowongan...

“Apa...?!” Mulut Leonis ternganga karena terkejut.

Di depan mereka berdua berdiri gedung berlapis yang sangat besar.

“Ini adalah distrik komersial,” jelas Riselia. “Mengesankan, bukan?”

“Erm, ya, kurasa begitu,” jawab anak laki-laki itu dengan ketenangan palsu.

“Padahal semua orang terkejut saat pertama kali melihatnya.” Gadis berambut perak itu rupanya kecewa dengan tanggapan Leonis.

Gedung tinggi itu dihiasi dengan jendela yang tak terhitung jumlahnya. Leonis belum pernah melihat sesuatu yang seperti itu. Teknologi yang dibutuhkan untuk membuat gedung bertingkat seperti itu tidak akan pernah ada di zaman asalnya.

Banyak anak laki-laki dan perempuan lain berjalan-jalan di sekitar, mereka semua memakai seragam yang sama. Jelas sekali, mereka adalah rekan pelajar Riselia di Akademi Excalibur.

“Di sini terasa sangat damai.”

“Jadi kau bisa mengetahuinya?”

“Seperti itulah suasana yang ditimbulkan tempat ini...”

Dia tahu betul terlihat seperti apa negara yang berada di masa perang dan sulit percaya bahwa tempat ini berada di garis depan pertempuran melawan Void.

“Assault Garden Ketujuh tidak pernah membiarkan Void menembus dindingnya,” jelas Riselia. “Ini adalah kota terbaru jika kau tidak menghitung Assault Garden Kedelapan yang masih dalam pembangunan. Pengguna Pedang Suci dikirim untuk bertarung di garis depan, tapi kota itu sendiri aman.”

“Jadi begitu.”

“Taman dibagi menjadi distrik perumahan dan komersial, dan di tengahnya ada biro administrasi, yang menyatukan seluruh kota. Dan bagian yang mengatur urusan militer...” Gadis itu mengangkat satu jarinya untuk menunjuk ke depan.

“...adalah Akademi Excalibur, inti dari kota.”

---

“Sebelum mendaftarkanmu ke Akademi, kau mungkin harus mandi.”

Melewati gerbang, Riselia memarkir kendaraan di tempat parkir terbuka di lingkungan akademi. Akademi Excalibur memiliki wilayah yang sangat luas dan terdiri dari beberapa fasilitas gabungan.

...Bagaimana bisa? Tempat ini bahkan lebih besar dari kastil Penguasa Kegelapan. Setelah turun, Leonis dibuat kewalahan oleh skala akademi.

“Apa semua ini fasilitas milik akademi?”

“Iya. Semuanya memang sedikit mengejutkan pada awalnya.” Riselia mengangguk sebelum menjelaskan.

“Itu adalah auditorium,” Riselia memulai. “Gedung yang di sana itu adalah kafetaria. Ada restoran di distrik komersial kota, tapi kafetaria lebih terjangkau dan makanan yang disediakan di sana sangat enak.” Tur Leonis berlanjut. “Area yang berada tepat di tengah-tengah akademi adalah tempat latihan luar ruangan. Siswa/i berlatih menggunakan cara terpersonalisasi yang dibuat agar sesuai dengan kemampuan unik Pedang Suci mereka. Terakhir, ada perpustakaan, laboratorium, aula ruang, fasilitas rekreasi, dan sauna di samping asrama.”

“Erm, aku mengerti untuk apa tempat latihan itu, tapi kenapa kalian membutuhkan ruang dansa dan sauna?” Leonis bertanya-tanya dengan keras.

“Pedang Suci adalah senjata yang lahir dari hati seseorang. Mengabaikan kebutuhan hatimu menghambat kemampuanmu untuk menggunakan kekuatan itu. Sebenarnya, Assault Garden Kedua memiliki fasilitas pelatihan yang lebih standar, tapi hasilnya tidak terlalu memuaskan.”

“...Jadi begitu.”

Jadi tempat ini menggunakan lebih banyak metodologi pelatihan yang tidak ortodoks.

Keduanya terus berjalan, menuju jalan besar dari pepohonan berdaun lebar. Mereka melewati sekelompok gadis berseragam biru tua yang sama dengan yang dikenakan Riselia. Gadis-gadis itu memandang Leonis dan segera menyerangnya dengan segala macam komentar yang tidak cocok untuk Raja Undead, seperti: “Lihat dia, dia sangat imut!”

