Motokano to no Jirettai Gisou Kekkon Volume 1 - Bab 2


Bab 2 - Kehebohan Pakaian Dalam


Di malam kedua kehidupan kami sebagai pengantin baru, setelah aku pulang dari universitas—aku mengajari Rio cara mengoperasikan mesin cuci.

“—Nah, deterjennya kau taruh di sini, dan pelembut kainnya taruh di sini. Begitu kau menutup penutupnya, kau tinggal menekan tombol yang ini, dan habis itu selesai.”

“Begitu toh, aku mengerti.” Rio mengangguk mengerti.

“Apa kau benar-benar mengerti?”

“Iyalah. Jangan remehkan aku seperti itu, gini-gini aku sudah belajar gimana caranya mencuci pakaian.” dengan penuh percaya diri, dia membusungkan dadanya.

Setelah diajari bagaimana cara menangani pekerjaan rumah seperti memasak, mencuci, bersih-bersih, dan lain-lain oleh Hayashida-san, dia dapat dengan berani mengatakan itu. Tentunya, bukan berarti aku benar-benar bisa begitu saja menyerahkan tugas-tugas tersebut padanya hanya karena dia bilang begitu.

“Sebenarnya aku ingin melakukannya saat aku bersih-bersih tadi, cuman aku tidak tahu bagaimana cara mengoperasikan mesin ini. Lagipula, dibandingkan dengan yang ada di rumahku, ini jauh lebih kecil.”

“Dengar ya, seukuran ini saja sudah lebih dari cukup untuk seorang pria yang tinggal sendirian.”

Demi menjaga kehormatan mesin cuci model lama (Kapasitas: 5kg), aku memberikan komentar tersebut. Ngomong-ngomong, karena hari ini Rio tidak memiliki kelas di universitas, dia memutuskan untuk mengurus pembersihan rumah, serta menata barang bawaannya sendiri. Meski pada hakekatnya, dia sebenarnya punya kelas di kampus.

[Tidak masalah, kuliah hari ini tidak terlalu penting kok.] begitulah yang dia bilang.

Yah, aku sih tidak terlalu peduli. Tiap-tiap orang punya kehidupan perkuliahan mereka masing-masing. Hanya saja, saat dia menunjukkan jadwal kuliahnya padaku... itu tampak sangat hampa. Sepertinya dia membuat tujuan untuk lulus dari universitas tanpa nyaris tidak hadir, dengan pemikiran selama dia tidak perlu mengulang setahun, maka semuanya tidak masalah. Yah, kami sama-sama masih mahasiswa, jadi aku merasa sungkan menyerahkan semua pekerjaan rumah padanya, tapi... Sekarang aku mulai sedikit terpengaruh.

“Sekarang aku sudah tahu bagaimana caranya mengoperasikan mesin cuci. Dengan begini, besok aku akan bisa menanganinya.”

“Oke, tanganilah. Dan juga, cuman sekedar memberitahumu... Aku tidak mau melihat terjadinya kesalahan klise seperti menaruh semua isi deterjen ke dalam mesin, kau mengerti?”

“Mana mungkin aku akan melakukan hal seperti itu.”

“Haha, kau benar.”

“Iyalah. Tidak mungkin aku akan melakukan kesalahan yang sama dua kali.”

“...Haha.”

Jadi sebelumnya pernah, ya? Pasti itu terjadi di rumahnya. Dan kemudian, Hayashida-san jadi terpaksa mengatasi kesalahan yang dia buat itu... aku jadi kasihan.

“Oh iya, Haru, apa kau orangnya pilih-pilih mengenai metode dalam mencuci pakaian? Seperti, menggunakan deterjen merek apa, atau memisahkan ini dan itu.”

“Tidak juga. Sekalipun harganya murah, asalkan kau tetap menggunakan deterjen dan pelembut saat mencucinya, aku tidak punya keluhan. Dan juga, pakaian yang kumiliki tidak cukup mahal hingga membutuhkan perawatan khusus, jadi kau bisa mencucinya dengan caramu sendiri. Kalau kau punya preferensi, maka aku akan mengikuti preferensimu itu.”

“Oke~ Dimengerti~”

“Terus... bagaimana dengan pakaian dalamku?”

