Kanojo no Imouto to Kiss wo Shita Volume 3 - Bab 1

Bab 1
Memaksa x Memulai Kembali


Aku menyayangi Haruka Saikawa, saudari kembarku yang telah terpisah dariku sejak aku masih kecil. Dia adalah gadis yang polos, menawan, baik hati, namun juga kikuk. Aku selalu mengagumi dirinya, karena dia memiliki banyak kualitas-kualitas baik yang tidak aku miliki.

Rasa sayangku padanya sama sekali tidak berubah bahkan ketika aku mulai menyukai pacarnya, Hiromichi Sato, seorang laki-laki yang juga merupakan saudara tiriku setelah ibuku menikah lagi.

Meskipun aku takut kepadanya sebagai saingan cinta yang tangguh, tapi aku sama sekali tidak pernah berpikir untuk membenci saudariku.

Akan tetapi...

[Karena meskipun kita tidak melakukan sesuatu yang seksual, aku yakin kita akan tumbuh untuk saling mencintai. Aku jsutru berpikir bahwa cinta sejati akan tumbuh seperti itu. Bukan hubungan untuk nafsu, melainkan hubungan kasih timbal balik yang murni, aku ingin kita seperti itu, Hiromichi-kun]

Di saat saudaraku tertidur di pangkuanku akibat kelelahan karena menangis, aku mendengarkan kata-kata saudariku di pesan suara, dan kata-katanya itu membuatku seoalah-olah merasa seperti ada suatu perasaan dingin yang ditikamkan ke dalam dadaku.

Menilai dari apa yang saudaraku tangisi dan apa yang baru saja saudariku katakan, aku jadi memiliki ide kasar tentang apa yang tejadi di antara mereka berdua hari ini.

Sepertinya, saudaraku telah melakukan kesalahan yang sangat besar.

Akhir-akhir ini, dia terus bergumul dengan perasaannya.

Sejak saudariku menolaknya di pantai, dia merasa takut untuk menutup jarak di antara mereka.

Apa tidak apa-apa bagiku untuk lebih dekat? Bagaimana jika dia menolaknya lagi?

Dia terus-terusan kepikiran tentang itu, sampai-samai dia menjadi sulit untuk menghabiskan waktunya bersama saudariku.

Itulah sebabnya, aku yakin dia berpikir kalau dia tidak boleh membiarkan situasi diantara mereka terus seperti itu. Dan dengan begitu, dia tampaknya menyiapkan alat kontrasepsi yang dimaksudkan untuk ditunjukkan kepada saudariku yang mengungkapkan penolakannya terhadapa hubungan seksual karena takut akan kehamilan yang tidak inginkan; bahwa dia tidak hanya sekadar berbicara saja, tapi dia benar-benar peduli terhadap tubuh dan pikiran saudariku.

Namun, hal tersebut justru membuat saudariku keasl.

Tapi..., kupikir wajar saja dia menjadi kesal. Di pesan suara tadi, saudariku menjelaskan alasan mengapa orang tua kami bercerai, dan hal itu merupakan trauma baginya yang menjadi pemicu terciptanya situasi mereka saat ini.

Dan tidak sepertiku, saudariku dibawa dan dibesarkan oleh ayahku yang menjadi korban perselingkuhan.

Kurasa itu jugalah yang memengaruhi sudut pandangnya tentang cinta.

...Dan yah, sekalipun bukan itu masalahnya, meskipun itu adalah pacar sendiri, menunjukkan alat kontrasepsi kepada seorang wanita itu adalah hal yang buruk, dan kupikir saudaraku ini benar-benar gila.

Jadi menurutku akan wajar-wajar saja kalau dia menerima satu tamparan di wajahnya.

Namun, hanya sampai sebatas itu saja.

Kendati demikian, saudariku sampai mencaci saudaraku karena membawa alat kontrasepsi dan bahkan menyatakan penolakannya.

