[LN] Because I Like You Volume 1 - Bab 2

Bab 2
Kisah Cinta Pertama dan Sarang Cinta Mereka


Hitotsuba Elektronik. Perusahaan manufaktur elektronik global Jepang yang merayakan hari jadinya yang ke-100 tahun ini. Bisnis perusahaan tersebut tidak hanya terbatas pada peralatan rumah tangga saja, tapi juga meliputi renovasi, kendaraan listrik, pembangunan infrastruktur, dll.

“Ayahku, Hitotsuba Kazuhiro, saat ini beliau adalah pimpinan generasi keempat. Di era saat ini sistem warisan keluarga sudah ketinggalan zaman, karena itulah ayahku berencana untuk tidak mengikuti tradisi seperti itu lagi.  Ini artinya, kau mesti sangat bersiap-siap jika ingin mengikuti jejak ayahku, oke?”

Hukuman mati. Sudah bisa dipastikan kalau ini adalah hukuman mati untukku. Aku bisa mengerti bahwa begitu dirimu memasuki dunia kerja, maka kau harus mengabdikan diri untuk pekerjaanmu. Hanya saja, aku tidak menyangka bahwa di musim dingin masa kelas 1 SMA-ku, aku akan diberitahukan bahwa aku harus bekerja keras untuk menjadi pemimpin perusaaan dengan puluhan ribu karyawan.

“Kupikir akan bagus jika setelah lulus SMA nanti kau lanjut ke jenjang kuliah. Yah, paling tidak kau harus memasuki universitas nasional atau negeri. Tapi itu juga tidak masalah jika kau ingin memasuki universitas pilihan pribadimu asalkan universitas itu bukan di luar negeri.”  

“Tapi kalau aku kuliah, aku tidak akan bisa bekerja untuk ayahmu, kan?”

“Apa kau bermaksud membuang-buang waktumu dengan melakukan pekerjaan sambilan dan diselangi dengan kegiatan klub?  Akan lebih baik jika kau menggunakan waktumu itu untuk meneladani ayahku. Atau apa kau ingin bergabung dengan klub minum-minum atau klub kencan untuk bersenang-senang? Tidak, mungkinkah kau ingin dirawat dan diurus oleh para senpai yang baik hati di pekerjaan sambilanmu meskipun kau memiliki istri yang imut sepertiku di sisimu?”

Kupikir kau akan tahu tanpa aku harus mengatakannya, tapi aku tidak mengatakan apa-apa. Semua itu, hanya khayalannya Hitotsuba-san yang terlalu berlebihan.

“Yuya-kun, yang harus kau lakukan hanyalah bermesraan denganku. Terlepas dari penampilanku ini, aku adalah orang yang pekerja keras. Aku yakin kalau aku dapat memenuhi harapan dan keinginanmu tidak peduli seberapa uniknya fetish yang kau miliki. Karenanya, jangan lakukan hal-hal semacam itu dengan gadis lain, oke?”

“Eh, ya. Tentu saja.”

Jika seorang sepertinya mendongak dan mengedipkan matanya kepadaku, tidak mungkin aku bisa menolak kata-katanya! Lagian, bagaimana lagi aku bisa menjawabnya?

Tapi sekarang, masih ada pertanyaan penting yang belum terjawab. Aku tidak yakin apakah itu adalah ide yang baik untuk menanyakan hal ini setelah aku menangis di pelukannya, tapi ada sesuatu yang memang harus kuketahui.

“Hei, Hitotsuba-san. Mengapa kau membantuku? Aku tidak berpikir kalau kita memiliki banyak interaksi, kau sendiri juga berpikir demikian, kan?”

“Yah, memang benar kalau kita tidak banyak berinteraksi saat di sekolah, tapi sudah sejak lama aku selalu memperhatikanmu, tau? Khususnya, saat kau berlatih sepak bola saat sepulang sekolah.”

Ada beberapa hal yang terus kulakukan sejak aku masih kecil. Salah satunya adalah sepak bola. Meski begitu, tim sepak bola SMA Meiwadai tidaklah kuat. Posisiku di dalam tim adalah striker, tapi aku seperti tidak pernah menerima bola. Alasannya karena tim sepak bola kami sangat lemah di lini tengah.

“Di suatu hari di musim panas, saat matahari sudah terbenam, ada seorang anak laki-laki yang terus berlatih menendang bola sendirian meskipun semua orang sudah pulang.  Setiap hari, dari hari ke hari, dia tidak pernah bosan melakukan itu. Dia selalu menendang bola ke arah gawang, dan dia memiliki sikap yang biasanya tidak kulihat pada orang lain.”

“.........”

“Orang ini tidak sepertiku. Dia adalah orang yang akan sangat bekerja keras pada apa yang dia tekuni. Dan kemudian, anehnya, sebelum aku menyadari, aku jadi terus memperhatikan anak laki-laki itu.”

Hitotsuba-san tersenyum dan merangkai kata-katanya saat dia mengingat masa lalu yang penuh nostalgia.

“Sejak saat itu, aku terus mendukung anak laki-laki itu. Aku berdoa semoga suatu hari nanti usahanya itu akan membuahkan hasil. Namun sayangnya, doa itu tidak terkabul.”

Ya. Usaha itu tidak membuahkan hasil. Awalnya aku bermimpi bisa berpartisipasi dalam turnamen nasional, tapi hasilnya tim kami kalah di putaran ketiga turnamen regional. Semua latihan harianku tidak pernah membuahkan hasil.

“Tapi, anak laki-laki itu tidak merasa putus asa atas kekalahannya. Keesokan harinya, dia kembali menendang bola sendirian seperti biasa. Padahal aku berpikir kalau anak laki-laki itu akan istirahat sebentar atau berhenti berlatih sendirian lagi. Ya, orang ini adalah orang yang luar biasa dan memiliki hati yang kuat yang tidak pernah menyerah pada keputusasaan. Hatiku ini, telah terpaku pada pesona anak laki-laki itu...., pada pesonamu.”

“Aku bukanlah orang yang seluar biasa itu, tau...?”

