Seiken Gakuin no Maken Tsukai Volume 2 - Bab 3

Bab 3
Hyperion


“W-wow, lihat ini! Tempat ini lebih besar dari rumah kita!”

“A-aku berani bertaruh gudang senjata ada di bawah blok ini! Pasti di situ!”

Millet dan Linze bersorak saat mereka berlari di koridor berkarpet.

“Kalian berdua tenang dikit dong. Kalian bersikap tidak sopan,” tegur Tessera pada kedua anak itu.

“Kita bisa melihat itu nanti, oke?” Riselia berbalik menghadap anak-anak dengan senyum masam.

Mereka berada di dek ketiga dari kapal perang canggih anti-Void, Hyperion. Dalam keadaan apa pun warga sipil tidak diizinkan memasuki area ini, namun Leonis dan kelompoknya berjalan tanpa hambatan.

Putri keempat kekaisaran, Altiria O'ltriese, telah mengundang mereka ke kapal untuk berterima kasih secara pribadi atas bantuan mereka dalam mengamankan keselamatan warga sipil.

“Yang Mulia juga menyebutkan bahwa dia ingin kalian berpartisipasi dalam acara sosial malam ini,” kata kapten pengawal royalti yang berjalan di depan mereka.

“Acara sosial?” tanya Leonis.

“Itu adalah pesta kecil yang diadakan oleh Yang Mulia,” jelas Riselia. “Agar dia bisa mengumpulkan orang-orang berpengaruh di Assault Garden Ketujuh dan mengadakan pertukaran ide dan opini. Putri Altiria selalu mencari banyak pendapat berbeda dari orang-orang di berbagai posisi.”

“Itu benar. Kami akan mengadakan pesta kecil sebelum rapat curah pendapat, dan Yang Mulia akan senang bila kalian hadir,” tambah kapten pengawal.

Hmm. Sejauh menyangkut Leonis, ini adalah kesempatan yang luar biasa untuk mengumpulkan informasi tentang kondisi terkini kekaisaran tanpa menimbulkan kecurigaan.

“E-erm, apa kami juga bisa ikut?!” tanya Tessera dengan gugup.

“Tentu saja. Kalian adalah teman dari orang-orang baik ini.”

“Meski begitu, kami tidak memiliki pakaian resmi untuk acara sosial. Apakah itu baik-baik saja?” tanya Leonis.

Dia punya Jubah Kegelapan yang biasa dia pakai selama Pertemuan Delapan Penguasa Kegelapan, tapi tidak hanya itu terlalu besar untuk dirinya yang sekarang, jubah itu juga mengeluarkan aura yang mengancam.

“Tidak apa-apa kok kalau kalain mengenakan seragam akademi. Yang Mulia bukan orang yang menyukai pesta yang kaku.”

“Syukurlah...”

Kelompok itu pun melanjutkan ke aula kapal.

“Erm, Selia...,” kata Leonis sambil mencubit lengan baju Riselia saat gadis itu berjalan di depannya.

“Mm?”

“Kenapa Regina kabur?” bisiknya.

Memang benar bahwa Regina tidak bersama mereka. Tenu saja dia juga diundang, tapi dia menghilang sebelum mereka naik ke Hyperion. Dia sangat antusias dengan sang putri sehingga Leonis sulit membayangkan gadis itu melewatkan kesempatan seperti ini.

“Regina, yah... Regina punya keadaannya sendiri...,” kata Riselia mengelak dengan ekspresi agak terganggu.

“Keadaan...?”

“Iya. Ini bukan sesuatu yang bisa kubicarakan. Ini masalah pribadinya...”

“...Jadi begitu.”

Saat Riselia mengatakannya seperti itu, Leonis tidak punya pilihan selain menjauh dari topik itu. Lagian Leonis sendiri juga menyembunyikan rahasia besar dari Riselia.

“Ada hal lain yang perlu kita bicarakan, Leo,” sela Riselia sebelum berdehem.

“A-apa?”

“Kalau kau keluar dari lingkungan akademi, kau harusnya memberitahuku dulu,” tegur Riselia, sambil menyenyil dahi Leonis saat mereka berjalan.

“Erm, aku meninggalkan pesan kok di terminalmu...,” jelas anak itu.

“...I-itu tidak cukup. Aku mengkhawatirkanmu tahu.” Riselia cemberut, menggembungkan pipinya karena tidak puas.

Melihat seorang gadis yang begitu dingin dan cantik membuat wajah seperti itu anehnya menggemaskan.

“B-Bagaimanapun juga, aku adalah walimu,” tambahnya.

“...Iya iya. Maafkan aku.”

Jelas Riselia mengkhawatirkan Leonis. Nada suaranya baik, tapi matanya menatap dengan cukup serius. Saat Leonis masih dikenal sebagai Raja Undead, dia dan Blackas pernah menyusup ke kerajaan manusia tanpa memberi tahu siapa pun lebih dulu. Roselia, yang hampir tidak pernah menunjukkan kemarahan terhadap apa pun, menjadi marah kepada mereka karena tidak memberi tahu dirinya dan menjatuhkan hukuman ilahi pada keduanya. Situasi ini mengingatkan Leonis pada ingatan nostalgia itu.

“Oh iya. Aku mau memberimu ini...,” kata Leonis saat mengeluarkan aksesori perak yang dibelinya di alun-alun.

Itu anting-anting berbentuk kucing, yang sekarang di-enchant dengan sedikit mana Leonis.

“Hah? Erm...” Riselia terlihat bingung.

“Aku membeli itu di parade. Ini suvenir...untukmu,” jelas Leonis sambil mengulurkan anting-anting itu padanya.

“K-kau membelikan ini untukku?”

