[LN] Because I Like You Volume 1 - Bab 8

Bab 8
Berbicara tentang event di bulan Februari?


Mungkin agak mendadak untuk menanyakan ini, tapi apa yang akan dipikirkan ketika kita berbicara tentang event terbesar di bulan Februari? Satu-satunya hal yang terlintas dalam pikiran sebagian besar anak SMA adalah ‘itu’.

Ya, ‘itu’ adalah Hari Valentine. Itu adalah salah satu event besar tahun ini dengan segala macam konspirasi dari pembuat cokelat, dan hari pertumpahan darah bagi para pria yang tidak mendapatkan cokelat.

Sudah beberapa hari sejak aku mulai pergi bareng ke sekolah dengan Kaede-san, tapi karena yang namanya gosip diantara manusia biasanya bertahanya selama 75 hari, jadi ketika siswa-siswi melihat ekspresi tenang Kaede-san saat dia berjalan di sampingku, ada yang mendengung, dan aku bisa merasakan tatapan penuh kecemburuan.

Di istirahat makan siang di pertengahan pekan. Ketika aku dan Kaede-san makan siang bareng dengan Shinji, Otsuki-san dan Nikaido, Kaede-san melihat-lihat sekeliling seolah-olah dia sedang memeriksa sesuatu.

“Ada apa, Kaede-san?”

“...Kayaknya kau punya penggemar, Yuya-kun. Kulihat-lihat ada beberapa siswi yang menatap tajam ke arahku...”

“Bukannya itu cuman perasaanmu saja? Aku ini orangnya tidak mencolok. tau?”

Aku adalah anak penyuka sepak bola yang dipenuhi keringat dan lumpur. Di kelas aku selalu bersama dengan Shinji, dan pertemanku dengan perempuan hanyalah dengan Otsuki-san yang kukenal melalui Shinji dan Nikido yang duduk bersebelahan denganku. Bagaimana mungkin orang sepertiku bisa populer? Apa itu adalah lelucon?

“Issh… inilah kenapa dirimu itu… kau itu harus lebih sadar akan pesonamu. Dengar ya Yuya-kun, cara hidupmu itu sangat luar biasa. Caramu mengabdikan diri pada satu hal, sikapmu yang jujur, dan hati yang pantang menyerah. Dan dari waktu-waktu kau juga menunjukkan kebaikan. Lebih memiliki wajah yang tampan atau semacamnya, batinmu itu sangat baik. Asal kau tahu saja, ada banyak wanita yang tertarik dengan ciri khas seperti itu.”

Aku benar-benar dibuat kewalahan oleh Kaede-san yang langsung berdiri dan menyatakan itu kepadaku. Melihat situasi ini sambil minum latte, Nikaido berseru dengan ekspresi tercengang.

“...Sungguh, kau benar-benar memperhatikan Yoshizumi dengan sangat baik ya.”

“Apa kau ada mengatakan sesuatu, Nikaido?”

“Aku tidak mengatakan apa-apa. Pasti sulit  bagimu ya menjadi seorang pria yang populer.”

Nikaido tersenyum dan mengatakan sesuatu yang sarkastik. Apaan sih makusdnya?

“Issh... Perasaan ini...”
Seolah-olah mendengarkan suara yang memekik di kepalanya, Kaede-san menatap Nikaido dengan ekspresi terpengarah. Di sisi lain, Nikaido balan menatapnya dengan senyum tak kenal takut. Eh, apa-apaan situasi ini?

“Hei, hei! Daripada ngomongin itu, apa Kaede-chan dan Ai-chan sudah memutuskan apa yang akan kalian lakukan untuk hari Valentine minggu depan?”

Pertanyaan dari Otsuki-san meredakan suasana yang tegang. Nice Otsuki-san, dalam hatiku, aku mengacungkan jempol yang besar kepadanya.

“Tentu saja! Akhir pekan ini aku berencana membuat kue cokelat yang diminta oleh YUya-kun.”

Sebenarnya, tadi malam kami sempat membicarakan perihal ini. Kaede-san bertanya padaku jenis cokelat apa yang kuinginkan, dan aku dengan santai menjawab bahwa aku ingin kue cokelat.

“Ohhh... Kau hebat banget, Kaede-chan. Aku sih tidak bisa membuat kue.”

“Yuya-kun bilang dia ingin makan itu, jadi aku hanya ingin mewujudkan keinginannya. Ini juga akan menjadi pertama kalinya bagiku membuat kue cokelat, jadi aku was-was kalau-kalau aku melakukan kesalahan dalam membuatnya.”

Kaede-san mengatakan dengan senyum masam. Aku sudah bilang padanya kalau dia tidak perlu memaksakan dirinya, tapi dia menyelaku dan mengatakan kalau segala sesuatunya adalah tantangan.

“Bagaiaman denganmu, Ai-chan? Apa kau berencana membuat sesuatu?”

“Aku sih tidak terlalu memikirkan tentang itu.”

Setelah menyerput latte-nya, Nikaido menjawab Otsuki-san dengan lugas. Apa dia tidak sadar kalau isi gelasnya itu sudah kosong dan dia hanya menyeruput udara?

“Kalau begitu, bagaimana kalau akhir pekan ini kita membuat cokelat di  rumahnya Kaede-chan!? Kita kan juga harus memberikan cokelat untuk temen tuh, jadi mengapa kita tidak membuatnya saja bersama-sama?”

Otsuki-san, kumohon jangan mengatakan hal semacam itu! Jika mereka pergi ke rumahnya Kaede-san untuk membuat cokelat, fakta bahwa aku dan Kaede-san tinggal berduaan aja akan terungkap. Bagaimanapun juga, tidak ada tanda-tanda kalau orang tua Kaede-san juga tinggal di rumah itu.

Aku pun melakukan kontak mata dengan Kaede-san.

[Kau sudah tahu jawabannya kan, Kaede-san? Kau harus menolak usulan itu, oke?]

[Aku tahu kok, Yuya-kun. Serahkan saja padaku.]

Fiuuh, dengan begini aku bisa lega,  atau itulah yang kupikirkan....,

“Membuat cokelat bareng ya, kedengarannya menyenangkan. Ayo kita buat sama-sama.”

“Yay! Kau memang bisa diharapkan, Kaede-chan!”

Lah, kok begitu!? Harusnya dia menolak itu, kan!? Tapi kenapa dia setuju dan mengacungkan jempolnya dengan wajah seperti itu itu?

Bukan seperti itu, kau salah, Kaede-san!?

“Kalau begitu, apa aku juga boleh pergi ke rumahnya Hitotsuba-san? Mungkin kita semua bisa makan bareng malamnya?”

Shinji, apa yang kau bicarakan!? Tidak boleh! Kalau kami sampai makan malam bareng——!

“Oke. Selagi membuat cokelat sementara Yuya-kun dan Higure-kun melakukan aktivitas klub, aku akan menyiapkan malam. Jika ada yang ingin kalian makan bilang saja.”

“Aku! Aku! Aku mau hamburger! Aku ingin makan hamburger buatannya Kaede-chan!”

“Fufufu, oke.”

Aaaa, berakhilah sudah. Kalau begini,  mereka akan tahu kalau aku dan Kaede-san tinggal berduaan aja.