“Entah apa pun yang kau katakan, aku telah jatuh cinta dengan kesungguhanmu! Sebelum ada orang lain yang menyadari pesonamu itu, apalagi sebelum ada orang yang memilikimu..., aku ingin memastikan bahwa dirimu akan menjadi milikku, dirimu hanya akan melirikku saja.”

Aku sungguh bahagia bahwa seorang yang terpilih sebagai siswi SMA terimut di Jepang seperti Hitotsuba-san akan berpikiran sampai sejauh itu tentang diriku. Aku tidak menyangka bahwa dia akan jatuh cinta padaku karena aku selalu menendang bola seperti orang tolol tiap-tiap harinya. Tapi karena dia menyukaiku dari kejauhan, itu berarti aku tidak tahu apa-apa tentang dirinya. Karenanya, jika aku ditanyai apakah aku menyukainya, maka jawabanku adalah: ‘Aku tidak tahu.’

“Aku mengerti perasaanmu Hitotsuba-san. Sejujurnya, aku senang memiliki orang yang sangat cantik sepertimu menyukaiku. Namun, aku masih belum mengenalmu dengan baik. Karenanya, saat ini aku tidak bisa memberikan jawaban atas perasaanmu itu.”

“Tidak apa-apa. Faktanya, itulah mengapa kau menjadi cinta pertamaku. Kau tidak bisa menjawab perasaanku karena kau tidak mengenal Hitotsuba Kaede; kau tidak menerimaku hanya karena penampilanku saja. Dan dengan jawaban yang barusan kau berikan itu, rasa cintaku terhadapmu jadi semakin meroket!”

Begitukah? Memang sih, itu tidak salah bahwa penampilan adalah bagian dari jatuh cinta dengan seseorang, tapi lebih daripada itu, kupikir itu penting untuk mengetahui siapa orang itu sebelum kau jatuh cinta padanya.

Setidaknya dalam benakku, kriteriaku untuk jatuh cinta dengan seorang gadis adalah apakah menyenangkan bersamanya dan apakah dia ingin menunjukkan dirinya yang sebenarnya kepadaku. Selain itu, ada juga pertanyaan apakah dia mampu untuk melihat dan memahami cara kerja batinku, Yoshizumi Yuya, dengan benar. Jika tidak, hubungan akan cepat berantakan ketika dua orang mulai berpacaran hanya dengan berdasarkan penampilan. Nah, dalam kasusku, aku tidak ingin membiarkan itu terjadi.

“Fufufu, meski aku agak terlalu memaksa, tapi tampaknya strategi menghancurkan pertahanmu telah berhasil. Meskipun saat ini aku belum tahu bagaimana cara mewujudkannya, tapi suatu hari nanti aku yakin kalau aku akan membuatmu mengatakan, ‘Aku menyukaimu’, dan menciumku. Kemudian, aku akan mendoronmu kebawah, dan..., guhehehe...”

Jadi dalam khayalannya, bukan aku yang mendorongnya; tapi Hitotsuba-san yang mendorongku ke bawah, ya. Nah, yang lebih penting lagi, seorang gadis seusianya harusnya tidak ngiler sembari mengatakan ‘Guhehe’! Kan tingkahnya itu jadi membuang-buang kecantikannya! Ini bisa menghancurkan citra publik Hitotsuba Kaede yang bermartabat.

“Yah..., meskipun hanya sedikit, tapi kupikir aku telah belajar sesuatu yang baru tentang dirimu. Rupanya ada kesenjangan yang besar antara dirimu saat di sekolah dan saat di rumah.”

“Setiap manusia memakai topeng. Itu juga sama untukmu, Yuya-kun. Meskipun aku tidak tahu apakah kau menyadarinya atau tidak, tapi dirimu yang sekarang dan dirimu saat bermain sepak bola adalah dua orang yang berbeda loh. Tentu saja, yang kumaksud itu dalam artian yang positif.”

Aku sendiri tidak terlalu tahu, tapi teman-temanku memang sering mengatakan padaku bahwa aku tampak seperti orang yang berbeda dari diriku yang biasanya ketika aku berada di lapangan sepak bola. Aku dibuat sadar bahwa aku bisa menjadi sedikit agresif dan egois, tapi aku tidak yakin apakah itu istilah yang tepat untuk menggambarkanku.

“Kalau kau melakukannya secara tidak sadar, maka wajar saja kalau kau tidak mengetahuinya. Ngomong-ngomong, menurutmu kepribadianku yang mana yang merupakan topeng, dan mana yang merupakan sifat asliku?”

“Entahlah. Aku tidak membenci dirimu yang terlihat imut seperti sekarang, atau dirimu yang biasanya tampil keren saat di sekolah. Yah, aku tidak punya cara untuk menilai mana yang merupakan sifat aslimu, jadi dengan meminjam kata-katamu, kurasa aku akan mengetahui perihal itu nanti.”

Aku mengagumi Hitotsuba-san yang bermartabat, keren, dan dapat diandalkan meskipun dia seorang gadis. Dan dirinya yang membuat wajah konyol ketika dia tenggelam dalam khayalannya atau ketika dirinya yang sedang tersipu malu juga kupikir sangat imut.

“Y-Yah, aku juga ingin mengetahui lebih banyak hal tentangmu seperti makanan favorit, tipe wanita favorit, kebiasaan seksual, fetish, dan sebagainya. Jadi, ayo kita lakukan yang terbaik bersama-sama, oke? Ngomong-ngomong, pose favoritku adalah...”

“Berhenti! Ayo kita bicarakan itu di lain waktu. Untuk sekarang, ayo mengenal satu sama lain secara lebih normal dulu, oke!?”

Setiap kali dia memiliki kesempatan, dia akan melemparkan bom ke arahku dengan wajah yang polos, dan aku tidak pernah bisa memprosesnya dengan benar! Apalagi, jika dia mengatakan itu dengan ekspresi malu-malu sambil sedikit mengalihkan pandangannya, bisa-bisa jantungku akan meledak! Aku bahkan ingin menduga bahwa ini semua adalah bagian dari rencananya yang telah dia kalkulasikan!

“Baiklah, candaannya cukup sampai di sini saja. Sekarang, Yuya-kun, kemasilah barang-barangmu. Kita akan pindah setelah kau selesai mengemasi semua barang-barang yang diperlukan.”

