Dokuzetsu Kuudere Bishoujo Volume 1 - Bab 4


Bab 4 - Kencan Pertama; Di bawah Pengawasan


Pagi itu, begitu Naoya melihat ke dalam loker sepatunya, ada suatu benda asing di sana.

"Apa ini... surat?"

"Apa katamu!?"

Naoya memberikan pernyataan yang tenang, namun Koyuki memekik. Itu adalah surat yang dimasukkkan ke dalam amplop putih dan ditutup dengan segel hati, surat itu tidak memiliki nama pengirim yang ditambahkan di atasnya. Di sana cuman tertulis 'Untuk Sasahara-senpai', dan bisa diba kalau itu mungkin ditulis oleh seorang gadis. Artinya, itu adalah surat cinta yang biasa kau lihat di dalamanime atau manga.

Naoya hanya mengusap dagunya, dan kemudian membuka amplop itu. Apa yang menyambutnya di surat itu adalah suatu hal yang persis seperti yang dia pikirkan.

"'Untuk Sasahara-senpai. Aku selalu menyukaimu, aku ingin mendengar jawabanmu, jadi aku akan menunggumu di atap sepulang sekolah', katanya."

"W-Wow... Kurasa hal seperti ini memang benar-benar terjadi." Koyuki mengamati surat cinta itu dengan mata terbuka lebar.

Karena itu, dia langsung memelotot ke arah Naoya.

"Hmpf. Jadi kurasa memang ada orang yang cukup baik untuk mau menyukai orang aneh sepertimu. Terus, apa yang akan kau lakukan? Menemuinya?"

"Ya, lagian dia memanggilku."

"...Begitukah." Koyuki membalikkan punggungnya ke arahnya.

Dia mengarahkan pandangannya ke arah kakinya, dan merajuk bahkan tanpa berusaha menyembunyikan kekesalannya.

"Meskipun kau mengatakan betapa dirimu menyukaiku, kau jadi langsung berubah hati. Hmph. Begitu ya. Kupikir kau ini orang yang baik, tapi sepertinya aku salah. Yah, itu tidak seperti aku peduli atau apa? Itu tidak ada hubungannya denganku. H-Hanya... berbahagialah dengannya... lalu..." Suaranya mulai bergetar.

Karena wajahnya dia arahkan ke bawah, itu membuat ekspresinya tersembunyi. Meski begitu, hanya masalah waktu sampai air mata mulai membasahi wajahnya. Itu sebabnya, Naoya menjadi panik.

"Hei, apa kau bisa untuk tidak melanjutkan ceritanya!? Memang kukatakan kalau aku akan pergi menemuinya, tapi aku jelas akan menolaknya, oke!?"

"Hmpf, begitu ya. Kenapa kau tidak menolak... Tunggu, kau akan menolaknya!? Kenapa!?"

"Kau serius menanyakan itu padaku..." Naoya mengangkat bahunya.

Di saat yang sama, mata Koyuki terbuka lebar, menunggu kata-kata Naoya selanjutnya. Rupanya, Koyuki tidak memperkirakan tanggapan itu. Naoya meletakkan satu tangan di bahunya, dan dengan tenang menjelaskan.

"Yang kusukai adalah dirimu, Shirogane-san. Aku tidak akan mengejar gadis lain, jadi tolong jangan katakan hal seperti itu."

"T-Tapi... dia mungkin imut loh. Tidak sepertiku, dia mungkin gadis yang jujur ​​dan menyenangkan... Apa kau yakin tidak akan jatuh cinta padanya...?"

"Eh, kau sendiri saja merupakan gadis yang jujur ​​dan menyenangkan. Selain itu, meskipun dia itu lebih imut darimu, aku bahkan tidak akan berpikir untuk berpacaran dengannya."

"...Kenapa?"

"Jantungku tidak mau menerimanya. Hari demi-demi hari, jantungku telah berdegup kencang ketika bersamamu."

"... Hmpf, cuman kata-kata doang tidak akan berarti banyak." Koyuki mengusap rambutnya yang mengilap.

Setelah itu, dia menunjuk ke arah Naoya.

"Meski begitu, aku menghargainya! Satu-satunya gadis yang benar-benar mengerti dirimu adalah aku. Aku tidak akan mengizinkanmu untuk menaruh mata pada gadis lain."

"Tentu saja, aku tidak akan pernah mengkhianatimu." Naoya mengangguk dengan tegas.

Pipi Koyuki menjadi agak merah, menunjukkan bahwa dia mempercayai kata-kata Naoya. Melihat ini, Naoya menghela nafas lega.

Kurasa ini yang mereka sebut 'keimutan cemburu'. Aku suka ini...

Dalam ketidaksenangannya, dia menunjukkan perasaannya. Karena Naoya mengerti ini, dia hampir tidak bisa menahan diri untuk tidak menyeringai. Meskipun ada banyak orang menatap mereka dengan tatapan meragukan, Naoya tidak merasa terganggu dengan ini.

"Mereka pasti melakukannya, pagi ini..."

"Lebih baik berpaling saja, kau akan jadi kayak orang tolol."

Di tengah-tengah ini adalah Tatsumi dan Nui, memperhatikan kedua orang yang dalam suasana canggung. Benar-benar tidak akan lama sampai pasangan mesra lainnya akan lahir. Namun sekarang, Naoya terlalu fokus pada surat itu, saat itulah Koyuki kemudian memanggilnya.

"Menolaknya memang bagus, tapi pastikan kau memilih kata-katamu dengan benar. Kau sama sekali tidak memiliki kehalusan apa pun. Karena dia memanggilmu 'Sasahara-senpai', dia mungkin anak kelas satu, jadi jangan sakiti dia."

"Hm... Jika dia benar-benar mengungkapkan perasaannya padaku, maka aku akan berhati-hati." Naoya menghela nafas, dan menatap surat itu.

Mau dilihat dari manapun, itu tampak seperti surat cinta biasa. Namun, Naoya merasakan ada sesuatu yang aneh.

"Kupikir ini bukan surat cinta..."

"Hah? Jika itu bukan surat cinta, terus apa?" Koyuki bingung, tapi Naoya hanya mendengs tawa.

Untuk sekarang, dia hanya harus fokus pada sesi kelas, dan menunggu semua sesi kelas berakhir.

Akademi Ootsuki adalah sekolah yang cukup santai. Ada banyak klub dan pertemuan, dan setiap orang dapat menggunakan ruang kelas khusus di waktu senggang mereka. Itulah mengapa kau dapat mendengar hiruk-pikuk siswa/i di seluruh gedung meskipun seluruh sesi kelas telah berakhir. Sama seperti yang bisa kau lihat di seluruh kota, atap adalah tempat yang populer. Anehnya, ketika Naoya membuka pintu, dia hanya bisa melihat seorang murid.

"Um, kau kah yang menulis surat itu untukku?"

"Ah... y-ya. Itu benar."

Gadis itu menyadari kedatangan Naoya, dan sedikit menundukkan kepalanya. Perawakannya sih cukup kecil. Dia mengenakan hoodie di seragamnya, dan memakai tudung. Akibatnya, Naoya tidak bisa melihat wajahnya. Menilai dari suara dan perawakannya, Naoya tidak mengenalnya. Mereka mungkin pernah berpapasan di lorong, tapi ini harusnya menjadi pertemuan pertama mereka yang sesungguhnya.

"U-Um... Terima kasih banyak sudah datang ke sini. Aku punya sesuatu yang ingin kukatakan kepadamu, Sasahara-senpai..." Gadis itu menyatukan kedua tangannya, merangkai kata-katanya.

Dia terlihat seperti akan hancur karena tekanan. Dan di kenyataan, kebanyakan anak laki-laki akan dibuat tercuri hatinya akan hal itu. Namun bisa dikatakan Naoya itu berbeda, dia hanya menunggu kata-kata selanjutnya dari gadis itu. Akhirnya, gadis itu sepertinya telah mempersiapkan diri, dan mulai membuka mulutnya. Apa yang terlontar dari mulutnya persis seperti pengungkapan perasaan yang bisa kau bayangkan.