“Aku menantikannya, Yuya.”

“...Ah, kurasa aku juga.”

Senyman percaya diri dari sahabatku membuatku muak.
 
“Bagaimana kalau Ai-chan juga ikutan? Ayo kita adalkan pertemuan khusus para gadis sampai Yoshi dan Shin-kun datang! Kaede-chan tidak keberatan, kan?”

“Eh? Ya... Tentu saja aku tidak keberatan. Apa akhir pekan nanti kau mau ikut, Nikaido-san?”

“Aku senang kalian mengajakku, tapi aku tidak bisa. Ada hal tidak bisa kulewatkan untuk kulakukan di akhir pekan ini.”

Mengatakan itu dengan tenang, Nikaido berdiri dari kruisnya. Masih ada waktu sebelum waktu istirahat makan siang berakhir, tapi apa dia mau kembali ke kelas?

“Ya. Aku baru ingat kalau setelah ini akan ada kuis di pelajaran Bahasa Inggris, jadi untuk berjaga-jaga aku akan bersiap-siap.”

Eh, seriusan!? Setelah ini akan ada kuis di pelajaran Bahasa Inggris setelah ini!? Saat aku melihat ke arah Shinji, wajahnya tampak pucat. Terlepas dari keputusasaan kami, Nikaido melambaikan tangannya sambil tersenyum dan berjalan kembali ke kelas. Di sisi lain, Kaede-san menatap punggung Nikaido yang menjauh seolah-seolah dia baru saja menemukan rival abadinya.

---

Akhir pekan pun tiba. Aku mau meninggalkan rumah lebih awal karena ada latihan klub sepak bola di pagi hari tapi...,

“Nah, Yuya-kun. Ini bekal makan siangmu.”

“Eh? Hari ini kau repot-repot membuatkan bekal makan siang lagi untukku?”

Aku tidak menyangka Kaede-san menyiapkan bekal makan siang.

“Meskipun aku menyiapkannya, aku hanya mengemas pork shogayaki dan sayuran kemarin malam. Tapi nasinya baru dimasa pagi ini, jadi harusnya sih rasanya enak.”

“Meski begitu aku senang kok sudah dibuatin bekal. Terima kasih, Kaede-san.”

“Lakukanlah yang terbaik dalam aktivitas klubmu, oke?”

“Ya, kupikir aku akan bisa melewati sepanjang hari ini dengan penuh semangat..”

“Fufufu. Tapi setidaknya untuk hari ini, aku ingin kau pulang dengan Higure-kun daripada tinggal berlatih sendiri. Aku ingin kau memakannya, memakan pe-ra-sa-an-ku.”

Sambil mengatakan itu, Kaede-san menulis huruf-huruf di dekat jantungku dengan senyum menggoda. Ya ampun, bukankah itu terlalu berlebihan untuk memberikan rangsanan di pagi hari begini, Kaede-san?

Meskipun saat ini sedang musim dingin, suhu tubuhku meningkat pesat dan jantungku berdebar kencang. Naluriku membisikkan sesuatu yang jahat, tapi aku menahannya.

“Sebenarnya aku ingin melakukan ciuman selamat jalan, tapi aku akan menahan diri dari itu. Kurasa aku hanya perlu menunggu hari ketika itu akan terjadi.”

Itu disengaja. Dia melakukannya untuk membuatku gugup dan kewalahan. Namun sayang, di sini aku menyadari sesuatu. Kaede-san terlalu memaksakan dirinya. Aku bisa mengetahui itu dari melihat pipinya yang sedikit memerah. Itu menjadi bukti bahwa dia malu untuk melakukan ciuman meskipun dia sendiri yang mengatakan itu. Maka, disini saatnya bagiku untuk melawan balik. Aku buknalah orang akan terus-menerus berada di sisi yang diserang.

“...Aku pergi duu, Kaede-san.”

“——Eh?”

Aku memanggilnya namanya dan dengan cepat menggeser poninya kemudian mencium keningnya. Saat dia terkejut dengan kejadian yang tiba-tiba itu, aku sekali lagi berkata ‘Aku pergi dulu’ dan kemudian meninggalkan rumah.

“Ci...ciuman... di kening...”

Melalui celah di pintu yang menutup, aku melihat Kaede tertegun-san saat dia menyentuh keningnya. Kemudian, aku menunggu lift terbuka sambil meniru kaisar jahat di pikiranku. Apa kau sudah mengerti Kaede-san, bahwasannya hanya mereka yang siap untuk deg-degan yang bisa membuat orang lain jadi deg-degan.

“Kyaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa, Yuya-kun menciumku!!!”

Suara teriakan Kaede-san bergema di pintu masuk.

---

Seperti yang Kaede-san minta, aku memutuskan untuk pulang lebih awal hari ini.

Di sepanjang perjalan pulang, aku memberitahu Shinji kalau pagi ini aku mencium keningnya Kaede, dan dia mengatakan padaku kalau itu jauh lebih memalukan daripada melakukan ciuman normal.

“Mungkin ini hanya masalah waktu sampai kalian berdua juga menjadi kekasih tolol. Hitotsuba-san juga sepertinya tidak ingin menyembunyikan aura cintanya kepadmau, dan cepat atau lambat kau akan...”

Woi, jangan menghela nafas panajng seperti itu. Tenang saja, sepertinya, mungkin, kayaknya, kami tidak akan menjadi kekasih tolol.

“Aku penasaran, apa yang akan terjadi kalau tahun depan kalian satu kelas? Apakah Hitotsuba-san akan cemburu?”

Coba bayangkan. Misalnya, apa yang akan terjadi jika aku aktif di kelas PJOK dan para gadis bersorak serta melambai padaku dengan senyuman di wajah mereka? Tidak, dia mungin tidak akan cemburu. Kalau itu Kaede-san, dia pasti akan menyorakiku lebih keras daripada orang lain.

Lalu, bagaimana jika aku berbicara dengan gadis selain Kaede-san? Kalau kuingat-ingat lagi, ketika aku berbicara dengan Nikaido, Kaede-san kelihatan cemberut. Dan di malam ketika menyatakan kemenangan Nikaido atas pertandingan bekal makan siang, dia juga merajuk.

“Pasti sulit ya menjadi pria yang populer, Yuya.”

“...Bacot.”

Seiring kami berbicara tentang hal-hal seperti itu, kami sampai di rumah. Apartemen ini benar-benar tinggi, membuat leherku menjadi sakit tidak peduli berapa kali aku melihat bangunan itu menjulan ke atas. Di sisi lain, Shinji menampikan ekspresi konyol dengan mulut yang ternganga.

“L-luar biasa... jadi ini ya sarang cinta kalian...”

“Jangan katakan itu sarang cinta. Ayo, jangan ngetolol di sini. Aku sudah banyak dihubungi Kaede-san yang menanyakan apakah kita sudah sampai.”

Aku sangat menantikan makanan seperti apa yang akan disajikan oleh Kaede-san. Ngomong-ngomong, Shinji yang gemetar di lift terlihat seperti rusa kecil yang imut. Yah, saat pertama kali datang ke sini, aku juga merasakan hal yang sama sepertinya.