“Ya, kau telah banyak membantuku. Kau bahkan menyelamatkan hidupku.”

“...!” Riselia menutup mulutnya dengan kedua tangannya saat air mata mengalir di matanya.

...B-bukankah ini sedikit berlebihan? Leonis bertanya-tanya, sedikit terkejut.

“Terima kasih, Leo!” Riselia menyeringai, suasana hatinya langsung pulih. “Ini membuatku sangat bahagia, tapi jika kau terus memperlakukan gadis seperti ini, kau akan berakhir menjadi penguasa kegelapan di kamar tidur. Jadi, kau tidak boleh melakukan ini pada orang lain.”

Penguasa Kegelapan?! Untuk sesaat Leonis mengira Riselia mungkin telah menemukan identitas rahasianya, tapi ternyata bukan itu masalahnya.

“Tessera, apa yang dilakukan penguasa kegelapan di kamar tidur?” Millet memiringkan kepalanya dengan rasa ingin tahu.

“Aku, erm... Aku tidak tahu...,” jawab Tessera dengan wajahnya yang memerah.

---

“Kami telah membawa orang-orang yang anda minta, Putri Altiria.”

Pintu ke ruang audiensi terbuka, Leonis dan kelompoknya masuk, dipimpin oleh ksatria pengawal royalti.

“Woooow...,” wajar jika Tessera berseru sebelum dengan malu-malu menutup mulutnya menggunakan tangan.

Ruangan itu diterangi oleh lampu yang memikat di sepanjang dinding, dan karpet merah tersebar di bawah kaki mereka. Itu adalah desain royal dan mewah yang tidak pernah dibayangkan untuk ditemukan di kapal perang. Ruangan itu tampak seolah-olah dipotong dari istana dan sebagai gantinya dimasukkan ke dalam kapal.

Di ujung karpet merah yang tanpa kerutan ada singgasana yang tampak antik, di atasnya duduk seorang gadis berpakaian putih.

Jadi ini putri keempat kekaisaran. Mata Leonis sedikit melebar.

Penampilan dari gadis itu menunjukkan bahwa dia berusia 12-13 tahun, hanya beberapa tahun lebih tua dari tubuh Leonis yang sekarang. Rambut pirang cerah diikat menjadi sanggul. Di matanya ada jenis kepolosan yang mungkin bisa diduga dari seorang gadis seusianya, tapi ada cahaya kecerdasan dan kebijaksanaan yang pasti di mata gioknya itu. Kulitnya seputih salju, dan kakinya yang ramping dan mungil menjuntai di tepi singgasana yang megah.

Sungguh, ini adalah gadis yang kecantikannya mengingatkan seseorang pada matahari. Apa yang menarik perhatian Leonis lebih dari penampilan cantik sang putri adalah sesuatu yang ada di pangkuannya.

Mungkinkah itu...?

Itu adalah makhluk kecil yang putih dengan bulu halus dan telinga panjang. Batu permata merah yang tertanam di dahinya bersinar. Awalnya, Leonis mengira itu hanyalah makhluk hutan sihir, tapi dia segera menyadari bahwa perkiraannya salah. Dia membiarkan mana mengalir ke matanya dan melihat makhluk itu lagi; jelas bahwa makhluk itu adalah roh.

Tidak seperti yang ditemukan Leonis di perpustakaan, ini bukan buatan. Itu adalah Roh Muasal yang sesungguhnya, jenis yang telah ada seribu tahun yang lalu. Makhluk kecil seperti bola bulu itu tidur meringkuk di pelukan sang putri.

Riselia melangkah maju di depan yang lain dan berlutut. Tessera, Millet, dan Linze semuanya mengikuti teladannya.

“L-Leo...!”

Leonis tetap berdiri, membuat Riselia buru-buru berbisik kepadanya. Menahan desahan kesal, Leonis merenung sejenak.

Mengapa Penguasa Kegelapan harus berlutut kepada royalti yang pada akhirnya akan menjadi pengikutnya? Ini adalah masalah kebanggaan, tapi Riselia terus-terusan menarik-narik ujung kemejanya, mendesaknya untuk berlutut.

Jika itu untuk memungkinkan pengikutku menghindari rasa malu, kurasa tidak ada salahnya. Leonis menundukkan kepalanya dengan anggun kepada sang putri.

“Semuanya, tolong angkat kepala kalian. Kita tidak berada di istana...” Sang putri tampak sedikit bingung saat dia berdiri dari singgasananya dan mendekat. “Aku Altiria Ray O'ltriese, putri keempat Kekaisaran Terintegrasi.” Sang putri mengangkat keliman roknya dan membungkuk hormat. “Aku berterima kasih atas usaha gagah kalian, Pengguna Pedang Suci yang pemberani.”

“Tidak, Yang Mulia. Kami hanya melakukan tugas kami sebagai anggota Akademi Excalibur,” jawab Riselia saat mengangkat wajahnya untuk menemui tatapan Altiria.

“Aku juga mengucapkan terima kasih pada kalian semua atas nama ksatria kekaisaran,” tambah kapten pengawal royalti saat menundukkan kepalanya juga ke arah Riselia.

“Riselia, bukankah dirimu seorang dari Duke Crystalia...?” tanya sang putri.  [Catatan Penerjemah: Duke itu salah satu dari hirarki kebangsawanan, kalau gua gak salah Duke ada di peringkat tertinggi kedua. Totalnya ada tujuh.]

“Benar. Wasiat ayahku tetap hidup di dalam diriku, dan aku baru saja diberikan kekuatan Pedang Suci.”