Tentunya, pakaian dalamku termasuk dalam cucian yang ada di rumah ini—itu adalah pakaian dalam yang dikenakan oleh seorang pria sepanjang hari. Jika kami benar-benar pasangan, maka harusnya Rio tidak akan memiliki keluhan sekalipun dia menyentuh pakaian dalam pacarnya atau suaminya, tapi... Kami pasangan palsu. Dia hanya memainkan peran sebagai istri, jadi aku tidak mau memaksakanya untuk mencucikan pakaidan dalamku.

“Kalau kau memiliki keluhan tentang itu, kita bisa memisahkannya, jadi aku bisa mencuci pakaian dalamku sendiri.”

“T-Tidak apa-apa, itu terdengar merepotkanmu dan malah hanya akan menambah-nambah pekerjaan yang tidak perlu.” Rio menunjukkan reaksi yang sedikit kewalahan.

Meski begitu, tampaknya dia kesal terhadap reaksi tersebut saat dia melanjutkan perkataannya dengan nada yang kuat.

“Selain mencucinya dengan tangan, aku hanya perlu memasukkannya ke dalam mesin cuci, kan? Rasanya akan aneh bagiku untuk menyadari celana dalammu seperti itu. Lagian ‘kan, pakaian dalam cuman kain. Ya benar, itu cuman kain.”

“...Begitukah. Maka tolong cucikan kalau begitu.”

“Ya ampun, kenapa kau tiba-tiba mengungkit sesuatu yang aneh seperti itu. Kesannya menjijikkan, tahu!”

“Apanya yang menjijikkan? Aku cuman sekedar memberikan pertimbangan...”

“Kau yang memberiku pertimbangan itulah yang menjijikkan. Eww. Sampai jadi merasa kewalahan hanya karena sesuatu seperti pakaian dalam, kau seperti seorang remaja saja.”

“Ugh...”

“Tidak seperti seseorang tertentu, aku ini sudah dewasa. Tidak mungkin aku akan kewalahan hanya karena beberapa pakaian dalam pria. Yah, kalau kau memang merasa malu tentang itu, maka terserah padamu kalau mau mencucinya sendiri~?” dia berbicara dengan nada kemenangan, dan kemudian keluar dari ruang ganti.

Di tinggal di dalam, aku hanya bisa mengepalkan tangan saat menghadapi penghinaan tersebut. Namun, saat itu, aku masih tidak tahu—bahwa  pertarungan pakaian dalam yang memalukan ini hanyalah pengantar untuk apa yang akan datang.

---

Keesokan paginya, karena Rio memiliki kuliah di siang hari, dia mengoperasikan mesin cuci di pagi hari. Saat aku bersiap-siap untuk keluar, dia membawa cucian kering bersamanya ke gantungan yang ada di balkon untuk menjemurnya. Meskipun masih ada beberapa pakaian yang harus dia jemur, dia terus melanjutkan semuanya dengan cukup lancar.

“...Hm?”

Tepat sebelum pergi, saat aku memastikan rapinya penampilanku di cermin, aku melihat sesuatu. Di depan pintu antara kamar mandi dan ruang cuci, benda-benda berbentuk persegi panjang digantung di gantungan baju, dengan handuk di atasnya. Namun, itu terlihat agak aneh bagiku. Itu digantungkan di sana seolah sedang menjiplak perbatasan gantungan baju. Itu hampir seperti menyembunyikan apa yang sedang dikeringkan di dalamnya.

Hm? Ada apa ini? Harusnya ini cucian biasa, mungkinkah dia lupa membawanya ke balkon?

“...Apa boleh buat.”

Aku tidak mau ingin menunjukkan setiap kesalahan yang dia buat, jadi kuputuskan untuk membawanya ke balkon menggantikannya... Hanya saja, kenapa dia mengeringkannya seperti itu? Karena kalau seperti itu, angin tidak akan bisa mencapai apa yang ada di dalamnya. Merasa penasaran, aku sedikit memindahkan handuk untuk melihat apa yang ada di dalamnya. Dan kemudian—aku membeku.

“—!”

Apa yang kulihat di balik handuk mandi adalah pakaian dalam wanita. Kalau mau blak-blakan, itu adalah bra dan sempak. Pakaian dalam itu memiliki hitam dan ungu sebagai warna dasar mereka, yang disulam dengan sangat detail—pada dasarnya, itu adalah pakaian dalam yang mencondong ke sisi erotis spektrum.

“.........” tanpa sadar aku menelan ludahku.

