The Undetecable Strongest Job: Rule Breaker Bab 254


Bab 254 - Mereka Bergerak


"Aku pulang. Aku meminta perahu, dan aku berpikir untuk pergi sendiri—"

"Terkadang, kami mengalahkan yang jahat!"

"T-terkadang, kami meninggalkan misteri!"

"Dan sesekali, kami mendatangkan dendam dari orang-orang!"

"D-Dan sesekali, kami bertindak tanpa memperhatikan orang lain!"

Begitu Hikaru memasuki kamar hotel, Hikaru melihat dua orang gadis mengenakan jubah hitam dan topeng perak.

"Kami bergerak dalam kegelapan malam dan bersinar seperti bintang pagi!"

"Kami adalah-" Menyebarkan kedua lengan mereka, Lavia dan Paula mengacungkan tongkat mereka. "Silver Face!"

"S-ilver Face!"

Ruangan itu menjadi benar-benar sunyi dan tenang seperti kematian.

"…Apa?"

"Reaksinya tidak banyak." kata Lavia dengan acuh tak acuh dan melepaskan topengnya.

"Tidaaaaak... Ini terlalu memalukan." kata Paula, menutupi wajahnya dengan kedua tangan dan berjongkok di lantai.

"Uh, maafkanku." Hikaru meminta maaf. "Whoaaaa. Apa. Apaaan. Ini?"

"Itu terdengar terlalu dipaksakan." kata Lavia.

"Tidaaaaaaaaak!"

"Apa yang terjadi?" tanya Hikaru.

Hikaru kembali ke hotel untuk memberi tahu mereka tentang situasi saat ini dan dirinya disambut dengan ini. Di satu sisi, dia terkejut.

"Apa kau lupa? Kami membeli topeng karena terkadang kami perlu menyembunyikan diri juga."

Mereka membeli jubah dan topeng kalau-kalau mereka akan membutuhkannya. Akan lebih baik jika mereka tidak harus menggunakan kemampuan mereka. Namun, sihir api Lavia dan sihir penyembuhan Paula adalah salah satu yang terkuat di benua ini. Jika ada kemungkinan mereka akan menarik perhatian, mereka bisa menyalahkan itu pada Silver Face.

"Oke, jadi?"

"Jadi kami berpikir kalau akan lebih menarik jika kami memiliki pose khas."

(Lebih menarik?)

"Aku membaca sesuatu yang mirip dengan itu di buku beberapa waktu yang lalu."

"Begitu ya... kupikir kalian seharusnya tidak melakukan itu."

"Apa?! Kenapa tidak?!"

"Kalian menyebutkan "kegelapan malam" dan "bintang pagi". Seseorang di luar sana mungkin akan menarik hubungan ke arah kita karena nama party kita adalah Bintang Bulan Baru."

"Ah…"

Dia sepertinya tidak memperhatikan itu. Itu adalah kesalahan yang sangat jarang untuk dilakukan Lavia.

"Hmm ... Kita harus mengubahnya ke kalimat lain."

"Jangan lakukan itu lagi."

Lavia dan Paula mulai berdiskusi. (Di sini begitu damai), pikir Hikaru.

---

Kapal perang Benua Hancur berlabuh cukup jauh sehingga tidak bisa dilihat dari daratan. Perahu yang membawa utusan sedang menuju ke Ville Zentra, membawa bendera bercat garis kuning dan hitam.

Saat itu sedang senja, dan perahu itu—cepat untuk ukurannya—bisa terlihat dengan jelas. Perahu itu tidak memiliki layar apapun; sepertinya beroperasi dengan metode yang berbeda. Asap tebal mengepul dari cerobong yang mencuat ke atas dari perahu.

"Kapten Landon. Menurutmu apa yang menggerakkan perahu itu?"

"Itu berbeda dari yang kita punya. Aku tertarik dengan asap hitam itu."

Luke Landon, ksatria muda yang menyambut Kaglai di Ville Zentra, berdiri di dermaga, menunggu utusan datang. Pelabuhan telah dibersihkan dari perahu nelayan sampai batas tertentu. Sayangnya, memindahkan semua kapal dari pelabuhan besar itu tidak mungkin dilakukan.

