Tantei wa Mou, Shindeiru Volume 2 - Bab 1 Bagian 6

Bab 1 Bagian 6
Dan mulailah awal dari petualangan yang mempesona


“Jadi intinya, ‘si kelinci’ dan ‘Toilet Terikat Hanako-san’ itu adalah orang yang sama?”

Besoknya, kami berada di sebuah kafe.

Aku dan Siesta mulai membicaran perihal kebenaran akan masalah ini.

“Ya. Ini adalah kantong plastik berisi narkoba yang digunakan para siswa yang membolos.”

Menyesap tehnya, Siesta kemudian mengeluarkan kantong transparan dari bawah kelimannya, dan menaruhnya di atas meja. Itu adalah barang yang kemarin dia ambil dari toilet wanita di lantai tiga gedung sekolah lama.

“Ini semacam stimulan tertentu. Yang dimana setelah ini dikonsumsi, penggunanya akan berada dalam keadaan euforia*, apalagi itu dalam konsentrasi yang tinggi. Kurasa di sekolah ini, obat terlarang ini sudah mulai menyebar di antara siswa yang bergabung dalan klub lintasan.”

[Catatan Penerjemah: Euforia, perasaan senang dan bahagia.]

“Aku sama sekali tidak tahu tentang ini..., itu artinya, semua siswa yang absen dari sekolah menggunakan narkoba seperti itu?”

“Mm, dan selain efek itu, kurasa ada banyak efek samping lain yang cukup kuat. Dan juga, tampaknya ada banyak kasus kehilangan ingatan. Kupikt butuh waktu yang lama bagi mereka untuk bisa sembuh total.”

“Begitu ya...”

Tapi jika dilihat dari sudut pandang lain, mereka tetap bisa sembuh asalkan ada perawatan yang tepat. Setidaknya, itu adalah kabar yang baik.

“Jadi, masalah mengenai peningkatan ‘Hanako-san’ itu...”

“Kupikir itu karena kecanduan. Mereka juga menjadi penjual untuk bisa mendapatkan uang agar dapat membeli narkoba..., yang alhasil, jumlah ‘Hanako-san’ berlipat ganda secara signifikan.”

Obat terlarang ini hanya dapat dibeli dari toilet wanita ketiga di lantai tiga gedung sekolah lama. ‘Toilet Terikat Hanako-san’ ini tampaknya semacam eufemisme yang mengacu pada kesepakatan rahasia ini. Tentunya, hanya sedikit siswa yang mengetahui arti sebenarnya dari makna itu, dan tujuan lainnya adalah untuk menyamarkan kejahatan mereka sebagai rumor sekolah belaka.

“Kenyataannya, obat terlarang itu dibuat dari ‘serbuk sari’ tanaman tertentu.”

“Jadi itu sebabnya disebut ‘Hanako-san’? Itu sungguh lelucon yang garing.”

Tapi, ada banyak korban yang disebabkan oleh lelucon yang tidak lucu ini.

Dan aku, sama sekali tidak menyadari situasinya. Aku dengan berani menyatakan bahwa aku ingin menjalani hari-hariku dengan damai, tapi aku bahkan tidak mampu menyadari bahwa kehidupan sehari-hari yang damai itu telah ternoda oleh racun bunga.

“Eh tapi, ‘Hanako-san’ baru akan muncul pukul 3 pagi kan? Kenapa kelinci itu muncul di siang hari, apalagi saat festival budaya.”

“Itu menunjukkan bahwa mereka sangat cemas. Gadis-gadis itu ingin memanfaatkan kesempatan untuk menyebarkan narkoba di hadapan saingan mereka.”

“Begitu ya. Jadi ‘si kelinci’ itu juga salah satunya.”

‘Hanako-san’ merasa malu karena mereka mendapatkan narkoba, dan tidak mau menunjukkan penampilan mereka. Namun, mereka merasa jika itu adalah festival budaya yang ramai..., mereka bisa menyembunyikan diri mereka dalam balutan kostum kelinci, dan memutuskan untuk berakting di sana.

“Siesta, sejak awal kau sudah tahu kalau ‘si kelinci’ itu aneh?”

“Ya. Kelinci itu memakai sepatu lari, dan pada dasarnya itu sudah menunjukkan identitas aslinya.”

Begitu ya. Kebanyakan dari ‘Hanako-san’ ini berasal dari klub lintasan, jadi begitu Siesta memperhatikan ‘kelinci’ itu, dia langsung sadar bahwa orang itu adalah salah satu dari anggota yang menjual narkoba. Sepatu lari yang akan dia digunakan untuk melarikan diri justru menjadi batu sandungan yang menjatuhkannya.

“Jadi, kau menggunakan kode untuk melakukan kontak dengan ‘kelinci’, dan berakting sebagai pelanggan?”

Kalau dipikir-pikir, saat Siesta menerima browsur itu, dia ngotot tentang waktu. Dia tidak mengacu pada waktu istirahat, tapi pada kesepakatan yang kelangsungannya tersampaikan melalui rumor pukul 3 pagi. ‘Kelinci’ itu dengan patuh datang ke TKP, melihat Siesta memegang pistol, menyadari bahwa itu adalah jebakan, dan kemudian lari dari tempat itu.

“Seorang detektif kelas satu akan menyelesaikan sebuah kasus sebelum kasus itu terjadi.”

Aku pernah mendengar kalimat itu sebelumnya.

