Seiken Gakuin no Maken Tsukai Volume 1 - Bab 9

Bab 9
Pahlawan Yang Jatuh


Archsage dari Enam Pahlawan—Arakael Degradios. Umurnya sudah melebihi 200 tahun bahkan sebelum dia mencapai keabadian karena menyatu dengan Pohon Suci yang disembah oleh para elf.

Dulu pria tua itu dipuji sebagai yang paling bijaksana dan terhebat dari umat manusia, Arakael menghancurkan Pasukan Penguasa Kegelapan di medan perang yang tak terhitung jumlahnya. Seribu tahun kemudian, Archsage muncul dalam pertempuran lagi, namun,  wujud yang dia ambil sangat jauh dari apa yang diketahui Leonis.

“Void...?” Leonis mendapati dirinya menelan ludah dengan gugup saat melihat seperti apa saingan lamanya itu.

Kulit kayu Pohon Suci telah membusuk, meradang dengan miasma hitam yang sama yang menyertai Void yang menyerang Garden. Cabang-cabangnya, yang pernah menghasilkan buah keabadian, sekarang dihiasi dengan wajah-wajah Void yang tak terhitung jumlahnya. Mereka mengangkat suara mereka dalam raungan yang tidak wajar saat makhluk-makhluk itu mencoba merangkak keluar ke dunia.

Pohon Suci yang melahirkan Void.

“...Sekarang aku mengerti. Kau adalah Void Lord,” Leonis menyimpulkan.

Void memang monster kuno; mereka telah diubah oleh kekuatan yang tidak diketahui. Karena kasusnya seperti itu, tidaklah aneh untuk menganggap Enam Pahlawan telah menjadi Void juga.

—LE... O... N... ISSSSSS...

Wajah-wajah Void yang tak terhitung jumlahnya menyerukan namanya seolah-olah mengucapkan kutukan. Kebencian Arakael terlihat jelas bahkan setelah seribu tahun. Tidak, mungkin lebih tepat untuk mengatakan amarahnya telah tumbuh, mendidih di sini selama seribu tahun...

“Apa kau sebegitunya rindu untuk bertemu denganku, dasar mayat yang menyedihkan?” Leonis tersenyum tipis.

Dia merapal mantra tingkat enam, Ledakan Neraka Terkutuk, Mel Ziora.

Booooooooooooooooooooom!

Api yang berkobar membakar Void bersama dengan akar yang menggeliat.

Jadi ia menculik Riselia untuk memancingku keluar...

—LEO... NISSSS...

“Tunggu saja,” kata Leonis saat melangkahi sisa-sisa Void yang hangus. “Kali ini, bahkan tidak akan ada abu yang tersisa setelah aku berususan denganmu.”

Dia menoleh ke belakang, merasakan tatapan yang di arahkan kepadanya. Anak-anak panti asuhan memperhatikan Leonis dengan ekspresi ketakutan.

...Kurasa aku tidak bisa menyalahkan mereka.

—Tidak jauh berbeda dari hari saat beberapa tahun silam.

Dia terbiasa melihat orang memandangnya seperti itu. Memiliki kekuatan yang luar biasa menimbulkan ketakutan di hati manusia. Itu benar bahkan ketika dia menyelamatkan kerajaan sebagai pahlawan.

...Sebagai Raja Undead, aku harusnya senang dengan ini.

Leonis menghela nafas kecil dan berjalan menjauh dari panti asuhan. Semua Void di area tersebut telah dihancurkan, dan hanya ada sedikit bahaya akan diserang lagi. Itu hanya masalah waktu sampai Pengguna Pedang Suci Akademi tiba.

Mau panti asuhan ini diserang atau tidak, tidak terlalu menjadi masalah bagi Leonis, tapi tempat ini sangat disayangi oleh Riselia—Pengikutnya—dari lubuk hatinya. Leonis mengangkat Tongkat Penyegel Dosa-nya dan mulai merapal.