Ini... pakaian dalamnya Rio, kan? Apa dia mengenakan pakaian dalam dewasa yang seperti ini? Dan juga... cup bra-nya gede banget. Apa dia menggunakan ukuran yang seperti ini...? Aku sampai merasa kalau semangka kecil bisa muat di dalam sana. Oh benar juga. Jika ini adalah pakaian dalam, masuk akal kalau dia sampai menyembunyikan—

“Kyaaaa!?”

Tepat pada timing yang paling buruk, Rio muncul di ruang cuci.

“K-Kau ngapain di sini!?” setelah berteriak dengan wajah merah padam, dia dengan panik mengambil pakaian dalamnya.

Memeluknya dalam upaya menyembunyikannya, Rio memberiku tampilan raut kesal yang tajam.

“Kau benar-benar yang terburuk... Apa yang kau lakukan dengan pakaian dalam orang lain...?”

“K-Kau salah paham! Aku tidak melakukan ini dengan sengaja! Aku tidak bisa melihat ke dalamnya, jadi aku cuman penasaran...”

“Tapi itu tidak tidak berarti kau  harus menatapnya seperti itu.”

“D-dengar ya, aku tidak menatapnya, oke!?”

Yah... sesaat aku memang dibuat terpesona olehnya.

Rio tidak menyembunyikan kekesalannya, dan kemudian melanjutkan ucapannya dengan nada yang muak.

“Aku tidak mau menjemur dalamanku di balkon, makanya aku meletakkannya di mesin pengering dan menjemurnya di sini... Dan kemudian meletakkan handuk di atasnya supaya itu jadi tersembunyi...”

“...M-Maaf.”

“Ahhh, ini yang terburuk. Memangnya kau tidak memikirkannya dua kali apa? Kapanpun seorang wanita mengeluarkan pakai dalamnya, melakukannya seperti ini adalah hal yang wajar, kan? Yah, kurasa orang sepertimu tidak akan bisa mengerti itu~”

“......”

“Yah, wajar saja. Kau mungkin pintar, tapi saat menyangkut hal-hal seperti ini, kau jadi tolol~ Hadeh, inilah kenapa aku benci dengan pria yang tidak punya pengalaman dalam cinta. Kau benar-benar tidak mengerti hati seorang wanita.”

“......”

Itu kesannya seperti Rio merendahkanku dalam penghakiman, yang dimana hal tersebut secara perlahan membuat amarahku mendidih. Aku tahu kalau memang aku yang salah, tapi... memangnya dia harus bertindak sejauh itu dan menghinaku? Apalagi dia sampai bawa-bawa kewajaran... tapi yah, mungkin itu adalah sesuatu yang dia pelajari dari Hayashida-san. Padahal sebelumnya dia tidak pernah mencuci pakaiannya sendiri, dan sekarang dia berlagak seolah tahu masalah kewajaran.

Karena aku masih sedikit stres akibat pertengkaran yang kami lakukan tadi malam—

“...Yah, maaf soal itu.” kuputuskan untuk melawan balik. “Aku tidak menyangka—kau akan jadi semalu itu hanya karena pakaian dalam.”

“...Hah?”

“Jeritanmu tadi terdengar sangat imut. Dan itu kau lontarkan hanya karena seorang pria melihat pakaian dalammu yang dijemur? Ini hampir seperti—kau adalah seorang gadis remaja.”

“Apa...”

“Bukannya kemarin kau menyebutku menjijikkan karena musingin masalah pakaian dalam? Tapi kau sendiri malah menyebabkan keributan seperti ini.”

“...! Y-Yakan pria dan wanita itu berbeda! Tidak seperti kalian para pria, rasanya sangat tidak menyenangkan bagi wanita kalau pakaian dalam kami dilihat orang lain!”

“Aku mengeri itu. Tapi kan... bukannya kita sudah menikah? Mungkin ini memang cuman pernikahan palsu, tapi kita tinggal bersama, dan karena kita tinggal di tempat yang sempit, melihat pakaian dalam satu sama lain adalah sesuatu yang tidak bisa kita hindari. Karenanya, secara tidak langsung kita sudah menyepakati masalah ini, kan?”

“...K-Kalau gitu kau sendiri bagaimana? Memangnya kau tidak malu saat pakaian dalammu kucucikan?”