“Pindah? Pindah ke mana?”

“Bukankah sudah jelas? Ke sarang cinta kita.”

Eh? Apa tinggal bersama ini  sudah dimulai hari ini?

---

Sekarang pukul 21:00. Aku berada di dalam mobil mewah yang jarang kulihat melintas di jalanan kota. Tentu saja, di sebelahku ada si pemilik mobil, atau lebih tepanya, orang yang memanggil mobil dan sopirnya, Hitotsuba-san. Wajahnya tampak berbeda dari yang sebelumnya, dimana sekarang itu tampak bermartabat sampai-sampai mengingatkanmu pada patung yang terbuat dari es. Meskipun aku merasa malu untuk mengatakan ini, tapi penampilannya itu juga cantik dan mempesona.

“Hei, Hitotsuba-san. Boleh tidak aku mengetahui kemana tujuan mobil ini, atau lebih tepatnya, kau mau membawaku ke mana?”

“Tadi aku sudah bilang, kan? Kita akan pergi ke sarang cinta kita. Jangan khawatir, ayahku begitu senang dengan semua ini sehingga dia telah membelikan tempat bernaung yang terbaik untuk kita.”

Apa tempat bernaung seperti itu akan baik-baik saja?

Kumohon, berikan aku tempat bernaung yang terbaik. Dia tidak membuat permintaan seperti itu dengan seenak jidat, kan?

Dari jendela mobil, pemandangan yang terlihat tampak semakin mendekati spot nomor satu yang ingin orang-orang kunjungi saat sedang kencan dengan pacar.

“H-Hei..., aku tidak meragukanmu Hitotsuba-san, tapi..., ini semua tidak bohong, kan?”

“...?”

Jangan memiringkan kepalamu dengan tampang imut seperti itu! Perbedaan antara sikap bermartabat dan gerakan imutmu itu membuat detak jantungku jadi meningkat pesat!

Aku menarik nafas dalam-dalam dan mencoba untuk tidak membiarkan suaraku bergetar saat berusaha untuk tetap tenang.

“Maksudku, mau dilihat dari sisi manapun, area ini adalah daerah pesisir yang sekarang lagi populer, kan? Selain itu, ada apartemen yang semewah dan senyaman hotel kelas satu yang baru-baru ini dibangun di area ini. Bukankah itu sangat aneh bagi murid SMA seperti kita untuk tinggal di sini?”

“Oh, tampaknya kau mengetahuinya dengan baik. Penting bagi orang-orang yang bekerja untuk memiliki antena informasi yang tinggi. Apalagi, jika kau ingin menjadi pemimpin perusahaan. Kau memang hebat, Yuya-kun!”

Bagaimanapun juga, ayahku adalah orang yang tidak terlalu peka terhadap informasi. Dia tidak cukup mendapatkan informasi untuk bergerak sampai dia mendengar berita di TV yang mengatakan ‘itu lagi tren!’.

Bagaimana kita bisa melihat ke depannya dan mengikuti gelombang tren atau menjadi orang yang membuat tren. Untuk melakukan hal-hal tersebut, kebutuhan untuk mengumpulkan informasi jadi semakin terfokus. Meskipun demikian, aku hanya bisa melakukan ini di sela-sela latihan sepak bola saja, jadi aku tidak bisa berbuat banyak.

Ngomong-ngomong, aku bisa menghadiri SMP dengan menggunakan uang yang ayahku hasilkan melalui keajaiban meskipun dia bukanlah orang yang peka terhadap informasi. Saat dia mendapatkan cukup uang untuk membiayai tiga tahun sekolahku di SMP, dia berkata, “Jangan khawatir, aku tidak akan pernah menyentuh uang ini!”. Secara tidak sadar aku merasa tersentuh ketika mendengarnya mengatakan itu dengan tatapan yang luar biasa serius di matanya.

“Untuk saat ini, kurasa itu sudah cukup bagus jika kau memiliki gagasan seperti itu. Mulai kedepannya, kupikir kau harus belajar meneliti informasi yang kau kumpulkan di bawah bimbingan ayahku dan belajar bagaimana memanfaatkan informasi tersebut. Yah, jika itu adalah dirimu, maka aku yakin kalau kau pasti bisa melakukannya.”

Sang dewi memujiku, mengharapkanku, dan tersenyum padaku. Senyuman itu sangatlah indah saat diterangi oleh pemandangan malam yang mengintip melalui jendela, membuatku sontak mengalihkan pandanganku dari dirinya. Pipiku terasa panas. Ya ampun, inilah mengapa aku tidak bisa tahan dengan senyuman wanita super cantik.

“Fufufu, kau yang malu-malu itu juga imut, Yuya-kun. Oh, kita sudah sampai. Inilah rumah baru yang akan kita tinggali mulai sekarang.”

Itu adalah apartemen baru yang super mewah, puncak kemewahan yang belum lama ini sempat kusinggung. Seriusan nih? Aku akan tinggal bersama Hitotsuba-san di tempat seperti ini?

“Kamar kita ada di lantai atas apartemen ini. Ayo pergi ke sana!”

Dengan menyilangkan lengannya di lenganku, kami menaiki lift seiring aku hampir kehilangan kesadaran gara-gara merasakan sentuhan luar biasa akibat kontak fisik kami.  Oh iya, koper dan pakaian ganti minimal yang kukemas akan dibawakan oleh supir. Aku bilang kepadanya kalau aku bisa membawa semua itu sendiri, tapi dia berkata dengan senyum masam kalau aku tidak boleh mengambil pekerjaannya.

Lift naik dengan kecepatan luar biasa. Berdiri di sampingku, ekspresi Hitotsuba-san tampak sama seperti saat di mobil tadi, tidak, jika dilihat lebih jeli, pipinya tampak merona.

Setelah puluhan detik. Ketika aku akhirnya turun dari lift, aku melihat ada sebuah pintu di depanku. Saat aku masih bertanya-tanya apakah hanya ada satu kamar di lantai atas ini, lengan yang disilangkan oleh Hitotsuba-san menarikku dan membawaku ke kamar. Saat aku melewati pintu masuk dan menuju ruang tamu, aku disambut dengan pemandangan yang spektakuler.