“Aku merasa terhormat akhirnya bisa bertemu denganmu. E-erm...” Anehnya, sang putri terlihat seperti ingin mengatakan sesuatu lagi, tapi dia dengan cepat menelan kata-katanya dan mengalihkan pandangannya ke Leonis.

“Dirimu juga Pengguna Pedang  Suci, begitu ya. Menjadi Pengguna Pedang Suci di usia sepuluh tahun sangatlah menakjubkan. Aku belum diberkahi Pedang Suci-ku sendiri, jadi harus kuakui bahwasannya aku sangat menghormatimu.”

“Kata-kata baik anda sia-sia untukku...,” jawabnya dengan sederhana seraya menundukkan kepalanya.

Aku akan duduk di singgasanamu saat Pasukan Penguasa Kegelapan bangkit kembali. Leonis terkekeh di dalam pikirannya.

Putri Altiria kemudian berbicara kepada Tessera, Millet, dan Linze secara bergantian, menanyakan apakah mereka takut atau terluka. Tessera diambil alih oleh rasa takut dan gagap dengan cara yang menggemaskan dan bingung.

“Hee-hee. Dirimu tidak perlu gugup.” Altiria meletakkan tangan di atas mulut Tessera dan tersenyum lembut. “Kuharap kalian semua akan menikmati waktu kalian hari ini.”

Gerakan itu menurut Leonis sangat tidak asing. Itu mengingatkannya pada seseorang yang dia kenal.

---

“Achoo!”

Matahari telah terbenam dan udara menjadi dingin. Regina menyaksikan alat berat membersihkan puing-puing dari pertempuran sebelumnya. Dia menduduki bangku di alun-alun yang hancur dengan dagu menempel di tangannya, menatap dek Hyperion yang diterangi. Dia menghela napas, memutar-mutar ujung salah satu kuncirnya dengan jarinya.

Aku mungkin bisa melihat dirinya...

Penyesalan sangat membebani hati gadis itu. Tidak mungkin baginya untuk bertemu dengan sang putri, jadi dia terpaksa lari ketika teman-temannya diundang naik ke kapal. Sebenarnya, itu lebih seperti Regina tidak yakin apa yang harus dilakukan jika dia bertemu dengan sang putri. Altiria tidak tahu apa-apa tentang dirinya, dan Regina Mercedes dilarang mengungkapkan nama aslinya.

Baiklah, waktunya pulang. Sekarang sudah semakin dingin. Regina melompat berdiri. Dia berencana untuk kembali ke asrama Hræsvelgr dan memasak pasta sayuran. Mungkin dia akan menonton salah satu film misteri yang dipinjamnya dari perpustakaan pagi itu.

“Regina? Apa yang kau lakukan di sini?” sebuah suara tiba-tiba bertanya padanya.

“Aaah!” Regina berseru dengan nada tinggi yang canggung.

Berbalik, dia menemukan dirinya bertatap muka dengan seorang gadis cantik yang lebih tua dengan rambut hitam halus sepanjang pinggang. Itu adalah Elfiné Phillet, anggota lain dari peleton 18.

“E-Elfiné, mengapa kau ada di sini?”

“Aku diundang ke acara sosial Yang Mulia. Aku sedang lewat dengan kendaraanku dan melihatmu ada di sini.”

“Oh,” kata Regina, mengangguk mengerti.

Elfiné terkait dengan count* yang keluarganya memiliki hubungan dengan keluarga royalti. Mereka juga merupakan pemilik dari perusahaan besar yang menangani produksi Elemental Tiruan: Perusahaan Phillet. Elfiné adalah putri tunggal dan pewaris keluarganya. Dan meski tanpa gelar seperti itu, dia adalah ahli peralatan sihir terkemuka di Akademi Excalibur. Wajar jika dia diundang ke pertemuan itu. [Catatan Penerjemah: Count sama seperti Duke yang merupakan salah satu dari hirarki kebangsawanan.]

“Terus apa yang kau lakukan di sini, Regina?”

“Oh, erm, aku hanya berpikir bahwa jarang-jarang kau bisa melihat kapal perang terbaru, jadi kupikir sebaiknya aku mengambil—” Regina melambaikan tangannya dengan sikap bingung, mencoba menghindari pertanyaan Elfiné.

“Kau tidak ingin melihat adik perempuanmu?” tanya Elfiné.

“...” Regina menggigit bibirnya dan terdiam.

Tidak ada kebohongan atau berbicara tentang jalan keluar ketika itu menyangkut Elfiné. Gadis yang lebih tua itu hanya tersenyum dan meraih tangan Regina dengan lembut.

“Kita harus pergi bersama,” desaknya.

“H-haaaaah?! T-tapi aku tidak diundang...”

“Aku akan menangani itu,” kata Elfiné, menarik terminal dan mengetuknya dengan ujung jarinya. “Oke selesai.”

“Apa yang kau lakukan?”

“Aku menggandakan undanganku dan mengirimkannya ke terminalmu.”

“Apa kau benar-benar diperbolehkan melakukan itu...?! Tunggu, tidak, bagaimana itu mungkin?”

“Rahasiakan dari biro loh ya~.” Elfiné meletakkan jari di bibirnya dan mengedipkan mata dengan aneh.

“...Kau ini orang jahat, Elfiné.”

“Heh-heh, aku memang begitu. Seorang penjahat sejati.” Elfiné memiringkan pinggulnya dalam perkiraan terbaiknya untuk pose jahat.

Regina hanya bisa menghela nafas pasrah.

“Tentu saja, kau yang mau ikut denganku atau tidak, itu terserah padamu.” Nada suara Elfiné tiba-tiba berubah menjadi serius, dan dia menatap lurus ke mata Regina.

“...”