“Mantra tingkat delapan—Zoah Doma.”

Penghalang Kuno menetap di atas panti asuhan seperti kabut hitam kematian. Dengan mantra lain, Raja Undead menyihir sepasang ksatria skeleton yang lebih hebat, prajurit undead yang kuat. Mereka cukup dapat diandalkan untuk dipercaya dengan perlindungan harta karun atau bangsawan besar. Leonis menyadari bahwa penghalang yang dia buat sedikit lebih lebar dari yang diperlukan, tapi itu tidak akan mudah ditembus.

“Aku memasang penghalang. Jika kalian tidak ingin mati, tetaplah di dalam gedung ini.” Leonis berbicara kepada anak-anak yang ketakutan dengan nada acuh tak acuh.

Dia kemudian pergi, namun mendengar suara yang memanggil dari belakang.

“... Erm... T-tolong tunggu...!”

Pintu panti asuhan terbuka, dan gadis tertua di antara anak-anak itu melangkah keluar dengan takut-takut. Tessera.

“L-Leo...”

Seorang ksatria skeleton mengacungkan pedangnya, siap untuk menghentikan gadis itu, namun Leonis mengangkat tangannya untuk menginstruksikan ksatria itu agar menyarungkan senjatanya.

“E-erm...” Gadis itu sangat gugup, suaranya tidak bisa keluar dari bibirnya.

“Ada apa?”

“T-terima kasih... telah melindungi kami...,” kata Tessera seraya menundukkan kepalanya.

“...Y-ya...”

Ucapan terima kasih yang tidak terduga itu membuatnya agak terkejut.

“Kumohon, selamatkanlah Selia.” Dia mungkin melihat penculikan Riselia. Kepalanya tetap menundukkan saat dia membuat permintaan.

“Itulah yang ingin kulakukan. Serahkan padaku.” Leonis mengangguk, menepuk kepalanya dengan ringan.” Aku berjanji akan membawa Selia kembali.”

“O-oke!”

Ksatria skeleton itu menarik gadis itu kembali ke dalam.

Raja Undead selalu menepati janjinya.

Punggungnya menghadap Tessera, dia menuju celah raksasa yang terbentuk di tanah. Di tepi celah itu, duduk di atas tumpukan puing, ada seekor serigala hitam.

“—Musuh lama kita telah kembali dari kubur tampaknya.”

“Blackas, apa yang kau lakukan di sini?”

“Aku sudah buru-buru ke sisimu, temanku, sambil membantai makhluk-makhluk itu di jalanku.”

“Apa kau memakan mereka?”

“Tidak. Mereka tampak menjijikkan.” Blackas menggelengkan kepalanya dan menjatuhkan karung kain besar di kaki Leonis.

“Apa ini?”

“Rampasan perang. Aku mengumpulkan mereka saat menyelidiki kota. Mereka jauh lebih enak.”

Di dalam karung, ada beberapa tusuk sate yang dilapisi dengan daging panggang.

“Kau tidak mencuri ini, kan?”

“Aku adalah anggota keluarga kerajaan dari Ayam Bayangan. Aku tidak akan pernah melakukan hal seperti itu,” cerca Blackas yang merasa kecewa. “Aku membiarkan manusia mengelus ekorku, dan mereka memberiku ini.”

“...Jadi begitu.”

Dia lebih suka Blackas tidak melakukan apa pun untuk membuat dirinya menarik perhatian.

“Tapi aku lapar. Apa kau mau membagikan ini denganku?”

Leonis mungkin terlalu banyak menggunakan satu mantra yang kuat. Menggunakan sihir gelapnya dengan cara yang sama seperti ketika dia menjadi Raja Undead bermasalah di tubuh ini.