Siesta menutup matanya dengan elegan, dan kemudian kembali menyesap tehnya.

“Yah, itu bukan kasus yang rumit bagimu, kan?”

Siesta adalah seorang detektif hebat yang biasanya melawan 《Homunculus》, jadi transaksi narkoba mungkin merupakan peregangan sebelum sarapan..., atau lebih tepatnya, tidur siangnya.

“Tapi, ‘bunga’ yang digunakan kali ini tampaknya terkait dengan organisasi itu.”

“Organisasi, apa yang kau maksud adalah...?”

Siesta mengangguk dalam diam, mengiyakannya.

Organisasi rahasia 《SPES》—ya, jika berbicara tentang narkoba, maka pasti ada bosnya..., sang dalang. Tanpa kusadari, orang-orang itu menyebarkan bayangan mereka di sekitarku.

“Jadi?” Meletakkan cangkirnya di atas tatakan, Siesta melihat ke arahku. “Apa yang akan kau lakukan?”

Mata birunya menatap tajam ke arahku.

Aku tahu apa yang dia maksud.

Dia bertanya apakah aku sudah siap. Apakah aku akan melompat keluar dari air hangat yang dingin ini, dan memasuki hari-hari hidup dalam perang. Itulah yang disampaikan oleh mata itu.

Jika demikian.

“Siesta,” aku bertanya padanya. “Kalau aku menjadi asistenmu, apa keuntungan yang kuperoleh? Apa manfaat yang bisa kau berikan kepadaku?”

Itu adalah awal percakapan yang kusarankan.

Tapi, aku tahu bahwa tidak ada gunanya menanyakan pertanyaan ini.

Ya. Sebenarnya aku tahu.

Aku tahu mengapa kau begitu mendesakku, mengapa aku harus menjadi asistenmu; itu semua karena kecenderunganku yang ‘mudah terlibat dalam masalah’. Selama kecenderungan itu tetap ada, kasus apa pun, masalah apa pun akan secara otomatis datang ke arahku seolah-olah semua itu menumbuhkan kaki dan menghampiriku.

Aku adalah bakat yang perlu dipekerjakan jika Siesta ingin melanjutkan masalah ini..., yaitu mencari 《SPES》. Detektif hebat tidak menginginkan asisten, apa yang mereka inginkan adalah kasus.

Karenanya, Siesta tidak terfokus padaku. Manfaat yang dapat dia berikan untukku hanyalah sesuatu yang bisa dia buat dengan tergesa-gesa. Aku mengerti itu..., dan bersiap untuk menolaknya saat aku mengajukan pertanyaan kejam ini padanya.

Siesta menutup matanya dengan erat,

“Aku akan melindungimu.” Kemudian dia membuka matanya, dan berkata dengan senyum lembut. “Bahkan dengan kecenderunganmu yang seperti itu, bahkan saat kau terlibat dalam kasus atau masalah apa pun, aku akan bertindak dan melindungimu.”

Karenanya,

 

“Kau—jadilah asistenku.”

 

Mengatakan itu, Siesta mengulurkan tangan kirinya ke atas meja.

“...Apaan coa dengan pembicaraan manis ini untuk menggertakku.”

Aku tidak mungkin menerima ajakan buruk ini—

“Yah, karena kau bilang begitu, bukannya aku tidak bisa menerimanya.”

Dan sebelum aku menyadarinya, aku sudah meraih tangan itu.

Mengapa? Aku sendiri tidak tahu. Justru aku ingin menanyakan itu juga.

Tapi kenapa tepatnya. Aku bisa membayangkan pemandangan itu... pemandangan diriku terbang di udara, berpakaian seolah-olah aku sepuluh tahun lebih tua. Aku tidak bisa menyingkirkannya.

“Ini pertama kalinya aku bertemu dengan laki-laki tsundere yang begitu patuh.”

“Jangan menambahkan elemen aneh ke asisten-mu sendiri.”

“Dan sekarang kau mengakui bahwa kau adalah sang asisten.”

“Ugh, itu hanya kiasan.”

“Ngomong-ngomong, kau sudah memiliki jawaban sebelum kau datang ke sini, ya?”

Siesta melambaikan dua tiket pesawat ke arahku.

Ya, kafe tempat kami berada sebenarnya adalah ruang tunggu bandara.

“...Jadi, kau bilang padaku kalau aku akan menjadi asisten, tapi bisa tidak kau mengatakan yang lebih spesifik lagi.”

“Hmm, yah, seperti misalnya, membangunkanku setiap pagi, sikatin gigiku, gantikan pakaianku, atau semacamnya?”

“................Tolong izinkan aku untuk menolak itu.”

“Kenapa kau lama sekali menjawabnya? Apa kau sempat berpikir kalau itu akan menjadi hidup yang baik?”

“Ahh, diam! Aku mengerti! Sesuai maumu, aku akan jadi asistenmu!”

Aku membanting meja dan berdiri,

 

“Jadi, kita akan bersama selamanya, kan!?”

 

Dalam kegelisahanku, aku melontarkan pikiranku kepada gadis yang ada di depanku.

“Eh, apa barusan kau melamarku...”

“Kutarik kembali kata-kataku!”



2 Comments

  1. Jadi, kita akan bersama selamanya, kan!?

    Ehhh... Siesta malah wafat duluan zzz

    ReplyDelete
Previous Post Next Post