“Fufufu, bagaimana? Apa kau menyukainya?”

“Ini bukan masalah suka atau tidak suka..., apa kita benar-benar akan tinggal di sini? Kau bercanda, kan?”

“Sayangnya ini adalah kenyataan. Mulai saat ini, kau akan tinggal di rumah ini bersamaku, Yuya-kun. Tenang saja, aku pandai kok dalam memasak. Aku akan membuatkan apapun yang kau ingin makan.”

Tidak, kalau masak sih aku juga, jadi ayo kita bergiliran. Memberikan semua tugas untuk satu orang saja bukanlah hal yang baik. Eh, tunggu dulu, yang harus dibicarakan saat ini bukanlah itu!

Intinya, ruangan ini sangat besar. Ruang tamu dan ruang makan hampir berukuran 30 tikar tatami. Meja makan dan kursinya berdesain menenangkan. Ada sofa yang terlalu besar untuk dua orang mendudukinya, dan ada TV yang besar untuk ditonton saat bersantai setelah makan malam. Apa ini TV Samsung QLED yang memiliki resolusi lebih tingga daripada 4K itu? Berapa inci ukurannya?

Terlebih lagi, apa yang membuat malam terasa lebih elegan adalah pemandangan malam yang indah dari teluk yang terbentang di luar jendela besar. Dengan pemandangan ini sebagai saksi, kami akan berpelukan dan dengan penuh gairah berciuman satu sama lain, dan setelah itu..., hah, apa yang baru saja kupikirkan?

“Yuya-kun, apa kau baik-baik saja? Wajahmu tampak memerah loh...?”

“Tidak apa-apa! Aku baik-baik saja kok! Aku tidak sedang memikirkan sesuatu yang aneh! Hal-hal seperti haruslah menunggu sampai kita mengenal satu sama lain dengan lebih baik! Interaksi seksual yang tidak murni sama sekali tidak ada gunanya!”

“Fufufu, kau sungguh pria yang lucu. Tapi aku juga suka dengan fakta bahwa kau berusaha menjadi pria yang gentle.”

Berhenti! Jangan membuat kesanku terhadapmu jadi semakin meningkat lagi, Hitotsuba-san! Aku takut aku jadi tidak bisa tidur ketika aku tidak bisa memenuhi harapanmu!

“Baiklah, ini mungkin sedikit terlambat, tapi ayo kita makan malam.”

Di saat Hitotsuba-san mengatakan itu, terdengar bunyi bel dari pintu. Saat kami pergi memeriksa interkom, orang yang membunyikan bel itu adalah sopir yang tadi. Hitosuba-san mengucapkan terima kasih padanya, lalu meninggalkanku dan menuju ke pintu depan sendirian.

“Maaf membuat anda menunggu, Yoshizumi-sama. Koper yang tadi anda—”

“Ta~da! Makan malam sudah tiba! Ayo, mari makan sebelum hidangannya menjadi dingin!”

Apa yang Hitotsuba-san taruh di atas meja dengan wajah tersenyum cerah adalah dua kotak pizza yang bisa di antarkan kerumah dengan satu kotak tambahan. Eh, apakah si sopir yang membawa ini?

“Terima kasih, Miyamoto-san. Apa kau mau ikut makan dengan kami? Kau juga belum makan malam, kan?”

“Tidak usah, keperluanku di sini sudah selesai. Selain itu, aku juga tidak tega mengganggu kalian berdua. Orang tua ini akan pergi dulu.”

Setelah mengatakan itu, Miyamoto-san, si sopir, membungkuk hormat dan pergi. Meskipun memang benar kalau dia memiliki rambut putih beruban yang wajar di sebut orang tua, tapi tulang punggunggnya lurus dan suaranya penuh energi. Jadi dia sama sekali tidak terasa seperti orang yang sudah tua. Malahan, aku merasakan keanggunan dari dirinya.

“Miyamoto-san adalah seorang berpengalaman yang telah menjadi sopir sejak era kakekku. Jadi, tidaklah berlebihan untuk mengatakan kalau dia sudah seperti anggota keluarga bagiku. Yah, meski begitu orangnya sendiri menarik batasan tentang itu. Tapi daripada membicarakan itu, ayo makan sebelum ini menjadi dingin.”

Untuk saat ini, aku tidak ingin bertanya kapan dia memesan pizza itu. Aku yakin dia memesannya bersamaan dengan beberapa cola saat aku sedang berkemas-kemas. Meski begitu, sungguh mengejutkan bahwa wanita cantik seperti Hitotsuba-san akan senang memakan makanan junk food.

“Bagaimana, apa kau jadi lebih mengenalku lagi?”

Aaahh, aku mengerti sekarang. Orang-orang memang tidak terlihat seperti kelihatannya. Citra yang dimiliki orang-orang tentang Hitotsuba Kaede hanyalah sekedar citra. Pada dasarnya, dirinya tidaklah berbeda dengan gadis SMA lainnya.

“Sekali lagi, mulai sekarang dan kedepannya mohon bantuannya ya, Yuya-kun.”

Menerima cola darinya, aku membuka tutupnya untuk menghilangkan rasa lelah akibat hari yang penuh gejolak ini. Saat tutupnya sudah terbuka, isinya menyembur keluar dan menjadi semprotan yang membasahi wajahku. Pelaku yang menyebabkan itu menundukkan kepalanya saat dia berusaha untuk tidak tertawa.

Sekali lagi, ada hal baru yang kuketahui tentang dirinya; terlepas dari penampilannya, Hitotsuba Kaede adalah gadis yang cukup jahil.

---

Wajah dan pakaianku menjadi basah karena kejahilan mengocok cola sebelum membuka dan kemudian menyerahkannya. Aku ingin mengeluh tentang betapa geramnya diriku atas perbuatannya, tapi aku tidak bisa mengatakan apa-apa saat melihat Hitotsuba-san tersenyum cekikikan.

Untuk saat ini, kami makan pizza selagi hangat. Pizzanya ada dua jenis, yang satu berbahan dasar daging, dan satu berbahan dasar seafood. Tapi karena kami sudah lapar, dan karena yang makan dua orang, jadi kami memakan semuanya dalam waktu singkat.