Blackas mengambil salah satu tusuk sate di mulutnya, memberikannya pada Leonis. Anak laki-laki itu dengan cepat melahap daging panggang itu dan melemparkan tusuk sate-nya ke dalam lubang. Tampaknya Riselia diculik untuk memancing Leonis, tapi pohon itu mungkin juga mencoba untuk menyerap kekuatan besar dari Ratu Vampir. Jika itu masalahnya, dia harus bergegas.

“Sekarang. Sudah waktunya kau mengembalikan pengikutku, Archsage.”

---

“Tebasan Gemuruh Petir!”

Bilah Raikirimaru melesat di udara. Ilmu pedang Sakuya Sieglinde yang luar biasa dan diasah dengan baik mengirim kepala Void kelas hydra terbang ke udara. Gerakannya dalam menyerang secepat nama serangan itu. Dia berlari cepat di tanah, bergerak semakin cepat dan cepat.

“Tarian Bunga Bulan Ganda!”

Jubah tanah airnya menari-nari tertiup angin saat dia sekali lagi memotong salah satu kepala Void.

“Tidak buruk! Jadi kau adalah siswi muda yang mereka katakan cukup terampil untuk membunuh Void?”

Seorang Pengguna Pedang Suci yang memegang Pedang Suci tipe angin bertarung berdampingan dengan Sakuya. Dia adalah penyerang garis depan dari peleton 9 yang telah dikirim ke kawasan yang sama.

“Jika kau terus mengepakkan lidahmu di tengah pertempuran, kau akan mati loh,” kata Sakuya dengan singkat.

“Ya, ya. Aku mengerti...”

Gadis lainnya sepertinya tidak tersinggung dan bergerak untuk menebas kaki Void kelas hydra.

“Kepalanya sudah beregenerasi. Bakar bagian yang terputus!”

Elfiné telah menganalisis klasifikasi Void dan menyampaikan datanya ke semua peleton lain menggunakan tabletnya.

“Serahkan itu padaku! Meriam Naga! “

Bang, bang, bang, bang!

Pedang Suci Regina menembakkan api. Serangannya—yang mampu mengalahkan Void sekelas ogre sendirian—mengirimkan riak ke udara saat Void kelas hydra diselimuti api.

Tapi saat debu dan asap hilang...

“T-tidak mungkin...!” Regina menggertakkan giginya dengan getir.

Void itu tampaknya tidak mengalami kerusakan. Malahan—ada akar pohon yang tumbuh dari puntung leher yang tertinggal setelah serangan Sakuya.

“A-apa itu?!”

“...Aku tidak tahu. Tidak ada yang cocok untuk spesimen semacam itu dalam data kita.” Elfiné menggelengkan kepalanya. Ini berbeda dari kelas hydra biasa.

“...Berpencar!” perintah komandan peleton 9 saat merasakan bahaya yang akan datang.

Tiga penyerang barisan depan menyelesaikan serangan kombo mereka dan melompat menjauh. Namun Sakuya menolak perintah itu. Dia hanya berdiri di depan Void itu, menatap musuhnya ke bawah.

Crrrrrrrraaaaaaaaaaaasssshhhhh!

Akar menyembur keluar dari kepala Void kelas hydra yang terpenggal dan menghancurkan bangunan di dekatnya.

“Sakuya?!” teriak Elfiné.

“Aneh sekali. Monster-monstermu semakin dan semakin menjadi seperti hantu setiap hari.”

Menghindari serangan dengan jarak selebar rambut, Sakuya mengencangkan cengkeramannya pada Raikirimaru. Leher seperti pohon itu bergerak seolah-olah tidak mempedulikan Void tempat mereka melekat. Komandan meneriakkan sesuatu, tapi Sakuya tidak mendengarnya.

Sakuya memiliki kecenderungan untuk tidak mengetahui apa yang terjadi di sekitarnya dalam panasnya pertempuran. Itulah mengapa tidak ada peleton yang merektrutnya meskipun dia sangat ahli.

Tapi terlepas dari itu ...