Sebagai manusia, terdapat satu atau dua hal yang tidak bisa kita terima. Dan tentunya, tidak ada salahnya untuk menyatakan apa yang tidak bisa kita terima tersebut, memperdebatkannya, lalu kemudian mendamaikan sudut pandang masing-masing. Malahan, hal semacam itu adalah suatu konflik yang tidak bisa dihindari.

Tapi diluar titik itu, dengan kata lain pesan suara ini, adalah sesuatu yang lain.

Dia mencaci, memarahi, dan mengusir saudararaku yang bertindak di luar kendali untuk mendapatkan kepercayaannya, tapi kemudian, dengan lidahnya itu, dia malah mengatakan bahwa dia ingin mereka menikah.

Dan sebagai pembenaran atas sikap yang dia ambil itu adalah... trauma yang ia miliki akibat perceraian orang tua kmi.

Bukankah itu terlalu keterlaluan?

Selain itu, apa yang akan terjadi pada saudaraku jika dia mendengarkan saudariku menceritakan kisah ini?

Dia tidak akan bisa berkata apa-apa.

Dia tidak akan bisa menyalahkan saudariku karena tidak memahami cinta yang dia milikii, tapi di saat yang sama, saudaraku juga tidak bisa menjauhkan dirinya dari saudariku karena saudariku mengatakan bahwa dia mencintainya.

Dan lebih buruknya lagi, mengingat yang dibicarakan di sini adalah saudaraku, dia pasti akan menyalahkan dirinya sendiri karena menjadi pria yang sembrono dengan mencoba mengandalkanku, di saat di sisi lain saudariku begitu serius tentang masa depan mereka.

Ya, sama seperti kejadian di malam perkemahan lalu.

Dia akan berpikir saudariku tidaklah salah, melainkan dirinya lah yang salah.

Demi gadis malang yang terluka itu, dia harus menekan perasaannya dan bertahan tidak peduli seberapa kesepiannya dirinya, tidak peduli seberapa sulitnya itu baginya, tidak peduli seberapa menyakitkannya itu baginya——itu semua, dia lakukan karena dia adalah orang yang baik.

Dia adalah seorang yang akan berusaha semaksimal mungkin memberikan yang terbaik untuk orang lain.

Meskipun saudaraku adalah seseorang yang seperti itu, lantas mengapa saudariku yang merupakan pacarnya tidak bisa mengerti saudaraku?

Bagaimana bisa saudariku tidak mampu membayangkan akan seberapa ngaruhnya pesan suara ini akan mendorong saudaraku ke tepi jurang?

...Tidak, tidak mungkin dia tidak bisa mengerti.

Saudariku mengerti saudaraku.

Secara sadar dia mengerti saudaraku, namun secara tidak sadar dia berpikir bahwa jika dia mengatakan itu pada saudaraku yang baik, saudaraku tidak akan bisa melarikan diri darinya.

Dia yakin bahwa dengan begitu tidak mungkin saudaraku akan menyerah padanya.

Astaga, meskipun dia memiliki senyum yang begitu manis di wajahnya, tapi rupanya dia adalah orang yang licik.

Pesan suara ini sama seperti ban leher.

Kata-katanya layaknya rantai yang mencekik tenggorokan saudaraku, membuatnya menelan semua keluhannya, dan menahannya di halaman rumahanya, tidak membiarkannya melarikan diri sekalipun dia merasa haus dan lapas.

Setelah mendengar kata-kata di pesan suara itu, untuk pertama kalinya dalam hidupku, aku merasakan ‘kebencian’ terhadap saudariku.

Dan pada saat yang sama, aku berpikir bahwa aku tidak bisa membiarkan saudaraku mendengarkan kata-kata ini.

[Tolong buat aku melupakan Haruka.]

Saudaraku begitu terjopok hingga dia mengatakan itu, namun dia masih berusaha untuk tetap tulus dengan tidak melakukan apa-apa padaku.

Aku tidak mu lagi melihat saudaraku yang begitu baik disakiti seperti ini oleh saudariku.