“Yah, perutku sudah kenyang, jadi kupikir aku mau mandi. Gak apa-apa, kan?”

“Tentu. Gas, listrik, dan air semuanya sudah siap digunakan, jadi silahkan.”

Sipp, kalau begitu melegakan. Aku kemudian menuju ke kamar mandi sambil menjelajahi rumah ini. Aku membuka pintu satu per satu, tapi hal yang paling menarik perhatianku adalah kamar tidur. Di sana ada ranjang berukuran besar, dua bantal, dan satu selimut. Ini sudah seperti kamar tidur pasangan yang serasi. Apa aku akan tidur di sini dengan Hitotsuba-san?

Masih ada beberapa waktu sebelum waktu tidur, jadi aku mengesampingkan itu sebentar dan pergi ke kamar mandi. Bak mandi yang ada di sini juga sangat besar. Itu cukup untuk dua orang bisa meregangkan kaki dan merilekskan diri. Hei, jangan bilang aku akan memiliki kesempatan untuk mandi bersama Hitotsuba-san?

“Ini buruk..., hanya memikirkannya saja sudah akan akan membunuh pikiran jernih yang amat penting bagiku.”

Yah, kurasa itu hanya masalah waktu saja sebelum pikiran jernih ini akan bergabung dengan spesies-spesies yang terancam punah. Meskipun bukan itu masalahnnya, delusi seorang remaja laki-laki adalah berbahaya, jadi jika aku tiba-tiba mulai hidup bersama dengan gadis cantik bak dewi seperti Hitotsuba-san, tak heran jika kesalahan bisa terjadi kapan saja.

“Hei, aku tidak merasa keberatan loh dengan kesalahan yang bisa terjadi itu? Malahan, dengan senang hati aku akan menerimanya!?”

Hah, apa tadi aku menyerukan pemikiranku!? Atau lebih tepatnya, sebelum aku menyadarinya, tau-tau Hitotsuba-san sudah berdiri di belakangku. Lengannya terlipat, dan dia memiliki wajah yang tenang, namun kakinya tampak gemetaran. Dia memang bilang kalau dia akan dengan senang hati menerimanya, tapi bukankah dia sendiri sebenarnya merasa takut.

“...Aku tidak akan memaksa seseorang untuk melakukan sesuatu yang tidak dia ingin lakukan. Hal semacam itu hanya akan terjadi setelah kita menjadi lebih cocok satu sama lain.”

“Padahal aku belum ada mengatakan apa-apa, tapi aku senang kalau kau berpikir seperti itu, Yuya-kun. Cuman, aku harus mengoreksimu bahwa aku memang dengan senang hati menerimnya, jadi ingatlah itu.”

Jangan mengatakan apapun yang bisa membuatku gugup! Itu ‘kan membuatku jadi langsung jatuh hati! Aku menghela nafas dan mendesah kesal. Masa depan mungkin memang sudah pasti, tapi setidaknya biarkan aku menahannya untuk sementara waktu. Paling tidak, aku ingin tahu lebih banyak hal tentang Hitotsuba Kaede terlebih dahulu.

“Jadi, apa kau akan mandi sendirian saja, Yuya-kun?”

“...Hei, Hitotsuba-san. Hal semacam itu tidak ada artinya jika kau mengatakannya saat tubuhmu gemetaran, oke?”

“...A-Aku tidak gemetaran! B-bukankah aku terlihat seperti itu karena bola matamu lah yang bergetar? A-Aku normal-normal saja, tau?”

Ya ampun, bahkan suaranya terdengar gemetaran. Tapi yah, mengatakan perihal itu kepadanya hanya akan membuatnya jadi lebih panik. Aku hanya mengangkat bahu, mengisi air ke dalam bak mandi, dan menekan tombol air panas. Suhunya 41 derajat. Ini adalah suhu yang pas untuk orang yang suka mandi lama-lama.

“Tentu saja, aku akan mandi sendirian, jadi kau bisa pergi menonton TV. Tapi, jangan berani-berani untuk mengintip, oke!”

“Hm? Apakah itu adalah sesuatu yang terkadang orang-orang sebut sebagai; jika seseorang bilang untuk jangan mendorong, maka orang itu sebenarnya ingin didorong, dan jika seseorang mengatakan untuk jangan mengintip, maka orang itu sebenarnya ingin diintip. Dengan kata lain, kau sebenarnya ingin diintip dan mandi bareng denganku, kan? Issh, kau harusnya lebih jujur, tau!”

Sepertinya dia bahkan tidak mau mendengarkanku. Atau lebih tepatnya, bukanya dalam kasus ini posisi kami terbalik? Kan harusnya Hitotsuba-san lah yang mengatakan untuk jangan mengintip.

“Aku? Aku sih gak masalah?”

Pernyataan semacam itu bukanlah sesuatu untuk dikatakan saat kau membalikkan punggung sambil menutupi tubuh dengan tanganmu. Aku ‘kan jadi bingung saat melihatmu yang seperti itu, jadi tolong cocokkan ucapanmu dengan tindakanmu.

Tapi yah, mulutnya yang cemberut dan pipinya yang memerah itu sangat imut.

“Ya, ya, aku mengerti. Kalau kau bilang begitu, maka aku akan mengintipmu jika aku punya kesempatan. Tapi aku tidak suka diintipi, jadi tolong jangan lakukan itu, oke!”

Mengabaikan Hitotsuba-san yang cemberut—tapi imut—aku mengeluarkan pakaian dalam, piyama, dan handuk mandi dari koper. Untuk beberapa alasan, meskipun peralatan rumah tangga seperti TV, perekam, dan pemberish udara lembab tersedia, tidak ada mesin cuci atau kulkas. Ada panci dan pisau, tapi tidak ada peralatan makan. Apa yang harus kulakukan?

“Bukankah sudah kubilang kalau besok kita akan berbelanja. Besok pagi kita akan membeli mesin cuci dan kulkas di toko elektronik, lalu kita akan pergi ke pusat perbelanjaan untuk membeli peralatan makan. Sebenarnya aku bisa membeli semua itu sendirian, tapi tetap saja aku ingin berbelanja bersamamu, Yuya-kun...”