...Syukurlah.

Elfiné menghela nafas lega mengetahui Sakuya masih hidup. Seandainya Mata Penyihir-nya bekerja dengan kekuatan penuh, kekuatan Pedang Suci yang luar biasa itu akan memungkinkannya memberikan perlindungan bagi semua penyerang di lapangan sekaligus. Tapi kekuatan sebenarnya dari Pedang Suci miliknya tetap tersegel darinya.

...Aku masih terlalu takut pada Void.

Elfiné memeluk dirinya sendiri, seolah mencoba menahan getaran di anggota tubuhnya. Dia tidak bisa menaklukkan teror yang dia rasakan sejak hari yang menentukan itu.

Meski begitu, dia memilih untuk tetap berada di medan perang dan memberikan informasi kepada para Pengguna  Pedang Suci yang bertarung di garis depan. Itu adalah kontribusi terbesar yang bisa dia berikan sekarang.

“El... finé... Elfiné...”

Elfiné tiba-tiba tersentak kaget saat sebuah suara bergema di benaknya.

“...Leo, apa itu kau?!”

Itu memang suara anak laki-laki itu.

“Syukurlah, kau bisa mendengarku...”

Salah satu bola (orb) yang dia kirim ke area terdekat pasti berfungsi sebagai penyiar. Suara Leonis terdengar dengan jelas.

“Ya... Apa kau menggunakan perangkat komunikasi Selia?” Leonis seharusnya tidak disuplai dengan perangkat komunikasinya sendiri.

“Ya, ini milik Selia.”

Perasaan tidak menyenangkan menyelimuti pikiran Elfiné. Jika keduanya berada di tempat yang sama, mengapa tidak Riselia sendiri yang menggunakan perangkat itu?

“Selia ditangkap oleh Void.”

Kecemasan Elfiné benar.

“... ?!

Dia kehilangan kata-kata.

Void menculik manusia? Mengapa...?

Tapi hal berikutnya yang dikatakan Leonis hanya membuatnya semakin takut.

“Aku akan pergi menyelamatkannya. Elfiné, aku ingin kau menggunakan kemampuanmu untuk menentukan posisinya.”

“Kau akan pergi menyelamatkannya... sendirian?”

Elfiné terkejut dengan niat anak itu. Itu terlalu gegabah. Dia mungkin memiliki kekuatan Pedang Suci, tapi dia hanyalah anak laki-laki berumur 10 tahun.

“-Iya.”

“Tunggu sebentar, aku akan meminta peleton lain untuk membantu menyelamatkannya sekarang...”

“Kita akan berhasil tepat waktu jika kau melakukan itu,” suara dinginnya berkata melalui terminal. “Dan selain itu, kau tidak memiliki kapasitas untuk menyisihkan petarung yang kompeten, kan?”

“Itu...”

Elfiné mengembalikan “matanya” ke medan perang. Kelompok Sakuya bertarung dengan kemampuan terbaik mereka, tapi Void yang sangat besar terbukti terlalu berlebihan untuk jumlah mereka yang kecil. Mereka tengah berjuang.

“Aku akan membawa Selia kembali. Elfiné, tolong beritahu aku dimana dia.”

“.........”

Aku harus menghentikannya.

Melakukan misi penyelamatan sendirian itu gila. Tetapi tidak ada jaminan Riselia akan bertahan sampai peleton lain datang menolongnya.

Leonis terdiam sesaat, ragu-ragu.

“...Elfiné, apa kau bisa menggunakan 'Mata'-mu untuk melihat kawasan tempat aku berada?”

“...? Aku bisa, tapi...”

Sedikit ragu, dia menghubungkan penglihatannya dengan salah satu bola yang dia kirimkan ke beberapa kawasan. Saat dia melakukannya...

“Apa ini...?” Kata-kata yang penuh keheranan keluar dari bibirnya.