Karenanya—aku menekan tombol menerima panggilan di ponsel saudaraku yang sementara merekam pesan suara.

“Sepertinya kau telah mengatakan banyak sekali hal yang egois... Nee-san.”

Secara impulsif, dengan nada dingin yang belum pernah kuarahkan kepadanya sebelumnya, aku melontarkan kata-kata itu tanpa memikirkan konsekuensinya, suatu kata-kata yang akan menghancurkan hubungan rahasia antara aku dan saudaraku, dan juga menghancarukan hubungan kami antar saudari. Akan tetapi—

“Aku benar-benar minta maaf untuk yang terjadi hari ini... Izinkan aku meminta maaf padamu saat kita bertemu lagi.”

—Tidak ada tanggapan dari saudariku.

Alasannya simpel.

Aku tidak mengusap tombol menerima panggilan yang kutekan karena aku tidak punya alasan untuk melakukannya.

“Oh, ayahku sudah pulang, jadi aku akan mematikan teleponnya... Oh iya, aku akan senang jika aku bisa berbicara denganmu nanti sekalipun hanya melalui LINE. Baiklah, sampai jumpa.”

Dan dengan begitu, panggilan dari saudariku terputus dan rekaman pesan suara selesai, serta kata-kata fatal yang kuucapkan tadi tidak pernah tersampaikan pada saudariku.

Aku menghela napas lega.

Aku tidak merasa lega karena aku tidak mengatakan sesuatu yang tidak perlu pada saudariku. Tapi aku lega karena aku bisa menghentikan diriku dari menjadi tipe orang yang kubenci.

Astaga..., apa sih yang baru saja kau pikirkan, Shigure Sato? Kau merasa kasihan pada saudaramu? Kau tidak mau melihat saudaramu disakiti oleh saudarimu?

Kau, dari semua orang, berbicara tentang kemarahan yang sepatutnya? Kau mencuri bibir saudaramu tanpa izin sekalipun kau tahu bahwa dia punya pacar yang merupakan saudarimu sendiri, menghancurkan cinta pertamanya, dan sekarang, kau marah untuknya?

“Sungguh tidak tahu malu.”

Perasaan yang ada di dalam diriku bukan lah suatu kemarahan yang tepat.

Aku hanya tidak suka. Aku benci pada kenyataan bahwa saudariku lebih bisa menggoyahkan perasaannya daripada aku.

Aku sangat cemburu pada perbedaaan di antara kami kedua saudari, dimana bahkan aku disentuh oleh saudaraku dengan bayangan aku adalah saudariku.

Kecemburuan membuatku terbakar, dan aku tidak boleh menyamarkannya dengan jubah kemarahan untuk saudaraku.

Aku tidak memiliki hak untuk melakukan itu, dan di atas segalanya... itu sia-sia.

Intinya, dia adalah cinta pertamaku yang ingin kudapatkan, sekalipun aku harus menghancurkan hubunganku dengan saudariku yang kusayangi.

“...Maaf, Shigure...”

Saudaraku yang tertidur di pangkuanku mengigau.

Aku ingin tahu, untuk apa dia meminta maaf kepadaku di dalam mimpinya itu?

[Maka biarkan aku menyentuhmu.]

Saat dia mengatakan itu, awalnya kupikir dia mencoba melambiaskan rasa frustasinya karena ditolak oleh saudariku padaku. Tapi kenyataannya, akulah yang memanfaatkan kelemahannya dan membuatnya meminta hal tersebut. Tapi sekalipun begitu, dia tetap menyalahkan dirinya sendiri. Karena pada dasarnya, dia memang merupakan tipe orang yang seperti itu.

Sisi lemahnya yang dia miliki itu menggemaskan.

Kebaikan yang dia miliki itu sangat berharga.

Dalam tidurnya, dia mengerutkan keningnya, yang membuatku sontak membelai rambutnya berharap agar dia bisa bermimpi lebih baik.

