[LN] Saijo no Osewa Volume 1 - Bab 3 Bagian 2

Bab 3 Bagian 2
Pesta Teh


Kemudian, sepulang sekolah.

Saat melihat wajah-wajah yang berkumpul di kafe, Taisho dan Asahi-san saling memandang dengan mata yang takjub.

“Sebelumnya aku memang bilang jika kau punya orang yang bisa di ajak, maka ajak saja..., tapi ini sungguh orang-orang yang luar biasa,”  ucap Taisho, saat melihat wajah para Ojou-sama yang berkumpul di sini.

Dua pria dan empat wanita berkumpul di sekitar meja putih bundar.  Selain anggota awal, aku, Taisho, dan Asahi-san, aku mengajak Hinako, Narika, dan Tennoji-san bergabung dengan kami.

Tak satu pun dari ketiga Ojou-sama itu memiliki temperamen untuk hanyut oleh suasana di tempat itu. Hinako tersenyum lembut karena dia sedang berakting sebagai Ojou-sama yang sempurna, di sebelahnya, Narika bertingkah canggung, sedangkan Tennoji-san, dia dengan bermartabat menyesap teh dari cangkirnya.

“Hei, Hei, Tomonari-kun. Hubungan macam apa ini? Bagaimana kau yang baru bersekolah selama tiga hari di akademi ini bisa mengenal orang-orang yang luar biasa seperti mereka?”

“Sekalipun kau bertanya begitu, itu hanya terjadi begitu saja...”

Selain Hinako, alasan aku mengajak Narika dan Tennoji-san adalah karena kupikir ini akan menjadi kesempatan yang bagus untuk mempererat persahabatan antara satu sama lain. Tapi jika dipikirkan dengan tenang, ini mungkin memang sekelompok orang yang luar biasa. Bisa dibilang, sangat jarang untuk melihat putri-putri dari Keluarga Konohana, Keluarga Miyakojima, dan Keluarga Tennoji berkumpul bersama di satu tempat.

“Oh iya, ini adalah pesta penyambutan untuk Tomonari-san, bukan?”

Setelah meletakkan cangkirnya di atas meja, Tennoji-san menatapku.

“Mungkin sudah terlambat untuk mengatakan ini, tapi selamat atas kepindahanmu. Meskipun pedoman pendidikan di Akademi Kekaisaran lebih ketat jika dibandikan dengan sekolah lain, lulus dari akademi ini pasti akan menghasilkan kesuksesan di masa depan. Aku menantikan kesuksesanmu.”

“T-Terima kasih banyak.”

Sedikit terkejut, aku berterima kasih padanya. Aku senang saat Tennoji-san yang berpenampilan bermartabat mengatakan itu kepadaku.

“Karena beberapa orang di sini baru pertama kali berbicara denganku, jadi izinkan aku untuk memperkenalkan diriku. Namaku Mirei Tennoji. Aku adalah putri dari Grup Tennoji.”

Karena aliran perkenalan diri tercipta, Taisho dan Asahi-san juga mengikuti teladannya.

“Aku Katsuya Taisho. Keluargaku bergerak di bisnis transportasi.”

“Aku Karen Asahi. Keluargaku bergerak di bisnis ritel, terutama toko elektronik.”

Mengikuti mereka berdua, Hinako dan Narika pun ikut memperkenalkan diri.

“Aku Hinako Konohana. Senang bertemu dengan kalian.”

“A-Aku Narika Miyakojima. Erm, senang bertemu dengan kali~an.”

Dia pasti gak sengaja menggigit lidahnya..., tapi aku pura-pura tidak menyadarinya.

Ekspresi wajah Hinako dan Tennoji-san tidak berubah. Entah mereka tidak menyadarinya, atau mungkin mereka tidak mempedulikannya... Sedangkan di sisi lain, Taisho dan Asahi-san menampilkan eskpresi aneh yang menyiratkan; ‘Tidak mungkin ‘kan kalau seorang seperti Miyakojima-san akan menggigit lidahnya secara tidak sengaja?’

“Aku Itsuki Tomonari. Keluargaku menjalankan perusahaan IT.”

Sebagai yang terakhir, aku memberitahukan nama dan bisnis keluargaku. Setelah semua orang selesai memperkenalkan diri, Tennoji-san memulai pembicaraan.

“Biar kuberitahukan lebih dulu, kalian sama sekali tidak perlu mengkhawatirkan latar belakang keluargaku. Bicara saja dengan santai saat kalian ingin berbicara denganku.... Baik Taisho-san dan Asahi-san biasanya menggunakan cara bicara yang sedikit lugas, bukan?”