“Tapi perlu diingat bahwa, jika kau membiarkan kesempatan ini berlalu begitu saja, kau mungkin tidak akan pernah mendapatkan kesempatan lagi untuk bertemu tuan putri. Aku ingin kau memastikan bahwa dirimu tidak akan menyesali ini.” Elfiné menepuk pundak Regina dan pergi.

Berdiri di alun-alun yang dipenuhi puing-puing, Regina mematung di tempatnya dengan terminalnya digenggam erat di tangannya.

---

Setelah dibawa ke kamar tamu, Leonis duduk di tempat tidur. Meskipun kamar itu tidak terlalu besar, meja rias, meja, dan perlengkapan kamar lainnya semuanya berkualitas cukup tinggi untuk memenuhi standar Leonis.

Model kapal ini sangat indah.

Hal yang paling dia sukai dari kamar itu adalah model kapal layar yang diletakkan dalam kotak kaca di rak. Itu adalah karya seni hingga detailnya yang paling kecil, dan Leonis bisa merasakan pengabdian yang telah diberikan oleh seniman untuk membuatnya.

Leonis menyukai model bangunan. Selama menunggu berbulan-bulan menggerahkan yang datang dengan pertempuran pengepungan, dia menghabiskan waktu dengan menggunakan tulang burung untuk membangun model kastil, naga, atau kapal.

Sayangnya, satu-satunya yang bisa kupamerkan adalah skeleton yang melayaniku.

Berbaring di tempat tidur, Leonis menarik setumpuk perkamen dari dalam bayangannya. Itu adalah manuskrip dari salah satu buku kuno yang dia salin di perpustakaan. Masih ada banyak waktu sebelum acara, dan dia memutuskan untuk menggunakan waktu itu.

64 tahun yang lalu, bentuk kehidupan misterius yang disebut Void telah meluncurkan invasi mereka, dan 75% populasi manusia dimusnahkan. Setelah itu, kekaisaran telah mempelopori Proyek Integrasi Manusia.

Tidak ada materi di arsip perpustakaan yang mundur lebih jauh dari peristiwa itu. Kehancuran yang disebabkan oleh Void dikatakan sebagai alasannya, tapi sepertinya tidak mungkin.

Seseorang mencoba dengan sengaja menyembunyikan dunia masa lalu.

Itu sudah jelas, tapi Leonis sepertinya satu-satunya yang menyadari kebingungan yang disengaja itu, karena dia tahu sebagian dari apa yang terjadi sebelum serangan Void. Dia tahu tentang Kekuatan Cahaya, Enam Pahlawan, Roselia Ishtaris, Dewi Pemberontakan, dan Delapan Penguasa Kegelapan yang telah memerintah benua bersama dengan pasukan mereka yang besar. Leonis sangat yakin akan tempat mereka dalam sejarah, namun mereka semua telah dihapus dari catatan kolektif umat manusia.

Terlebih lagi, mengapa sihir dibuang untuk peradaban yang berbasis teknologi sihir?

Leonis melirik terminal di tangannya. Bahkan dvergr dan elf tidak dapat menciptakan peralatan sihir yang canggih. Leonis melafalkan mantra pengurai bahasa dan mulai membaca jilid yang ditranskrip. Penulis buku tebal itu adalah penyihir mansuia dari sekitar dua ratus tahun yang lalu.

Kurasa itu akan membuat ini menjadi semacam grimoar.

Membaca dengan cermat, Leonis meneliti naskah itu tapi tidak menemukan penyebutan Penguasa Kegelapan atau dewa. Apa yang dia lakukan, bagaimanapun, adalah deskripsi dari mantra yang lebih rendah yang dia cukup familiar.

Tunggu, sebagian besar dari ini adalah mantra yang kukembangkan...

Teks merincikan mantra setinggi tingkat ketiga, seringkali menganggapnya seolah-olah itu adalah keajaiban rahasia. Seorang manusia biasa yang mampu merapal sihir tingkat tiga sangat mengesankan dalam dan dari dirinya sendiri, tapi itu masih relatif rendah.

Ini tidak banyak gunanya.

Menyimpulkan tidak ada gunanya membaca semuanya, Leonis membuang perkamen itu, membiarkannya tenggelam kembali ke dalam bayangannya. Jika tidak ada yang lain, teks tersebut telah membuktikan bahwa sihir masih dipraktikkan dua abad lalu.

Leonis berbaring telentang. Tidak banyak waktu berlalu. Mengingat sesuatu yang lupa dia lakukan sebelumnya, dia memanggil gadis yang bersembunyi di balik bayangannya.

“Shary.”

“Apa anda memanggilku, paduka?” Kegelapan di bawah Leonis menggeliat, dan seorang gadis berpakaian pelayan keluar dari situ.

Dia memiliki rambut sebahu yang hitam seperti malam. Warna matanya senja dan diimbangi oleh kulit pualam yang seakan tak pernah mengenal sentuhan matahari.

Gadis ini adalah pengikut kegelapan Leonis, Shary sang Pembunuh Bayangan. Setelah seorang pembunuh dari Alam Bayangan, Shary bersumpah setia kepada Leonis dan menjadi pelayan pribadinya. Dia berlutut di depan Leonis dan menundukkan kepalanya dengan hormat.

“Apa kau melempar pedang itu selama pertempuran hari ini?” tanya Leonis.

“Ya, sama lancangnya denganku,” jawab Shary, merasa malu.

“Tidak, tidak apa-apa. Itu cukup membantu.” Leonis menggelengkan kepalanya. “Tapi kedepannya jangan melakukan sesuatu yang terlalu mencolok.”

“Dimengerti. Aku akan bertindak seperti itu kedepannnya.”