“Tidak apa-apa, ini bukan salahmu kok, Onii-san. Jadi, tolong jangan tampilkan ekspresi seperti itu.”

...Sudah kuputuskan.

Kalau saudariku ingin merantainya dan mencintainya hanya ketika dia menginginkannya, maka biarlah. Sedangkan aku, aku akan memberikan semua yang kumiliki untuk menggantikan saudariku.

Aku akan memuaskan rasa laparnya.

Aku akan memuaskan dahaganya.

Aku akan menghangatkannya ketika dia merasa kedinginan.

Dan itu akan kulakukan bukan sebagai saudariku seperti yang lalu-lalu, melainkan sebagai aku pribadi, sebagai Shigure.

Sama seperti yang saudaraku inginkan—aku akan membuatnya melupakan saudariku.

[Aku lebih mencintai Haruka daripada kamu, Shigure.]

Aku akan memastikan bahwa dia tidak akan pernah mengatakan hal seperti itu lagi.

Aku yakin dia dia akan menolak untuk melakukannya karena mempertimbangkan saudariku, tapi akut tidak peduli.

Apapun yang terjadi, aku tidak akan membuatnya mengatakan itu lagi, karena hanya itulah yang bisa aku lakukan.

“Kau bukanlah satu-satunya orang yang bisa memanfaatkan kebaikannya, Nee-san.”

---

Saat aku bangun, kudapati hanya ada aku saja di dalam ruangan.

Aku kemudian menemukan catatan dari Shigure yang mengatakan kalau dia pergi belanja untuk makan malam.

Oh iya, kalau tidak salah, tadi dia bilang kalau dia tidak membuatkan apapun untukku karena dia pikir aku akan malam bersama Haruka. Tapi karena aku bertengkar dengan Haruka, jadinya aku pulang ke rumah tanpa sempat makan malam bersamanya.

“......”

Berbaring di tengah ruangan yang kosong, aku menatap lampu dan mengerutkan keningku. Itu bukan karena silau, tapi karena aku merasakan penyesalan yang membara di lubuk hatiku.

Tadi, aku mendengarkan pesan suara dari Haruka.

Aku tidak tahu, bahwa orang tua Haruka dan Shigure berpisah karena alasan itu. Yah, aku juga tidak pernah membicarakan soal itu dengan Shigure sih. Jadi dalam hal ini, tidak heran kalau Haruka trauma dengan topik tentang seks.

Namun demikian, terhadap Haruka yang memiliki trauma seperti itu, aku memaksakan perasaanku kepadanya.

Tapi kalau aku boleh mengutarakan alasanku, aku tidak membeli kondom karena aku ingin berhubungan seks dengan Haruka. Aku cuman ingin mendapatkan kembali kepercayaannya yang rusak akibat apa yang terjadi saat perkemahan di pantai tempo hari.

Aku ingin agar Haruka yang berhati-hati dalam membuat kesalahan secara impulsif tahu bahwa aku tidak akan bertindak dengang ceroboh, dan bahwa aku peduli padanya bukan hanya dengan kata-kata tapi juga dengan perwujudan jaminan persiapan.

Tapi..., dari sudut pandang lain, aku tidak bisa mengatakan kalau aku tidak merasakan hasrat seksual pada Haruka. Itu sebabnya, kupikir sifatku yang seperti itulah yang membuat Haruka merasa takut.

“...Aku harus berubah.”

Aku sangat mencintai Haruka, namun tidak ada kata-kata yang cukup bagiku untuk mengungkapkan betapa aku mencintainya. Itulah sebabnya, awalnya aku berpikir untuk mengungkapkan perasaan cinta yang kumiliki itu dengan mencium dan menyentuhnya. Aku ingin dia menyadari itu. Aku tidak ingin dia takut akan hal itu. Namun, jika Haruka memiliki trauma seperti itu, maka aku tidak boleh berpikiran seperti itu.

Aku peduli padanya lebih daripada diriku sendiri.