“Ughh..., yah, kurasa tidak ada gunanya menyembunyikannya.”

“Aahaha, kau benar. Kalau begitu, perkenankan aku berbicara secara normal.”

Sesaat mereka tampak canggung, tapi dengan segera, mereka menjadi lebih rileks. Setelah itu, Tennoji-san menoleh ke arah Hinako.
                                               
“Kita sesekali bertemu di pesta teh seperti ini ‘kan, Konohana-san?”

“Kau benar. Kau selalu sangat membantuku, Tennoji-san.”

“......Apa itu sindiran......?” seru Tennoji-san, dengan senyum yang tampak kaku.

Namun, Hinako sepertinya tidak menyadari itu dan dengan santai menyesap tehnya.

Baik Narika dan Tennoji-san adalah gadis yang cantik, tapi Hinako, dia memancarkan keanggunan yang luar biasa. Caranya yang dengan anggun saat menyesap tehnya menarik perhatian semua orang yang ada di tempat itu.

“E-erm! Konohana-san! Aku..., satu kelas denganmu, errm..., apa kau mengenalku?”

“Tentu saja, Asahi-san. Terima kasih ya karena selalu menjadi mood maker untuk kelas 2A. Berkat dirimu, setiap harinya aku merasa lebih nyaman saat berada di dalam kelas.”

“Ahahaha, sama-sama......, Whoa, ini buruk, aku jadi terlalu kegirangan saat diberitahukan sesuatu seperti itu oleh Konohana-san.”

Mengatakan itu, Asahi-san berusaha menyembunyikan wajahnya yang cengar-cengir dengan kedua tangannya.

“B-Bagaimana denganku? Kalau aku bagaimana, Konohana-san?”

“Tentu saja aku juga mengenalmu, Taisho-kun. Menurutku kau yang bersikap ramah dan tidak membedakan siapapun itu sangat menarik.”

“O-oh...!! Untuk beberapa alasan, aku merasa kalau kebajikanku baru saja meningkat...!”

Aku tidak berpikir kalau kebajikannya telah meningkat, tapi dia terlihat sangat bahagia seolah dia sedang berada di surga.

“Gununu..., kenapa tidak ada yang menanyakan apapun pada diriku...!”

Tennoji-san jelas berada dalam suasana hati yang buruk saat Hinako memonopoli semua perhatian kepada dirinya. Untuk itu, aku segera mengubah topik pembicaraan.

“Narika, apa kau tidak pernah berbicara dengan salah satu orang di sini saat berada di pesta teh?”

“Y-Ya. Lagipula aku hanya menghadiri acara seperti ini diluar lingkup akademi untuk sekedar maramaikan.”  

Lah, ini kan tidak seperti kau diajak hanya untuk meramaikan…?

Saat aku bergmumam seperti itu dalam benakku, kuperhatikan bahwa semua orang kini menatap ke arahku.

“...Narika?”

Seseorang mengatakan itu, merasa bingung dengan caraku memanggil Narika dengan menggunakan nama depannya.

Kurasa aku harus menjelaskan tentang hubungan antara aku dan Narika terlebih dahulu.  Saat aku berpikir tentang bagaimana aku harus menjelaskannya...,

“A-Aku dan Itsuki pernah bertemu saat kami berumur sepuluh tahun. Karena hubungan itulah, aku diundang untuk bergabung dalam pesta teh ini.”

“Hee~, jadi begitu!”

Saat Asahi-san merasa terkejut, Narika memalingkan wajahnya. Dia itu hanya merasa malu, tapi ekspresinya sangat kaku dan beberapa orang mungkin berpikir kalau dia sedang berada dalam suasana hati yang buruk. Kurasa sisinya yang seperti inilah yang membuat Narika tidak punya banyak teman.

Nah, karena aku yang mengundang Narika ke sini, maka aku harus memberikan tindak lanjut untuknya.

“Mungkin kalian semua telah salah paham, tapi Narika bukanlah orang yang menakutkan. Dia menghabiskan sebagian besar masa kecilnya di dalam rumah, jadi dia menjadi sedikit buruk dalam berinteraksi dengan orang lain.”

“...Begitukah?”

“Iya, jadi, semua rumor yang beredar tentang dirinya hanyalah kesalahpahaman.”

Terhadap Asahi-san yang bertanya dengan mata yang membalakak, aku mengiyakannya.

“I-Itsuki~....!!”

Narika merasa tersentuh dan menatapku dengan mata yang berkaca-kaca. Semoga saja ini bisa menjadi kesempatan yang baik bagi dirinya untuk menjalin pertemanan.