“Tentu saja. Lagipula—pakaian dalamku itu sudah digunakan. Aku merasa tidak enak karena kau jadi harus berurusan dengan pakaian dalamku yang tidak higienis dan mungkin saja bau. Tapi sekarang, kita berbicara perihal aku melihat pakaian dalam yang baru dicuci, kan? Apalagi aku bahkan tidak menyentuhnya, cuman melihatnya.”

Aku tahu kalau logikaku berkeliaran. Itu hanyalah suatu permainan kata-kata yang rumit. Lagipula, berdebat kalau aku yang melihat pakaian dalam yang dijemur sama sekali tidak masalah hanyalah langkah pertama menuju pelecehan seksual. Namun, setelah percakapan kemarin—dia tidak punya tempat untuk memberikan argumennya. Aktingnya yang sombong justru kembali menggigitnya sekarang.

“Kupikir pakaian dalam itu cuman sekedar kain?”

“...!?” Mata Rio terbuka lebar, tapi bahkan ketika dia merengut padaku, tidak ada kata-kata keberatan yang keluar dari mulutnya.

Dia mungkin tidak bisa menarik kembali perkataan yang dia ucapkan sendiri.

“Katamu kau bahkan tidak melihatku sebagai pria, namun kenyataannya, kau tersipu marah saat aku melihat pakaian dalammu.”

“.........”

“Yah, masalah ini jelas merupakan salahku. Karenanya, aku akan minta maaf. Maafkan aku. Aku tidak cukup memikirkannya. Jadi sekalipun kau mencoba untuk bersikap tenang dan berwibawa, batinmu masihlah seorang gadis. Untuk kedepannya, aku akan mencoba lebih berhati-hati lagi.” aku melanjutkan. “Yang jelas, aku pergi dulu.” meninggalkan kata-kata tersebut, aku keluar dari apartemen.

Di dalam hati, aku melakukan pose kemenangan. Aku menang. Aku membuatnya memakan perkataannya sendiri. Rasain tuh, makanya jangan mempermainku seperti kemarin. Dengan suasana hati yang riang, langkahku terasa ringan, tapi... ini juga, lagi-lagi, hanyalah suatu pengantar.

Untuk meraih kemenangan yang sementara ini, aku menginjak ranjau darat yang cukup besar untuk meledakkan seluruh rumah ini menjadi berkeping-keping. Tamaki Rio adalah wanita dengan harga diri yang tidak akan membiarkannya tenang sampai dia membayar kembali orang yang megejeknya. Dengan kata lain, dia sangat kekanak-kanakan. Dan meskipun aku adalah teman masa kecilnya, aku benar-benar lupa tentang itu.

Nyebelin banget! A-Apaan coba dengan kesepatakan!? Bagaimana bisa dia bersikap begitu sombong setelah melihat pakaian dalam orang lain!? Dan juga, wajah 'Mengakalimu!'-nya itu...! Gaaah, sialan! Haru selalu saja seperti ini! Dia menggunakan rasionalitasnya untuk berbicara dan kemudian meraih jalan keluar dari situasi tersebut, dan sekalipun aku melontarkan argumen yang emosional, dia hanya akan mengabaikannya dengan 'Kalau dipikir secara logis, itu tidak masuk akal', bocah sialan itu! Itu sebabnya tidak ada wanita lain kecuali aku yang mau repot-repot berpacaran denganmu, dasar bajingan perjaka suram keras kepala yang menyebalkan!

Padahal dia memiliki wajah tampan dan kebaikan di dalam dirinya, tapi tidak ada wanita selain aku yang dapat melihat pesona tersebut, dan hanya aku yang mengetahui bagian-bagian baik dari dirinya... Tidak, tunggu! Itu tidak penting sekarang. M-Maksudku... dia berbicara seolah-olah pakaian dalam sama seperti kain-kain lainnya! Sebelumnya aku mengatakan itu hanya sebagai lelucon di saat emosiku meningkat, jadi jangan gunakan argumen itu untuk melawanku! Tentunya, aku menjadi sadar akan pakaian dalam pria tepat di depanku!

Bahkan hari ini, aku sampai 'J-Jadi ini pakaian dalam yang Haru pakai...!', menderita karena pakaian dalamnya, tapi entah bagaimana, aku berhasil menahan diri dan mencucinya dengan benar... terus, ini balasan yang kuterima!?

...Yah, bisa dibilang sih, mungkin ini adalah balasan yang tepat untukku karena kemarin terlalu berlebihan mengejeknya perihal pakaian dalam saat kami membicarakannya... Tapi ‘kan! Tidak perlu baginya untuk bertindak sejauh itu? Aku cuman bercanda dan sedikit mengejekmu loh! Kau ‘kan seorang pria, jadi menahan dirilah meskipun sedikit!