"Aku menyukaimu, aku telah jatuh cinta padamu pada pandangan pertama! Tolong... maukah kau berpacaran denganku...?!"

"Begitu ya. Terima kasih." Naoya berterima kasih kepada gadis itu atas perasaannya, tapi segera setelah itu dia langsung menggelengkan kepalanya. "Namun, aku minta maaf. Aku punya seseorang yang kusukai, jadi aku tidak bisa berpacaran denganmu."

"T-Tidak mungkin...! Orang macam apa dia? Akan kulakukan yang terbaik agar menjadi seseorang yang lebih baik dari dirinya!"

"Tidak, daripada itu ada masalah lain yang harus kita tangani dulu." Naoya dengan tenang menyela gadis itu, yang mulai menjadi panik.

Menolak seorang gadis dengan perasaan yang positif untukmu bisa sangat menyakitimu. Ini telah terjadi berkali-kali, dan Naoya telah mempersiapkan diri secara mental. Namun, rasa sakit karena ditolak tidak dapat ditemukan dalam suara gadis itu.

"Kau tidak benar-benar menyukaiku, kan?"

"Eh...?"

"Malahan, kupikir kau 'membenci'-ku."

"......"

Siswi itu mengaitkan jarinya di depan dadanya, tetap berdiam diri. Karena tidak satu pun dari mereka yang mengucapkan sepatah kata, suara keras dan sorakan klub di lapangan olahraga dapat terdengar. Pada saat yang sama, angin dingin berhembus, dan saat gadis itu menggelar kepalanya.

"Bagaimana kau bisa tahu?"

Itu adalah suara yang sangat dingin, sangat berbeda dari suara 'gadis jatuh cinta' yang dia gunakan sebelumnya. Meski begitu, Naoya tetap tenang, dan berbicara dengan percaya diri.

"Yah, aku merasa ada sesuatu yang aneh ketika melihat tulisan tangan surat itu."

Bahkan tulisan tangan pun dapat menceritakan banyak hal tentang seseorang. Terutama, dengan motif seperti apa mereka menulisnya. Adapun Naoya, dia merasakan permusuhan yang jelas dari surat itu.

"Kemudian, bertemu denganmu seperti ini, membuatku jadi yakin. Kau sama sekali tidak menyukaiku, kau hanya ingin mengujiku."

"Kau benar." Gadis itu mengangguk, terdengar benar-benar tidak peduli.

Dia mengangkat dagunya, dan menatap Naoya dari balik tudungnya.

"Itu benar seperti yang kau katakan. Aku terkejut bahwa kau bahkan tidak goyah karena surat cinta. Untuk saat ini, aku akan memberimu izinku."

"Haaah... Yah, ada satu hal lagi yang ingin kupastikan."

"Apa itu?"

"Mungkinkah, kau dan Shirogane-san..."

"Sakuya?!"

Di sana, pintu yang menuju ke atap terbuka. Dan yang muncul dari situ adalah Koyuki. Matanya terbuka lebar ketika dia menatap siswi itu. Naoya tersenyum masam padanya.

"Ah, aku merasa ragu kalau kau tidak akan datang untuk memeriksa kami. Tadi sudah kubilang kalau aku akan menolaknya, kan?"

"Haaah?! Aku ke sini hanya untuk memastikan kau tidak membuat gadis itu menangis! L-Lebih penting lagi..." Suara Koyuki bergetar saat dia menunjuk pada siswi itu. "Sakuya, apa kau orang yang mengiriminya surat cinta!?"

"Ya."

Gadis itu melepas tudungnya. Apa yang muncul dari itu adalah wajah yang hampir identik dengan Koyuki. Rambut peraknya mencapai bahu, dan dia memakai kacamata. Hanya matanya saja yang memancarkan tatapan dingin, tapi tidak ada emosi lain yang terlihat di wajahnya.

“Oho?” Naoya meninggikan suaranya. "Jadi kau benar-benar adik perempuan Shirogane-san? Kau sama cantiknya seperti kakakmu."

“Ya, aku sering mendengar itu.” Siswi itu—Sakuya menjawab dengan acuh tak acuh.

Ekspresinya sama sekali tidak gentar, dan bahkan suaranya tidak menunjukkan intonasi. Naoya tahu bahwa Koyuki punya seorang adik, dan mereka sebenarnya cukup mirip. Itu sebabnya dia sama sekali tidak terkejut dengan penampilan gadis itu. Hanya saja, hal yang sama tidak bisa dikatakan tentang Koyuki di sebelahnya.

"Senang bertemu denganmu, Sasahara-senpai." Sakuya menunduk sopan padanya. "Namaku Shirogane Sakuya, adik perempuan Shirogane Koyuki. Tolong perlakukan aku dengan baik."

"Ya, uh, begitu juga denganku. Lalu melanjutkan topik kita yang sebelumnya..."

Sakuya mengatakan tentang izin untuk Naoya, yang dimana itu tidak bisa dia abaikan. Dia ingin menemukan kebenaran di balik kata-kata ini, tapi sebelum itu...

"A-Aku tidak akan pernah mengizinkan ini, oke!?"

"Woah!?"

Koyuki tiba-tiba mengangkat suara bernada tinggi, menempel di lengan kanan Naoya. Dia menggunakan sedikit tenaga saat melakukannya, membuat Naoya dapat merasakan dadanya yang lembut dan langsung merasa panik. Sepenuhnya mengabaikan Naoya yang kebingungan, Koyuki memanggil Sakuya dengan suara bergetar.

"Menyerah saja pada Sasahara-kun, Sakuya. Dia sama sekali tidak memiliki kelembutan, tidak ada yang baik tentang dirinya, dan kau hanya akan menderita jika jatuh cinta padanya. Sebaiknya kau memikirkan kembali hal ini."

"Peringatan macam apa itu ..."

Tentu saja, karena Koyuki datang agak telat, dia bahkan tidak mendengar keseluruhan cerita. Mungkin itu yang membuat dia panik sekarang, takut kalau Naoya akan direnggut darinya... yang menyakitkan adalah dia benar-benar serius. Itu pasti setengah cemburu, dan setengah khawatir untuk adik perempuannya.

Naoya lebih suka jika 70%-nya adalah cemburu. Tapi, Sakuya menggelengkan kepalanya.

"Jangan khawatir, aku tidak punya perasaan apapun untuk Sasahara-senpai. Aku bahkan tidak tahu orang macam apa dia."

"Hah...? Terus kenapa kau menulis surat cinta itu?"

"Itu sederhana." Sakuya menatap langsung ke arah Naoya.

Sama seperti sebelumnya, dia tidak memiliki ekspresi. Mata yang memelototinya tampak tak berdasar seperti lautan. Di saat yang sama, Naoya merasa seperti jarum ditusuk ke tubuhnya.

"Aku hanya ingin melihat seperti apa orang yang Onee-chan sukai. Maaf telah menipumu seperti itu."

"Tidak apa-apa. Lagian aku tahu maksud dari surat itu."

"A-Apa... jadi seperti itu ya... Tunggu sebentar!" Koyuki menghela nafas lega sesaat, hanya untuk segera membersihkan tenggorokannya.

Dia melepaskan tangan kanan Naoya, menyisir rambutnya dengan jari, dan mendengus arogan.

"Sepertinya kau salah paham tentang ini, Sakuya. Sasahara-kun hanyalah seorang teman. Aku tidak menyukainya atau semacamnya."

"Eh, tapi kau kan selalu membicarakan Sasahara-senpai padaku dan Sunagimo. Meski begitu, kau tidak menyukainya?"

"Sunagimo adalah hewan peliharaan keluarga kalian, kan? Si kucing putih itu?"

"Itu benar. Onee-chan akan menggendongnya setiap hari, mengatakan 'Dia memuji rambutku' atau 'Wajahnya sangat keren' dan semua pujian ini dan itu tentangmu, sejujurnya itu terlalu berlebihan."

"Aku tidak melakukan itu! Dan Sunagimo selalu dengan senang hati mendengarkanku!" Koyuki berteriak dengan wajah merah padam.