(Aku yakin mengecat bendera dengan garis kuning dan hitam adalah tradisi lama), pikir Luke.

Luke kebetulan mendengar tentang tradisi itu karena dirinya berasal dari keluarga militer. Arti dari bendera itu adalah "kami ingin bernegosiasi". Ada beberapa keterputusan—para penyerbu ini memiliki senjata yang tidak mereka kenal, namun masih menggunakan metode lama.

Saat perahu itu semakin dekat, Luke melihat seorang pria berdiri di bagian belakang kapal.

"Jangan menyerang! Dia seorang utusan!"

Pria itu tampak mirip dengan mata-mata yang ditangkap, Gigy. Dia tampak tenang, seolah dirinya yakin kalau dia tidak akan diserang, yang dimana itu membuat Luke kesal. Apalagi orang itu memiliki rambut perak yang sama dengan prajurit itu.

Ketika perahu berlabuh, pria itu turun dan menatap Luke.

"Apa kau orang yang datang menjemputku?"

"Itu benar. Aku Luke Landon, Kapten dari Pasukan Keempat Ksatria."

Sikap blak-blakan pria itu hanya memperkuat kekesalan Luke. Mengenakan kemeja fiber dan celana panjang kuning cerah, dia terlihat seperti akan pergi ke resor. Di tangan kanannya ada gelang dengan desain rumit yang belum pernah dilihat Luke sebelumnya.

Tas yang dia bawa dengan satu tangan—juga terbuat dari bahan yang tidak diketahui—mungkin berisi semacam surat.

"Namaku Gorja, seorang utusan."

Dia tidak bersenjata, atau setidaknya terlihat seperti itu. Orang-orang di sekitar mereka mulai bergerak saat Gorja mendekati Luke dengan santai dan mengulurkan tangan kanannya. Sebagai tanggapan, ksatria muda itu melangkah maju dan menggenggam tangannya. Tegas dan kokoh, dia bisa merasakan kekuatan dari itu.

(Dia lebih kuat dariku), Luke menyadari hanya dalam satu jabat tangan itu. Dia tidak memiliki tubuh yang baik dan kencang Gorja. Dia akan kalah jika mereka bertarung satu lawan satu. Pikiran itu membuatnya merinding.

"Apa kau sendirian?" tanya Luke, menyembunyikan kekecewaannya.

"Itu benar. Oh, aku tidak terlalu paham bahasa di sini, jadi aku mungkin akan menggunakan kata-kata aneh. Apa kau bisa membantuku dengan itu?"

Tiba-tiba, ekspresi lugas wajahnya hilang, dan dia mengedipkan mata pada Luke.

"T-Tentu saja. Kami sangat menyadari itu."

"S-Sadar? Apa itu berarti [tahu]?"

"Iya. Ini sudah larut, jadi pertemuan dengan Pemimpin Tertinggi harus dilakukan besok pagi."

"Oh, begitu ya. Apa yang harus kulakukan untuk makan malam? Ah, aku memang membawa makanan yang diawetkan bersamaku."

"Tidak perlu khawatir tentang itu. Kami akan menyiapkan makananmu. "

"Yay! ********!"

Gorja sangat senang dan berseru dalam bahasa mereka. Sepertinya dia sangat tertarik dengan makanan di sini. Dengan tercengang, Luke mengantar Gorja ke kediaman Pemimpin Tertinggi.

---

Bulan sudah menjulang tinggi di langit malam pada saat Gorja disajikan makan malam. Sebuah perahu meninggalkan pelabuhan, membelah ombak saat menuju ke timur. Dibuat menggunakan banyak item sihir, perahu itu memiliki kapasitas yang hanya bisa memuat empat orang. Terlepas dari strukturnya, perahu itu hanya bisa maju, mundur, dan berputar.

Skill [Sembunyi] Hikaru harusnya bisa menyembunyikan perahu dan semburan yang dibuat perahu itu dari pandangan, bahkan menekan suara yang dibuat. Perahu itu masih meninggalkan jejak di jalurnya, tapi karena itu adalah perahu yang kecil, itu tidak akan menarik perhatian.

(Pasti itu.)