Karenanya, sama seperti yang dia katakan, sama seperti yang dia inginkan, bersama-sama dengan dia kami akan memelihara ‘cinta sejati’ dan saling menyayangi.

Aku tidak akan pernah memaksakan perasaanku lagi pada Haruka.

Aku akan menahan diri, sampai hari dimana Haruka memaafkanku.

Tidak apa-apa, aku pasti bisa melakukan ini.

Habisnya, bahkan Haruka yang pemalu itu, dia mengatakan bahwa dia ingin menikah denganku.

Dia mungkin menolak keintiman fisik, tapi di dalam hatinya dia menginginkan diriku

Jadi, selama hati kami terhubung, itu sudah cukup.

“Aku pulang.”

Saat aku menegaskan diriku sendiri di dalam benakku, Shigure pulang dari berbelanja.

Di kedua tangannya, dia membawa kantong belanjaan dengan daun bawang dan daun lobak yang mencuat dari dalam kantong tersebut.

“Oh, kau sudah bangun, Onii-san.”

“...Shigure.”

“Tunggu bentar ya, aku akan membuatkanmu makan malam secepatnya.”

...Kalau kupikir lagi-lagi, bukan hanya kepada Haruka aku harus meminta maaf.

Tadi, aku melontarkan kata-kata gila, “Kalau kau mencintaiku, maka biarkan aku menyentuhmu”, pada Shigure.

Hanya karena dia adalah saudari kembar Haruka, aku melampiaskan rasa frustasi yang kurasakan atas penolakan Haruka kepadanya.

Aku harus meminta maaf kepadanya, dan dengan pemikiran tersebut, aku berdiri dan pergi ke dapur.

“Erm, Shigure... Aku minta maaf tentang apa yang terjadi sebelumnya.”

“Sebelumnya? Apa maksudmu?”

“...Erm, mengenai aku yang mengatakan sesuatu tentang biarkan aku menyentuhhmu.”

Mendengar kata-kataku, Shigure terkikik dan kemudian menjawabku dengan senyum lembut.

“Aku tidak mempermasalahkannya kok, Onii-san. Toh pada akhirnya kau juga tidak melakukan apa-apa padaku.”

...Sungguh, Shigure benar-benar gadis yang baik.

Dalam situasi apa pun, dia selalu ada untukkku, dan dia akan memberiku sesuatu yang kuinginkan ketika aku menginginkannya.

Tapi kalau dipikir-pikir lagi, sampai saat ini aku sudah banyak mengandalkan dirinya. Aku tahu aku tidak boleh terus seperti itu, tapi itu sudah menjadi kebiasaan burukku layaknya orang dewasa yang kecanduan alkohol. Dan sebagai akibat dari itu, aku jadi mengatakan kata-kata yang gila tadi kepadanya. Oleh karena itu, aku harus mengakhiri ini.

Mulai sekarang, aku akan berubah, aku akan percaya pada kata-kata Haruka bahwa dia ingin kami menikah, dan bersama-sama kami akan membangun ‘cinta sejati’.

Ya, itulah sebbanya, aku harus memberitahu Shigure...

“Malahan, itu membuaku senang.”

“...Senang?”

“Tentu saja aku akan senang, bukan? Habisnya ini adalah pertama kalinya kau menginginkanku sebagai ‘Shigure’. Sebelum-sebelumnya kau menginginkanku karena melihat diriku sebagai Nee-san yang merupakan saudari kembarnya untuk mengingat betapa kau mencintai dia, namun kini untuk pertama kalinya kau menginginkanku agar kau bisa melupakannya.”

“...Hah?!”

T-Tunggu dulu, tadi aku bilang begitu ya? Iya sih, seingatku tadi aku memang mengatakan kalau aku ingin melupakan Haruka, tapi itu karena aku tidak tahu tentang situasinya Haruka.

Aku secara egois kecewa pada Haruka tanpa mengetahui bahwa dia berada dalam situasi yang traumatis. Dan sekarang setelah aku mengetahuinya, aku tidak ingin melupakan Haruka.