Uuuuu...! Ini yang terburuk. Kenapa aku merasa seperti aku kalah, padahal ‘kan dia yang melihat pakaian dalamku? Di situasi ini aku adalah korbannya, kan? Tapi kenapa dia justru menggunakan argumen itu menyerangku?

Issshhh... Kalau aku tahu dia akan melihatnya, aku akan memilih model yang lebih menggemaskan. Tapi, dengan ukuran dadaku yang seperti ini, mereka hanya memiliki model pin-up seperti itu... Tidak, tunggu, itu tidak penting! Yang jadi intinya sekarang adalah, aku tidak bisa membiarkan dia mengejekku sekalipun dia melihat pakaian dalamku... Aku tidak terima kalau seperti ini! Aku akan membalasnya! Aku akan membayar kembali penghinaan ini sepuluh kali lipat! Pasti, aku pasti akan membuatnya sadar akan pesonaku!

---

Malamnya-

Aku mandi agak lama, membersihkan setiap inci dari tubuhku dengan benar, lalu memastikan tahap terakhir dari rencana yang kupikirkan sepanjang hari ini. Simulasi di kepalaku—semua selesai!

“...Sip.” melontarkan suara yang penuh tekad, aku melangkah ke ruang ganti.

Aku mengeringkan tubuhku, dan kemudian melihatnya di cermin... Ya, aku benar-benar memiliki tubuh yang bagus. Bukannya aku ingin melebih-lebihkan berkah yang kumiliki, tapi... kupikir itu adalah tubuh yang sangat feminim. Apalagi, bagian yang mungkin paling menarik perhatian—dadaku. Bagiku, itu tidak lain hanyalah beban, tapi orang lain tampaknya cukup iri dengan itu. Bahkan Hayashida sering bilang 'Aku cuman butuh setengahnya saja, jadi tolong bagikanlah itu denganku', yang tidak bisa kuberitahukan apakah dia serius, atau hanya bercanda.

Tapi yah, tidak masalah. Fisik dan style yang kumiliki harusnya menarik bagi pria. Karenanya—harusnya dia juga tertarik dengan tubuhku...! Kalau aku berpakaian ringan setelah sesi mandi yang merangsang, dia pastinya akan terpesona—

“...”

Dengan sekuat tenaga aku menekan keraguanku, dan kemudian mulai bertindak. Aku mengenakan pakaian dalam yang sudah kusiapkan, bersamaan dengan kaos longgar di atasnya. Cuman itu saja. Aku tidak mengenakan apapun di atas sempakku. Aku bahkan tidak membawa pakaian apa-apa lagi, karena kalau tidak seperti itu, mungkin aku akan jadi takut pada saat-saat terakhir.

“...Woah.” Melihat sosokku yang terpantul di cermin, aku sangat terkejut.

Apa yang berdiri di sana adalah seorang wanita yang di balik kaosnya sama sekali tidak mengenakan apa-apa. Karena kaos itu cukup panjang, harusnya sempakku tidak akan terlihat, tapi meski begitu... itu masih cukup berbahaya. A-Aku harus ngapain nih... ini bahkan lebih mesum dari yang kubayangkan. Kendati menunjukkan semuanya sekaligus, berusaha menyembunyikannya justru memberikan pesona erotis yang jauh lebih besar.

Uuu... Mungkin aku memang harus berhenti melakukannya... Tidak, tidak boleh! Aku tidak boleh mundur! Harga diriku sebagai seorang wanita dipertaruhkan di sini! ...Selain itu, aku juga tidak punya apa-apa lagi untuk bisa kukenakan, jadi sejak awal memang sudah tidak mungkin untuk menghindari situasi ini.

“...A-astaga, aku lupa.” Memantapkan tekadku, aku menggumamkan kata-kata yang telah kugunakan dalam simulasi, dan menuju ke ruang tamu.

Haru lagi duduk di sofa ruang tamu, sedang sibuk mengutak-atik ponselnya.

“Aku cuma bawa kaos tadi~”

“Kaos...? ....Apa!?“ Ketika Haru secara refleks menoleh ke arahku, matanya terbuka lebar saat dia terkejut.

Wajahnya menjadi merah padam, dan dia segera mengalihkan wajahnya. Itu adalah reaksi yang kuharapkan.