Setelah sampai di depan pintu masuk ruangan kami, aku masuk ke dalam sambil mengatakan ‘aku pulang’, dan pemandangan yang memasuki pandanganku dari balik pintu langsung membuatku terkejut. Kaede-san berdiri di ambang pintu dengan mengenakan celemek dan berseru...

“Selamat datang kembali, sayang! Apa kau mau mandi? Atau mau makan? Ataukh di-ri-ku?”

Aku disambut oleh senyuman istri baru paling imut di Jepang dalam penampilan memakai celemek. Umu, penampilan itu sangat cocok untuknya dan tampak imut.

Hari ini, Kaede mengenakan sweter berleher tinggi dan rok mini yang menampakkan kakinya indahnya. Dia terlihat imut dan seksi, dan celemek berbunga yang dia pakai menciptakan perasaan seperti istri baru, menjadikannya kombinasi tiga tingkat yang tak terkalahkan.

“Jadi bagaimana? Apa kau mau makan? Atau mau mandi? Atau, kau makan... diriku?”

Situasinya terlalu berat untuk diproses oleh otakku. Untuk saat ini, aku menyikut Shinji yang sedang menahan tawanya disampingku, dan mengatakan sesuatu kepada Kaede-san yang menunggu jawaban dengan leher dimiringkan dan mata yang basah.

“Kalau begitu... Kaede-san...”

Aku memilihi opsi yang menurutku paling kecil kemungkinannya untuk dipilih dan menjawab dengan santai. Dari sudut mataku, aku melihat Shinji menahan mulutnya agar keterkejutannya tidak muncul, dan aku melepaskan sepatuku untuk berdiri di depan Kaede.

“Tungg... eh? Yu-Yuya-kun!?”

“Kau ingin aku memakanmu, kan? Kalau begitu dengan senang hati... Aku akan memakanmu, Kaede-san.”

Sambil meletakkan tangannya di bahunya, aku mengatakan itu lembut. Sontak saja,  wajah Kaede-san langsung memerah dan dia mulai gelisah. Aku tidak bisa menahan senyum terhadap cara ekspresinya berubah dari satu momen ke momen berikutnya yang begitu lucu dan menggemaskan. Meski begitu, itu cukup mengesalkan untuk terus kalah dari siswi SMA yang menggoda ini. Sekali-sekali dia harus dibalas!

“Yu-Yuya-kun!? Eh, apa kau akan memberikanku ciuman ‘aku pulang’ di sini!? Hi-Higure-kun juga ada disini loh!? A-Apa kau mendengarku!?”

“Udah diam aja. Tenanglah...”

Aku perlahan mendekatkan wajahku ke wajahnya. Kaede-san, yang kebingungan, memejamkan matanya seolah dirinya telah mengambil keputusan dan mengerucutkan bibirnya. Jantungku berdegub kencang. Imut banget! Tangan kananku yang bertumpu di bahunya secara alami turun ke pinggangnya, dan aku memeluk kemudiam menciu—

“Kaede-chan? Apa yang kau lakukan? Eh, Apa?!?”

Seorang penyelamat tampaknya datang menghentikanku.

“Eh!!? A-A-Akiho-chan!? K-kami tidak melakukan apapun, k-kami tidak berciuman. Yuya-kun mencoba menciumku, tapi kami belum melakukannya loh ya!?”

Penyangkalanmu itu tidak masuk akal dan meyakinkan ketika kau menaruh tanganmu di sekitar tubuhku dan wajahmu yang dekat dengan dadaku, Kaede-san.

Sepertinya Otsuki-san khawatir tentang kami yang tidak segera masuk ke ruang tamu meskipun kami sudah sampai di rumah, jadi dia datang untuk memeriksa kami. Tidak menyangka akan melihat scene ciuman ‘aku pulang’, dia sangat terkejut dan meninggikan suaranya. Tapi biarkan aku mengatakannya, terima kasih banyak, Otsuki-san.

“Hei Shin-kun! Apa mereka beriuman!? Mereka bericuman!? Bener-bener ciuman!?”

“Akiho... bukankah lebih menarik untuk membicarakan hal itu saat makan malam? Lagian aku juga ingin bertanya pada Yuya mengapa dia melakukan tindakan yang begitu berani ini.”

Kurasa kau benar, seru Otsuki-san saat dia setuju dengan Shinji. Woi, Shinji! Apa yang kau ingin aku katakan!? Woi, jangan pergi begitu saja ke ruang tamu tanpa kami pemilik rumah.

“Maaf, tapi kami akan menunggu di ruang tamu dulu, jadi kau bisa masuk setelah berbicara dengan Hitotsuba-san. Yah, aku mengerti kalau dirimu ingin memeluk gadis yang kau sukai selamanya, tapi secukupnya saja ya.”

“K-kau—!”

Meninggalkan senyum iblis di wajahnya, Shinji dibawa oleh Otsuki-san masuk ke ruang tamu. Aku dan Kaede-san ditinggalkan di ambang pintu, dan seperti yang dia sebutkan, kami masih berpelukan. Tanganku juga melingkari pinggang Kaede-san, jadi tidak ada cara untuk membantah ucapannya.

“Erm... Kaede-san, mengapa kita tidak segera menghampiri mereka berdua? Kau dan Otsuki-san sudah selesai menyiapkan masak malam, kan?”

 “...Gak mau......”

“Kok gak mau... kenapa...”

“Kau curang... padahal aku yang mau membuatmu deg-degan, tapi malah kau yang membuatku jadi begitu deg-degan... itu benar-benar curang.”

Kaede memberikan lebih banyak kekuatan ke pelukannya di sekitar tubuhku. Aku melepaskan tanganku dari pinggangnya, kemudian mengangkatnya dalam pose menyerah.

“Maafkan aku. Aku juga terbawa suasana... kalau bisa, aku mau kau memberitahuku apa yang harus kulakukan agar suasana hatimu membaik.”

“......Cium. Kalau kau menciumku, aku akan memaafkanmu.”

Gulp, aku menelan ludah. Beginikah caraku mendapatkan ciuman pertama? Apakah ini tidak masalah? Tidak, jelas tidak, kan!? Bagaimanapun juga aku ‘kan belum menyatakan perasaanku padanya!?

“Fufufu. Aku cuman bercanda. Ciuman bisa dilakukan lain kali. Sebagai gantinya... peluk aku dengan seluruh kekuatanmu. Peluk aku dengan perasaan bahwa kau tidak akan memberikanku kepada orang lain.”

Baiklah. Aku tidak akan melepaskanmu Kaede-san. Malahan, aku ingin kau tinggal bersamaku selamanya. Dengan pemikiran itu, aku memeluknya dengan lembut tapi erat.

Aaaaaa, sial. Bukankah kami ini benar-benar sudah seperti sepasang kekasih. Itu bukang suatu hal yang tepat untuk memeluknya sebelum mengatakan padanya bahwa aku mencintainya. Meskipun lucu rasanya jika aku mengatakan itu padahal aku sudah tinggal bersamanya.

Betapa bahagianya hidup ini! Aku merasa seperti aku sedang bermimpi meskipun aku hanya memeluk tubuhnya yang lembut dan hangat. Selain itu, aroma manis coklat yang berpadu dengan aroma jeruk memberikan kesegaran yang tak terlukiskan.