“Apakah perempuan lebih umum di akademi ini?”

“Rasio gendernya sekitar 50:50, tapi kawasan ini memiliki asrama perempuan—” Riselia memotong pekataaannya sendiri.

“...?”

Leonis menatap gadis berambut perak itu. Ekspresinya tegang, bibirnya mengerucut. Berdiri beberapa langkah di depan adalah seorang anak laki-laki pirang berseragam akademi.

“Wah, bukankah itu Riselia. Hai, apa yang membawamu ke sini?”

“Muselle Rhodes...” Riselia mundur selangkah dengan hati-hati.

...Pria itu tidak terlihat seperti dia adalah temannya.

Pemuda bernama Muselle diikuti oleh sekelompok empat gadis akademi, semua gadis itu cantik... Meskipun tidak ada yang sebanding dengan kecantikan gadis yang berdiri di sebelah Leonis.

Muselle sendiri memiliki wajah yang tampan, meskipun ekspresi vulgarnya hampir tidak cocok untuk wajahnya. Dia mengeluarkan sikap kasar saat dia memandang Riselia dari atas ke bawah, mengevaluasinya.

...Ada sesuatu tentang itu yang tidak menyenangkan.

“Ayo pergi, Leo.” Riselia menarik lengan anak itu untuk membawanya pergi.

“Hmm? Kau mau pergi kemana?” Muselle dan gadis-gadis itu memblokir jalan Riselia, sepatu mereka sedikit menghentak saat mereka bergerak.

“...Tolong menyingkir,” pinta Riselia.

“Ayolah, tidak perlu begitu dingin... Hmm, siapa anak ini?” Pemuda itu menunduk, jelas baru menyadari adanya Leonis untuk pertama kalinya.

“Kau mungkin seniorku, tapi siapa anak ini tidak ada hubungannya denganmu.” Riselia memelototinya dengan tegas. Lawan bicaranya menahan tawa.

“Astaga, bukankah ini luar biasa! Skuad gagal sekarang membawa seorang anak!”

“...Kh. Dia adalah Pengguna Pedang Suci yang kompeten.”

“Anak ini? Ah-ha-ha, jangan bercanda!” Suara Muselle tegas saat dia menatap Leonis dengan cibiran.

...Astaga. Ketidaktahuan benar-benar adalah kebahagiaan, bukan...? Raja Undead mengangkat bahu secara mental.

Dalam situasi lain, dia akan membuat anak ini menjadi abu seratus kali lipat dan menghidupkannya kembali sebagai prajurit skeleton, yang merupakan pelayan undead terendah. Seandainya Shary ada di sini, anak ini sudah akan menjadi noda di tanah sekarang.

...Tapi kurasa aku tidak bisa menyalahkan siapa pun karena meragukan kemampuanku akibat penampilanku yang sekarang. Aku akan mengabaikan sikapnya, hanya agar tidak membuat diriku jadi mencolok...

Menyadari Leonis tidak terpengaruh oleh provokasinya, Muselle mengalihkan perhatiannya ke Riselia. “Kau harus berhenti berusaha begitu keras dan bergabunglah dengan peletonku, Riselia Crystalia. Jika kau bergabung dengan peleton berpangkat tertinggi, mungkin kau akan diizinkan untuk tetap berada di akademi.” Bibir Muselle menyeringai, dan dia berbicara seolah-olah untuk memastikan Leonis mendengarnya. “Bahkan meski kau tidak bisa mewujudkan Pedang Suci meskipun merupakan putri dari Pengguna Pedang Suci yang terhormat.

“...!”

Riselia memelototi Muselle dengan mata menyipit.

Riselia tidak memiliki Pedang Suci? Leonis berpikir dengan curiga. Kalau dipikir-pikir, dia tidak menggunakannya saat di reruntuhan.

Tidak... Bukannya dia tidak menggunakannya. Dia tidak bisa menggunakannya.

Itulah mengapa dia harus melompat dan menggunakan tubuhnya untuk melindungi Leonis dari cakar Void itu. Tapi jika itu masalahnya, kenapa dia terdaftar di akademi untuk berlatih Pedang Suci...?

“Kau tidak perlu melakukan penyelidikan Void yang berbahaya. Kau hanya perlu bergabung dengan koleksi mainanku.”