Jadi sepertinya dia sedang membual pada kucingnya, ya. Tetap saja, hari ini dia bahkan tidak berusaha menyembunyikan itu. Naoya sangat tertarik dengan hal-hal lain yang Koyuki katakan tentang dirinya, tapi untuk sekarang, dia lebih fokus pada Sakuya.

"Kau ingin melihat orang seperti apa aku ini, kan. Terus, bagaimana menurutmu, Sakuya-chan?"

“Sejauh ini, aku puas.” kata Sakuya dengan nada kalkulatif. "Bahkan setelah membuat flag romantis dengan juniormu, kau memprioritaskan heroine utama. Kau lebih baik dari kebanyakan protagonis romcom. Itu adalah sesuatu yang kuevaluasi tinggi."

"Aku senang kau mengatakan itu, tapi kenapa ini kok terdengar seperti komentar terhadap manga baru..."

Tatapan Sakuya tetap tajam saat dia melanjutkan.

"Jadi, Sasahara-senpai, bagaimana perasaanmu terhadap Onee-chan?"

"Eh? Bagaimana...? Maksudku, dia imut, dan melihatnya itu menyenangkan... kurasa?"

"Akumengerti. Onee-chan sangat imut. Aku setuju denganmu."

"Eh, b-benarkah? Hmmm... kalian berdua memiliki penilaian yang bagus, begitu ya." Koyuki menunjukkan senyum percaya diri.

Sakuya menggelengkan kepalanya.

"Tapi, karena kau mengerti betapa imutnya Onee-chan, kau juga pasti mengerti... betapa gampangannya dirinya itu."

"Ya, aku mengerti itu..."

"Apa!?" Koyuki membalas, memperlihatkan taringnya pada Naoya.

"Ah maaf. Kurasa mungkin mengatakan gampangan terlalu berlebihan. Yang kumaksud, kau ini agak polos, Shirogane-san. Kau cenderung menerima semua yang orang katakan sebagai kebenaran yang tak terelakkan. Tidaklah aneh bagimu untuk dibawa pergi oleh orang aneh."

"B-Benarkah? Yah, jika kau mengatakan itu... maka kurasa aku bisa memaafkanmu."

"Inilah apa yang kami maksud, Onee-chan." Sakuya memberi Koyuki tatapan kecewa.

Dia menghela nafas, dan mengarahkan tatapan yang sama pada Naoya.

"Aku selalu mengkhawatirkan dia. Dia dikenal sebagai karakter kuudere berlidah racun, tapi... begitu mereka menyadari betapa gampangannya dia, semua pria berbahaya akan datang menyerangnya."

"Kau benar-benar memiliki adik perempuan yang terhormat dan dapat diandalkan..."

Pada dasarnya, Sakuya telah melihat Naoya sebagai salah satu 'pria berbahaya' ini.

"Baik kau dan Sasahara-kun melihatku seperti itu?" Koyuki bergumam dengan cemas, tapi tak satu pun dari mereka yang mau repot-repot menanggapi.

"Katamu kau akan memberiku izin... Tapi, kau masih belum sepenuhnya percaya padaku, kan?"

"Benar." Sakuya mengangguk.

Tatapannya tenang, tapi memiliki tekad yang kuat di belakangnya.

"Onee-chan menyukaimu. Tapi, aku tidak peduli tentang itu. Jika kau bermain-main dengannya, hanya memendam perasaan setengah matang terhadapnya... maka aku tidak akan memaafkanmu. Aku akan melakukan yang terbaik untuk menyingkirkanmu."

"Apa, Sakuya...! Kau ini bicara apa...!" Koyuki dibuat panik.

Namun, Sakuya tidak goyah sedikitpun.

Dia sangat menyayangi Shirogane-san, ya...

Perasaan ini bukanlah sesuatu yang lemah. Sejak mereka baru bertemu sebulan yang lalu, Naoya bahkan merasa terhuyung-huyung menghadapi ini. Namun, dia tidak bisa mundur.

"Aku mengerti maksudmu, Sakuya-chan. Itu sebabnya, izinkan aku mengatakan bagianku."

"Apa itu?"

"Aku... menyukai Shirogane-san!"

"Eeeek...!?" Koyuki menelan napasnya, sementara mata Sakuya terbuka lebar.

Karakter mereka mungkin berbeda, tapi mereka masih agak mirip satu sama lain. Naoya bisa mengerti kenapa mereka bersaudara.

"Aku menyukai semua hal tentang Shirogane-san. Bagaimana dia tidak bisa menjadi jujur, bagaimana dia jadi kewalahan karena itu, dan terutama bagaimana dia yang terkadang agak canggung." Dengan kata-katanya, Naoya sekali lagi menyadari perasaannya pada Koyuki.

Dia baru tahu akan perasaan ini belum lama ini, tapi dia bisa mengatakan ini dengan penuh percaya diri.

"Itu sebabnya, meski kau mencoba untuk memisahkan kami, Sakuya-chan, aku tidak akan menyerah pada Shirogane-san."

"Hmmm, benarkah...?" Sakuya menunjukkan respon acuh tak acuh.

Ekspresinya tidak berubah, tapi matanya tetap tajam seperti biasanya. Setelah memikirkannya sebentar, gadis itu angkat bicara.

"Jika kau sebegitu percaya diri, maka aku akan memberimu kesempatan."

"Kesempatan?"

"Benar. Tunjukkanlah tekadmu." Sakuya mengarahkan jari telunjuknya ke arah Naoya, seolah menyatakan perang habis-habisan. "Pergilah kencan dengan Onee-chan. Jika kau dapat menunjukkan padaku bahwa kau adalah pasangan yang baik, maka aku akan menyerah."

"K-Kencan!?"

Tentu saja, orang yang meneriakkan kata-kata ini tidak lain adalah Koyuki sendiri.

---

Dengan begitu, hari Minggu berikutnya. Di bawah langit biru yang cerah, Naoya sedang menunggu di pusat perbelanjaan, saat itu—

"Aku disini."

"Wahh!?"

Sebuah suara tiba-tiba menggelitik punggung Naoya, membuatnya sedikit tersentak. Saat dia berbalik sambil mencoba menenangkan detak jantungnya, dia menemukan Sakuya berdiri di sana.

"Bikin kaget aja... Apa kau bisa untuk tidak menyelinap ke arahku seperti itu, Sakuya-chan?"

"Maafkan aku. Ini sudah menjadi kebiasaan untuk meredamkan langkah kakiku."

"Memamngya kau ini semacam pembunuh apa? ...Selain itu, mengapa kau mengenakan seragammu?"

“Bagaimanapun juga, aku adalah wasit di sini.” Sakuya mengatakannya seolah itu adalah hal paling jelas di dunia sambil membusungkan dadanya.

Dia mengenakan seragam sekolah + kombinasi tudung yang sama dengan yang dia kenakan di sekolah. Kacamata di matanya berbinar, menatap Naoya seolah-olah sedang menganalisanya.

"Pakaian yang pantas. Datang lebih awal untuk kencan. Untuk sekarang, kau lulus."

"Aku merasa terhormat mendengarnya. Jadi, di mana bintang kita hari ini?"

"Onee-chan membeku di saat-saat terakhir, ragu-ragu."

"Ah, sudah kuduga." Naoya melihat sekeliling.

Karena hari ini adalah hari libur, pusat perbelanjaan ramai dengan orang-orang. Apalagi pusat perbelanjaan ini menawarkan banyak tempat kencan yang populer, seperti bioskop, atau game center. Saat Naoya berjalan menyusuri kerumunan, dia melihat bayangan berjongkok di belakang bangku. Dia berjalan ke sana dengan langkah yang ringan. Seperti yang diduga, itu adalah Koyuki, yang berjongkok dengan tubuh gemetar.

"Tidak mungkin, tidak mungkin...! K-Kencan seperti ini, aku tidak bisa...! Aku belum mempersiapkan diriku secara mental—"

“Selamat pagi, Shirogane-san.”

"Eeeeek!?"