“K-kau... apa yang kau lakukan...?”

“Sudah kubilang, kan? Aku lupa bawa celana, dan pergi mandi begitu saja.”

Fufu, dia benar-benar panik. Dia bahkan tidak bisa melihatku dengan benar.

“Karena aku lupa bawa baju ganti, mau tak mau aku hanya bisa mengambilnya dengan penampilan seperti ini, kan? Semua orang akan melakukan hal seperti ini. Kau pasti juga akan begitu, kan?”

“...T-Tapi ‘kan kau tahu kalau aku juga ada di sini...”

“Aku memang tahu. Terus kenapa? Sebelumnya ‘kan aku sudah bilang kalau aku tidak merasakan apa-apa sekalipun kau melihatku seperti ini.”

“......”

“Tapi ya, kurasa itu sedikiiiit merangsang bagimu? Fufu, kau bahkan tidak melihat pakaian dalamku, namun kau justru jadi sepanik ini. Imut banget.” Aku berbicara dengan percaya diri, dan menatap diriku sendiri—

Sip, meski nyaris, tapi itu tersembunyi. Dia tidak akan bisa melihatnya kalau seperti itu.

“Yah, bukannya aku peduli meskipun kau bisa melihatnya. Lagipula itu cuman pakaian dalam—cuman kain.”

“Ugh...” ekspresi Haru jadi malu dan terhina, tapi meski begitu, dia bahkan masih tidak bisa melihat ke arahku.

Yah, dia memang ada sesekali melirik bagian bawah tubuhku, jadi setidaknya dia pasti merasa tetarik. Dia panik, dan malu... Sadar akan diriku sebagai seorang wanita! Ahh, ini sangat menyenangkan. Aku bisa merasakan tubuhku dipenuhi dengan kepercayaan diri. Bagaimana? Apa kau menyukainya, Haru? Inilah balasan karena sudah mengejekku!

Puas dengan balas dendamku yang berhasil, kupikir sekarang aku harus mengenakan pakaian yang tepat. Angin sepoi-sepoi membuat pantatku terasa agak dingin. Atau lebih tepatnya... apa yang kulakukan dengan pantatku di tempat terbuka seperti ini? Memikirkan ini secara rasional, tidak ada artinya untuk... Tidak, jika aku mulai berpikir rasional, aku akan kalah. Karenanya, sekarang aku akan menikmati kemenangan ini.

Melintasi ruang tamu, aku menuju ke kamar tidur—saat itulah itu terjadi.

“...Ya ampun.” suara Haru bergetar karena malu, tapi dia mengangkat kepalanya. “Perkataanmu memang benar. Padahlah aku bahkan tidak melihat pakaian dalammu, tapi aku jadi terlalu panik. Kalau kau memang tidak merasa keberatan kulihati, maka aku tidak akan sungkan untuk melihatimu.” entah bagaimana dia kembali ke cara bicaranya yang tenang, dan kemudian berbalik di sofa—untuk melihat ke arahku.

Dia menatapku dengan seksama. Dia sudah berhenti melirikku, dan bahkan tidak berusaha menyembunyikan pandangannya.

“Apa...! T-Tunggu...! “ dihujani tatapan yang tak terduga dan penuh nafsu ini, tanpa sadar aku mencoba menyembunyikan tubuh bagian bawahku.

Aku segera menarik ujung kaosku, mencoba menyembunyikan pakaian dalam yang harusnya tidak bisa dia lihat. Tapi naasnya, itu malah menjadi kesalahan yang fatal saat Haru terkekeh dengan arogan.

“Hah, kok sekarang kau malah malu-malu?”

“...!”

“Kupikir kau baik-baik saja sekalipun aku melihatimu?”

“...A-aku memang bilang begitu, tapi bukannya itu tidak sopan kalau seorang pria menatap wanita yang terlihat seperti ini?”

“Aku diajari untuk melihat orang yang kuajak bicara.”

“...Ya ampun. Aku senang kau dibesarkan dengan baik, dasar bocah.” aku tetap tenang di luar, tapi batinku benar-benar panik.

A-Aku harus ngapain nih... Aku tidak menduga keadaan ini... Tak kusangka Haru akan melakukan serangan balik seperti ini...!

“Ada apa, Rio? Kalau memang malu, maka tidak perlu memaksakan dirimu seperti itu. Cepatlah kenakan pakian yang tepat. Atau, haruskah aku membawakanmu bebearapa pakaian?”