“Bagus.” Leonis mengangguk setuju. “Kebetulan, ada sesuatu yang kuingin kau tangani.”

“Mintalah apa saja padaku, Master.”

“Aku ingin kau mengawasi kapal perang ini, Hyperion. Persenjataannya, kemampuan jelajahnya, kemampuan pengintaiannya, penumpangnya, mesinnya, dan juga... Ya, selidiki ruang hidupnya, juga. Lalu, laporkan kembali kepadaku.”

“Sesuai kehendakmu, paduka.”

Niat tuannya jelas bagi Shary. Membangun kembali Pasukan Penguasa Kegelapan di era baru ini berarti mereka membutuhkan angkatan laut yang kuat juga.

Seribu tahun yang lalu, samudera iblis telah dikuasai oleh Rivaiz, Raja Lautan. Namun dari apa yang Leonis dengar, Rivaiz telah terlibat dalam pertempuran dengan penyihir kuat yang merupakan anggota Enam Pahlawan. Keduanya menemui kuburan air selama pertarungan mereka. Tentunya Rivaiz tidak akan keberatan dengan Leonis, Penguasa Kegelapan terakhir yang masih hidup, mengambil alih kekuasaan yang dimilikinya sebelumnya.

Hyperion tidak diragukan lagi berada di ujung tombak teknologi sihir umat manusia. Ini adalah kesempatan emas untuk mencuri rahasia konstruksinya dan menggunakannya untuk tujuan Leonis sendiri. Shary, seorang pembunuh bayangan, dapat mengumpulkan semua informasi yang dibutuhkan Leon sambil menghindari pendeteksian.

“Dan bagaimana dengan membunuh musuh mana pun jika terjadi—”

“Sangat dilarang. Jangan menarik perhatian pada dirimu sendiri,” perintah Leonis.

“Dimengerti. Aku akan segera memulai penyelidikanku.” Pelayan yang juga pembunuh itu membungkuk sekali dan mulai perlahan tenggelam kembali ke dalam bayangan Leonis.

“Oh, tunggu sebentar,” Leonis memanggilnya setelah separuh tubuh gadis itu telah turun.

Shary menatapnya dengan penuh tanya.

“Aku punya hadiah untukmu.”

“...?! Apaaaaaaaa?!” Shary berseru kaget saat dia bergegas untuk menarik dirinya kembali dari bayangan. “H-Hadiahku untukku, Master?” Ekspresi Shary yang biasanya cerdas berubah menjadi senyuman lebar.

“Benar,” jawab Leonis.

“T-tidak, anda tidak bisa menunjukkan kebaikan seperti itu kepada seorang pelayan pembunuh sepertiku...”

“Jangan bilang begitu. Kau adalah satu-satunya pelayang yang tetap di sisiku selama bertahun-tahun ini.”

“M-Master...,” Shary tergagap dengan wajahnya yang memerah. Leonis memberi gadis itu kantong kertas coklat.

“Erm, apa ini...?” dia bertanya.

“Mm, itu disebut churros. Itu adalah donat yang panjang dan tipis.”

“Oh...,” jawab Shary tanpa perasaan.

“Ada apa? Kupikir kau suka donat,” kata Leonis.

Saat dia pertama kali mengirimnya untuk pengintaian, Shary kebanyakan membeli banyak mansian. Secara khusus, gadis itu tampaknya cukup menyukai donat. Dia bahkan menyembunyikan beberapa dari donat-donat itu ke dalam bayangan Leonis.

“Tidak, aku memang suka donat, tapi... dasar master tolol,” Shary menyatakan itu saat menatap tajam ke arah Leonis.

“Yah pokoknya. Pastikan untuk menangani semuanya untukku, Shary.”

“...Oke.” Dengan jawaban yang agak tidak antusias menjadi kata terakhirnya, Shary menghilang ke dalam bayangan masternya.

“Sekarang, ayo periksa naskah lain...,” kata Leonis.

Namun, dalam waktu yang tidak tepat, saat dia meraih bayangannya untuk mengambil salinan buku tebal lainnya, dia mendengar ketukan lembut di pintu.

“Leo, kau ada di dalam?”

“Selia?” Leonis mengerutkan alisnya dan membuka pintu. Di luar kamarnya berdiri Riselia, Tessera, dan anak-anak lainnya.

“Apa ada sesuatu yang terjadi?” tanya Leonis.

“Kami berencana berenang di kolam renang. Ikutlah dengan kami, Leo,” ucap Millet.

“Kolam renang?”

“Ada kolam renang di atap kapal. Kita mendapat izin untuk menggunakannya,” jelas Riselia.

Rupanya, kolam itu dipasang untuk pelatihan dan rekreasi kru. Tessera, berdiri di belakang Riselia dan memegang ban dalam di tangannya, mengangguk dengan antusias.

“Kupikir aku akan menolak dengan sopan.” Leonis menggelengkan kepalanya.

“Eh, kenapa?!” seru Millet.

“Kolam itu berbahaya. Seseorang bisa saja tenggelam,” jawab Leonis dengan datar.

“Oh, apa kau tidak bisa berenang, Leo?” tanya Millet.

“B-bukan begitu.”

Meski begitu, Riselia tidak melewatkan goyangan sesaat di mata Leonis. Bibir manisnya membentuk senyuman. “Jangan khawatir, Leo. Aku bisa mengajarimu cara berenang,”dia menawarkan itu dengan gembira.

“...Aku, ugh, maksudku, aku tidak punya baju renang, paham?”

“Aku membelikanmu satu sebagai rasa terima kasih atas hadiah yang kau berikan padaku,” jawab Riselia, membentangkan sepasang celana renang hitam.