Senyuman Muselle menjadi vulgar, seringai mesum terlihat saat dia meraih salah satu gadis yang berdiri di sampingnya dan mulai membelai payudaranya. Gadis itu hanya menggigil dalam reaksi yang lemah namun tidak menunjukkan perlawanan, seolah-olah dia adalah boneka yang tidak memiliki keinginannya sendiri. Dia membiarkan Muselle meraba-rabanya sampai pemuda itu puas.

Apa itu? Semacam mantra perbudakan atau manipulasi mental? Tidak...

Ilmu sihir ribuan tahun yang lalu telah hilang selama berabad-abad. Dalam hal ini...

Itu pasti Pedang Suci...

...Leonis mengerti. Pedang Suci tidak hanya ada dalam tipe meriam yang dimiliki Regina. Raja Undead harus menyesuaikan persepsinya tentang seperti apa itu Pedang Suci.

“...Aku menolak,” jawab Riselia dengan datar. Muselle mendecakkan lidahnya karena kesal.

“Berani-beraninya kau mengabaikan niat baik yang kutunjukkan?!” dia berteriak. Jelas kesal saat dia mendorong gadis yang dia raba-raba itu.

Kau menyebut ini “niat baik”...? Leonis segera muak dengan ini.

Pemuda ini tampaknya memendam beberapa keinginan yang terdistorsi...beberapa nafsu yang menyesatkan untuk Riselia.

Bagaimanapun juga, Riselia begitu cantik sampai bisa membuat Raja Undead berhenti karena terpsesona.

“-Menyingkir.” Sekali lagi, Riselia mencoba mengabaikannya dan pergi.

“...Cih. Tunggu. Apa-apaan dengan sikap itu? Pikirmu kau lebih baik dariku?!”

“...Aww!” Suara rasa sakit keluar dari mulut gadis itu saat ekspresinya menegang.

Muselle menjambak rambut keperakannya.

—Pada saat itu, udara di sekitar mereka menjadi hening dan dingin.

“A-apa...?” Muselle membeku di tempat dia berdiri. Dia tampak seolah dia tiba-tiba merasakan kehadiran kematian menyapu dirinya. Seolah-olah tangan yang keras telah mencengkeram jantungnya. Setiap pori di tubuhnya berkeringat dingin.

“.........”

Leonis menepuk tumit Muselle dengan ujung sepatunya. Itu saja sudah cukup untuk membuat pemuda itu jatuh berlutut, seolah roboh dalam kelemahan. Di mata Riselia, itu seperti dia dia tiba-tiba terjatuh di tempat tanpa alasan.

“... Ah, guh, aaah...!”

Muselle tidak memiliki gambaran jelas tentang apa yang sedang terjadi, tapi dia merasakan sensasi rayapan kematian menimpanya dan membuatnya sulit berkata-kata.

“Uh, apa kau baik-baik saja?” Leonis bertanya dengan pura-pura tidak tahu. Dia berlutut dan memegang lengan Muselle.

“Ahhh...!”

Aura teror naluriah yang begitu tiba-tiba terpancar membuat Muselle menarik diri, tapi Leonis tidak membiarkan pemuda itu melarikan diri. Dia mendekatkan wajahnya ke telinga Muselle dan berbisik:

“Bajingan sepertimu tidak punya hak untuk menyentuh rambutnya. Wanita ini adalah milikku.

Dia membisikkan setiap kata dengan jelas untuk memastikan kata-kata itu dimengerti.

“...?!”

Leonis pun melepaskan lengannya.

“A-apa? Apa yang kau...? S-Sial!” Muselle bergegas berdiri. “P-Pedang Suci, Aktifkan!” dia menjerit dengan ekspresi yang intens.

“Leo...!” Riselia secara refleks melangkah maju untuk melindungi anak itu.

Tapi pada saat itu...

“Muselle Rhodes. Dilarang menggunakan Pedang Suci tanpa izin.” Suara bermartabat mencapai telinga mereka dari suatu tempat di sekitar.

Muselle mendecakkan lidahnya karena kesal dan menurunkan tangannya. Berbalik, mereka melihat peringatan itu datang dari seorang gadis berseragam akademi yang diikuti oleh bola (orb) yang melayang. Rambut hitam panjangnya mencapai pinggang dan bergoyang dengan setiap langkah yang dia lakukan. Ekspresinya tidak takut.

“Terlebih lagi, kawasan ini adalah asrama perempuan. Jika kau tidak segera pergi, aku akan melaporkanmu kepada biro. Apa itu jelas?”