Ketika Naoya memanggil Koyuki, bahunya tersentak, dan dia bena-benar langsung berhenti bergerak. Namun itu tidak berlangsung lama, saat dia berdiri dengan senyum dingin.

"W-Wah, Sasahara-kun, jadi kau sudah di sini. Waku untuk kita ketemuan masih loh... Apa kau sangat menantikan kencan kita? Fufu, kau ini seperti anak anjing yang menunggu majikannya."

"Ya, aku sangat bahagia, guk."

"Ugh...! J-Jangan katakan itu dengan wajah lurus!"

Pada akhirnya, wajah Koyuki menjadi merah padam, dan dia mulai gemetar. Naoya mengamati Koyuki dengan cermat, dan mengusap dagunya.

"Harus kukatakan... kesanmu berubah sedikit dengan pakaian pribadimu, Shirogane-san."

"Eh... b-benarkah...?" Matanya berbinar karena cemas, gelisah.

Dia mengenakan pakaian pribadi yang rapi, terbuat dari blus putih dan rok biru yang mencapai lutut. Itu sederhana, tapi sangat cocok untuk gadis seperti dirinya. Dia juga memakai pita di rambutnya, bersama dengan anting-anting kecil di telinganya. Ini adalah pertama kalinya Naoya melihatnya dengan pakaian seperti itu, dan dia tahu bahwa Koyuki berusaha keras untuk itu.

"Ini terlihat cocok untukmu. Itulah yang kupikirkan, Shirogane-san."

"Huuuuh? Tentu saja itu cocok. Apa kau ini tidak pernah berkencan dengan seorang gadis? Kurasa kau sama sekali tidak populer." Koyuki memuntahkan racun dengan cemberut.

Dia memainkan rambutnya, seolah menyembunyikan rasa malunya. Ruapanya dia senang dipuji seperti ini. Sungguh, betapa sederhana dan imutnya dirinya.

"Ya, kau benar-benar terlihat imut. Kau terasa lebih dewasa dari biasanya, dan itu terasa segar melihatmu seperti ini."

"Eh... B-Bukankah itu terlalu berlebihan...?"

"Tentu saja tidak. Kau sudah seperti model. Bisa menghabiskan hari dengan gadis secantik dirimu, aku merasa terhormat. Aku akan memastikan kau menikmati dirimu hari ini, Shirogane-san, jadi serahkkan saja padaku."

"Ugh... Uuuuu...!" Koyuki gemetar berlebihan.

Namun, Koyuki segera mencoba kabur, jadi Naoya terpaksa meraih tangannya.

"Hei, kau mau lari kemana?"

"Aku mau pulang! Aku tidak bisa menerima ini!"

"Apa? Kencan kita bahkan belum dimulai."

"Itu tidak harus dimulai! Tubuhku tidak akan bisa bertahan lebih dari ini!" Koyuki memelototi Naoya dengan mata berkaca-kaca, berteriak dengan suara kesakitan. "Kenapa kita bahkan harus pergi kencan seperti ini!?"

"Agar aku bisa menentukan penilaianku." Sakuya tidak bisa lebih tenang dibandingkan dengan kakak perempuannya. "Aku ingin melihat apakah kau dan Sasahara-senpai cocok atau tidak. Untuk itu, aku butuh event yang cocok untuk kekasih."

"Nah, akan lebih baik jika keluargamu menerimaku, kan? Itu sebabnya kita harus pergi kencan."

"Sebelum membawa-bawa keluargaku dan sebagainya, aku tidak menerima keluarga ini, tahu!?" Koyuki berteriak sekuat tenaga, dan kemudian menjatuhkan bahunya karena kekalahan.

"Mengapa aku harus melalui ini..."

"Karena kau berbicara tentang 'pergi kencan', Onee-chan."

"Benar. Yah, baik aku dan Sakuya-chan secara praktis bekerja sama melawanmu."

"Itu tidak adil! Aku tidak memiliki kesempatan apapun dalam hal ini!"

Pada awalnya Koyuki sepenuhnya menentang ide ini, tapi melalui bujukan terampil(?) dari Naoya dan Sakuya, dia akhirnya setuju untuk pergi kencan. Ternyata, dia sangat mudah untuk dimenangkan.

"Aku khawatir Onee-chan akan terjebak dalam kepercayaan agama yang aneh atau skema penjualan piramida. Kau harus lebih berhati-hati."

"Jangan khawatir, Sakuya-chan. Aku akan memastikan dia aman."

“Aku masih belum menerimamu, tapi aku menghargainya.”

"Bisakah kalian berhenti mengabaikanku!?" Koyuki cemberut.

Kau benar-benar tidak bisa tahu siapa yang kakak perempuan di sini.

Sakuya-chan terasa lebih seperti wali daripada saudari...

Naoya tidak bisa menahan senyum.

"Hmpf, terserahlah. Aku sudah berjanji, jadi aku akan bergabung denganmu untuk kencan ini. Namun..." Dia mengarahkan jari telunjuknya pada Naoya. "Begitu aku menganggap ini membosankan, aku akan langsung pulang. Maka dari itu, sebaiknya kau bekerja keras untuk menghiburku."

"Jadi maksudmu 'Karena ini adalah pertamakalinya aku berkencan dengan seorang laki-laki, aku tidak tahu harus berbuat apa, tapi... Aku bisa menyerahkan itu padamu, Sasahara-kun. Aku menantikannya!', begitu kan?"

"Aku tidak pernah bilang begitu! Bisakah kau tidak memutarbalikkan kata-kataku!"

"Terjemahan yang sempurna. Aku akan memberikan cap persetujuanku, Senpai." Sakuya memberimnya tepuk tangan singkat.

"Ahaha, terima kasih, Sakuya-chan. Yah, aku sudah punya rencana, jadi bolehkah aku memintamu ikut denganku, Shirogane-san?"

"Mm... O-oke." Koyuki sedikit ragu-ragu, tapi akhirnya dia berdiri di samping Naoya.

Mulutnya mungkin mengatakan satu hal, tapi langkahnya terasa ringan dan menyenangkan. Mengikuti mereka adalah Sakuya—dan dengan demikian, kencan aneh pun dimulai.

Pertama, ketiganya menuju ke lantai 3 pusat perbelanjaan. Melihat berbagai poster yang tergantung di dinding, Koyuki memiringkan kepalanya.

"...Bioskop?"

"Ya. Aku sering memikirkannya, tapi kupikir ini akan menjadi yang nomor satu."

Menonton film mungkin merupakan salah satu hal paling mirip template yang dapat kau lakukan saat kencan, dan sama sekali tidak menarik bagi banyak orang. Namun, karena ini adalah kencan pertama mereka, itu sempurna.

"Kita tidak pernah mengalami event seperti ini, kan? Itu sebabnya kupikir ini tidak akan menjemukkan."

"H-Hmm, begitu ya. Aku tidak suka... cara berpikir yang mengagumkan itu." Koyuki berbicara dengan pipi merona.

Dia rupanya sangat menyukai ide menonton film ini. Namun pada saat yang sama, Sakuya mengarahkan tatapan tajam ke arah Naoya.

"Kau membawa Onee-chan ke ruangan yang gelap? Apa yang kau rencanakan? Beberapa pengembangan seperti di majalah porno?"

"Tak satu pun dari itu. Kami hanya akan menonton film."

"Majalah porno...?" Mata Koyuki berbinar dalam kebingungan.

Naoya merasa senang karena dia tidak tahu apa yang dikatakan Sakuya.

"Yah, orang aneh tidak akan pergi menonton film bersamanya. Jadi, film apa yang kau putuskan?"

"Aku menemukan satu yang sangat menarik bagi Shirogane-san."

"Film yang kusukai..." Koyuki melihat ke poster.

Tatapannya terfokus pada satu poster. Dia menunjuk ke poster dengan pria dan wanita yang menempel satu sama lain.

"Pasti kisah cinta yang murni itu, kan!"

"Tidak juga. Aku mencarinya secara online, dan meskipun mungkin tampak aman, sebenarnya ini adalah film yang memerciki adegan 18+. Mereka mulai saling membunuh di tengah jalan." [Catatan Penerjemah: Gua tau kok apa yang lu pikirkan ketika membaca kalimat kedua.]