“Yu-Yuya-kun? Erm... U-udahan gih... ini memalukan...”

“Hmm... biarakan begini... sebentar lagi...”

“Isssh... mau bagaimana lagi deh.”

 

Kaede berbicara dengan suara tercengang tapi lembut, dan menarik tubuhnya lebih dekat. Perasaan ini, kenyamanan ini, aku jadi ketagihan. Aahh, aku ingin melakukan ini selama—

“Hei, Shin-kun. Adegan apa yang sedang diperlihatkan pada kita saat ini?”

“Hmm. Singkatnya, ini adalah mahakarya tentang pelukan dua orang yang saling mencintai. Aku akan mengabadikannya sebagai kenangan.”

“Oh, aku juga!”

Suara dua shutter kamera yang berbunyi di pintu membawa kami kembali ke diri kami sendiri, dan kami buru-buru berpisah, tapi rasa yang seperti terbakar di wajah kami tidak mudah mereda.

---

 

“Bagaimana? Tidakkah menurutmu sudut pemotretannya benar-benar sempurna?”

“Itu sempurna. Akiho-chan, tolong kirimkan aku foto itu nanti. Aku akan menjadikannya wallpapaer.”

Makan malam hari ini adalah sukiyaki. Diputuskan untuk memakan itu karena Otsuki-san mengatakan kalau jika ada satu hal untuk dimakan bersama-sama di hari yang dingin, maka itu adalah hotpot!  

Dagin yang dipakai adalah daging sapi wagyu dengan marmer yang cantik dan terlihat mewah. Saat dimakan, kau serasa bisa makan sebanyak yang kau mau karena dagingnya kuat, namun memiliki rasa manis yang meleleh, tanpa sisa rasa yang lengket.

“Yuya, apa kau juga mau fotomu yang berpelukan? Haruskah aku mengirimkannya padamu?”

 

“Kumohon padamu untuk menghapus foto itu sekarang.”

“Kenapa? Yuya dan Ichiyo-san saat ini memiliki wajah yang sangat bahagia.”

Hentikan! Aku tahu! Aku memang tahu! Memang benar aku sangat bahagia ketika aku memeluk Kaede! Tapi sekarang setelah aku sadar kembali dan pikiranku tenang, aku merasa sangat malu dengan tindakan itu sehingga aku ingin mati. Selain itu, percakapan yang kami lakukan juga benar-benar gila.

“Saat Yuya-kun bilang, [Kau mau aku memakanmu kan? Kalau begitu dengan senang hati... aku akan memakanmu, Kaede-san.], tiba-tiba aku jadi ingin berteriak. Apalagi suaranya sedikit lebih rendah dari biasanya, tapi juga sangat keren!”

“Wow! Jadi dia sengaja menurunkan nada suaranya ya...”

“Ya! Setelah itu, aku memintanya untuk memelukku, dan dia memelukku dengan sangat lembut tapi erat... haaa... aku sangat bahagia.”

Disebut-sebut kalau ketiga wanita berkumpul, maka pergosipan akan dimulai, tapi dua wanita saja sudah cukup untuk melakukan itu. Hatiku sudah sangat grogi karena berlangsungnya gejolak atas apa yang telah kulakukan. Bisakah kalian berhenti sampai disitu saja.

“Kalian berdua, cukup sampai disitu saja. Daripada membicarakan itu, lebih baik makan daging ini! Kalian tidak akan sering-sering untuk makan daging seperti ini!”

Ah, Shinji. Aku senang kau ada di sini. Jika saja kau tidak ada, itu akan sangat mengerikan meski hanya dibayangkan.

“Hahaha. Kau melebih-lebihkan. Tidak ada yang aneh tentang memeluk gadis yang kau sukai dan berpikir kau sangat bahagia.”

Dia mengatakan itu sambil mengunyah daging di mulutnya. Kalau itu sih aku juga tahu. Tidak ada keraguan kalau ini adalah situasi yang disukai oleh pria manapun, tapi ada fakta yang tak terlupakan. Itu telah menetap di hatiku. Ini lebih seperti akulah yang ingin berteriak untuk tidak melepaskannya.

“Aku tidak bisa mengatakan apa-apa karena terserah padamu tentang apa yang harus kau lakukan untuk kedepannya. Yang jelas aku berani mengatakan bahwa Hitotsuba-san sama sekali tidak akan keberatan pada apa yang akan kau lakukan.”

“Shinji... kau...”

“Kau adalah sahabatku. Jadi aku agak mengerti apa yang akan dirimu pikirkan. Itu sebabnya, Yuya, kupikir kau harus lebih berani dan terjun.”

Sambil mengatakan daging itu lezat, Shinji mengunyah lebih banyak daging hingga membuatku bertanya-tanya dimana semua itu dimuat didalam tubuh kecilnya. Aku tersenyum masam dan menghela nafas. Astaga, sahabatku bisa melihat menembus diriku ya.

“Haaa, aku akan makan juga! Kaede-san, tambahkan daging dan sayurannya! Otsuki-san! Tidak masalah kalau kau mau mengirim foto itu, tapi hanya kepada Kaede-san! Aku tidak tahu apa yang akan terjadi padamu jika kau menyebarkannya!?”

Untuk saat ini, aku makan daging! Menyantap makanan lezat untuk mendapatkan kembali akal dan bersiap untuk pertempuran. Ini adalah pertempuran dimana aku harus sedikit lebih jujur tentang perasaanku. Jika Kaede-san datang dan membuatku jadi deg-degan, aku akan membuatnya deg-degan juga.

“Fufufu. Makan banyak sih boleh, tapi ada makanan penutup yang menunggu kita setelah ini, jadi tolong makan secukupnya saja, oke? Ini adalah Valentine yang sedikit lebih awal.”

Kaede mengatakan itu sambil tersenyum seperti seorang dewi. Perhatianku teralihkan pada sukiyaki, tapi hidangan utama hari ini bukanlah daging, melainkan cokelat Valentine yang dibuat oleh mereka berdua.

---

Diputuskan bahwa pria akan beres-beres setelah makan malam. Kaede-san dan Otsuki-san memberi tahu kami untuk beristirahat saja, tapi kami merasa tidak enak untuk membuat mereka beres-beres setelah mereka membuat coklat dan juga memasak.

“Sukiyaki tadi enak sekali ya. Hitotsuba-san memang juru masak yang hebat, dari melihat bekal makan siang yang dia buat saja aku sudah bisa tahu itu.”

“Kau benar. Rasa dari masakannya tidak pada tingkat yang bisa kau dapatkan dirumah. Aku benar-benar berpikir kalau itu setingkat restoran. Hanya saja...,”

Saat mencuci piring bersama Shinji, aku ingat kali pertamanya Kaede-san memasak makan malam untuk kami. Hari itu, dia membuat hamburger rebus seperti yang kuminta, tentu saja rasanya enak dan membuatku terkesan, tapi apa yang disajikan di atas meja...

“Yang disajkan diatas meja langsung sama pancinya!? Seriusan? Tidak disajikan di atas piring atau apa gitu?”