Yah, bukankah kau ini sudah sangat siap! Leonis menyindir secara mental.

“...S-sseorang gadis seusiamu seharusnya tidak memamerkan pakaian dalam di depan umum!” seru Leonis saat mengambil pakaian itu dari cengkeraman pengikutnya.

“Ayo, ayo cepat pergi,” desak Millet. “Tessera ingin menunjukkan pakaian renangnya padamu.”

“J-jangan katakan hal-hal seperti i-itu!” Tessera tergagap dengan pipi kemerahan, menghujani sedikit pukulan yang tidak berbahaya di kepala Millet.

“Aku tidak memaksamu pergi, tapi aku akan sangat senang jika kau ikut, Leo.” Dengan ucapan perpisahan itu, Riselia diam-diam menutup pintu kamar Leonis.

“Uggghhh...,” erang Leonis, melihat celana renang hitam di tangannya.

---

Pada akhirnya, Leonis ikut dengan yang lainnya ke kolam renang.

Aku benar-benar tidak bisa diharapkan jika menyangkut permintaan dari pengikutku...

Leonis memakai baju renangnya di ruang ganti dan sekarang memandang ke laut dari tepi kolam. Matahari sudah mulai tenggelam di bawah cakrawala, memancarkan sinar merah membiaskan di atas air. Saat dia melihat pemandangan itu, dia menghela nafas panjang.

Leonis Death Magnus, Raja Undead yang maha kuasa, memiliki satu kelemahan tunggal: dia tidak bisa berenang.

Bahkan Leonis sendiri tidak tahu persis mengapa, tapi bahkan selama menjadi pahlawan manusia, dia kesulitan berenang. Blackas pernah mengatakan kalau Leonis mungkin dikutuk oleh Dewa Lautan.

Bahkan setelah Leonis bertarung bersama Rivaiz, Raja Laut, dan menghancurkan Dewa Laut, dia tetap sama payahnya sebagai perenang. Sampai hari ini, Penguasa Kegelapan masih tidak mengerti mengapa dia begitu buruk dalam hal itu.

Leonis berjalan di sepanjang sisi kolam dan melihat ke arah geladak kapal di bawah yang berukuran besar dari seberang pagar kawat di tepi lantai tempat dia berdiri. Terduduk di sepanjang geladak adalah sesuatu yang tampak seperti enam mesin tempur.

“Apa itu...?” Leonis bertanya pada Linze, yang sudah lama berkeliaran di pagar.

“Itu semua adalah adalah pesawat tempur!” anak yang lebih muda menjawab dengan antusias, mengangkat kacamatanya saat kata-katanya semakin cepat. “Ini juga merupakan yang pertama kalinya aku melihat yang asli! Yang besar adalah Dragon Knight (Ksatria Naga); pesawat itu dimuat dengan meriam besar dan biasanya digunakan untuk misi penindasan. Yang lebih kecil adalah Strike Wyvern (Wyvern Penyerang). Pesawat yang memiliki dua peluncur multi-roket dan dikirim untuk misi serangan. Aku telah melihat pesawat-pesawat itu di arsip ksatria. Kebanyakan dikerahkan untuk membawa dan membantu Pengguna Pedang Suci saat menyerang sarang Void, dan—”

“Apa? Naga? “ Leonis menangkap kata tertentu dalam penjelasan Linze.

Bahkan saat dia masih menjadi pahlawan manusia, Leonis selalu menyukai naga. Dia pun melihat ke pesawat yang ada di bawah.

Tengkorak nagaku lebih besar, pikirnya, diliputi oleh rasa persaingan yang aneh dengan pesawat manusia.

“Ah, Leo...”

Millet dan Tessera muncul dari ruang ganti setelah berganti ke pakaian renang. Millet mengenakan pakaian renang anak model polkadot*. Tessera, yang gelisah dengan malu-malu, mengenakan pakaian renang biru tua. [Catatan Penerjemah: polkadot = sesuatu yang berbintik-bintik.]

Tessera berjalan dengan gaya berjalan yang tenang dan dengan lembut duduk di seberang Leonis. Rambut hitamnya yang halus menonjolkan tengkuknya yang ramping. Dalam beberapa tahun lagi, dia pasti akan tumbuh menjadi kecantikan yang menawan.

“Riselia membelikanku baju renang ini...,” kata Tessera.

“Itu terlihat cocok untukmu,” puji Leonis, membuat Tessera memerah sampai ke lehernya.

“Apa yang kau lakukan, Leo? Ayo berenang!” Millet melompat ke kolam dengan ban dalam dipegangnya.

“Itu tidak bagus, Millet. Kau harus melakukan peregangan dulu.” Teguran tiba-tiba dari Riselia membuat gadis muda itu berhenti.

Leonis mengalihkan pandangannya ke sumber suara itu.

Hah?!

Disana ada Riselia, pengikutnya, mengenakan baju renang yang tidak seperti apa pun yang pernah dibayangkan Leonis.

P-pakaian macam apa itu?! Leonis merasakan jantungnya berdegup kencang.

Baju renang Riselia menunjukkan banyak kulitnya. Kain hitam yang tampak dewasa begitu kontras dan menonjolkan keindahan kulit putih dan rambutnya yang berkilau. Payudara yang tampak lembut hanya berisi potongan-potongan bahan yang sangat sedikit. Pakaian terbuka itu memperlihatkan paha sehat Riselia, pinggang ramping, dan perut yang indah. Bagian bawah baju renangnya ditahan dengan tali yang diikat di kedua sisinya.

“Nona Selia, kau tampak luar biasa...” Tessera tampak terkejut melihat proporsi bombastis Riselia. Dia bahkan menggunakan kata “nona”, sesuatu yang jarang dia lakukan.

