Seiken Gakuin no Maken Tsukai Volume 2 - Bab 5

Bab 5
Pesta Gila


“...Leo pergi kemana lagi sih?” Riselia bertanya-tanya dengan nyaring, melihat sekeliling aula dengan segelas jus di tangannya.

Saat dia sibuk mengurus Millet dan Linze, tau-tau Leonis sudah menghilang.

“Ada apa, Selia?” tanya Elfiné padanya.

“Elfiné, apa kau melihat Leo?”

“Mungkin dia lagi keluar cari angin? Berada di dekat banyak orang juga bisa melelahkan.” Elfiné tersenyum masam. “Tidakkah dirimu ini terlalu protektif?”

“A-apa aku seperti itu...?”

“Itu seperti merawat kucing. Jika kau terlalu melekat, ia mungkin malah kabur.”

Elfiné menepuk bahu Riselia dengan lembut dan berjalan ke meja lain. Namun Riselia, sedikit terkejut.

Mungkinkah aku terlalu protektif...? Anting kucing yang Leonis berikan padanya bergetar sedikit dari tempatnya yang menempel di terminal Riselia.

Untuk beberapa alasan, Riselia tidak mau membiarkan Leonis sendirian. Pertanyaannya adalah kenapa? Itu bukan hanya karena Leonis adalah anak laki-laki berusia sepuluh tahun, dan dia yakin itu juga bukan karena dirinya adalah pengikutnya.

Dia merasa seperti itu sejak dia pertama kali melihat Leonis di reruntuhan. Riselia memiliki sensasi aneh yang terasa seperti dia sudah mengenal Leonis jauh sebelum mereka bertemu.

Mengapa aku merasa seperti ini...?

Riselia mengangkat wajahnya dan melihat Leonis mendekatinya.

“Oh, Leo, kau dari mana?”

“Aku tidak suka berada di dekat kerumunan orang, jadi aku pergi mencari udara segar.”

“Oh...” Iu persis seperti yang dikatakan Elfiné.

“Selia...,” Leonis memanggil gadis itu sambil mengarahkan pandangannya ke wajahnya.

“Ada apa?”

“Kau sangat imut.”

“...Hah?!” Wajah Riselia memerah. “A-a-a-apa yang kau katakan?!” Leonis hanya tersenyum, seolah menikmati reaksi bingung dari gadis itu.

“Apa kau merasa kesepian tanpa diriku? Kau ini memang menggemaskan deh,” dia menggoda dengan arogan.

“L-Leo, ada apa denganmu?” tanya Riselia, merasakan ada sesuatu yang jelas aneh dari tingkah laku dan nada Leonis.

“Aku adalah orang yang sangat berdosa karena telah menyebabkan rasa kesepian ini kepadamu, Selia.” Leonis memeluk kepalanya dengan tangannya sendiri.

“Apa kau habis makan sesuatu yang aneh?” tanya Riselia, penasaran apakah mungkin ada jamur yang mencurigakan di salad yang Leonis makan.

Saat dia berpikir untuk memanggil dokter kapal, lampu tiba-tiba padam, membuat aula menjadi gelap.

“Hah...?”

---

“Kuh... Ah!”

Tubuh Regina terpantul beberapa kali di lantai sebelum akhirinya terbanting ke dinding. Cakar yang melesat melepaskan gelombang kejut yang tidak terlihat. Jika saja dia tidak mewujudkan Pedang Suci untuk melindungi dirinya sendiri, serangan itu akan merobek perutnya.

...Kenapa... seorang Pengguna Pedang Suci Kekaisaran Terintegrasi melakukan ini...?

Menahan rasa sakit, Regina berdiri dengan Pedang Suci yang terwujud dalam bentuk senjata, Senapan Naga. Saat itulah dia menyadari orang yang menyerangnya bukanlah pengawal royalti.

“...Apa?!”

Orang di depannya berwajah serigala. Itu adalah seorang beastman. Bagian atas seragamnya telah terkoyak, memperlihatkan wujud yang jauh lebih besar dari manusia.

“Tsk, menggunakan Pedang Iblisku pasti telah membatalkan kekuatan Pedang Iblis lainnya.” Beastman itu mendecakkan lidahnya dan menjilat senjata cakar yang muncul di lengan kanannya.

Regina bingung. Tentu saja, senjata itu tidak mungkin...