“Serius. Mengejutkan, bukan? Karena itu adalah Kaede-san, kupikir dia akan membuat penyajian yang sempurna, eh taunya sampai pancinya juga dihidangkan.”

Sulit bagiku untuk menjelaskan kepada Kaede-san yang membawa panci dengan ekspresi puas di wajahnya seolah-olah itu wajar. Perkataan Kaede-san saat itu juga mengejutkan.

 

Kupikir itu juga bagus untuk mengurangi jumlah piring yang harus dicuci, bukankah begitu?

 

“Hahaha! Gila memang! Yang dikatakan itu memang benar, tapi bukan berarti harus menyajikannya apa adanya seperti itu!”

“Ya kan! Kau juga berpikir begitu, kan!? Meski begitu, wajah cemberut Kaede-san membuatku jadi bertanya-tanya apakah aku yang salah disini, dan membuatku jadi kewalahan...”

Namun, dengan bujukanku yang penuh air mata, Kaede-san telah belajar untuk menyajikannya! Sesekali dia terbawa dorongan untuk membawa panci ke atas meja, tapi dia melakukan yang terbaik untuk melawan, dan pada tingkat ini, dorongan itu akan hilang secara alami.

“Isssh, Yuya-kun, tolong jangan membeberkan hal-hal yang memalukan seperti itu! Kan Higure-kun jadi menertawanku! A-Akiho-chan juga, ketawamu terlalu berlebihan!”

Bagaimana aku tidak bisa untuk membicarakan hal ini ketika mereka berdua ada di sini. Aku teralihkan oleh foto pelukan, tapi Kaede-san yang [menyajikan panci sekaligus] adalah cerita yang sangat bagus. Tidak ada alasan untuk tidak membicarakannya.

“Hey Yoshi! Apa kau punya foto di saat itu? Itu adalah pertama kalinya Kaede-chan menyajikan dirimu masakan buatannya, kan? Apa kau mengambil setidaknya satu foto?”

Aku senang kau menanyakan itu, Otsuki! Tentu saja aku mengambil foto dengan baik! Lihat wajah yang begitu bangga ini! Saat dia membusungkan dadanya, atau tersenyum malu setelah difoto berkali-kali, seperti apapun dirinya sangat imut, kan? Itu favoritku.

“Ah... ya, itu foto yang bagus. Fotonya memang bagus, tapi ini...”

“Semua foto itu berfokus pada Hitotsuba-san, dan makanannya benar-benar hanya kebetulan kena foto. Yuya, bisakah kau berhenti bersikap genit secara alami?”

“Uh... Yuya-kun tolol... Bukankah kau mengatakan  kalau itu hanya rahasia kita berdua...”

Bukankah penampilannya dengan wajah yang merah cerah dan malu-malu itu luar biasa! Kau juga berpikir seperti itu kan, Shinji?

“Haha... kau benar.”

Ya kan, ya kan. Kaede yang bermartabat di sekolah memang cantik dan keren, tapi dia yang terlihat seperti ini juga sangat imut. Woi, kenapa kau membuang muka dan tertawa getir?

“Ah, Yuya. Aku mengerti bahwa kau ingin membual tentang sisi imut pacarmu yang hanya dirimu yang tahu, tapi kenapa kau tidak berhenti saja sekarang? Lihat Hitotsuba-san. Bukankah dia akan jadi sangat mendidih dan rebah?”

Ketika Shinji memintaku untuk melihat ke arah Kaede, dia terlihat sangat merah sehingga kupikir uap keluar dari wajahnya. Bahunya juga gemetar. Oh iya, Shinji, Kaede-san masih belum menjadi pacarku.

“Uh... Akiho-chan. Yuya-kun... Yuya-kun...!”

“Tidak apa-apa, Kaede-chan. Pasti sulit ya punya pacar yang tidak sadar kalo lagi menggoda.”

Hah!? Aku tidak lagi menggoda! Aku hanya ingin kalian berdua tahu betapa lucunya Kaede-san saat di rumah.

“...Disebut penggoda yang tak sadar itu sakit banget ya, Yuya.”

Astaga, Shinji, bahkan kau juga menyebutku begitu!

“Ya, ya. Aku mengerti bahwa Yoshi sangat mencintai Kaede-chan. Namun sudah saatnya untuk beralih ke acara utama hari ini!”

Kaede, yang tersadar kembali oleh kata-kata Otsuki, menunjuk ke arahku dan menyatakan.

“Kali ini gilirannya Yuya-kun yang akan deg-degan! Terimalah cokelat Valentine-ku yang penuh cinta!”

Itu sedikit lucu saat dia mengatakan itu dengan wajah yang masih merah terang, tapi Kaede-san menyatakan bahwa dia akan membuatku deg-degan, jadi aku dengan gugup mengambil tempat duduk.

Gawat nih, jantungku sudah berdegub kencang hingga hampir keluar dari mulutku. Ini bukan pertama kalinya aku menerima cokelat dari seorang gadis, tapi kenapa aku merasa seperti ini?

Saat aku melirik Shinji yang duduk di sampingku, dia memiliki senyum lembut yang sama seperti biasanya. Kenapa dia tidak gugup?

“Gugup? Kenapa? Malahan aku menantikannya. Aku begitu senang karena penasaran tentang coklat jenis apa yang akan diberikan pacar tercintaku padaku.”

Jadi ini ya ketenangan dari pria yang disebut kekasih tolol di sekolah. Aku sih tidak bisa sepertinya. Itu adalah rasa sesak di dada yang membuatku seperti akan hancur jika aku tidak menjaga akal sehatku.

“Nah! Maaf menunggu lama para pria! Yah, meski begitu hanya ada Shin-kun dan Yoshi di sini. Apa kalian mau coklat Valentine spesial buatan gadis-gadis imut?”

Otsuki mengangkat tinjunya ke atas dengan senyuman di wajahnya. Bukankah semangatnya terlalu tinggi? Kaede-san juga terlihat bahagia dengan wajah yang tersenyum

“Aku mau cokelat buatan Akiho——!!”

Shinji mengangkat tinjunya dengan cara yang sama dan senyum lebar di wajahnya. Bukankah dia ini terlalu cepat beradaptasi? Eh, Kaede-san, mengapa kau memiliki wajah yang tidak puas? Bisakah kau tidak berpaling seperti itu?
                                                                           
“Hei, Yoshi! Apa kau tidak mau makan cokelat Valentine buatannya Kaede-chan?”

“Kau tidak mau memakannya...?”

Kaede bergumam dengan sangat sedih yang berlawanan dengan semangat tinggi Otsuki. Tunggu, kenapa kok aku jadi orang jahat di sini? Aku tidak mau memakannya? Jangan konyol. Tidak mungkin aku tidak mau memakannya.

“T-Tentu saja aku mau memakannya!!”

“Whoa! Jawaban yang bagus Yoshi! Kalau begitu, sudah hampir waktunya, jadi akan kami berikan secepatnya!”

Aky penasaran bagaimana bisa dia seenergik itu, tapi kurasa ini adalah perilakan normalnya Otsuki-san. Dia kemudian menjulurkan kotak kecil berwarna merah muda di depan Shinji. Kotak itu dibungkus sehati-hati mungkin dengan pita dan stiker yang bertuliskan tulisan tangan Otsuki; [Selamat Hari Valentine].