Aku bertanya padanya tentang hal itu ketika aku menunggu bak mandi siap. Aku bisa mengerti bahwa pria dan wanita yang mulai hidup bersama akan pergi berbelanja bareng, tapi kami ‘kan masih SMA? Lalu, bagaimana dengan uangnya? Atau lebih tepatnya, ayahnya adalah pemimpin perusahaan elektronik, kan? Bukankah akan lebih baik jika meminta bantuannya?

“Ayahku bilang bahwa kita harus melihat baik-baik kulkas, mesin cuci, dan hal-hal lain yang berhubungan dengan keseharian kita. Selain itu, dia bilang itu juga penting agar kita mendengar saran dari pemilik toko sebelum kita membeli. Aku pribadi setuju dengan pendapat itu, tapi apakah itu  tidak baik?”

Baik atau tidak bukan masalahnya, dan aku sendiri juga setuju dengan pendapat itu. Ada banyak orang yang berpikir bahwa itu sudah cukup hanya dengan melihat fitur-fitur barang yang ditampilkan di TV, tapi aku ingin menyentuh dan memilih apa yang akan kugunakan setiap hari secara langsung. Selain itu, bukankah itu menyenangkan dalam memilih-milih peralatan rumah tangga?

“Ya, aku juga berpikiran sama sepertimu. Mulai sekarang kita akan hidup bersama, jadi ayo kita pilih sesuatu yang kita berdua sepakati. Fufufu, aku menantikan hari seok.”

Ini seperti mimpi. Di saat aku berpikir bahwa aku akan menjadi bawahan Taka-san setelah ayahku yang brengsek kabur ke luar negeri dengan meninggalkan hutangnya, tapi Hitotsuba-san menyelamatkanku, dan sebagai ganti untuk itu, aku tinggal bersamanya dan akan menikahinya di masa depan, yah meskipun itu terlepas dari niatku. Dan saat ini, aku telah pindah ke apartemen, dan bersama-sana dengannya, besok kami akan pergi membeli kebutuhan sehari-hari.  Dilihat dari sudut pandang lain, ini adalah kemenangan hidup yang indah dan mulus. Nyatanya, aku juga berpikir seperti itu.  

“Baiklah, tampaknya bak mandinya sudah siap, jadi ayo masuk. Aku akan membasuhkan punggungmu.”

“Jangan mencoba bergabung denganku secara alami seperti itu. Biarpun kamunya tidak keberatan, aku masih merasa malu. Jadi diam dan patuhlah mendengarkan.”

Setelah dengan lembut menyentil keningnya, aku menuju kamar mandi sendirian dan mengunci pintu untuk mencegah gangguan.

Klak, klak, klak. Saat itu, terdengar suara yang berderak.

“Eh, ini aneh! Yuya-kun, apa yang harus kulakukan! Pintunya tidak mau terbuka!”

Hitotsuba-san membuat keributan, tapi aku mengabaikannya. Suara klak, klak, klak digantikan oleh boom, boom, boom, dan berubah menjadi bang, bang, bang dan terus menjadi leibih intens. Namun demikian, aku masih tetap mengabaikannya.

“Haaa..., jika terus begini, mungkin aku akan benar-benar jatuh hati.”

Aku bertanya-tanya, kira-kira berapa hari aku bisa bertahan? Tidak, mungkin saja aku sudah...., pikirku, sambil perlahan-lahan berendam di bak mandi.

Oh iya, masalah kamar tidur. Apa yang harus kulakukan. Apa aku harus tidur berdampingan dengannya di ranjang yang sama?

---

“Apa kau benar-benar mau tidur sendirian, Yuya-kun?”

Saat Hitotsuba-san selesai mandi, aku pun akhirnya dihadapkan pada masalah terbesar, yaitu sekarang adalah waktunya untuk tidur.

Eh? Apa yang kulakukan saat Hitotsuba-san mandi tadi? Aku sedang bersantai di ruang tamu sambil nonton film? Aku tidak yakin? Yang jelas, dari kamar mandi, ada suara yang terdengar....,

“Yuya-kun, apa kau tidak mau mengintip...? Pintunnya tidak terkunci  loh...?”

Jangan mengatakannya seperti seorang pelawak dengan sweter merah muda yang mengatakan ‘Tempatku disini kosong, loh?’. Ini adalah adegan dimana tidak ada yang akan pergi ke sana, tapi terkadang kotraproduktif. Maka dari itu, aku melakukan yang terbaik agar biasa menghilangkan keinginan untuk terjun ke sana.

Aku memikirkan masalah kamar tidur ini tidak hanya pada waktu menunggu, tapi juga ketika aku berendam di bak mandi, itu adalah pemikiran yang begitu dalam dan semegah bertanya-tanya mengapa dunia ini tidak terbebas dari konflik.

Aku bukanlah orang yang keras kepala, jadi daripada ngebacot gak jelas dan melakukan diskusi yang tidak berguna, jadi kubilang kalau aku akan tidur dengan tenang di sofa ruang tamu.

“Tidak, kau yang sekarang ini saja sudah cukup keras kepala, Yuya-kun. Kenapa kau malah mau tidur di sofa meski ada ranjang yang terlalu besar untuk dua orang tidur berdampingan? Apa ini yang disebut pisah ranjang? Aku nanti nangis loh?”

Dan sekarang, aku dan Hitotsuba-san sedang duduk di kedua sisi ranjang sambil ngobrol. Duh, jika dia mencoba untuk berbicara lebih dekat lagi, aku mungkin akan mati karena pesonanya yang sangat glamor dan seksi setelah dia mandi.

“Jika bisa, aku ingin sekali tidur di ranjang yang jelas berkualitas tinggi ini. Cuman masalahnya, kalau pria dan wanita yang tidak pacaran tiba-tiba harus tidur di ranjang yang sama, tidak peduli seberapa tidak keberatannya dirimu, aku tidak bisa melakukan itu.”

“Mengapa? Aaah..., begitu ya! Kau khawatir kalau dirimu akan lepas kendali dan menyerangku, kan!? Begitu, kan!?”