"P-Penipuan macam apa ini... Eh, terus apa? Film luar negeri dengan pasangan berpelukan di pantai?"

"Tidak. Itu adalah film hiu rank-Z, dengan banyak keluhan online, dan orang-orang meminta uang mereka kembali karena animasinya sangat buruk."

"Di sini tidak ada film yang bagus apa..." Koyuki menyipitkan matanya merasa tidak percaya.

Dia melihat sekeliling, dan berteriak pada poster lain.

"B-Bukan yang itu kan? Yang ada hantunya itu...!?"

"Tentu saja bukan. Aku tidak mau kau pulang dengan trauma setelah kencan pertama kita."

"L-Lagian itu hanya film palsu. Aku ini sudah lulus dari masa takut sama hantu." Koyuki dengan paksa mengalihkan pandangannya dari poster dengan wanita berlumuran darah di atasnya.

Itu saja menunjukkan bahwa ini tidak cocok untuk menjadi kandidat ditonton.

"Terus, apa yang kau pikirkan?"

"Aku akan langsung membeli tiketnya. Sakuya-chan, kau mau ikut dengan kami?"

"Tentu saja. Aku perlu melihat film apa yang kau pilih." Sakuya mengangguk dengan ekspresi lugas yang biasanya, tapi dia terlihat sedikit tertarik.

Seperti ini, ketiganya menuju ke loket tiket. Naoya menghadap wanita yang lebih tua, dan menyuarakan judul film yang ingin ditonton.

"Tololn tiga tiket murid SMA untuk 'Nyanjirou’s Exciting Adventure ~ Meeting the mother thirty thousand light years later ~’."

"Dimengerti!"

"Film anime yang ditujukan untuk anak-anak!?" Koyuki meneriakkan protes, tapi wanita yang lebih tua itu segera menyiapkan tiketnya.

Naoya menyerahkan tiket itu kepada kepada dua saudari. Koyuki mengamati tiket itu dari dekat, dan kemudian membuka mulutnya.

"Hei, Sasahara-kun... Ini kencan, kan?"

"Eh, kau menanyakan itu padaku sekarang? Tentu saja ini kencan."

"Kalau begitu, pilihan ini harusnya akan memberimu beberapa poin negatif! Kita adalah murid SMA, kan?! Bagaimana bisa kita menonton film anime yang ditujukan untuk anak-anak selama kencan pertama kita!? Lihatlah kucing tolol ini!"

"Itu adalah si protagonis Nyanjirou, ada apa dengannya?"

Koyuki mendorong gantungan kunci yang baru saja dia terima tepat ke Naoya. Si protagonis film, Nyanjirou, adalah seekor kucing calico jantan dengan mata yang mencemooh. Sulit untuk mengatakan apakah dia memiliki perawakan wajah yang menyenangkan, atau tidak. Koyuki tampak sangat tidak senang dengan ini, dan memelototi gantungan kuncinya.

"Aku tidak percaya ini... Ini kan seharusnya kencan... Sakuya, kau juga setuju denganku, kan... Sakuya?"

"Begitu ya." Sakuya mengamati gantungan kunci itu.

Akhirnya, dia membuka matanya, dan mengacungkan jempol pada Naoya.

"Pilihan yang bagus. Itu pasti nilai kelulusan."

"Oh, aku tahu kau akan mengertiku!"

"Mengapa!?" Koyuki berteriak karena dia tidak punya sekutu.

Naoya melihat ini, dan memberinya senyuman.

"Film ini mungkin ditujukan untuk anak-anak, tapi orang dewasa juga banyak yang menikmatinya. Popularitas karakter adalah sesuatu yang lain."

"Benarkah...?"

"Benar. Dan, kau suka menyukai kucing kan, Shirogane-san. Kupikir ini mungkin sempurna, tapi... apa aku salah?"

"Maksudku, kami memelihara kucing, jadi kurasa aku menyukainya..." Dia melihat ke gantungan kunci, dan menghela nafas. "Jadi kau memilih ini untukku..." gumamnya.

Akhirnya, dia dengan erat memeluk gantungan kunci itu dengan kedua tangannya, menunjukkan cibiran.

"Yah, jika itu masalahnya, maka kurasa aku bisa memaafkanmu."

"Senang mendengarnya. Kalau begitu aku akan mengambil minuman."

"Aku menantikannya. Kudengar semua orang menangis di akhir film, jadi lebih baik kau menyiapkan tisu, Onee-chan."

"Hah? Mana mungkin aku akan menangis menonton anime anak-anak seperti itu." Kata Koyuki saat berjalan ke depan dengan percaya diri.

Naoya dan Sakuya memperhatikannya berjalan pergi, dan saling bertukar pandang. Sekitar 90 menit kemudian, ketiganya keluar dari bioskop, berbaur dengan orang lain yang telah menonton film tersebut.

"Uuuuu...! Nyanjirou... Nyanjirou... Aku sangat senang kau bertemu dengan ibumu... Nyanjirou...!" Koyuki menangis.

Dia memeluk erat pamflet yang dibelinya, melihat gantungan kunci yang dia dapatkan. Sakuya menatap kakak perempuannya, dan mengangguk.

"Lihat seberapa cepat opinimu berubah?"

“Ini, ambil sapu tangan.”

"Waaah... T-Terima kasih..." Koyuki menyeka air matanya dengan sapu tangan yang dia terima dari Naoya.

Saputangan itu langsung basah kuyup.

"Ayo, kau akan mengalami dehidrasi jika seperti ini. Minumlah sesuatu."

"Ya terima kasih..."

Naoya menawarkan sisa jusnya, dan Koyuki meneguk semuanya. Karena dia kelelahan seperti itu, Naoya berpikir lebih baik menunggu sebentar.

"Film itu sebagus yang kudengar... Tidak, bahkan lebih bagus."

"Aku setuju denganmu. Bagian di mana Wanemon bertingkah seperti dia mengkhianati Nyanjirou dan memberinya pelarian terakhir dari pesawat luar angkasa benar-benar menghangatkan hatiku." Sakuya memberikan kesan tersendiri.

Ekspresinya kaku seperti biasanya, tapi setidaknya dia memiliki beberapa warna di wajahnya.

"Aku sangat merekomendasikan anime fantasi musim dingin ini, heroine-nya sangat imut."

"Ah, aku belum menonton yang itu. Kudengar itu bagus."

"Kau benar-benar ketinggalan. Aku tidak keberatan meminjamkan sumber bahan kepadamu, jadi tuliskan aku laporan dengan apa yang kau sukai."

"Bukankah kau ini penggemar yang begitu bersemangat..."

Menyaksikan gadis yang biasanya tanpa ekspresi tiba-tiba menjadi tegas seperti ini cukup menyenangkan. Mereka terus berbicara sebentar, saat itu Naoya merasakan sesuatu menarik lengannya.

"Hm...?"

"Hmpf..." Koyuki cemberut saat dia menatap Naoya.

Namun itu hanya berlangsung sedetik, saat dia mengalihkan pandangannya, dan bergumam...

"S-Sekarang kau sedang kencan denganku... berbicara dengan gadis lain, bersenang-senang seperti itu... kau tidak akan lulus jika seperti ini."

"......"

"......"

"Eh ke-kenapa kalian berdua diam saja? Katakanlah sesuatu?"

Naoya dan Sakuya sama-sama kehilangan kata-kata. Mereka saling memandang, dan mengangguk dalam-dalam.

"Heroine di anime memang tidak terlalu buruk, tapi... Aku lebih suka yang 3D." Kata Naoya.

"Sepakat. Malahan, yang satu ini jauh lebih menarik."

"Ayolah! Berhenti berbicara dengan Sakuya sepanjang waktu!" Koyuki mengepul amarah dan rasa malu.

Air matanya telah berhenti, dan dia tampak kembali normal lagi. Membuang cangkir yang sudah kosong, Koyuki menyilangkan lengannya.