Akar pohon telah menghancurkan aspal, mengukir celah di tanah. Dan... tersebar di sekitar Leonis adalah sisa-sisa Void yang tak terhitung jumlahnya.

“Apa kau membunuh mereka semua...?”

“Ya, aku membunuh mereka,” jawab Leonis dengan singkat. “Aku akan menceritakan semuanya nanti. Untuk sekarang, percayalah padaku.”

Suaranya terlalu tenang dan teduh untuk anak berusia sepuluh tahun.

“.........”

Elfiné menarik napas dengan cepat.

“...Baiklah. Aku akan mencobanya.” Dia mengangguk.

Setelah melihat sebanyak itu, dia harus percaya. Mengabaikan semua informasi lain sejenak, dia fokus melacak informasi terdaftar Riselia. Pengumpulan informasinya sulit. Miasma yang dilepaskan Void sepertinya mengganggu itu. Namun...

“...Dia di bawah tanah... Jauh di bawah tanah. Empat lapisan di bawah...”

Area bawah tanah dari Assault Garden adalah ruang tersembunyi yang disembunyikan sebagai rahasia militer. Interiornya ditutup oleh sekat yang tak terhitung jumlahnya, membuatnya sulit bahkan bagi Mata Penyihir Elfiné untuk menembusnya. Mematikan indranya sendiri, dia fokus sekuat yang dia bisa.

“Kau harusnya bisa mengakses terowongan utama dari tempatmu berada, Leo. Aku akan menggunakan Pedang Suci-ku untuk membuka sekat, jadi kau harusnya bisa pergi sedalam lapisan ketujuh...”

“Aku akan menghancurkan sekat jika perlu. Pimpin aku ke rute yang sesingkat mungkin.”

“Menghancurkannya...? O-Oke, baiklah... “

Segera setelah dia memfokuskan kembali dirinya pada tugas...

Boooooooooooooooooooooom!

“...?!”

Ledakan dahsyat bergema, mengguncang tubuh Elfiné.

“...Elfiné, apa yang terjadi?”

Elfiné berdiri dan mengembalikan indranya ke lingkungan sekitarnya. Void kelas hydra telah menembus barisan depan. Ia bergegas maju, tanah bergetar di bawah kakinya dengan setiap langkahnya.

“Tunggu, apa itu akan ke sini?! Elfiné, awas...!” Regina berteriak dari atap gedung di dekatnya.

“.........”

Elfiné tidak bisa bergerak. Trauma kehilangan rekan satu tim lamanya karena serangan Void telah membuatnya membeku, seolah dirantai di tempat dia berdiri.

“Ah...”

Dia meringkuk, menciut di tempatnya, dan menutup matanya. Dan kemudian... Udara bersiul saat Void itu terbelah menjadi dua.

...Hah?

Salah satu kepala Void yang berada di atasnya telah, secara tiba-tiba, dipisahkan dari tubuhnya.

Fyoo! Fyoo! Fyoo!

Sisa kepalanya juga dipotong, secara berurutan. Void kelas hydra roboh ke tanah di depan mata Elfiné.

“...A-apa?” Sakuya bergumam kaget dengan Raikirimaru yang dalam genggaman tangannya.

“Aku tidak... tahu...”

Salah satu Pedang Suci berwujud bola Elfiné kemudian melihat sekilas bayangan kecil yang berdiri di atap gedung di dekatnya. Seorang gadis berseragam pelayan menarik cambuk yang terbuat dari kegelapan ke tangannya.

“...Astaga. Raja Undead-ku pasti memiliki kebiasaan mempekerjakan pelayannya secara berlebihan,” gumambya dengan sedikit ketidaksenangan sebelum mengunyah donat dengan marah.

---

“Farga!”

Booooooooooom!

Tembakan Ledakan Kutukan Leonis merobek penghalang sekat saat dia melanjutkan penurunannya. Dia menuju ke terowongan besar yang mengarah ke kedalaman bawah tanah Assault Garden. Penurunannya diatur oleh sihir pengatur gravitasi yang kuat.

