The Undetecable Strongest Job: Rule Breaker Bab 271


Bab 271 - Raja Bangsa dengan Impian


(Ini apartemen studio), pikir Hikaru. Sorak-sorai menyambut mereka begitu mereka tiba di—ibu kota? kota?—dari Dream Maker. Orang-orang yang sangat senang dengan kembalinya angkatan laut memadati pelabuhan. Sorakan mereka semakin keras saat Grucel, yang kotor dengan tanah, mengangkat tangannya sebagai tanggapan kepada mereka.

Pertama, Penyembuh yang dikawal oelh Luke Landon segera dibawa ke kediaman Raja. Sementara itu, rombongan Hikaru diberi waktu istirahat, tentunya bersama dengan pengawas. Hikaru ditunjukkan ke sebuah bangunan yang berbentuk kotak korek api dengan tata letak yang tepat dan hanya dilengkapi dengan kebutuhan pokok.

“Deena, tidak usah memberi kami masing-masing satu kamar. Malahan, memisahkan kami hanya akan menimbulkan ketidaknyamanan. Tolong beri kami kamar yang bagus untuk tiga orang.”

Selanjutnya mereka ditunjukkan ke tempat dengan tiga kamar tidur, ruang makan, dan dapur. Tempat itu bahkan ada balkonnya.

“Ini seperti apartemen untuk seluruh keluarga.”

Meskipun berada di lantai empat, namun itu sudah terisi penuh dengan persediaan air bersih. Ternyata, ada tangki air di atas tempat air mengalir.

“Kita akhirnya berhasil. Tata letak ini pasti diperkenalkan oleh Eiichi.”

Tempat itu memiliki perabotan yang lengkap. Hikaru mengambil napas dalam saat dia duduk di kursi.

“Hikaru, Hikaru!”

Lavia, yang berada di balkon, memberi isyarat pada Hikaru.

“Ada apa?”

“Aku belum pernah melihat pemandangan kota yang seperti ini sebelumnya. Kau tidak akan bisa melihat ini di benua kita.”

Mereka bisa melihat jalan utama Dream Maker dari balkon. Orang-orang berlalu lalang. Makhluk mirip keledai dengan enam kaki menarik gerobak. Rumah-rumah berdiri berdekatan dengan hanya sedikit celah di antara bangunan. Secaran keseluruhan, itu adalah kota yang terorganisir dengan baik.

“Kau tidak terlihat terlalu terkejut.” kata Lavia.

“Ya. Tempat ini terlihat mirip dengan tempat asalku.”

Memang terlihat tidak asing, tapi itu masih sangat berbeda dengan Jepang modern. Meskipun, pemandangan kota gaya Eropa Ponsonia dan Vireocean jauh lebih berbeda. Banyaknya kompleks apartemen yang rapi di sinilah yang mengingatkan Hikaru pada Jepang.

“Kau mau berbicara dengan Raja, kan?”

“Hmm, aku tidak yakin. Raja saat ini bukanlah pria dari Jepang. Meski begitu, aku akan tertarik jika dia meninggalkan semacam catatan.”

“Apakah dia akan pulih?”

“Entahlah, jika bahkan sihir penyembuhan Paula tidak berhasil, itu artinya dia tidak bisa diselamatkan.”

Lavia terkekeh, dan menutupi mulutnya dengan tangannya. “Kau benar-benar mempercayai Paula, ya?”

“Begitulah, lagian aku memberitahunya rahasiaku.”

Lavia membungkuk lebih dekat ke arah Hikaru dan memegangi lengannya.

“Kupikir kita akan rukun dengan baik dan itu membuatku bahagia.”

“Kita bertiga?”

“Termasuk Drake.”

“Oh, jadi hewan peliharaan termasuk, ya.”

“Kau agak jahat terhadapnya.” Lavia terkikik.

Paula ada di dalam, sedang dengan senang hati membereskan barang bawaan mereka, membuat teh, memberi cemilan Drake—tidak, makanan.

Drakon putih itu tidak melakukan apa-apa selain tanpa henti-hentinya mengeluh tentang bau busuk benua itu, hampir sepanjang waktu, dia terus mengerutkan keningnya. Kapanpun dia melakukan itu, gusinya akan terlihat, membuat penampilannya terlihat sangat jahat.

“Baiklah. Kupikir kita akan punya waktu untuk istirahat, tapi kurasa tidak seperti itu.”

Lima prajurit berlarian di jalan di bawah yang menuju ke kediaman Raja. Penyembuh yang dikawal oleh Luke tidak bisa berhasil menyembuhkan, jadi mereka ingin Silver Face datang.