"Tugasmu hari ini adalah membuatku menikmati diriku sendiri, Sasahara-kun. Aku tidak akan mengizinkanmu untuk mengabaikanku, jadi kawal aku dengan... baik..."

"Ada apa?"

Kata-kata Koyuki menjadi pelan, dan segera dia langsung terdiam. Mengikuti garis pandangannya, Naoya melihat game center yang berada tepat di sebelah bioskop. Di sana berdiri burung bangau cakar di pintu masuk, menawarkan mainan mewah dengan berbagai karakter. Bahkan ada karakter tertentu yang baru saja dilihat ketiganya di layar lebar.

"Itu mainan mewah Nyanjirou! Aku mau melihatnya!" Mata Koyuki berbinar saat dia melangkah menuju game center.

Naoya bahkan tidak punya waktu untuk memanggilnya. Dia hanya bisa menggaruk pipinya karena dia tertinggal.

"Daripada menemaninya, aku jadi merasa seperti sedang mengasuhnya."

"Itu juga tugasmu, jadi cepatlah dan ikuti dia."

"Ya ya. Bagaimana denganmu, Sakuya-chan."

"Aku akan menjaga jarak dan mengawasi dari jauh supaya dia tidak mengeluh lagi." Sakuya berbicara dengan acuh tak acuh seperti biasa. "Onee-chan mungkin tampak tenang, tapi dia memiliki saat-saat di mana dia bertingkah seperti anak kecil, menangis hampir di segala hal. Tidakkah menurutmu itu menyebalkan?"

"Hmm... Tidak, aku tidak pernah merasa seperti itu." Naoya menyilangkan lengannya, dan memikirkannya.

Memang benar bahwa Koyuki kadang-kadang bisa sedikit berbeda. Namun, tak pernah sekalipun Naoya merasa benar-benar kesal.

"Maksudku, fakta bahwa dia menunjukkan padaku semua ekspresi wajahnya adalah karena dia setidaknya merasa cukup nyaman di sekitarku. Dan, itu membuatku merasa bahagia."

"Jadi begitu. Kau sama anehnya dengan dia, ya." Kata Sakuya saat ekspresinya sedikit rileks.

Dia menunjukkan senyum tipis yang mungkin terlewatkan oleh kebanyakan orang.

"Kalau begitu, dengarkan permintaannya. Ayo, pergilah."

"Ya ya. Aku akan mengasuhnya sampai akhir."

Naoya berpisah dengan Sakuya, dan menuju ke game center itu sendiri. Setelah mencari-cari sebentar, dia menemukan Koyuki berdiri di depan burung bangau cakar. Wajahnya terpaku pada kelas, mengamati tumpukan mainan mewah. Dia menghela nafas, dan mengeluarkan kekhawatirannya.

"Itu mainan mewah Nyanjirou... Dan sangat besar..."

"Kau mau itu?"

"A-aku mau... Ah." Dia menelan napasnya dan mengalihkan pandangannya. "K-Kau salah. Ini adalah sesuatu yang hanya disukai oleh anak kecil. Aku sudah dewasa, jadi aku tidak tertarik dengan mainan mewah seperti ini."

"Sungguh?"

"Eh...?" Koyuki mendongak dengan ekspresi kaget.

"Bukankah kau bilang kau akan mencoba untuk lebih jujur?" Naoya menyeringai. "Kau jujur ​​saat Yui mengundangmu, jadi kali ini aku ingin kau juga jujur padaku."

"Urk..." Koyuki mengalihkan wajahnya dengan ekspresi pucat.

Namun, dia dengan cepat menurunkan bahunya karena pasrah.

"Aku benar-benar... suka mainan mewah... jadi aku punya banyak mainan di kamarku. Tempat tidurku bahkan penuh dengan mereka..."

"Ya, kurang lebih aku sudah menduganya."

"Kau tidak menganggapku kekanak-kanakan...?"

"Mengapa aku harus berpikir seperti. Kupikir itu lucu. Aku tidak akan menertawakan apa yang kau sukai, Shirogane-san." Naoya mengatakan apa yang dia rasakan jauh di lubuk hatinya.

"......Begitu ya." Koyuki mengangguk dengan ekspresi kaku, dan menunduk.

Mood yang aneh muncul di antara keduanya, membuat Naoya sedikit bingung. Dia tidak bisa memikirkan hal aneh dalam kata-kata yang baru saja dia ucapkan.

Mungkinkah dia menggantungkan di bagian 'Aku tidak akan menertawakan apa yang kau sukai'?

Naoya berasumsi bahwa ini adalah semacam ranjau darat yang dia injak secara tidak sengaja. Bisa dikatakan, suasana ini tidak terlalu nyaman tepat setelah Koyuki akhirnya mengungkapkan perasaannya yang sebenarnya. Itu sebabnya Naoya bersikap seolah dia tidak mengerti itu. Dia malah menuju mesin game.

"Baiklah, kalau begitu aku akan membelikannya untukmu. Mau yang mana?"

"Eh, ehm... kalau begitu, yang menyeringai di sana, di sebelah kanan..."

"Aku mengerti, serahkan padaku."

Koyuki menunjuk mainan mewah itu dengan jari gemetar. Sekarang orang yang dia cintai memintanya sedemikian rupa, sebagai seorang pria, Naoya hanya bisa mendapatkan itu untuknya. Dia menaruh beberapa koin, dan BGM yang gembira mulai dimainkan. Dia menggerakkan cakarnya, menuju mainan mewah itu.

Namun, cakar itu meleset dari sasarannya, dan kembali ke posisi semula. Apalagi mainan mewah itu hampir tidak bergerak dari posisi aslinya. Koyuki berkedip sekali, lalu melihat wajah Naoya.

"...Apa kau... sebenarnya tidak mahir dalam hal ini?"

"...Jadi kau akhirnya tahu." Naoya terpaksa menerima kekalahannya.

Biasanya, dia cukup ahli dalam semua jenis permainan. Dalam hal permainan psikologis, dia tidak akan pernah kalah. Namun, ketika menyangkut bakat yang sebenarnya dalam permainan, dia agak canggung.

"Aku merasa bisa melakukannya hari ini, tapi... kurasa tidak."

Naoya merasa malu. Lagian dia ingin pamer. Dia merasa sedih karena telah mengecewakan Koyuki, dan melihat ke arah wajahnya—

"...Kenapa kau malah terlihat sangat bahagia?"

"H-Hehe... Hanya saja, kau terlihat sangat percaya diri, eh taunya..." Bahu Koyuki bergetar saat dia mencoba menahan tawanya. "Kurasa bahkan kau juga memiliki hal-hal yang kau tidak mahir di dalamnya... Hei, untuk apa wajah itu?"

"Yah... Aku hanya merasa sedikit bangga, itu saja."

"Kau ini aneh." Koyuki menunjukkan ekspresi bingung.

Tidak ada lagi jejak suasana aneh itu dari sebelumnya.

Ya, melihat gadis yang kau sukai tersenyum adalah yang terbaik.

Karena dia mungkin akan dimarahi kalau mengatakan itu, Naoya menyimpannya untuk dirinya sendiri.

"Kenapa kau malah menyeringai? Lebih penting lagi, apa kau akan menantangnya lagi?"

"Hmm..." Naoya mengkonfirmasi isi dompetnya.

Dan kemudian, dia mengamati sekelilingnya. Ada beberapa permainan cakar lainnya yang digunakan oleh pelanggan lain. Pada saat yang sama, dia mendengar suara-suara dari kejauhan.

"Sepertinya aku akan mencobanya sekali lagi. Aku akan mendapatkan beebrapa penukaran, jadi bisakah kau menunggu di sini?"

"Betulkah? Kalau begitu aku akan membayar yang berikutnya."

"Tidak apa-apa. Aku akan segera kembali, jadi jangan bergerak sedikit pun." Naoya meninggalkan Koyuki, yang sepertinya ingin mengatakan sesuatu, dan pergi.