“Aku tidak menyangka akan ada labirin seluas ini di bawah kota,” kata Blackas dari bayangan Leonis.

“Mungkin ada terowongan yang tersebar untuk mengangkut persediaan dan tenaga.”

Mungkin terowongan-terowongan digali dengan tujuan untuk menggerakkan Pengguna Pedang Suci dengan cepat dalam keadaan darurat, tapi terowongan yang terkubur diblokir oleh akar pohon.

“Tetap saja, teknologi sihir umat manusia telah berkembang sejauh ini,” Leonis kagum saat dia membakar akar mencoba untuk melahap pengcau.

Bahkan kurcaci belum mencapai struktur sebesar ini.

...Kalau dipikir-pikir, aku belum pernah melihat elf atau kurcaci di akademi ini, pikir Leonis.

Apakah mereka terisolasi dari masyarakat manusia, atau mungkin...?

Dihancurkan oleh Void...? Aku tidak ingat mereka begitu lemah.

Aliansi demi-human telah membuat perjanjian dengan umat manusia. Elf dari Hutan Roh khususnya telah membuat Leonis kesulitan saat itu.

“...Teruskan melewati jalan itu. Rute itu terus lurus ke depan.”

“Dimengerti.”

Mengikuti instruksi Elfiné melalui anting-anting tersebut, Leonis mendarat di platform yang mencuat dari sisi terowongan.

“Farga!”

Dia menghancurkan penghalang sekat dan maju ke koridor gelap dengan tongkat di tangannya menerangi jalan.

“...—Terus... bertarung... sumber daya kota...—”

Gangguan semakin dan semakin buruk. Mungkin Void Lord penyebab gangguan tersebut, yang pasti berarti mereka semakin dekat. Suara langkah sepatu Leonis di lantai bergema dengan keras di sepanjang koridor.

“Kau mengirim Shary untuk membantu manusia?” serigala hitam bertanya dari dalam bayangan anak laki-laki itu.

“Mm, ya...”

Shary mungkin pelayan yang bodoh, tapi dia adalah pembunuh yang terampil. Dia bukan tandingan Blackas dalam hal kecakapan tempur, tapi masih mampu menjatuhkan kastil sendirian.

“Kita melawan salah satu dari Enam Pahlawan. Apa kau yakin tidak mengajaknya adalah pemikiran yang baik?”

“...Kita berdua sudah lebih dari cukup,” jawab Leonis seolah menghindari pertanyaan itu.

Tentu saja dia menyadari apa yang dimaksud Blackas. Mengapa dia mengirim wanita yang merupakan tangan kanannya, Shary, untuk melindungi manusia? Pengikutnya adalah masalah lain, tapi tidak ada alasan rasional dia akan memilih untuk membela anggota lain dari peleton 18.

Leonis berdehem, merasakan tatapan curiga Blackas padanya.

“Pedang Suci Elfiné berguna. Aku bisa memanipulasinya sampai ke tujuan saya. Selain itu, Regina Mercedes adalah pelayan dari pengikutku.”

“.........”

Blackas tampaknya tidak terlalu yakin.

...Ugh, Ini sangat menjengkelkan!

Sejujurnya, Leonis juga tidak tahu alasannya, tapi sebagian dari hatinya tidak ingin kehilangan gadis-gadis itu.

“Aku mulai tertarik dengan gadis-gadis itu. Itu saja,” Leonis akhirnya mengakui, sedikit kecil hati.

“...Begitu ya. Alasan itu sangat cocok untukmu.”

Kali ini, saudara seperjuangannya tampak puas dengan jawabannya. Kalau dipikir-pikir, ini bukan pertama kalinya hal seperti ini terjadi. Dia memberi Shary tempat di sisinya dengan cara yang sama, bahkan setelah Shary datang untuk membunuhnya.