“Yay, terima kasih Akiho. Apa aku boleh membukanya?”

“Fufufu. Tentu saja, Shin-kun!”

Otsuki menjawab sambil mengacungkan jempol. Shinji mengguncang tubuhnya dengan penuh semangat saat dia perlahan melepas pita dan pembungkusnya. Dia membuka kotak itu dan apa yang dia temukan di dalamnya adalah...

“Ini adalah cokelat gateau kesukaan Shin-kun! Kurasa Shin-kun yang tidak terlalu suka sesuatu yang manis bisa memakannya karena itu sedikit pahit. Ayo, makanlah!”

“...Tidak, aku tidak akan memakannya sekarang. Aku akan memakannya dengan perlahan nanti. Kita tidak bisa bermesraan di depan Yuya dan Hitotsuba-san, kan?”

Woi Shinji! Apa yang kau coba lakukan di rumah orang!? Apa kalian akan saling menyuapi? Ayah tidak akan membiarkanmu melakukan itu!
                                                                                            
“Ya, ya. Tenanglah, Yuya. Aku tidak akan melakukannya di sini karena itu masih telalu menggairahkan untukmu, jadi jangan khawatir. Yang lebih penting, lihat, Hitotsuba-san sedang menunggumu, tahu?”

“Yuya-kun, apa kau sudah siap? Aku bekerja sangat keras untuk membuat ini... jadi, aku ingin kau memakannya.”

Kaede-san menggeliat dan ada kue coklat yang dipotong tipis di atas piring di depanku. Kue itu kaya akan aroma manis yang menggelitik lubag hidungku, tapi di saat yanh sama, ada aroma menyegarkan yang samar-samar melayar darinya. Aku takjub dengan tingkat kesempurnaan yang sampai membuatku berpikir sejenak kalau kue itu habis dibeli dari toko.

“Ada tiga lapis coklat spons, mousse, dan krim. Di antaranya ada aksen krim oranye. Dan bagian atasnya dilapisi karamel.

Dia menjelaskannya padaku, tapi aku hanya dibuat tertegun. Aku tidak menyangka dia membuat sesuatu yang begitu otentik. Bukankah ini sudah seperti kue yang ada di toko-toko kue kelas atas?

“Bagaimana...? Apa rasanya enak?”

“Ya. Enak. Sangat enak. Ini adalah pertama kalinya aku makan kue coklat yang begitu enak. Terima kasih, Kade-san.”

“Eh, cuman itu doang tanggapanmu Yoshi? Kau benar-benar pemberi komentar yang buruk. Bukankah ada hal lain yang bisa kau katakan? Ayo pikirkan itu!”

Kau ini berisik sekali Otsuki-san! Bahkan aku juga maunya mengatakan sesuatu yang bagus, tapi aku tidak bisa menemukan kata-kata untuk mengungkapkannya. Mata Kaede-san berkaca-kaca dan dia bahkan tidak bisa menatapku. Dan seringainya Shinji  benar-benar membuatku kesal.

“Gimana bilangnya ya. Tentu saja rasanya enak, dan aku sangat senang karena dibuatkan sesuatu yang seperti ini. Bagaimanapun juga, membuat kue sendiri itu sulit, kan? Namun, aku tidak menyangka kalau Kaede-san bisa membuat sesuatu seperti ini dari awal. Memikirkannya saja sudah membuatku sangat senang...”

Tapi di saat yang sama, aku merasa tidak enak. Satu langkah. Ya, satu langkah saja tidak apa-apa. Ketakutan yang menempel di hatiku seperti duri membuatku ragu untuk melakukannya, tapi aku harus berubah.

“Terima kasih Kaede-san. Terima kasih karena telah membuatkanku kue yang enak. Aku benar-benar bisa merasakan perasaanmu. Jadi mulai sekarang dan kedepannya, aku akan berada dalam perawatanmu.”

“...Yuya-kun... Ya! Begitu juga denganku, mulai sekarang dan keedpannya, aku akan berada dalam perawatanmu!”

Aku berkata dengan rasa malu dan menikmati keasaman jeruk dan manisnya coklat. Harmoni dari dua rasa berpadu di mulutku, di sana aku juga merasakan perasaan yang diberikan oleh Kaede-san. Dan sebelum aku menyadarinya, sudah tidak ada lagi yang tersisa di piring, padahal aku masih mau memakannya.

“Fufufu. Tidak apa-apa. Kuenya masih banyak kok, kau mau tambah?”                                                                                                         

“Ya... aku mau tambah, tapi udahan aja deh. Aku akan memakannya lagi besok. Gak papa kan?”

“Tentu saja. Ayo kita makan bersama besok. Aku akan menyuapimu.”                                                                                               

“Hahaha. Kalau begitu aku juga akan menyuapimu, sehingga kita akan saling menyuapi.”

Mata Kaede terbuka lepar saat mendengar perkataanku yang santai. Tidak hanya itu, suasana di ruangan ini juga membeku. Eh, apa aku baru saja mengatakan sesuatu yang salah—?

“Hei, Shin-kun. Apa kau dengar apa yang barusan Yoshi katakan? Dia bilang ‘aku juga akan menyuapimu’, mungkinkah dia lagi menggodanya?”

“Ya, aku mendenagrnya Akiho. Yuya bilang ‘kita akan saling menyuapi’. Seharusnya aku merekamnya tadi.”

Yang disana diam! Atau lebih tepatnya, cepat pulang sana!

“Itu benar Shin-kun. Jika kita tinggal lebih lama, kita akan menghalangi kemesraan muda-mudi ini, jadi kurasa kita harus membiarkan mereka bebas.”

“Kau benar, Akiho. Tidak baik jika mengganggu malam mereka yang indah, jadi kita harus pulang.”

Bersiap untuk pulang secepat mungkin, Shinji dan Otsuki-san pergi dengan senyuman. Saat aku masih merasa terkejut dengan cepatnya pergerakan mereka, aku menerima pesan dari Shinji.

 

[Bersikaplah dengan lembut padanya, Yuya]

 

“Urus saja urusanmu sendiri tolol!”

Melemparkan keinginan untuk melemparkan ponselku, aku kembali ke ruang tamu. Kaede-san masih membeku seperti tadi.

Astaga, aku mau semuanya diulang.

---

Kaede-san dengan cepat mendapatkan kembali kesadarannya. Sambil meminum teh hangat, kami sedang bersantai di ruang tamu yang tenang. Kaede-san, menatap piring di atas meja, berkata seolah-olah dia habis memutuskan sesuatu,

“Yuya-kun. Aku juga ingin makan kue coklat! Bolehkah aku memakannya?”

“Tentu boleh, tapi kenapa kau bertanya?”

“Habisnya kan... kue ini dibuat untukmu, bukankah akan salah jika aku memakannya?”

Yah, mungkin memang begitu, tapi seperti yang Kaede-san sendiri katakan tadi, jika jumlahnya ada banyak, lebih baik dimakan bersama. Itu justru akan lebih buruk kalau memakan semuanya sendiri begitu saja. Tapi sekarang sudah hampir pukul 22:00, apakah tidak apa-apa memakan sesuatu yang manis di waktu begini?