Dia berjalan menuju mesin penukar—Tidak juga. Sebaliknya, dia mengarah ke tempat dia mendengar suara-suara itu. Itu di luar pojok permainan cakar, sebuah area yang menawarkan banyak permainan arcade. Hampir tidak ada orang yang bermain, dan lebih jauh ke sudut juga tidak ada karyawan. Berjalan ke sana, Naoya melihat sekelompok dua orang, dan memisahkan mereka seolah-olah itu bukan apa-apa.

"Dia sedang bersamaku. Apa kau punya urusan dengannya?"

"Apa...!"

"......"

Pria muda itu membuka matanya, sedangkan gadis itu—Sakuya baru saja menelan nafasnya. Membuatnya terpisah dari dia dan Koyuki adalah ide yang buruk. Naoya mendengar suara lemah Sakuya dari jauh saat dia berbicara dengan Koyuki, jadi dia bergegas kemari. Dari kelihatannya, Sakuya sedang digoda. Wajahnya membeku kaku saat dia meraih pakaian Naoya. Naoya mendapati dirinya berpikir bahwa gerakannya cukup mirip dengan Koyuki, tapi ini bukan waktunya untuk bercanda tentang itu. Bagaimanapun, dia ingat wajah pria itu.

"Aku bertanya-tanya siapa itu, tapi ternyata kau lagi ya? Kau ini benar-benar tidak pernah belajar, kan."

"Hah...? Tunggu, kau anak nakal itu?!" Pria itu, yang menimbulkan teriakan yang diwarnai oleh penderitaan, memiliki rambut pirang, dengan tindikan di wajahnya.

Suatu hari, dia mencoba menggoda Koyuki, dan berakhir diusir oleh Naoya. Di satu sisi, dia adalah dewa asmara yang membuka jalan bagi percintaan Naoya dan Koyuki, tapi Naoya tidak menyangka akan bertemu pria itu lagi. Di hadapan penampilan Naoya, mata pria itu terbuka lebar, membeku.

"...Kenalanmu?" Tanya Sakuya dengan suara lemah.

"Uhhh... Kurang lebih. Lebih penting lagi, apa kau baik-baik saja, Sakuya-chan?"

"Aku baik-baik saja. Tapi, apa kau meninggalkan Onee-chan sendirian? Aku harus mengurangi beberapa poin untuk itu."

"Itu benar, tapi... Aku tidak bisa meninggalkan adik iparku dalam bahaya seperti itu."

"Kau terlalu terburu-buru. Tapi... itu tidak terlalu buruk." Ekspresi Sakuya sedikit rileks setelah mendengar lelucon Naoya.

Pria itu menyaksikan pertukaran mereka dengan tatapan ragu. Namun, dia akhirnya menunjukkan seringai arogan.

"Hah. Kau ini siapa, sekutu keadilan... Pada akhirnya, kau sama saja denganku."

"Hah...?" Naoya mengangkat satu alis.

Pria itu menunjuk Sakuya.

"Gadis itu adalah orang yang sama yang kugoda sebelumnya, kan? Berkat diriku, kau mendapatkan seorang gadis, bukankah begitu?"

".........Hah?"

"Apa?"

Bukan hanya Naoya, tapi bahkan Sakuya dibuat bingung. Namun, Naoya dengan cepat mengetahui apa yang pria itu bicarakan.

Ahhh... dia salah mengira Shirogane-san adalah Sakuya-chan, begitu ya.

Mereka memang terlihat sangat mirip, dan bahkan warna rambut mereka identik. Karena pria ini hanya melihatnya sekali, masuk akal jika dia salah mengira keduanya. Rupanya, dia menilai bahwa keduanya adalah orang yang sama berkat kehadiran Naoya.

"Kau mungkin punya motif tersembunyi saat menyelamatkannya, kan. Kau tidak dalam posisi untuk mengjajariku."

"Yah... kurasa memang terlihat seperti itu..." Naoya terpaksa mengangguk.

Apa yang dikatakan pria itu masuk akal. Dia hanya berencana menyelamatkan Koyuki, tapi seluruh situasi ini berkembang karena itu. Itu sebabnya, Naoya tidak bisa menemukan kata-kata untuk melawan—

"Ini sangat berbeda."

"!?" Naoya dengan panik mengangkat kepalanya.

Seseorang berdiri di belakang pria itu—Koyuki. Dia menyilangkan lengannya, memelototi pria itu saat dia mengeluarkan tekanan yang tak terukur. Baik Naoya dan Sakuya kehilangan kata-kata. Pria itu sendiri rupanya tidak menyangka akan penampilan Koyuki, matanya terbuka lebar.

"Hah? Rambut putih, dua gadis...? Lalu, apa kau adalah gadis yang ku...?"

"Itu benar. Tidak kusangka kau bahkan tidak mengingatku, apa otakmu itu sama sekali tidak berguna?"

"Apa katamu...?" Pria itu memelototi Koyuki.

Namun, Koyuki tidak mundur satu langkah pun. Dia balas menatapnya, dan melanjutkan, meski dengan suara bergetar.

"Sasahara-kun selalu menatapku dengan baik. Dia baik hati, perhatian, dan orang yang baik. Bisakah kau tidak membandingkan dia dengan orang sepertimu, yang hanya mencoba untuk memenangkan hati perempuan?"

"Hah? Kau bertingkah sangat sombong hari ini, tidakkah kau—"

Bang!

Pria itu mencoba meraih Koyuki dengan tangannya. Namun, tangan itu tidak pernah mencapai apapun. Naoya mencengkeram kerah pria itu dan mendorongnya ke dinding. Dia memelototinya dari jarak dekat, berbicara dengan suara yang dalam dan kesal.

"Jangan berani-berani menyentuh Shirogane-san."

"A-Apa, kau mau berkelahi?" Mata pria itu berbinar dan dia menyeringai.

Itu kebalikan dari apa yang terjadi sebelumnya. Jika Naoya memukul pria itu sekarang, itu akan menyebabkan keributan. Petugas keamanan akan menghampiri mereka, dan ada kamera keamanan di mana-mana. Persis karena dia menyadari hal ini, pria itu bisa menunjukkan reaksi yang begitu santai. Namun, Naoya tampak setenang biasanya.

"Tentu saja, aku akan membuatmu putus asa—namun, tanpa menggunakan pukulan, tendangan, atau kekerasan apa pun."

"Hah...?"

Pria itu menunjukkan ekspresi yang merasa ragu—tapi, tidak butuh waktu lama baginya untuk merasakan keputusasaan yang sebenarnya.

Sedikit waktu berlalu. Pria itu dibawa pergi oleh petugas keamanan yang menghampiri mereka. Dia tidak menunjukkan perlawanan apapun, dan malah menjerit melalui bola matanya. Sepertinya semua motivasi dan keinginannya untuk hidup telah hilang.

"Uuuu... Bu, maafkan aku... maafkan aku... Selama ini aku sudah merepotkan..."

"Kau mabuk atau apa? Katakan itu pada ibumu, bukan aku!" Petugas keamanan mendorong pria itu ke kantor keamanan.

Pria lain, yang tampaknya bertanggung jawab, mengawasi mereka, dan kemudian menundukkan kepalanya ke arah Naoya.

"Terima kasih banyak. Aku senang kau ada di sana untuk memberi tahu kami."

"Tidak masalah. Aku hanya khawatir karena kondisinya tiba-tiba memburuk." Naoya menunjukkan tawa yang energik.

Berdiri di belakangnya adalah Sakuya dan Koyuki, bertukar beberapa kata.

"Dia benar-benar berkelahi dengan kata-katanya."

"Yah begitulah. Bagaimana dia bisa tahu tentang lingkungan keluarga pria itu dan cara hidup sedetail itu..." Sebuah desahan pelan mencapai telinga Naoya.

Ini persis seperti yang dinyatakan oleh Naoya. Dia tidak menggunakan kekerasan fisik, tapi kekerasan psikologis. Dia memahami kelemahan orang lain, dan memeras semua itu dari pria itu. Karena pria itu lebih mudah dari yang diantisipasi, Naoya tidak perlu bertindak terlalu jauh.