Beastmen dengan Pedang Suci?!

Itu seharusnya tidak mungkin terjadi. Pedang Suci adalah berkah dari planet ini untuk umat manusia. Itu adalah kekuatan yang dimaksudkan untuk melawan Void. Regina belum pernah mendengar tentang seorang beastman yang bisa memanggil Pedang Suci.

Tidak, saat ini bukan itu masalahnya...

Regina mengangkat Senapan Naga-nya. Itu adalah wujud ketiga dari Pedang Suci miliknya, Meriam Naga, dan mengambil bentuk senapan. Ini menjadikannya iterasi Meriam Naga yang paling ringan dan paling mudah beradaptasi.

“Hah. Aku mencoba untuk memotong jantungmu, tapi....” beastman serigala itu menyeringai ganas saat dia mendekat dengan perlahan.

...Apa aku harus melawannya? Tidak, aku harus lari dan mendapatkan bala bantuan...

Pedang Suci Regina tidak cocok untuk pertarungan jarak dekat. Dia telah dilatih dalam pertarungan tangan kosong yang melibatkan senjata, tapi ada perbedaan mendasar dan signifikan dalam kemampuan fisik antara manusia dan beastmen.

Rejimen pelatihan Akademi Excalibur difokuskan pada pertempuran anti-Void berbasis kelompok. Ada beberapa sesi latihan tiruan antara Pengguna Pedang Suci, tapi satu lawan satu bukanlah gaya bertarung mereka yang biasanya.

“Berdiri saja di sana dan mati!” Beastman itu mengayunkan cakarnya ke arahnya.

Gelombang kejut yang tak terlihat lagi!

 Regina jatuh dan tengkurap di tanah.
 
Skriiiiiiiip!

Gemuruh yang menggelora mengguncang udara saat dinding di belakangnya dibelah. Regina dengan gesit berguling-guling di lantai dan bangkit kembali menembakkan Senapan Naga. Peluru bermuatan petir melesat di udara, tapi beastman itu hanya menjentikkan peluru itu dengan senjata cakarnya.

“Ahhaha, apa hanya itu yang bisa dilakukan oleh Pedang Suci-mu, manusia?!”

“...!”

Regina menembakkan Senapan Naga beberapa kali lagi, menjaga beastman itu tetap pada pandangannya saat dia mundur ke belakang.

Namun...

Vrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrr!

“Apa...?!”

Regina terhenti saat sekat di belakangnya tertutup rapat seolah-olah sengaja memotong rute pelariannya.

“Maaf, gadis kecil. Kapal ini sudah di bawah kendali kami.”

“Apa katamu...?!”

Mereka telah membajak Hyperion? Itu artinya...mereka memiliki Putri Altiria sebagai tahanan mereka!

Regina menatap roh yang meringkuk di kakinya. Carbuncle mungkin melarikan diri dari orang-orang yang menyandera tuan putri. Regina mengangkat Pedang Suci-nya untuk menjaga semangatnya tetap aman.

“Mati!” beastman itu meraung dan mengayunkan cakarnya saat dia berlari.

“... ?!”

Regina dibuat secara refleks menembakkan senjatanya, tapi ledakan kekuatan yang tak terlihat menangkis tembakan itu. Dia menendang dinding di belakangnya dan bergerak ke lompatan horizontal. Pecahan lantai dan dinding yang hancur melesat di udara dan menggores wajah Regina saat dia bergerak. Saat dia keluar dari jangkauan serangan pria berkepala serigala itu, dia kembali menembak lagi. Kali ini, sebuah tembakan berhasil memotong kerah beastman itu.

Sayangnya, tubuh beastman itu terbukti cukup kokoh. Satu serangan itu tidak cukup untuk menimbulkan luka fatal.

“Ha! Sayang sekali, Pengguna Pedang Suci!” Beastman itu mengayunkan senjata cakar ke arah Regina yang kini terjatuh.

Namun, tepat sebelum serangan itu terjadi...

Booooooooooooooooooooooooooooooooooooom!

Dengan ledakan yang menggelegar, sekat yang tertutup meledak terbuka, membuat beastman itu terlempar ke koridor.

“...Hah?” wajar jika Regina membuat ekspresi yang agak konyol. Begitu dia berbalik, dia melihat seorang anak laki-laki yang memegang tongkat besar berdiri di lubang yang terbentuk karena ledakan pada sekat.