I-Ini buruk, aku harus segera meluruskan kesalahpahaman ini.

“T-Tidak, kau salah paham!”

“Salah paham?”

“Tadi itu aku sedikit putus asa, dan perasaanku sangat kacau sehingga aku jadi mengoceh tanpa berpikir...”

“Jadi maksudmu semua yang kau katakan sebelumnya itu bohong?”

“Bukannya aku bohong, tapi, erm...”

“Onii-saan, apa kau mempermainkanku dengan mengatakan sesuatu yang tidak kamu maksudkan disaat kamu tahu kalau aku menyukaimu?”

“T-Tidak, aku tidak mempermainkanmu.”

“Apa bagimu karena hatiku bukanlah hatinya Nee-san, jadi kau bisa seenaknya merobek-robek hatiku? Apa bagimu aku ini adalah orang yang setidak berarti itu?”

“Uughh...”

Sekarang setelah dia mengatakan itu, bukankah saat ini aku benar-benar sudah menjadi seorang bajingan?

Aku benar-benar egois sampai mengatakan sesuatu seperti itu ketika aku tahu kalau Shigure menyukaiku, tapi kemudian aku berubah pikiran seolah-olah aku tidak pernah mengatakan itu, dan sekarang tiba-tiba ingin berubah serta mulai saat ini berhenti mengandalkan dirinya.

Bagaimana bisa aku sama sekali tidak mempertimbangkan perasaan Shigure?

Aku memanfaatkan perasaan yang dia miliki untukku, menyimpannya untuk diriku sendiri, dan kemudian meninggalkannya ketika dia tidak lagi dibutuhkan.

Bukan hanya sebagai kakak ataupun laki-laki lagi, tapi sebagai manusia aku ini benar-benar yang terburuk.

...Tapi... tapi...

Sejujurnya aku merasa tidak enak untuk mengatakan ini, tapi tidak ada hal baik yang akan terjadi kalau aku terus menghindari masalah.

Aku sudah membuat keputusan bahwa mulai sekarang aku akan berhubungan kembali dengan Haruka. Aku mau melakukan yang terbaik lagi demi Haruka yang tersakiti. Dan untuk itu, aku tidak boleh menghindar.

“Maaf!!”

“...”

“Aku tidak tahu kalau Haruka trauma karena perceraian orang tua kalian. Kalau aku tahu, aku tidak akan pernah mempertimbangkan kemungkingkan bahwa Haruka tidak mencintaiku! Tapi sekarang setelah aku mendengarkan apa yang dia katakan di pesan suara tadi, sekarang aku tidak berpikiran untuk meragukan Haruka lagi. Jadi tolong, lupakan hal-hal bodoh yang kukatakan sebelumnya! Aku tahu kalau dengan membuat permintaan seperti itu aku akan menyakiti perasaanmu, tapi aku ingin memulai semuanya dari awal lagi dengan Haruka... Itu sebabnya, aku benar-benar minta maaf!”

Aku mengatakan kepadanya dengan jujur bagaimana perasaanku dan menundukkan kepalaku dengan tulus. Karena jika di sini aku mengatakan alasan yang lemah, itu justru akan lebih menyakiti perasaannya. Oleh karena itu, yang bisa kulakukan hanyalah memberitahunya betapa seriusnya aku.

Semuanya pasti akan baik-baik saja, Shigure adalah gadis yang baik, jadi aku yakin dia pasti akan mengerti——

“Tidak, aku tidak akan melupakannya.”

Aku memang berpikir kalau dia mungkin akan menolak, tapi tanggapan yang kudapatkan ternyata lebih keras daripada yang kupikirkan.

D-Duh, gimana nih? Sejujurnya, aku tidak tahu harus berbuat dan mengatakan apa saat dia mengatakan tidak...

“Sepertinya kau ini salah paham, Onii-san?”

“Eh? Apa maksudmu?”