“Guh... a-akan kuingat ini!”

Muselle memelototi gadis berambut hitam itu terlebih dahulu dan kemudian menatap Leonis dengan penuh kebencian sebelum pergi dengan empat pengikutnya yang mengikutinya.

...Itu sedikit memalukan bagiku—menjadi marah karena lalat seperti dirinya...

Leonis tahu dia seharusnya tidak melakukan apapun untuk membuat dirinya menonjol di Akademi Excalibur. Itu bisa saja menghalangi rencana masa depannya terhadap kota ini. Tapi saat makhluk rendahan itu menyentuh rambut Riselai...aura kematian yang terus disembunyikan Leonis mulai merember keluar, meski itu hanya sedikit.

Yah, itu tidak seperti aku menyesalinya.

Leonis adalah yang paling toleran dan lemah lembut di antara para Penguasa Kegelapan, tapi bahkan itu pun ada batasnya.

Lagipula, Riselia Crystalia sudah menjadi pengikutnya.

“Finé!”

“Sepertinya Muselle Rhodes menaurh minatnya padamu. Aku turut kasihan.”

Gadis itu mendekati mereka berdua. Dia adalah seorang gadis cantik dengan rambut hitam halus yang bisa dipintal dari kegelapan malam itu sendiri. Dia sedikit lebih tinggi dari Riselia dan bersikap dewasa.

Dengan lambaian tangan gadis itu, bola cahaya yang melayang di sampingnya menghilang ke udara tipis. Apakah bola itu Pedang Suci juga...?

“Terima kasih atas bantuannya.” Riselia menundukkan kepalanya sebagai rasa terima kasih.

Wanita muda berambut hitam menggelengkan kepalanya dan kemudian berjongkok untuk melihat Leonis.

“Jadi dirimu anak laki-laki yang dia temukan di reruntuhan.”

“Iya.” Leonis mengangguk, merasakan denyutan nadinya semakin cepat.

...Apakah setiap gadis yang Riselia kenal memiliki dada yang besar?

“Aku Elfiné Phillet. Aku bertugas sebagai penghubung peleton.”

“...Elfiné?”

Leonis ingat nama itu. Dia adalah orang yang berkomunikasi dengan Riselia sebelumnya. Suaranya menenangkan, seolah-olah itu entah bagaimana terasa menyelimuti dirinya seperti selimut.

“Aku Leonis Magnus. Riselia menyelamatkanku di reruntuhan.”

“Heh-heh. Kurasa aku akan memanggilmu Leo,” katanya sambil menepuk lembut kepalanya.

...Baik dia dan Riselia, mengapa semua orang tampak begitu tertarik untuk mempersingkat nama Raja Undead?

“Selamat datang di Akademi Excalibur. Kami menyambutmu dengan tangan terbuka. Aku sebenarnya baru saja menerima seragammu dari biro. Ukurannya harusnya tepat, mungkin...”

Dia mengambil satu set seragam terlipat dari tasnya dan menyerahkannya kepada Riselia.

“Terimakasih.”

“Apa selanjutnya kau akan mendaftarkannya?”

“Kupikir aku akan membawanya ke asrama dulu. Membuat dia mandi dan berganti baju.”

“Oh, begitu ya. Kau mungkin harus mandi juga Selia. “

“...Hah?! Apa aku bau...?” Terkejut, Riselia mengendus lengannya. “Apa aku bau, Leo?!”

“Yah, aku sih tidak peduli akan itu...”

“...” Bahu Riselia menurun.

“Jangan khawatir, kau tidak bau kok,” Elfiné meyakinkannya dengan senyum masam. “Kau hanya kotor karena pasir.”

“Ngomong-ngomong, apa kau mau kembali ke asrama juga?” tanya Riselia.

“Aku memiliki beberapa data penyelidikan Void yang harus kuserahkan kepada para ksatria. Pasti ada sesuatu di bawah laut di kawasan ini.”

“Sesuatu? Seperti reruntuhan?”

“Sulit untuk mengatakannya. Para ksatria telah mengirim tim penyelidik elit untuk memeriksanya, tapi...”

...Di bawah laut, hmm? Percakapan itu menarik minat Leonis. Tempat pertempuran terakhir Pasukan Kegelapan terletak di sini, di bawah lautan. Tepat di bawah kaki mereka...



2 Comments

Previous Post Next Post