'Dari caramu bertingkah, kau mungkin sudah melakukan hal-hal seperti ini sejak lama, kan? Bagaimana perasaan orang tuamu tentang itu? '

'Ap... I-Itu tidak ada hubungannya denganmu...!'

‘Aku yakin ibumu akan menangis jika sekarang dia melihatmu.’

Melakukannya seperti ini, perkelahian berakhir dengan cukup cepat. Naoya bahkan merasa tidak enak, berpikir bahwa dia mungkin sudah bertindak terlalu jauh.

Yah, itu adalah latihan yang bagus. Dan, itu harusnya akan menghentikannya dari mencoba menggoda gadis lain dalam waktu dekat.

Namun, Naoya tidak menyebutkan sepatah kata pun tentang ini saat dia berbicara dengan pria yang bertanggung jawab. Naoya mengucapkan terima kasih, saat itulah ekspresi pria itu menegang sedikit.

"Ngomong-ngomong, pelanggan itu akhir-akhir ini menyebabkan masalah, jadi kami telah memperingatkannya, tapi... Tidak ada yang terjadi, kan?"

"Tidak, tidak sama sekali."

"Begitukah... Ah." Mata pria itu terbuka lebar, dan dia mengamati wajah Naoya. "Ini mungkin sedikit keluar dari topik, tapi... Bolehkah aku menanyakan nama keluargamu?"

"Eh? Itu Sasahara."

“Sudah kuduga.” Pria itu memegangi dahinya, dan melihat ke langit-langit.

Naoya menjadi bingung, kemudian pria itu melanjutkan.

"Aku kenal ayahmu, tahu. Meski begitu, kurasa lebih akurat untuk mengatakan bahwa aku dalam perawatan ini."

"...Ahh, begitu ya."

"Itu sebabnya, kupikir aku sudah mengetahui apa yang pelanggan itu lakukan... Kau bisa pulang, aku akan mengurus laporannya."

"Maaf... Dan, terima kasih."

"Tidak apa-apa. Sampaikan salamku kepada ayahmu~" Pria itu melambaikan tangannya, dan pergi.

Koyuki menyaksikan ini dengan tatapan ragu.

"Tentang apa bagian terakhir itu?"

"Ah, kau tidak perlu tahu itu. Lebih penting lagi, Shirogane-san."

"Eh, a-apa?"

Naoya meraih tangan kanan Koyuki. Dia berkedip bingung, dan Naoya bisa tahu seberapa besar suaranya bergetar.

"Aku senang kau membelaku... Tapi tolong jangan lakukan itu. Kupikir jantung aku akan berhenti tadi."

"Ah... Y-Ya, maafkan aku." Koyuki pasti menyadari apa yang dia bicarakan, dan menundukkan kepalanya ke arah Naoya. "Aku tidak bisa menahan diri... Pria itu mengolok-olokmu... Padahal kau benar-benar berbeda darinya."

"Yah, aku senang kau merasa seperti itu... Tapi itu terlalu berbahaya."

"Eh, aku tahu kau akan melindungiku, itu sebabnya aku sama sekali tidak takut."

"Tentu aku akan datang menyelamatkanmu, tapi..."

Diberitahu sesuatu seperti itu secara langsung, Naoya-lah yang kehilangan kata-katanya. Koyuki menyipitkan matanya, cekikikan.

"Fufu, senang melihatmu gagap seperti itu, Sasahara-kun. Tapi, ya, kurasa... Kau sedikit ker—"

"Ya, kau sangat keren."

"Ah! Aku ingin mengatakan itu!"

"Ahaha..."

Menyaksikan pertukaran kedua saudari itu, Naoya merasakan ketegangannya menghilang. Dia merasa senang bahwa keduanya baik-baik saja. Dia menghela nafas lega, saat itulah mata Koyuki terbuka lebar.

"Tunggu, karena kita mengalami situasi yang sama..."

"Onee-chan?" Sakuya menunjukkan perhatian pada kakak perempuannya.

"Kuharap aku salah, tapi... Sakuya, kau tidak akan jatuh cinta pada Sasahara-kun karena dia menyelamatkanmu, kan? Kau jelas tidak boleh jatuh cinta padanya. Dia adalah pelayanku, jadi aku bahkan tidak akan meminjamkannya padamu."

"Ahaha, tidak perlu khawatir tentang itu. Dia terlalu melelahkan bagiku untuk mengembangkan perasaan romantis."

"Kau sangat aneh, Sakuya-chan!?" Naoya membalas, tapi diabaikan dengan indah.

"Sebagai kekasih, itu mungkin mustahil, tapi... sebagai saudara ipar, aku mungkin bisa menerimanya."

"Jadi itu berarti...?"

"Mau bagaimana lagi, aku akan menerimamu." Sakuya menundukkan kepalanya ke arah Naoya."Tolong jaga Onee-chan ya, 'Onii-san'.” [Catatan Penerjemah: Penyebutannya Onii-san yang mengarah ke Kakak Ipar.]

"Kupikir aku cukup tegas, tapi kau cukup berani ya, Sakuya-chan..."

"Sakuya, apa kau menginginkan kakak laki-laki atau sesuatu...?" Tidak memahami nuansanya, Koyuki memiringkan kepalanya dengan bingung.

Naoya tersenyum sambil menggaruk pipinya. Pada saat yang sama, dia merasa bahagia telah mendapatkan seorang adik perempuan, terutama karena dia adalah anak tunggal.

"Yang jelas, dengan ini tugasku berakhir. Kalian berdua bisa menikmati kencan kalian sekarang."

"Eh...! Sakuya, kau mau pergi kemana!?"

"Aku mau membeli rilisan manga terbaru, habis itu langsung pulang. Kau sebaiknya melapor saat pulang nanti, Onee-chan. Jika kalian akan berciuman, kusarankan menunggu sampai hari menjadi gelap."

"Kami tidak akan melakukan itu!" Koyuki menjerit dengan wajah merah padam, tapi Sakuya sudah melarikan diri.

Naoya menyaksikan ini, dan tertawa.

"Kau punya saudari yang hebat, ya."

"Dia anak yang baik, tapi... Dia juga bisa sedikit—."

Grrrruuh.

Suara aneh datang dari perut Koyuki. Setelah itu, dia mulai gemetar, wajahnya merah padam. Secara alami, Naoya bahkan tidak perlu berpikir dua kali.

"Kau lapar, ya. Kalau begitu, bagaimana kalau kita pergi makan siang?"

"K-Kau benar. Itu bukan ide yang buruk." Koyuki menyisir rambutnya dengan tangan, dan menunjukkan respon yang tenang.

Setelah itu, keduanya pergi ke restoran. Mereka berdiskusi tentang apa yang harus dimakan, Naoya memberinya beberapa saran, menawarinya makanan, yang membuat Koyuki menjadi malu karena ciuman tidak langsung, dan berakhit diolok-olok oleh Naoya sendiri.

Banyak yang terjadi, tapi secara keseluruhan, keduanya menikmati kencan pertama mereka.



18 Comments

  1. Wow Butuh 2 bulan buat 1 chapter.......semangat min

    ReplyDelete
  2. Mantab lah pj nya cocok sama selera gwe

    ReplyDelete
  3. This is amazing novel blom pernah gw ketemu novel comedy roamace yg story nya sbagus ini membuat siapapun, membacanya ketawa" sendiri

    ReplyDelete
  4. Hmm tentang pembicaraan petugas sama Naoya, jangan2 ortu dia seorang dri kasta tinggi kek pejabat/pembisnis besar.
    Jdi ga sabar pen tau latar belakang keluarga sasahara.

    ReplyDelete
    Replies
    1. tambah kece sih kalo begitu.
      AAGGHH TAK SABARNYA AKU

      Delete
  5. Btw semangat nge TL nya min & Terimakasih~

    ReplyDelete
  6. Min lanjuin lah chapter 5 udah keluar

    ReplyDelete
  7. udaah, tembak aja mbak. dari awalkan tujuanny biar bisa sama" suka, lah ini MC udah cinta eh.. malah tsundere" pula. ntar direbut nangis lagi

    ReplyDelete
Previous Post Next Post