“Kau selalu terlalu baik ketika itu menyangkut pengikutmu, tapi mungkin tubuh ini membuatmu lembut, lebih seperti manusia.”

“...Mustahil.” Leonis menggelengkan kepalanya dengan getir. “Farga!”

Dia menghancurkan sekat lain di jalannya. Bagian yang terbuka dipenuhi akar pohon yang menggeliat. Miasma yang memenuhi udara di terowongan itu mencekik.

“Waktu kita untuk omong kosong sudah berakhir, Blackas. Ini harusnya akan lurus ke depan sekarang.”

“Iya...”

Komunikasi dengan Elfiné benar-benar sunyi sekarang.

“Uuuuooooooooooooh...!”

Akar naik keluar, melahirkan Void kecil yang seperti hewan.

“Phranis! Phranis! Phranis!”

Leonis menggunakan mantra tingkat tiga Gelombang Kobaran Api untuk tanpa ampun menghabisi makhluk yang baru lahir saat dia bergegas ke koridor. Mantra penghancur besarr-besaran apa pun yang berada di atas tingkat kedelapan kemungkinan akan meledakkan musuhnya, tapi merapalkan mantra seperti itu di ruang tertutup seperti ini akan mengubur Leonis hidup-hidup.

Melanjutkan perjalanannya, anak itu akhirnya menemukan sekat yang hancur. Di belakangnya ada celah yang sangat besar. Cahaya terang berwarna hijau menerangi sekitarnya.

“Apa itu...?” Leonis mengerutkan alisnya saat dia melangkah masuk.

Sumber cahaya itu adalah bongkahan besar kristal mana. Di sekelilingnya ada banyak akar Pohon Suci. Itu sangat besar, bahkan bagian yang tidak terbungkus akar berdiameter sekitar lima belas meter.

“Begitu ya. Jadi ini sumber daya kota,” kata Blackas.

Kristal mana yang ditanam oleh roh serta dewa kuno dan, selama era perang Penguasa Kegelapan, berfungsi untuk memberi daya pada Kastil Karang Dizolf, Raja Amarah. Tidak ada apa pun selain kristal mana yang bisa mendukung kota sebesar itu. Hanya saja...

“Aku tidak berpikir yang sebesar ini bisa terbentuk secara alami.”

“...Kau tidak berpikir ini adalah buatan manusia, kan?” Leonis bergumam. Keduanya tiba-tiba menemukan diri mereka terganggu saat...

Brrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrr...

Akar Pohon Suci mulai menggeliat di sekitar kristal mana. Mereka merobek sekat dengan suara yang keras dan menggetarkan, mengunci Leonis di dalam ruangan. Simpul di akar mulai membengkak, membentuk wajah manusia yang tak terhitung jumlahnya. Wajah, wajah, wajah—ratusan jumlahnya, semuanya menyerupai ukiran kayu. Masing-masing memiliki wajah yang identik—Archsage dari Enam Pehlawan, Arakael Degradios.

“Kau sudah jatuh cukup jauh, musuh lamaku,” kata Leonis, mengetukkan pegangan tongkatnya ke tanah. “Pahlawan umat manusia yang pernah dipuji sebagai yang terbijak di rasnya sekarang tidak lebih dari sekedat sarang monster...”

Permukaan Pohon Suci dilapisi dengan miasma hitam yang sama. Dari tubuhnya, pohon itu melahirkan rongga dengan berbagai bentuk dan ukuran. Mereka adalah iblis yang dimakan Archsage dalam perang seribu tahun yang lalu... Dan di dalam pohon itu ada Riselia yang terperangkap.

“Sekarang, Arakael, aku akan mengambil pengikutku kembali.” Dengan keyakinan yang tak tergoyahkan, Leonis menyeringai dan mulai merapalkan mantranya.



Post a Comment

Previous Post Next Post