Dia sekarang bisa dengan jelas melihat kapal perang besar, hampir sebesar feri. Bagian bawah kapal-kapal itu dicat hitam, sementara lambungnya berwarna putih seragam—jelas berbeda dari tradisi di benua ini di mana bahan digunakan sebagaimana adanya.

Yang menarik perhatian Hikaru adalah lampu sorot yang memindai permukaan laut. Itu benar-benar menyerempet kapalnya beberapa saat yang lalu.

(Lebih terlihat seperti kapal perang. Ada perbedaan beberapa abad dalam teknologi di sini. Kapal-kapal ini juga dilengkapi dengan meriam. Wajar saja angkatan laut Vireocean kalah.)

Saat Hikaru mendekat, dia mengaktifkan [Deteksi Mana]. Para pria berpasangan untuk berpatroli di seluruh tempat dalam rute tetap.

(Ini hampir tengah malam.)

Dari sepuluh kapal, ada satu yang jelas lebih besar, diposisikan seolah-olah dilindungi oleh yang kapal lain. Hikaru berencana untuk menyelinap ke atas kapal itu. Dia mengeluarkan seutas tali dengan pengait yang terpasang padanya dan mulai memutarnya.

Pengaitnya tersangkut pada pagar dengan sempurna tanpa mengeluarkan suara. Itu cukup mudah dilakukan dengan sepuluh poinnya pada [Melempar]. Setelah memastikan tidak ada orang di sekitar, dia dengan cepat memanjat tali itu.

Hikaru berhasil mencapai dek kapal. Di belakang meriam ada peluru-peluru yang dilapisi lembaran kain besar. Setelah mengumpulkan tali, dia menyusuri kargo. Rute yang diambil para pematrol telah dipikirkan dengan matang; ke mana pun dia pergi, dia menemui pematrol di sepanjang jalan.

(Bukan hanya peradaban, cara berpikir mereka juga maju. Siapa yang menyebutnya Benua Hancur? Ada perbedaan 300 tahun dalam peradaban di sini.)

Tentu saja, tak satu pun dari mereka yang memperhatikan Hikaru dengan [Sembunyi]-nya diaktifkan. Dia berlindung di balik benda, atau naik ke atas kargo, sambil menunggu dengan napas tertahan sampai pematrol melewatinya. Dia juga memeriksa Soul Board mereka dan sampai pada suatu kesimpulan setelah memeriksa yang kesepuluh.

(Tak satu pun dari mereka memiliki statistik setinggi mata-mata itu. Tapi untuk prajurit, statisitik mereka masih cukup tinggi.)

Dari para prajurit, ksatria, dan petualang biasa yang ditemui Hikaru, kebanyakan dari mereka memiliki maksimal dua poin pada [Penguasaan Senjata]. Tapi mayoritas pematrol di sini memiliki tiga, sementara sangat sedikit yang memiliki dua. Mereka mungkin memiliki karir yang bagus sebagai petualang. Gigy adalah tingkat yang lebih kuat dengan empat poin pada [Tombak Pendek]. Mungkin itulah sebabnya dia bekerja sebagai mata-mata.

Ada dua hal lagi yang dia perhatikan. Pertama, soul rank mereka berkisar dari sedikit di bawah 100 hingga sekitar 120, sebuah indikasi bahwa monster kuat menghuni Benua Hancur. Yang kedua mengejutkan.

(Tak satu pun dari mereka bisa menggunakan sihir!)

Mereka bahkan tidak membuka papan [Kekuatan Sihir]. Hikaru bahkan curiga bahwa mungkin saja sejak awal mereka tidak memiliki itu di papan mereka.

(Ini patut diselidiki.)

Karena rasa penasaran murni, Hikaru menuju ke tempat tidur para prajurit untuk memeriksa Soul Board mereka satu per satu dari koridor. Dan benar saja, tidak satu pun dari mereka yang membuka [Kekuatan Sihir].

(Kapal yang penuh otak otok!)

Hikaru membayangkan sekelompok pria setengah telanjang yang berotot mendayung kapal sambil tertawa terbahak-bahak. Kapal ini tentunya didukung oleh ilmu sihir, jadi itu tidak mungkin.



Post a Comment

Previous Post Next Post