“...!” Leonis sendiri sama tertegunnya.

“Ada apa, Leo?” Riselia membungkuk dengan prihatin. Dia selalu mencoba berbicara setinggi mata saat berinteraksi dengan anak-anak, tapi kali ini, itu berarti tatapan Leonis tertuju langsung pada belahan dada gadis itu.

“T-tidak ada. Tidak ada yang salah!” balas Leonis saat dia buru-buru membuang muka.

Riselia terlalu ceroboh saat berinteraksi dengan anak-anak.

“Okelah kalau kau bilang begitu,” kata Riselia. Dia berdiri dan mengikat rambut keperakannya. Setelah selesai, dia mendekati tepi kolam dan mulai melakukan peregangan.

---

“Leo, ke arah sana!”

“Ah, ya... Oke...!” Leo menjentikkan bola pantai dengan satu tangan, membuat bola itu melayang di udara.

“Ah?! Hyah...!” Tessera, yang berhasil menangkap pass dari Leonis, terpelest, dan bola itu jatuh ke air.

Rupanya, keterampilan motoriknya tidak berkembang dengan baik. Anak-anak panti asuhan kemungkinan besar tidak banyak berlatih renang, karena Tessera, Millet dan Linze semuanya mengenakan ban dalam.

“Aaaah!” Tessera melempar bola ke arah acak.

Riselia menangkapnya dengan mudah. Berbeda sekali dengan kelompok lainnya, Riselia terkoordinasi dengan sangat baik. Vampir peringkat rendah lemah terhadap air mengalir, tapi dia tidak memiliki kerentanan seperti itu.

“Leo, tangkap...!”

Riselia meluncurkan bola tinggi-tinggi ke udara. Leonis menendang air, bergerak cepat, dan dengan lembut mengoper bola ke arah Linze.

“Leo, kau curang,” kata Riselia sambil menatap lekat-lekat ke dalam air. Sebagai Ratu Vampir, matanya tidak diragukan lagi telah menyadari bahwa Leonis sedang menggunakan mantra gerakan bawah air.

“Aku melihat kau memanfaatkan kekuatan vampirmu dengan baik,” kata Leonis.

“Terima kasih, ya,” bisik Riselia sebelum berbalik menghadap Millet. “Pergilah bermain dengan orang lain sebentar, oke?”

“Oke!” Millet mengangguk riang dengan bola pantai di tangannya.

Riselia lalu menggandeng tangan Leonis. Jari-jarinya terasa dingin, tapi itu sudah bisa diduga dari makhluk undead.

“Aku akan mengajarimu berenang, Leo,” kata Riselia.

“Aku bisa menggunakan gerakan bawah air dan mantra pernapasan air.”

Dia bahkan bisa berjalan di dasar laut dengan menggunakan bola gravitasi.

“Tapi berenang di air rasanya enak,” desak Riselia.

“Tubuh manusia tidak pernah dimaksudkan untuk bergerak di bawah air—Aah!”

Riselia dengan lembut menarik lengan Leonis, menyebabkan dia kehilangan keseimbangan di dalam air...

Boing.

Wajah Leonis bertabrakan dengan dada empuk yang mengapung tepat di depannya. Tiba-tiba, dia diliputi oleh sensasi lembut yang menyelimuti.

“Aaaah, Leo!” Riselia menjerit.

“...M-maaf... hack, horf!” Leonis buru-buru menarik diri, tapi saat dia melepaskan Riselia, dia menelan sedikit air dan mulai terbatuk-batuk.

“Jangan khawatir, santai saja. Serahkan semuanya padaku...” Riselia memegangi tubuh Leonis dengan erat yang meronta-ronta dan tersedak. “Kau bisa tenang; Aku tidak akan melepaskannya.”

“...O-oke,” kata Leonis, menarik wajahnya keluar dari air.

Wajah Riselia tepat di depannya. Bibir merah muda gadis itu tampak menggiurkan. Rambut perak yang basah menggantung di tengkuk rampingnya. Leonis merasakan panas tubuhnya meroket dan denyut nadinya semakin cepat.

Astaga. Tubuh manusia sangat tidak bisa diperbaiki...

“Tetap tenang. Celupkan kepalamu ke dalam air, pelan-pelan,” kata Riselia sambil mundur dengan masih memegangi tangan Leonis.

“...”

Meskipun tidakk diragukan lagi merasa canggung, Leonis melakukan apa yang Riselia perintahkan.

“Tendang kakimu ke dalam air... Benar, begitu saja.”

Tsk, kenapa Penguasa Kegelapan sepertiku harus menanggung penghinaan ini...?

Memalingkan muka dari payudara yang terombang-ambing di air di depannya, Leonis menendang kakinya.

“Aku akan menambahkan renang ke kurikulum pelatihanmu besok,” kata Riselia.
 
“T-tidak, terima kasih,” kata Leonis, meniup gelembung dengan wajah setengah tenggelam.

---

18:30 Waktu Standar Kekaisaran.

Di kantornya di atas kapal, Altiria, putri keempat dari Kekaisaran Terintegrasi, sedang mempersiapkan acara sosial.

“Pakaian itu sangat cocok untuk anda, Yang Mulia,” puji salah satu nona yang sedang menunggu.

“Terima kasih.” Sang putri tersenyum lembut.

Dia mengenakan gaun pesta yang cemerlang dengan warna bunga lili putih, yang membantu menonjolkan rambut emasnya. Duduk di pelukannya adalah roh yang disebut Carbuncle, mengibaskan ekornya yang bengkak. Berdiri di depan cermin berukuran penuh, Altiria membawa tangan ke dadanya dalam perenungan.