“Kalau tidak salah, keluarganya Miyakojima-san itu bergerak di bisnis produsen peralatan olahraga, kan?” tanya Tennoji-san pada Narika.

“Y-Ya..., kau ternyata mengatahuinya, ya.”

“Tidak perlu terlalu rendah hati. Di akademi ini, tidak ada siswa-siswi yang tidak mengenal Keluarga Miyakojima. Dan mengenai rumor itu, hanya dengan sedikit penyelidikan saja pasti bisa diketahui kok tentang kebenarannya... Ngomong-ngomong, aku jarang melihatmu dalam situasi sosial, bagaimana kau biasanya menghabiskan keseharianmu?”

“B-Biasanya ya...? Aku biasanya melakukan pelatihan di rumahku...”

“Pelatihan?”

“Ya, di rumahku ada dojo. Jadi sudah menjadi rutinitas harianku untuk berolahraga di sana. B-Belakangan ini, aku sering dimintai unuk melakukan uji coba produk olahraga.”

“Jadi begitu ya. Tampaknya kau memiliki kehidupan yang memuaskan,” seru Tennoji-san, menujukkan sedikit kekaguman.

Di sisi lain, Asahi-san dan Hinako sedang bercakap-cakap.

“Mumpung kita lagi ngumpul-ngumpul di sini, aku ingin bertanya padamu Konohana-san... Apa yang kau lakukan untuk menghabiskan waktumu saat di rumah? Apa kau selalu belajar sepanjang waktu?”

“Belajar memang sering kulakukan, tapi aku juga sesekali akan menghabiskan waktu dengan santai. Seperti membaca misalnya...., aku juga menghabiskan waktuku dengan memakan yang manis-manis.”

“He~, jadi Konohana-san juga suka yang manis-manis. Biasanya apa yang akan kau makan?”

“Hmm..., kurasa scone.”

“Ngomong-ngomong, Konohana-san dan Tomonari-kun punya hubungan keluarga, bukan?” tanya Asahi-san pada Hinako.

“Ya, ayahku dan ayahnya Tomonari-kun saling kenal.”

“Apa kalian berdua belum ada bertemu sampai akhir-akhir ini?”

“Begitulah, tapi sekarang kami sudah cukup banyak berinteraksi karena kami bisa duduk bersama di pesta teh seperti ini.”

Saat Hinako menjawab begitu sambil tersenyum, Asahi-san dengan gembira menggapinya dengan “Hmm~” dan melanjutkan, “Entah kenapa rasanya agak mencurigakan? Apa hubungan kalian berdua benar-benar hanya sejauh itu?”

“Oi oi, Asahi, tidak mungkin ‘kan sampai seperti itu.” ujar Taisho sambil tersenyum pahit.

“Yah, tapi ‘kan, bisa jadi ada pertunangan di antara hubungan orang tua itu, dan itu suatu hal yang klasik untuk berkembang menjadi sesuatu seperti cinta. Mungkinkah..., kalian berdua sudah memiliki hubungan yang cukup baik?”

Entah bagaimana, aku bisa tahu dari nadanya Asahi-san bahwa dia hanyalah bercanda. Namun, terhadap pertanyaan Asahi-san, Hinako tidak mengatakan apa-apa dan hanya menyesap tehnya dengan perlahan.

......Oi. Kenapa kau tiba-tiba jadi diam?

Itu adalah keheningan yang berarti. Bahkan Asahi-san, yang bertanya dengan bercanda, secara bertahap berubah menjadi serius. Tennoji-san, merasa skeptis, mulai mengerutkan alisnya. Sedangkan Narika, dia menatap kami dengan wajah yang terlihat pucat.

“Tidak kok, erm..., itu tidak benar.”

Karena Hinako tampak sama sekali tidak mencoba ingin menjawab, jadi aku yang menjawab menggantikannya.

“Seperti yang Konohana-san katakan sebelumnya, hanya karena orang tua kami berhubungan bukan berarti kami memiliki hubungan khusus. Selain itu..., aku dan Konohana-san tidak akan menjadi pasangan yang cocok.”

Di satu sisi, seorang putri dari Grup Konohana yang dikenal oleh semua orang di Jepang. Dan di sisi lain, hanya seorang pewaris dari sebuah perusahaan menengah. Bahkan statusku yang dibuat-buat saja sudah cukup untuk menunjukkan perbedaan kasta di antara kami.