“Aku yang peduli padamu itu bukan karena aku adalah orang yang baik atau karena aku merasa kasihan. Aku hanya ingin bisa dekat denganmu sesedikit mungkin. Aku ingin menyentuhmu untuk alasaan apapun yang bisa kupikirkan. Itu semua karena aku mencintaimu. Apa kau pikir wanita sepertiku ini akan menerima omong kosong bahwa kau ingin memulai semuanya lagi dari awal dengan Nee-san? Tentu saja aku tidak akan menerimanya, bukan? Kalau perlu, aku akan menggunakan cara apapun yang diperlukan untuk menghancurkannya.”

“S-Shigure…?”

M-Menghancurkan dia bilang? Apa maksudnya? Apa yang dia bicarakan…

“Intinya, jawabanku adalah ini: Kalau mulai kedepannya kau menolakku, maka aku akan memberitahu Nee-san semua yang telah terjadi diantara kita hari ini, aku akan memberi tahu semua hal yang telah telah kau rahasiakan dari dia.”

——!!!

“Fakta bahwa sekarang kita adalah kakak-adit tiri, kita tinggal satu atap, kau yang secara rahasia menciumku dengan sangat panas, betapa manisnya kau telah memanjakanku, dan juga kata-kata yang kau katakan padaku sebelumnya, aku akan memberitahu Nee-san segalanya... Sekarang masalahnya adalah, kalau Nee-san mengetahui itu semua, apa kau yakin dia akan mau memulai semuanya lagi dari awal denganmu?”

Aku sangat terkejut saat melihat Shigure tersenyum kecil ketika dia mengatakan sesuatu yang benar-benar gila barusan.

Habisnya, meksipun mulutnya tersenyum, tapi matanya sama sekali tidak tersenyum. Matanya itu penuh dengan kilauan perasaan cinta dan obsesi yang membara, membuat diriku yang berada di dalam pantulan matanya itu tampak seperti dibakar oleh hasratnya.

Dia benar-benar serius. Kalau aku mencoba untuk menolaknya, dia akan menghancurkan segalanya, dia akan memotong benang keseimbangan yang ada di antara kami sekarang hanya karena hasratnya sendiri.

Kalau itu sampai terjadi, kalau Haruka tahu bahwa aku meragukan cintanya dan mengandalkan Shigure layaknya orang dewasa yang kencanduan alkohol untuk  menutupi keraguanku—tidak mungkin aku dan Haruka bisa memulai dari awal lagi.

Aku yakin, segala sesuatunya pasti akan hancur.

“Apa kau mengerti? Kau tampaknya berpikir bahwa sekarang kau dapat memulai semuanya lagi dari awal, tapi kau salah besar. Kenyataannya adalah kau sudah sampai pada titik dimana tidak ada jalan untuk kembali bagimu, Onii-san.”

Selagi dia mengatakan itu, dia melingkarkan lengannya di leherku.

Kemudian, dia membasahi bibirnya dengan lidahnya yang merah, dan layaknya ular yang menjerat mangsanya——

“Ya, aku tidak akan membiarkanmu kembali. Aku pasti akan membuatmu melupakannya.”

——Bibirnya yang basah mengecup bibirku.

Layaknya katak yang diawasi oleh ular, aku tidak bisa bergerak dan hanya bisa menerima ciuman predator itu.

Panas dari bibirnya meresap layaknya racun yang memakan seluruh tubuhku, membuatku jadi merasa pusing.

Suara napas Shigure dan air liur kami yang bercampur bergema dengan kuat di kepalaku.

Keputusan yang baru saja kubuat untuk merubah diri menjadi menjauh.

Denyut jantungku berdetak dengan kecepatan yang menyakitkan.

Deg-deg, deg-deg, deg-deg

Pada saat itu, aku tidak tahu apakah denyutan itu akibat dari kecemasan yang disebabkan oleh ancaman Shigure, ataukah karena kegembiraan.



9 Comments

Previous Post Next Post