---

Hanya istananya yang sangat berbeda dari bangunan-bangunan lainnya. Pertama-tama, ada tembok yang mengelilingi tempat itu, dengan sejarah bangsa terukir di permukaannya. Kedua, di dalamnya ada taman. Kota itu tidak memiliki pohon pinggir jalan atau halaman rumput, tapi istana memilikinya.

Saat mereka berjalan melewati gerbang yang dijaga, Hikaru melihat sebuah rumah kayu yang dilapisi dengan batu bata berbentuk sisik hitam yang dimaksudkan untuk menjadi genteng, hanya saja bentuknya sangat berbeda. Bisa jadi ingatan Eiichi sedikit meleset, atau mungkin waktulah yang menyebabkan bentuknya berubah.

Itu adalah kediaman satu lantai, tapi itu cukup tinggi. Pintu ganda yang besar bahkan menyerupai gerbang kuil. Di dalam, lantainya ditutupi karpet, dan orang bisa masuk dengan alas kaki. Lampu menyala di istana yang remang-remang.

“Lewat sini.”

Grucel, yang menunggu kedatangan party Hikaru, menunjukkan jalan pada mereka. Di tengah perjalanan, Hikaru melihat sebuah ruangan dengan pintunya yang terbuka. Di dalamnya, ada Penyembuh yang sedang merasa sedih serta para ksatria pengawal yang dipimpin oleh Luke.

Ksatria itu melihat Silver Face dan mencoba mendekatinya, tapi prajurit menghentikannya. Hikaru hanya mengangkat tangannya ke arah Luke, tanpa berkata-kata menyuruhnya menunggu. Luke pun menanggapinya dengan mengangguk pelan.

“Bagaimana kondisi lenganmu?” tanya Grucel dengan tiba-tiba.

“Lengan?”

“Ya, lenganmu. Kau habis menembak Yamamaneki, kan? Kudengar kau mengalami cedera.”

“Oh, itu toh. Aku baik-baik saja. Penyembuhku menyembuhkanku, dia itu hebat.” jawab Hikaru.

Paula yang berjalan di belakang mereka terkikik. (Tolong fokus!) pikir Hikaru.

“Kau menyelamatkan kami. Terima kasih.”

“Kenapa kau berterima kasih?”

“Deena bilang dia meminta bantuanmu.”

Tepat ketika Hikaru mengira kalau pria itu semakin lancar dengan bahasanya, dia tetap masih sedikit kesulitan.

“Sekalipun dia tidak meminta bantuanku, aku akan tetap melepaskan tembakan. Lagian kami juga akan berada dalam bahaya. Selain itu, aku kebetulan menemukan titik lemahnya. Kalianlah yang membuat titik lemah itu terlihat.”

“Yang jelas, kami berhutang budi padamu.”

(Padahal aku menenggelamkan salah satu kapal kalian. Tapi kurasa dia sudah tidak keberatan), pikir Hikaru. (Lagian mereka lah yang menculik Paula, jadi mereka pantas mendapatkan itu.)

“Apa Yamamaneki sering muncul di sekitar sini? Dan juga, kalian tidak punya meriam ledakan di kota? Rasanya seperti kalian kehabisan sumber daya di sana. Itu akan menjadi bencana jika kita datang terlambat satu hari saja.”

“Aku punya banyak hal untuk dikatakan perihal itu, tapi untuk sekarang, Raja Doriachi sedang menunggu.”

Grucel berhenti di depan pintu ganda besi yang dijaga oleh dua prajurit.

[Aku, Grucel, telah tiba.] katanya dalam bahasa mereka. [Aku membawa Silver Face, Penyembuh, dan satu orang lagi.]

Pintu pun terbuka. (Silau), pikir Hikaru. Di langit-langit ada penggambaran orang-orang yang bertarung, berlapiskan emas. Cahaya dipantulkan, membuat tempat itu sangat terang. Sebuah karpet besar terhampar di dalam, dan perabotan berjejer di dinding. Di tengahnya ada ranjang yang dikelilingi oleh delapan orang.

(Termasuk Grucel, itu menjadi sembilan pemimpin dari setiap klan.)

Seperti yang diperkirakan, Duinkler juga hadir, dia mengangguk ringan pada Hikaru. Tidak ada jejak keramahan darinya seperti saat mereka berada di kapal. Pria itu sangat bermartabat.

“Oh... aku minta maaf... karena telah memanggilmu...”

Pria itu terbatuk, tidak bisa menyelesaikan kalimatnya.

[Yang Mulia! Anda tidak boleh bicara!]

[Tolong rilekskan diri anda!]

(Yang sedang terbaring di tempat tidur itu pastilah Raja saat ini.) Doriachi memiliki rambut hitam yang sama dengan Hikaru.



Post a Comment

Previous Post Next Post