“...Erm, Regina? Apa yang sebenarnya terjadi di sini?”

---

“Keh-heh-heh. Semua orang lebih baik diam jika tidak ingin mati!”

Pintu aula pesta terbanting tertutup. Sebanyak tiga puluh enam orang, termasuk staff pesta, perwakilan sipil, Riselia, dan yang lainnya, dipaksa duduk bersama di tengah aula. Orang-orang yang mengenakan seraga pengawal royalti Putri Altiria berdiri mengelilingi para sandera.

Mereka terampil. Dalam waktu singkat ketika lampu padam, mereka segera menyandera warga sipil, menahan pedang di leher mereka untuk memaksa siswa/i Akademi Excalibur yang berkemampuan tempur melucuti senjata mereka dan menurut.

Tessera, Millet, Linze, dan Leonis, satu-satunya anak yang hadir, telah dipisahkan dan ditempatkan di salah satu sudut aula. Orang-orang itu menyatakan bahwa jika ada yang melakukan gerakan mencurigakan, mereka tidak akan ragu untuk membunuh sandera. Riselia dan para Pengguna Pedang Suci lainnya tidak punya pilihan selain menurut.

Apa yang sebenarnya terjadi di sini?!

Riselia melirik ke arah Elfiné yang duduk di sampingnya, tapi seniornya yang dapat diandalkan hanya menggelengkan kepalanya tanpa kata. Anak-anak dari panti asuhan sangat ketakutan. Bahkan Millet yang tomboi pun gemetar ketakutan. Anehnya, Leonis tetap tenang,meskipun sebuah bilah tertahan di tenggorokannya.

Mengapa Leo begitu tenang di situasi ini? Riselia panik, tapi ketika Leonis melihatnya, dia mengirim kedipan main-main ke arahnya.

“J-jelaskan diri kalian! Kalian adalah pengawal Yang Mulia! Mengapa kalian melakukan ini?!” desak seorang pria paruh baya yang melayani sebagai salah satu anggota dewan Assault Garden Ketujuh.

“Heh-heh. Menurutmu kami adalah bagian dari pengawal royalti, kan?” salah satu pemuda mencibir sebelum mengupas wajahnya.

“Apa?!” anggota dewan itu berseru tidak percaya.

Wajah palsu pengawal itu dibuang dan memperlihatkan rahang terbuka dari kepala serigala besar.

“M—manusia serigala?!”

“Apa...artinya ini...?” gumam Fenris Edelritz dari komite eksekutif, matanya melebar karena terkejut.

“Ini adalah kekuatan Pedang Suci—Pencuri Wajah (Face Thief).”

“Pedang Suci? Bukankah mereka yang bukan manusia seharusnya tidak bisa mewujudkannya!” teriak Fenris.

“Ada apa, kenapa kau begitu terkejut? Yah, itu benar. Dewi memberi kami berkatnya. Kekuatan Pedang Suci bukanlah hak eksklusig kalian lagi, paham?”

Dewi? Riselia meragukan telinganya.

Manusia serigala itu tertawa gembira dan mengintip ke sekeliling siswa/i akademi.

“Di sinilah aku akan memberitah kalian untuk menjatuhkan senjata kalian, tapi itu tidak benar-benar berhasil dengan kalian para Pengguna Pedang Suci, kan?” Dia kemudian menoleh ke pengawal di belakangnya. “Hei, Jakt—”

“Aku tahu...” Ksatria itu mengangguk dan kemudian mulai melepaskan wajahnya juga. Dari bawah fasad itu muncul elf tua dengan tato di seluruh kepalanya. Dengan penyamarannya dibuang, tubuhnya dengan cepat kembali seperti orang tua.

“Pedang Iblis, Aktifkan. Bom Apel (Bomb Aplle),” gumam pria tua itu, segera setelah itu buah hitam yang mengeluarkan miasma tak menyenangkan muncul di tangannya. Kemudian, elf yang keriput itu melemparkan apel itu ke dalam kelompok sandera.

“A-apa yang kau lakukan?!” tanya Fenris.

“B-Bom...miasma. Jika kau menggunakan... Pedang Suci-mu... Aku akan... meledakkan itu.”

“?!” Riselia dan yang lainnya menelan ludah dengan gugup.

“Apa yang kalian inginkan?!”

“Kami adalah anggota dari Fraksi Serigala,” manusia serigala itu menjelaskan dengan seringai.