Mengapa kau mengatakannya dengan wajah bahagia meskipun kau tahu kalau mungkin kau akan diserang? Terlebih lagi, kenapa bilangnya harus sampai repot-repot mendekatiku! Aku ‘kan jadi kewalahan sampai jatuh dari ranjang.

“Yuya-kun!? Apa kau baik-baik saja!?”

“Tidak apa-apa..., aku baik-baik saja, jadi jangan mendekat. Baumu sangat enak, bisa-bisa aku jadi gila nanti.”

Aroma jeruk yang menyegarkan melayang dari Hitotsuba-san dan menggelitik lubang hidungku. Aku penasaran, apakah dia tahu kalau aku menyukai aroma itu dan dengan sengaja menyiapkannya untukku? Jika demikian, harus kuakui bahwa dia adalah ahli taktis yang hebat seperti Komei. Aroma sampo dan sabunnya juga sepertinya menyatu, membuatnya jadi lebih sempurna. Jika aku menyerah pada nafsuku di sini, aku benar-benar ingin memeluknya dengan erat.

“Aku gak masalah, tau? Kau bisa loh memelukku dan membelaiku seperti anak anjing? Memang sih, itu sedikit memalukan, tapi aku sangat mendambakan untuk dipeluk seperti itu olehmu, Yuya-kun.”

“...Eh, kau ini cenayang apa?”

“Aku ini bisa tahu apa pun tentang dirimu, tau? Yah, itu hanya bercanda. Lagian, semua yang kau pikirkan itu terlihat jelas di wajahmu.”

Seriusan! Apa ekspresi wajahku memang sebegitu mudahnya untuk ditebak? Ini malah jauh lebih memalukan daripada langsung memberitahunya kalau aku sedang menahan diri untuk tidak memeluknya. Pokoknya, aku tidak akan menyerah pada nafsuku! Tidak akan!

“...Baiklah. Sebenarnya aku ingin tidur sambil memelukmu,  tapi aku akan menyerah pada itu. Meski begitu, aku ingin kita tetap tidur di ranjang yang sama. Jika kau tidur di ruang tamu yang dingin tanpa selimut, bisa-bisa kau akan masuk angin. Kecuali kau memang ingin mendapatkan perawatan yang lembut dariku, maka itu lain cerita lagi. Oh, tapi, itu terdengar tidak buruk...”

Setelah memejamkan matanya, waktu delusi Hitotsuba-san dimulai. Awalnya, ekspresinya agak muram, tapi perlahan-lahan bibirnya megendur, dan secara bertahap berubah menjadi wajah yang penuh dengan seringai nakal. Aku ingin bertanya, situasi macam apa yang dibayangkan oleh gadis cantik seperti dirinya dengan mata yang tertutup sampai-sampai membuat perubahan seperti itu.

“Haha… haha…haha…, Yuya-kun, kau berkeringat. Aku akan menyekakannya untukmu. Jadi tolong bukalah bajumu dengan patuh... Ah, punggung yang luar biasa...”

“Bahkan jika kau berdelusi, jangan melepas pakaian orang lain begitu saja dan mendekatkan dirimu seperti itu!”

Aku menjerit tanpa sadar dan menyentil kepalanya dengan lembut, menarik dirinya yang telah tenggelam ke dunia khayalan, kembali ke dunia nyata.

“Aw!”

Duh, jangan membuat suara yang imut seperti itu.

“Issh..., padahal aku sedang membayangkan adengan yang bagus, tapi kenapa kau malah menghentikannya? Itu tidak baik tau, Yuya-kun. Sebagai hukuman untukmu, kita harus tidur bersama-sama. Kalau kau tidak mau, aku tidak akan memaafkanmu.”

“...Ketidak masuk akalan juga ada batasannya, tau!?”

Aku memprotes, tapi protesku itu tidaklah lebih dari angin sepoi-sepoi. Tidak mungkin aku bisa bersaing dengan Hitotsuba-san yang lagi mengembungkan pipinya. Mengapa? Tentu saja karena tingkahnya itu sangat imut, ayolah, jangan membuatku mengatakannya.

“...Oke, oke. Cuman tidur bersama, kan? Tapi aku akan menjaga jarak sejauh mungkin. Cara tidurku tidak buruk, dan aku juga tidak memiliki kebiasaan memeluk sesuatu, jadi kupikir aku akan baik-baik saja, tapi aku tidak tidak mau menyebabkan apapun yang bisa menjadi masalah.”

“Aku bukan orang yang bisa tidur diam di tempat dan memiliki kebiasaan memeluk sesuatu, jadi maafin aku ya kalau itu terjadi saat aku tidur!”

“Jika itu terjadi, maka aku akan mencabik-cabikmu tanpa ampun, jadi sebaiknya kau bersiap-siap.”

“Fufufu, meski begitu kau tidak mengatakan kalau kau akan mendorongku dari ranjang, kau memang baik, Yuya-kun. Aku menyukai dirimu yang seperti itu.”

Aku memalingkan wajahku saat dia tersenyum padaku. Dia mengatakan sesuatu yang membuat pipiku terbakar lagi. Apa dia ini benar-benar mengganggap enteng kata ‘suka’?

“Selain keluargaku, hanya dirimulah satu-satunya orang yang kusukai. Itu bukanlah kata-kata yang enteng, jadi pastikan kau memahaminya.”

Tampaknya ekspresiku memang sangat mudah untuk dimengerti. Berkat itu, tubuhku menjadi semakin panas. Aku tidak ingin disadari lagi, jadi aku langsung menyelam ke dalam selimut. Bagaimanapun juga, ada kalanya seorang pria perlu mundur secara strategis.

“Yuya-kun, kau bisa tidur lebih dulu. Aku mau mengeringkan rambutku sebentar. Kalau begitu, selamat malam.”

“...Selamat malam.”

Dia mematikan lampu di kamar dan pergi mengeringkan rambutnya. Aku memejamkan mata dan mencoba menyelam ke dalam mimpi, tapi aku terlalu gugup untuk melakukannya. Suara sayup-sayup dari mesing pengering terasa bising. Suara itu berhenti, dan Hitotsuba-san kembali lalu naik ke ranjang dengan hati-hati agar tidak membuat suara yang terlalu berisik.