Mendengarnya yang memprovokasiku dengan nada percaya diri—aku merasakan darah mengalir deras ke kepalaku.

“...Makasih atas tawarannya, tapi aku baik-baik saja.” tangan yang kugunakan untuk menurunkan kaosku sekarang mulai membelai rambutku. “Aku sungguh baik-baik saja. Jadi gak masalah ‘kan kalau aku tetap seperti ini sebentar?”

“Terserah, aku tidak keberatan.” Haru terdengar agak gelisah, tapi matanya tetap tertuju padaku.

Dihujani dengan tatapan yang penuh nafsu, aku merasakan tubuhku terbakar dari dalam, dan keringat mulai bercucuran di tubuhku. Tapi, aku tidak boleh mundur di sini. Lagipula—harusnya Haru juga sama malunya denganku. Dia mencoba untuk menjaga wajahnya tetap tenang, tapi sejak tadi, kepalanya itu sudah semerah tomat. Pada akhirnya, dia akan kelelahan secara mental. Yang artinya—yang pertama mundurlah yang akan kalah!

“W-Wajahmu terlalu mudah dibaca, tahu. Bukankah kau terlalu memaksakan diri?” aku menyeringai.

“...L-Lah, bukannya kau yang seperti itu.”

Salin memelototi satu sama lain, kami berusaha menyembunyikan rasa malu kami.

Untuk menunjukkan betapa tenangnya aku dalam situasi ini, aku mencoba menyilangkan tangan—tapi itu justru menyebabkan kecelakaan. Keliman kaosku terangkat, dan itu hampir memperlihatkan sempakku.

I-Ini buruk... Tapi, kalau aku memperbaiki posisinya sekarang, dia akan tahu kalau aku sangat malu.... Tapi pada saat yang sama, kalau dibiarkan tetap seperti itu... Ahh, aku harus ngapain, apa yang sebaiknya kulakukan? Menghadapi situasi yang mengerikan ini, tanpa sadar aku mundur selangkah.

“—K-Kya!?” aku terpeleset, dan terjatuh dengan pantatku.

“H-Hei, apa kau baik-baik saja—Ah!” secara refleks Haru berlari ke arahku, tapi setelahnya dia segara berbalik ke belakang.

Dari reaksinya itu, aku menyadari seperti apa postur berbahaya yang kutunjukkan. Karena aku jatuh ke belakang, kakiku berbentuk M, dan karena aku tidak memakai celana...

“~~~!!” aku mencoba menyembunyikannya, tapi itu sudah terlambat.

Haru tampak lebih kewalahan dari sebelumnya, dan dengan panik mencoba mengalihkan pandangannya.

“K-Kau melihatnya?”

“...Itu yang barusan kau jemur tadi pagi, ‘kan!”

“~~~~~!!”

Dia rupanya melihatnya. Aaaaaah... ini yang terburuk... K-Kenapa ini harus menjadi bumerang seperti ini...

“Uuu... aku tidak akan bisa menjadi seorang istri lagi...”

“...Kau sudah jadi istri ,tahu.” sesaat hening berlalu. “Meskipun dalam pernikahan palsu.”

Haru melontarkan lelucon ringan, dan kemudian mencoba untuk membantuku berdiri.

---

Di samping catatan, mengenai masalah pakaian dalam. Saat aku berpikir kalau Haru akan mengolok-olokku sebelum dia pergi pagi-pagi sekali, dia rupanya melihat tips dan trik untuk pria dan wanita yang tinggal bersama, dan membeli beranda pakaian dalam dalam perjalanan pulang dari universitas. Itu berguna karena aku akan bisa meletakkan pakaian dalamku di sana, dan menaruhnya ke mesin cuci dan mesin pengering. Apalagi, cukup sulit untuk bisa melihat ke dalamnya.

Jadi pada dasarnya, sekalipun aku sedang mencuci dan mengeringkan pakaian dalamku, Haru tidak akan bisa melihatnya. Di sini, saat aku sibuk memikirkan rencana balas dendam lainnya, Haru rupanya memikirkan kenyamananku dengan baik.

...S-seriusan dah, itu membuatku kesal karena dia sangat perhatian dan teliti! Aku sangat benci pria seperti itu!



Sebelumnya || Daftar Bab || Selanjutnya

5 Comments

Previous Post Next Post