“...Teroris yang menyokong sentimen anti-imperialis,” gumam Riselia. Dia pernah mendengar tentang Fraksi Serigala sebelumnya.

Mereka adalah faksi politik yang dibentuk di sekitar klan Shamar, sebuah kelompok yang memiliki kekuatan besar dan memiliki sentimen anti-imperialis. Mereka menganjurkan penghapusan diskriminasi demi-human dan menentang aturan manusia Kekaisaran Terintegrasi, yang menjadi ujung tombak aksi teroris yang telah merenggut nyawa lebih dari dua ratus orang di Ibukota Kekaisaran.

Aku mendengar pemimpin mereka, Bastea Colossuf, bersembunyi...

“Kami akan bernegosiasi dengan ibu kota. Kami akan menuntut pembebasan rekan kami yang dipenjara dengan imbalan Hyperion, kembalinya Putri Altiria dengan selamat, dan nyawa kalian.”

“Kekaisaran tidak akan menyerah pada tuntutan teroris!” balas Fenris.

“Heh-heh. Kurasa kita akan lihat, ya?” kata werewolf dengan senyum lebar.

...Komunikasi di luar kapal pasti dimatikan. Riselia menggigit bibirnya. Ada sesuatu yang mengganggu koneksi di Hyperion. Kemungkinan besar, biro administrasi Akademi Excalibur belum mengetahui apa yang sedang terjadi.

“...Elfiné,” bisik Riselia.

“Jangan khawatir,” Elfiné balas berbisik sambil menggenggam tangan Riselia erat-erat “Untuk saat ini, kita tunggu saja kesempatan kita.”

---

“Jadi, apa yang sebenarnya terjadi di sini?” tanya Leonis pada Regina saat dia mengikat beastmen yang tidak sadarkan diri itu dengan bayangan.

Dalam perjalanannya ke dek, sekat tiba-tiba mulai menutup di sekitar Leonis, membuatnya terjebak di antara keduanya. Karena tidak punya pilihan, dia menggunakan mantra ledakan untuk membuka jalan, di situlah dia bertemu Regina yang melawan beastman.

“Tebakanmu sama bagusnya dengan tebakanku. Ngomong-ngomong, sekat ini adalah baja sihir kelas militer. Bagaimana kau bisa menaghancurkannya?” Regina mengerutkan alisnya dengan curiga.

“Um, ya, jadi siapa beastman ini?” Leonis membuang muka seolah ingin menghindari pertanyaan itu dan mengarahkan pandangannya pada sosok tak sadarkan diri yang dia ikat.

“Kupikir dia adalah anggota yang masih hidup dari Fraksi Serigala, sekelompok teroris anti-imperialis,” kata Regina dan mengetuk terminal informasinya dengan jari. Wajahnya cocok dengan salah satu orang di daftar buronan yang ada di database. Dia menunjukkan layar itu kepada Leonis. Benar saja, gambar yang ditampilkan di perangkat tampak identik dengan beastmen tak sadarkan diri yang berbagi lorong dengan mereka.

“Bagaimana dia bisa naik ke kapal?” Leonis bertanya-tanya dengan keras. Dia dan Shary bisa melakukan perjalanan melalui koridor bayangan sihir untuk memasuki hampir semua tempat, tapi manusia serigala seharusnya tidak bisa melakukan sihir tingkat tinggi.

“Mereka mungkin menyelinap selama kebingungan setelah serangan Void. Dan juga, beastman ini menyamar sebagai salah satu pengawal Yang Mulia.”

“Dia menyamar?”

“Tidak secara khusus menyamar,” Regina menggelengkan kepalanya. “Dia pasti menggunakan semacam kekuatan khusus. Kurasa itu adalah kemampuan Pedang Suci.”

“Pedang Suci?” Leonis memiringkan kepalanya dengan penuh pertanyaan. “Bukankah Pedang Suci hanya diberikan kepada manusia?”

“Ya. Aku belum pernah mendengar ada demi-human yang menggunakan Pedang Suci sebelumnya,” kata Regina saat mengalihkan perhatiannya ke beastman yang terkulai di sudut. “Namun, manusia serigala ini tidak menyebut kekuatannya Pedang Suci... Dia menyebutnya Pedang Iblis.”

“...Pedang Iblis?” Leonis menggemakan kata-kata Regina dengan curiga.