Dia tidak ada mengatakan apa-apa, dan segera setelah itu, dia mulai tidur dengan nyenyak.

Aku juga menutup mataku dengan lembut.

Tampaknya aku benar-benar kelelahan, dan segera, kesadaranku berubah menjadi hitam.

---

Aku berdiri seorang diri. Di depan garis pandangku, aku menatap ayah dan ibuku. Aku tidak bisa melihat wajah mereka, tapi mereka tampak  sedih  saat mengucapkan selamat tinggal.

“Selamat tinggal, Yuya. Semoga kau berhasil.”

“Selamat tinggal, Yu-kun. Jaga dirimu baik-baik, ya.”

Dengan mengatakan itu, mereka memunggungiku dan mulai berjalan. Hm? Mengapa mereka pergi tanpa membawaku? Meskipun mereka adalah orang tua yang buruk, tapi aku masihlah anak mereka, keluarga mereka.  Jika demikian...,

“Aku juga...! Bawa aku juga bersama kali—!”

Aku mengejar mereka dan berteriak mati-matian. Tolong jangan tinggalkan aku sendirian. Bukankah sebuah keluarga harusnya selalu bersama selamanya? Mengapa kalian pergi tanpa membawaku? Apa yang harus kulakukan mulai sekarang?

Aku mati-matian mencoba menjangkau mereka, tapi usahaku sia-sia, dan mereka menghilang ke dalam kegelapan.

Saat itulah, kesadaranku terbangun.

“Hah..., hah..., hah..., jadi cuman mimpi, ya?”

Aku dengan perlahan beralih ke posisi duduk agar tidak membangunkan Hitotsuba-san yang tidur di sampingku. Kemudian, aku turun dari ranjang dan pergi ke dapur untuk menghilangkan dahagaku.

“Apa-apaan coba mimpi itu...”

Meskipun sekarang lagi musim dingin, tapi aku berkeringat deras sampai ke punggungku. Piyama yang kukenakan menempel di badanku yang membuatku jadi merasa tidak nyaman. Mungkin akan sulit untuk kembali ke bawah selimut dan tidur lagi. Apalagi, aku takut kalau aku akan mengalami mimpi yang sama lagi...

“Aku telah ditinggalkan oleh orang tuaku sendiri, ya...”

Aku diselamatkan oleh Hitotsuba-san, dan tau-tau saja, kami telah tinggal bersama. Namun, itu juga merupakan fakta tak terbantahkan yang tidak akan pernah hilang bahwa orang tuaku telah pergi dariku.  Memang ada masa-masa yang menyenangkan dan sulit saat aku hidup bersama mereka, tapi ibu dan ayahku yang kupikir kalau mereka akan selalu bersamaku, telah meninggalkanku dan pergi jauh.

“...Mengapa?  Mengapa kalian  tidak membawaku bersama kalian...,  ayah..., ibu...?”

Lututku melemas dan aku merosot ke lantai, air mata yang deras mengalir di pipiku. Jika aku membuat suara di sini, aku mungkin akan membangunkan Hitotsuba-san, jadi aku memegang mulutku dengan kedua tanganku dan menangis pelan.

“Yuya-kun...”

Aku bertanya-tanya, sudah berapa lama aku menangis? Tapi saat itu, aku mendengar ada suara yang memanggil namaku dengan nada melankolis. Saat aku melihat melihat-lihat sekeliling untuk memeriksa asal suara itu, tapi tidak ada seorang pun yang kulihat.

“Apakah itu hanya imajinasiku...? Hahaha, kurasa itu benar. Tidak mungkin Hitotsuba-san yang sedang tidur nyenyak akan bangun.”

Aku berdiri, menyadari fakta bahwa keberadaan Hitotsuba-san telah tumbuh di dalam diriku hanya dalam wakut kurang dari satu hari. Aku tidak boleh hanya berdiri termenung di sini selamanya. Aku berjalan kembali ke kamar tidur sambil berhati-hati agar tidak membuat keributan, dan di sana, aku melihat pemandangan yang aneh.

“Lah, kenapa Hitotsuba-san ada di sisi tempatku tidur?”

Aku yakin kalau tadi dia tidur di sisi lain. Jadi mengapa sekarang dia ada di tempatku? Bukannya fase tidurnya ini terlalu buruk?

“...Yah, memikirkannya sekarang pun tidak ada gunanya.”

Mengabaikan pikiranku, aku masuk ke dalam selimut, kemudian menenggelamkan wajahku ke bantal yang digunakan Hitotsuba-san. Aroma yang menyegarkan melayang dengan lembut, dan kehangatan yang tersisa sedikit demi sedikit membersihkan pikiranku.

Jika bisa, aku tidak ingin melepaskan kehangatan ini. Dengan pemikiran itu, aku memejamkan mataku lagi.



18 Comments

  1. Njirr, dari segi LN ama WN beda jauh. Di LN yuya sempat mimpie sementara di WN gak di imajinasikan

    ReplyDelete
    Replies
    1. LN melengkapi apa yg tidak ada di WN

      Delete
    2. Lebih tepatnya LN adalah versi sempurna dari WN

      Delete
    3. Oh jadi gitu min kok ilustrasi nya nggak adašŸ˜¤

      Delete
  2. Update lagi min soalnya alur dari wnnya beda banget

    ReplyDelete
  3. Semangat update nya min šŸ’ŖšŸ’Ŗ

    ReplyDelete
  4. Akhir nya up lagi yang ln,smgt min up ny

    ReplyDelete
  5. Min, kasih illustrate gambar gambarnya dong

    ReplyDelete
  6. Lanjut LN nya bwangg...WN nya gw mah jadi sampingan..

    ReplyDelete
  7. up lgi min versi LN nya jgn WN trus gk seru nanti ceritanya

    ReplyDelete
  8. Mantap semangat buat update ny min

    ReplyDelete
  9. Lumayan sad persi Ln yuya nangis mikirin ayah/ibu yang pergi ninggalin yuya

    ReplyDelete
  10. Yuya kasian tp juga hoki banget kampretšŸ¤§

    ReplyDelete
  11. Mantap dapet cewek ganas kek gini

    ReplyDelete
Previous Post Next Post