“Tidak apa-apa! Tidak peduli seberapa banyak makanan manis yang kumakan, itu benar-benar keadilan! Lagipula, aku tidak gemuk!”

Dia mengatakannya seperti seorang dokter yang menggunakan keahliannya sebagai senjata untuk mengatakan hal-hal yang membuat para wanita di dunia menggertakkan gigi. Yah, salah satu hal yang kuketahui tentangnya setelah kami tinggal bersama adalah Kaede-san makannya banyak. Tapi bentuk tubuhnya yang mempesona sama sekali tidak berubah, dan bahkan pelindung dadanya tampak seperti telah diperkuat. Itu hanya imajinasiku, kan?

“Ah... Ngomong-ngomong, pakaian dalamku belakangan ini semakin ketat. Kalau Yuya-kun, pakaian dalam seperti apa yang kau sukai?”

Haaaaah!! Eh, apa? Kau masih bertumbuh!? Daripada itu, bisakah kau tidak mencondongkan tubuhmu ke depan sambil meremas bagian dada swetermu! Itu merangsang! Malahan rangsangannya kuat banget!!

“Kalau bisa aku ingin menyesuaikannya dengan preferensimu, jadi seperti apa? Pakaian dalam seperti apa yang kau ingin aku pakai?”

Dengan senyum iblis kecil, dia mendatangiku sambil bersandar di meja. Aku melakukan yang terbaik untuk menoleh ke arah lain untuk menjauhkannya dari pandanganku, tapi Kaede-san bergerak ke posisi yang sempurna dan muncul di garis pandangku.

“Apakah itu jenis yang berwarna putih? Motif bunga yang seperti celemek itu memang lucu, kan! Ataukah biru muda yang menyegarkan? Warna-warna yang cerah juga bisa membuatmu merasa segar! Atau bagaimana dengan warna hitam yang memiliki pesona dewasa? Aku akan merayu dirimu dengan lebih banyak daya tarik seksual! Ngomong-ngomong soal rayuan, itu pasti warna merah muda, kan? Yah, warna merah muda memang terlihat mes—”

“Hentikaaaaan!! Aku tidak akan membiarkanmu mengatakan apa-apa lagi! Yang lebih penting, kau mau makan kue, kan!? Aku akan membawakannya untukmu, jadi duduk diam saja di sini!”

Tidak mungkin aku akan membiarkan kata ‘mesum’ keluar dari mulut Kaede. Aku memutuskan percakapan dan meninggalkan meja sambil membawa piring yang sudah kosong. Aku benar-benar tidak suka wajah Kaede-san yang menyeringai dan bahagia seperti itu. Sepertinya dia benar-benar menikmati reaksiku. Lihat saja kau nanti.

Aku mengeluarkan kue dari lemari Es. Dekorasi kue itu sangat indah sehingga kau mungkin akan berpikir bahwa itu adalah kue yang dibeli. Aku ragu-ragu untuk memasukkan pisau ke dalamnya, meski pada akhirnya kue itu akan dipotong-potong.

Dengan hati-hati aku memotongnya agar tidak kehilangan bentuknya, dan meletakkannya di atas piring. Garpu masih ada di atas meja, jadi aku tidak perlu membawanya.

“Nah, aku membakawanmu kue. Kau ingin memakannya, bukan?”                                                                                                                    

“Terima kasih. Eh, mana garpunya?”

“Oh, gunakan saja ini. Lagian tidak perlu repot-repot untuk membawa garpu yang baru, kan?”

Aku memberikannya kue sekaligus garpu yang tadi kugunakan, meski begitu dirinya tidak langsung memakannya, tapi membeku seperti tadi. Kukukuku, ini seperti yang kurencanakan. Tapi ini bukanlah akhir. Aku akan membuatnya membayar dosa karena telah mempermainkanku dengan impian para pria!

“Baiklah, Kaede-san. Aaaaaa—?”

“—Eh!? Yu-Yuya-kun!? Kau mau apa!? Apa kau sudah gila!?”

Dengan sengaja, aku memasukkan garpu ke dalam kue dan memotongnya menjadi ukuran yang mudah untuk dimakan. Aku kemudian membawanya perlahan ke mulut Kaede yang dalam keadaan bingung dan panik.

“Uuu......”

Dia melihat dari sisi ke sisi, lalu ke bawah, lalu menggelengkan bahunya daan mengapalkan tinjunya, dan kemudian menatap langit-langit dengan suara yang tidak jelas. Sepertinya dia benar-benar mengalami konflik. Yah, itu lucu untuk dilihat, jadi ini sama sekali bukan masalah.

“Aaaaaa—”

Mengatakan itu, Kaede menggigit kue yang ada di garpu. Wajahnya merona merah seperti daun musim gugur.

“Bagaimana? Rasanya enak?”

“...Aku tidak tahu. Aku sangat deg-degan. jadi aku tidak tahu rasanya.”

Kaede-san mengatakan itu dengan suara yang pelan dan lembut . Apakah disuapi itu sensasinya begitu mendebarkan sampai kau tidak bisa memahami rasa dari makanan?

“Karena ini kan... c-ciuman tidak langsung. ...Ini yang pertama kalinya... aku menciummu... jadi tentu saja aku jadi deg-degan...”

Kekuatan penghancur Kaede-san, saat dia meletakkan garpu di mulutnya dan menatap ke atas dengan malu-malu, jelas merupakan tingkat strategis. Ini adalah kartu truf yang membalikkan situasi pertempuran dengan satu serangan. Tembakan dari [Damon*] yang digunakan sebagai upaya terakhir, cukup untuk meledakkan hatiku menjadi jutaan keping. Dengan kata lain, wajahku juga benar-benar memerah.

[Catatan Penerjemah: だもん(Damon), berasal dari perkataan Kaede sebelumnya yang ‘aku mencium dirimu (なんだもん)’.]

“Oh tidak... itu... Aku hanya berpikir kalau aku akan bisa melihat wajahmu yang malu-malu jika aku memberimu kejutan dengan menyuapimu sebagai balasan telah menggodaku. Dan aku sama sekali tidak berpikir kalau ciuman tidak langsung—mm!?”

Kaede diam-diam memasukkan kue itu ke dalam mulutku saat aku menggerakkan tangan untuk menjelaskan. Dengan begitu, garpu yang berada di mulut Kaede beberapa saat yang lalu sekarang ada di mulutku. Anehnya, kue coklat itu terasa lebih manis dibandingkan dengan saat aku memakannya beberapa waktu lalu. Wajahku benar-benar panas, dan jantungku rasanya ingin meledak.

“Aku ingin kau juga mengerti. Aku ingin kau mengerti bahwa tidak mungkin aku tidak merasa malu saat mencium orang yang kucintai, tidak peduli meski itu ciuman tidak langsung. Tapi pada saat yang sama... aku juga bahagia...”

Dia memberikan banding dengan berkaca-kaca, dan aku hanya bisa mengangguk. Bagaimanapun juga ini lebih memalukan dari yang kubayangkan. Ciuman tidak langsung melalui suap-suapan ini rasanya sama memalukannya dengan ciuman langsung. Tapi seperti yang Kaede-sa  katakan. Entah bagaimana hatiku terasa terisi.