Pedang Iblis, sebagai lawan dari Pedang Suci. Leonis bertanya-tanya apakah itu hanya kasus permainan kata sederhana atau apakah ada makna yang lebih dalam dari itu.

Dia diberi sedikit waktu untuk mempertimbangkan gagasan itu, akan tetpai, suara berderit yang luar biasa mengguncang lantai di bawah mereka.

“Apa kapalnya bergerak?” tanya Regina yang terkejut.

---

Sekelompok demi-human berdiri dengan sandera mereka, tuan putri, di anjungan utama Hyperion.

“Aku telah menutup semua sekat di kapal. Apa ini yang kau inginkan?” tanya Altiria dengan suaranya yang sedikit bergetar. Dia menggigit bibirnya dengan keras, sampai-sampai itu jadi memutih. Elemental Buatan berbentuk ular yang menakutkan melingkari lengannya. Sensasi menjijikkan karena berhubungan dengan roh asing membuat Altiria merinding.

...Tidak bisa dipercaya mereka bisa menciptakan sesuatu seperti ini.

Membuat Elemental Buatan membutuhkan teknologi rahasia yang hanya diketahui oleh keluarga royalti dan Perusahaan Phillet. Teroris seharusnya tidak memiliki roh yang cukup kuat untuk memanipulasi Hyperion.

“Heh-heh-heh, bagus sekali. Seperti ini ya kekuatan tuan putri dengan darah dari tiga keluarga royalti leluhur,” kata Sharnak si dar elf sambil menjulurkan lidah merahnya.

“...!”

Altiria memelototinya dengan kuat. Terlepas dari penampilannya, dia terbukti tidak bisa melawan wanita dark elf itu. Pisau ada di tenggorokan a, yang berarti Altiria harus melakukan semua yang mereka katakan. Jika dia tidak mematuhi perintah mereka, para teroris tanpa ampun akan membunuh sandera mereka.

“Melakukan ini tidak akan membuat kekaisaran menyerah pada permintaan kalian.”

“Yah, lihat saja nanti,” Bastea Colossuf, sang pemimpin, dengan dingin membalas sambil mencibir. “Kami memiliki dirimu dan kapal perang ini sebagai tahanan kami. Kurasa kembalinya semua orang dari kapal dengan selamat adalah kesepakatan yang cukup bagus untuk membujuk mereka melepaskan rekan-rekan kami.”

Dengan senyum garang di bibirnya, Bastea mencengkeram leher sang putri dengan tangan besarnya.

“...Nnng, aah... Guh, aaah...!” Rasa sakit menjalar ke seluruh tubuh Altiria saat cakar singa tebal milik beastmen itu menekan dagingnya.

“Yang mulia!” salah satu anggota kru menjerit.

“Aku tidak ingin apa pun selain merobek tenggorokanmu, tapi kau lebih berharga untuk hidup saat ini.” Mata Bastea yang intens penuh dengan kebencian yang mendalam terhadap kekaisaran dan keluarga royalti.

“Heh-heh-heh, kau tidak boleh melakukan itu. Dewi memiliki urusan dengan putri ini,” kata Sharnak, menegurnya dengan enteng.

“Hmph...” Bastea melepaskan sang putri, dan sosok mungilnya roboh ke lantai.

“Kah, nng...,” dia terbatuk, mencoba mengisi paru-parunya dengan udara.

Tiba-tiba, operator kapal menjadi pucat saat dia berkata, “S—sejumlah besar reaksi biologis telah dikonfirmasi di sepanjang jalur kapal...”

“Terumbu Void,” gumam Bastea. “Hindari itu dan pergi ke timur laut, menuju Pulau Carsez. Kita akan berkumpul kembali dengan rekan-rekan kita yang bersembunyi di sana untuk mengisi kembali persediaan dan tenaga kita.”

“...Dimengerti.” Operator itu mengangguk.

“Oh, itu akan menjadi masalah...,” sela Sharnak.

“Apa?” Bastea mengalihkan tatapan curiga kepadanya.

“Pertahankan arah kita dan jalankan kapal ke terumbu Void,” perintahnya.

“Apa kau tidak waras?!” teriak Bastea berteriak. “Apa kau benar-benar kehilangan otakmu, penyihir sialan?! Jika kita memasuki terumbu, Void akan menelan seluruh kapal dengan kita di dalamnya!”