Riselia dan anak laki-laki itu sangat gagah.

Ingatan tentang anak lelaki itu, Leonis, masih tertinggal di benak sang putri.

Dia lebih muda dariku, tapi dia sudah menjadi Pengguna Pedang Suci.

Altiria sudah lama sangat ingin menjadi murid di Akademi Excalibur. Saat itu terjadi, dia akan bergabung dengan akademi ksatria royal di Ibukota Kekaisaran tahun depan. Suatu hari Altiria berharap menjadi kesatria gagah yang bergegas menyelamatkan, seperti yang dilakukan Riselia dan Leonis hari ini.

Dan aku ingin sekali berbicara dengan wanita yang membawa meriam itu...

Pengguna Pedang Suci wanita berkuncir yang telah meledakkan Void raksasa itu telah diundang ke pesta putri juga. Sayangnya, gadis tak dikenal itu menolak untuk hadir. Dia mengatakan dia hanya melakukan apa yang diperlukan dan pergi tanpa menyebutkan namanya. Seorang yang paling gagah dari semuanya.

Itu adalah keinginan kuat dari Altiria untuk menjadi Pengguna Pedang Suci ketika dia bertambah tua, seperti gadis berkuncir misterius itu. Statusnya sebagai seorang putri mencegahnya untuk bisa melawan Void di garis depan.

“Bolehkah aku masuk, Yang Mulia?” Suara seorang ksatria pengawal royal datang dari luar pintu.

“Ada apa?” Altiria menjawab, mengangguk ke pelayannya.

Memahami arti dari gerakan itu, pelayan itu membuka pintu, tapi kemudian...

“Aaaah!”

Ksatria itu menjatuhkan wanita yang sedang menunggu itu ke lantai.

“...A-apa yang kau—?!”

Sebelum Altiria bisa berteriak, pengawal royal bersenjatakan senjata api membanjiri ruangan.

“Sangat kurang ajar! Apa artinya ini?!” Meskipun Altiria adalah seorang gadis berusia dua belas tahun berada dalam situasi yang sangat membingungkan, dia mempertahankan sikap bermartabat yang sesuai dengan salah satu statusnya.

“Apa kau baru saja bersiap untuk acara sosial, Yang Mulia...,” jawab ksatria itu, melepaskan wajahnya sendiri.

“Apa...?!”

Di bawah fasad adalah beastmen berkepala singa hitam. Altiria segera mengenali pria itu sebagai pemimpin Fraksi Serigala, sebuah organisasi teroris radikal yang bertanggung jawab atas insiden pendudukan Gedung Parlemen di Ibukota Kekaisaran. Ini adalah Bast Colossuf yang anti-imperialis.

“Tolong! Seseorang, tolong!” Altiria melepaskan teriakan paling keras yang bisa dia kerahkan.

Namun, tidak ada yang menolongnya, meskipun pengawal royalti ditempatkan bersiaga di lantai yang sama.

“Heh-heh, kau cuma buang-buang napas, Putri.” Seorang wanita dark elf memasuki ruangan dengan senyum misterius di bibirnya.

Di salah satu tangannya ada pedang hitam pekat yang mengeluarkan kabut yang menakutkan, dan di tangannya yang lain, dia membawa mayat seorang kesatria, yang dengan sembarangan dia biarkan jatuh ke tanah.

Itu adalah kapten dari pengawal royalti.

“A-Arcus... T-tidak!” Altiria berteriak.

Berusaha keras seperti yang dia coba, Altiria masih kecil. Ketabahan mentalnya ada batasnya.

“Kau mungkin harus menyewa pengawal yang lebih terlatih jika kau ingin menjaga dirimu tetap aman,” ejek wanita dark elf itu.

“Penindasan anjungan utama selesai,” kata suara dari perangkat komunikasi Bastea.

“Dimengerti. Kami akan segera ke sana,” jawab pria berkepala singa itu. Meraih lengan Altiria, dia berkata, “Aku harus memintamu untuk ikut denganku, Yang Mulia.”

“L-lepaskan aku!” Altiria menuntut dengan sia-sia.

“Diam,” bentak Bastea, mengangkat cakar tajamnya ke wajah Altiria.

Namun pada saat itu, Carbuncle yang melingkar di lengan Altiria menggigit tangan Bastea. Pria itu tersentak karena rasa sakit dan menciptakan celah sesaat.

“Lari!” teriak Altiria.

Roh itu jatuh ke lantai dan terbang seperti kelinci yang terkejut, menghilang ke udara tipis. Dia telah lenyap ke dunia roh, yang menutupi dunia ini. Tidak ada yang bisa melihatnya kecuali mereka memiliki mata pengguna roh.

“Jiraf, kejar dia,” kata Bastea, mendecakkan lidahnya dan mengeluarkan perintah kepada salah satu anak buahnya. Mengalihkan perhatiannya kembali ke tawanannya, dia bertanya, “Apa roh itu kunci utama Hyperion?”

Altiria tidak menjawab. Mata gioknya memelototi Bastea dengan menantang.

“Jangan khawatir, kami memiliki cadangan yang disiapkan.” Wanita dark elf itu mencengkeram dagu Altiria dan mencibir. “Membiarkan roh kabur adalah usaha yang sia-sia, putri kecil pemberani. Heh-heh, heh-heh-heh...”

“Aaah... Nng...” Mata Altiria tertutup oleh keputusasaan.

Tolong, seseorang... Seseorang, selamatkan aku...! Altria diam-diam memohon. Untuk beberapa alasan, wajah yang terlintas di benaknya adalah wajah laki-laki yang dia ajak bicara sebelumnya di ruang audiensi.



2 Comments

Previous Post Next Post