“Yuya-kun, kau benar-benar tidak adil. Kenapa kau bisa membuatku deg-degan dengan begitu mudah... padahal aku juga ingin membuat deg-degan dengan menyuapimu... Itu tidak adil!”

“Tidak, ini bukan masalah adil atau tidak adil, tahu? Atau lebih tepatnya, kupikir kau lah yang tidak adil. Tidak, keberadaanmu sendiri saja sudah tidak adil, Kaede-san!”

“A-Apaan sih!? Bukankah itu jahat banget mengatakan keberadaanku tidak adil!?”

“Tentu saja! Di tempat pertama, sejak aku tiba-tiba tinggal bersama gadis cantik yang kukagumi, setiap hari aku meraskan deg-degan karena sangat bahagia sekaligus malu! Malahan, tidak ada hari tanpa aku merasakan semua itu! Setidaknya mengertilah itu... dasar tolol.”

Setelah mengatakan itu, aku merasa malu dan berdiri dari tempat dudukku. Aku ingin memukul diriku sendiri karena barusan mengatakan kalau aku mengagumi Kaede-san. Jika saja ada lubang di sini, aku mau masuk ke dalamnya. Namun di saat-saat seperti ini, yang terbaik adalah mandi. Ayo kabur ke kamar mandi. Kamar mandi adalah tempat sakral untuh membasuh semua kejadian yang terjadi di sepanjang hari.

“Tidak...! Jangan pergi, Yuya-kun”

Saat aku hendak menuju ke kamar mandi untuk mandi, Kaede memulukku dari belakang.

“Jangan tinggalkan aku sendiri. Jika sekarang aku ditinggal sendiri...”

“...Jika kau ditinggal sendiri, apa yang akan terjadi?”

Aku menelan ludah dan menunggu kata-kata Kaede-san.

“Jika sekarang aku ditinggal sendiri... aku akan jadi melompat-lompat kegirangan karena terlalu bahagia.”

Di akhir dia menambahkan, ‘tehee’.

Aku terpesona oleh betapa imutnya dirinya. Dan karena aku tidak mau dia melompat-lompat kegirangan, jadi aku duduk di sofa bersamanya sampai dia tenang dan malam Valantine yang agak awal dengan tenang.

---

Waktu berlalu hanya untuk bersantai dengan Kaede-san tanpa melakukan apa-apa, dan saat selesai gosok gigi dan bersiap untuk  tidur, tanggal telah berubah.

“Kau seharusnya tidak perlu menungguku...”

“Gak papa kok. Aku hanya ingin menunggumu. Apa kau merasa lebih rileks setelah mandi?”

“Ya. Berkat itu lelahku teratasi, jadi kurasa aku bisa melakukan yang terbaik juga untuk besok.”

Ngomong-ngomong, tadi aku menyarankan untuk mandi bareng sama dia dengan maksud untuk menggodanya, tapi dia mengatakan, “Tolong jangan bercanda seperti itu”. Biasanya, dia selalu mengatakan “Ayo mandi bareng!”, jadi itu membuatku terkejut karena ini benar-benar tidak seperti dirinya yang biasanya yang sering bersikeras untuk mandi bareng denganku. Tapi berkat itu juga, aku bisa merilekskan diri dengan tenang.

“Baguslah kalau begitu. Sekarang, ayo pergi tidur.”

Kaede mematikan lampu dengan remote di tangannya. Aku kepanasan sehinnga tidak bisa menahan diri untuk tidak naik ke ranjang, tapi itu jelas lebih baik daripada tidak bisa tidur karena kaki yang kedinginan.

Banyak yang telah terjadi hari ini. Sukiyaki-nya enak, dan kue coklat Valentine buatan Kaede-san juga sangat enak. Selain itu, kami bahkan melakukan ciuman tidak langsung—ini buruk, jangan pikirkan itu. Nanti aku tidak bisa tidur.

“Hei... Yuya-kun. Apa kau masih bangun?”

“Ya. Aku masih bangun, ada apa?”

Aku selalu tidur membelakangi Kaede-san karena aku tidak ingin ada sesuatu yang aneh terjadi dan rasa kantukku akan hilang jika melihat wajahnya yang tertidur. Jadi secara alami aku menjawab pertanyaannya tanpa melihat ke belakang, tapi ternyata itu adalah kesalahan.

“Sedikit... lebih dekat... bolehkan aku tidur di sampingmu?”

Kaede-san, yang telah mendekat sebelum aku menyadarinya, memelukku dari belakang. Dia bertanya padaku dengan suara yang jauh lebih imut dari biasanya, dan aroma lembut yang melayang darinya membuatku merasa nyaman, tapi pada saat yang sama otakku benar-benar dibingungkan. Kehangatan Kaede-san terasa dari punggungku dan aku bisa merasakan sensasi lembut yang bisa membuat pria jadi gila. Aku bisa merasa lengannya yang melingkari pinggangku dengar erat bergetar karena gugup, dan aku juga bisa merasakan jantungnya yang berdegub kencang hingga seperti itu akan meledak.

“Ya... boleh.”

Aku tidak bisa menolak permintaan Kaede, yang telah dia coba lakukan dengan segenap keberanian yang bisa dia kerahkan. Tidak, malahan aku lebih suka berbalik dan memeluknya. Aku diserang oleh dorongan seperti itu.
 
“Aku sangat bahagia hari ini. Orang yang sangat kucintai memelukku dengan erat, memuji kue yang telah kubuat dengan sebaik mungkin supaya rasanya enak, dan bahkan membolehkanku memakannya. Terlebih lagi, kami berciuman tidak langsung. Ini adalah hari yang begitu membahagiakan, aku jadi bisa mati dibuatnya.”
 
Pengakuan Kaede-san mulai membuat jantungku berdegub kencang. Hentikan itu. Aku memang senang, tapi hetikan.

“Tapi... aku ingin merasakan lebih. Aku berpikir bahwa betapa bahagianya diriku jika bisa tidur sambil memeluk orang yang kucintai...”

Kau sangat curang. Kaede-san. Ketika kau bermanja seperti itu dengan suara yang terdengar seperti hendak menangis, aku jadi ingin menyerah pada keegoisanmu.

“...Terima kasih untuk hari ini, Kaede-san.”

Saat aku membalikkan tubuh untuk menghadapinya dan dengan lembut memeluknya, bahunya sedikit tersentak. Tapi segera setelah itu, dia mendekatkan pipinya ke dadakau dan tersenyum.

“Ehehe... Yuya-kun, kau hangat sekali. Dan baumu menenangkan... kurasa hari ini aku akan tidur lebih nyenyak dari biasanya.”

Begitukah? Kalau aku sih mungkin tidak akan bisa tidur sampai pagi.

Tapi, jika itu bisa membuatmu bahagia, aku sama sekali tidak masalah. Jika itu bisa membuatmu merasa nyaman, aku sama sekali tidak masalah. Aku juga bahagia bisa bersamamu—

“Selamat malam, Yuya-kun. Aku mencintaimu.”



Sebelumnya || Daftar Bab || Selanjutnya

9 Comments

Previous Post Next Post