“Ya, itulah rencananya.”

“A-apa... ?!”

Sharnak menjilat bilah Pedang Iblis hitam di tangannya dengan ekspresi gembira. Bayangan kegilaan yang pasti menyelimuti mata merahnya.

“...Kau. Kau adalah pendeta dari Sekte Reruntuhan,” kata Bastea.

“Apa kau menyamakanku dengan para pemuja bunuh diri itu?”

“Jangan coba-coba menyembunyikannya, dasar dark elf jelek!” Bastea Colossuf meraung saat mengaktifkan Pedang Iblisnya. Pedang yang dilingkari api merah muncul di tangannya yang besar dan kekar.

“Oh, kau benar-benar bodoh...,” Sharnak mencibir saat Pedang Iblis hitamnya tiba-tiba mengeluarkan kilatan.

Pada saat itu, api di sekitar Pedang Iblis di tangan Bastea berkobar dengan cepat dan melahpanya dengan cepat.

“Gaaah... Aaaaaaaaaaaaaaaah!”

“Mencoba membunuhku dengan Pedang Iblis yang kuberikan padamu adalah upaya yang bodoh.” Sharnak terkekeh saat dia melihat ke arah beastman yang sedang terbakar api.

“D-Dasar penyihir... terkutuk!”

“Aku tidak membutuhkanmu lagi, Bastea Colossuf. Meski begitu aku akan memanfaatkan bawahan kecilmu yang menggemaskan.”

Dalam beberapa saat, Bastea menjadi debu dilahap api yang membara dari Pedang Iblisnya sendiri. Beastmen lainnya tidak menunjukkan respon terhadap kematian mendadak pemimpin mereka. Dengan wajah tanpa emosi, seperti boneka, masing-masing terus menahan pedangnya dengan kuat pada para sandera.

“...”

Altiria tetap diam dan menatap Sharnak. Di depannya berdiri seorang wanita gila yang berani menyeringai gembira setelah membunuh rekannya sendiri. Jelas tindakan itu juga bukan untuk menyelamatkan Altiria. Dark elf itu mengeluarkan suasana yang jauh lebih mengancam daripada yang pernah dimiliki Bastea.

“Heh-heh. Sekarang, tuan Putri...” Sharnak berbalik menghadapnya saat melangkahi abu di atas lantai. “Kau mendengarkan aku, kan? Pertahankan kapal pada jalurnya saat ini.”

“...A—aku menolak,” jawab Altiria dengan mengumpulkan semua keberanian yang dia bisa.

Jika kapal memasuki terumbu Void, seluruh kapal akan hilang. Bahkan jika mereka menyandra kru dan penumpangnya, dia tidak bisa menerima permintaan seperti itu.

“Astaga, jangan jadi merepotkan.” Sharnak memiringkan kepalanya seolah diganggu oleh sesuatu yang sepele.

“Ke-kenapa kau bahkan melakukan sesuatu seperti ini...?” tanya Altiria.

“Heh-heh. Kenapa katamu, tenu saja itu untuk menciptakan lebih banyak Pedang Iblis” jawab Sharnak.

“Pedang Iblis...?”

“Benar. Untuk membuat Pedang Iblis, seseorang harus mencemari Pedang Suci. Dengan kata lain, satu-satunya pengorbanan yang cocok untuk sang dewi adalah Pengguna Pedang Suci yang telah dirusak oleh miasma ketiadaan.”

Apa yang dia katakan...? Altiria benar-benar dan murni ketakutan oleh gumaman maniak Sharnak.

Ini bukanlah seseorang yang bisa kuajak bicara...

“...Aku adalah putri kekaisaran. Bahkan jika kau mengambil hidupku, aku tidak akan pernah melakukan apa pun yang kau katakan!”

“Oh? Begitukah, sayang sekali. Tapi aku khawatir kepatuhanmu bukanlah suatu faktor.”

Sharnak melafalkan mantra esoterik, dan ular Elemental Buatan yang melingkari lengan Altiria mulai menggeliat dengan liar sebagai tanggapan. Gelombang informasi mengalir ke pikiran sang putri, memaksanya  tak sadarka diri.

“T-tidak... Tidaaaaaaak!”

“Sekarang, mari kita persembahkan korban untuk merayakan kedatangan dewi!”

Tawa gila Sharnak memenuhi ruangan.



3 Comments

Previous Post Next Post