“Yah, kesampingkan masalah cocok atau tidak..., yang lebih penting sekarang, Tomonari-kun, saat ini kau kesulitan dengan pelajaranmu dan sebagainya, kan?”

“Yah, begitulah.”

Saat aku tersenyum dalam menanggapi perkataan Asahi-san, di sampingku, Narika berbisik kepadau.

“Hmm..., dasar pembohon,” bisiknya, dengan suara yang amat pelan yang hanya aku yang bisa mendengarnya.

Karena dia menekan nada suaranya, dia sepertinya menerima masalah dan mau menutup mulutnya, tapi tampaknya dia masih merasa tidak puas dengan aku yang bekerja untuk keluarga Konohana.

Dan yah, beginilah, secara umum tampaknya pesta teh ini berjalan dengan baik.

Narika tampak telah bisa menyesuaikan diri dengan kelompok ini, sedangkan Tennoji-san, yang terlepas dari hubungannya dengan Hinako, juga selalu bersikap ramah. Aku bersyukur telah mengundang mereka berdua untuk ikut ke dalam pesta teh ini.

 

Naruka sepertinya sudah terbiasa dengan wajah ini dengan aman, dan Tennoji-san juga ramah kecuali hubungannya dengan Hinako. Aku senang mereka berdua mengundangku ke pesta teh sekarang.

Aku merileksikan diri dan kemudian meminum teh yang diletakkan di atas meja.

Lalu, aku menyadari kalau Tennoji-san menatap ke arahku.

“Tomonari-kun. Saat kau minum teh, akan terlihat lebih elegan jika kau mendekatkan cangkir ke mulutmu kendati sebaliknya loh?”

“B-Begitu ya..., terima kaih.”

Astaga, sekali aku merilekskan diriku, aku malah berakhir membuat kekacauan.

Dan yah, kalau kuperhatikan, semua orang kecuali aku memimun teh mereka dengan cara seperti itu... Aku benar-benar perlu merenungkan ini. Karena tidak seperti yang lainnya, aku berada di akademi ini dengan menggunakan identitas palsu.

“Tomonari, apa kau bersekolah di sekolah biasa sebelum kau menghadiri akademi ini?”

“Iya, Itu sebabnya aku tidak begitu percaya diri dengan etiketku...”

Terhadap pertanyaan Taisho, aku menjawabnya sambil menganggukkan kepalaku.

“Oh iya, saat aku masih kelas satu, aku mendengar dari teman sekelasku bahwa sekolah biasa itu punya banyak sekali kebiasaan yang menarik, Seperti misalnya..., Warikan.”

“Warikan?”

Mendengar pernyataan Asahi-san, Taisho memiringkan kepalanya. Saat aku melihat ke sekeliling, tidak hanya Taisho saja, tapi semua orang juga menunjukkan ekspresi yang bertanya-tanya.

Sepertinya aku harus menjadi pihak yang menjelaskan di sini.

“Warikan adalah saat dimana siswa-siswi harus membayar tagihan di kantin sendiri-sendiri, tapi..., bukankah siswa-siswi Akademi Kekaisaran juga  melakukannya?”

“Menurutku tidak. Biasanya akan lebih cepat bagi seseorang untuk membayarkannya sekaligus.”

“Tapi jika melakukan itu, bukankah itu artinya kau akan membayar dengan jumlah penuh?”

“Yah, jika memang sesuatu seperti agak mengganggumu, kupikir lain kali kau bisa membayar untuk dirimu sendiri... Tapi pada dasarnya sih, kau tidak perlu terlalu memusingkan masalah membeli atau dibelikan minuman. Karena menurutku orang yang mengundangmu ke kafe atau orang yang ingin membayarlah yang harus membayar.”

Aku ingin tahu, apakah tidak apa-apa untuk bersikap santai tentang itu...? Aku pribadi sih cukup kepikiran jika seseorang membelikanku minuman.

“Dan juga, ituloh, bukankah ada juga sesuatu yang disebut ngutang dan tidak membayar?”

“Oh iya, ada tuh. Yang itu ‘kan, orang yang mengutang itu kemudian akan secara natural mencurinya? Aku penasaran, kenapa sih mereka mencurinya? Kenapa tidak membelinya secara normal saja.”

“T-Tidak, mengutang dan tidak membayar bukanlah kebiasaan...”

Aku segera menyela ke dalam percakapan Asahi-san dan Taisho, dan entah bagaimana berhasil mengoreksi pengetahuan mereka. Mengutang dan tidak membayar jarang terjadi bahkan di antara kami orang biasa, dan kalaupun itu terjadi, biasanya itu karena sesuatu yang tidak terelakkan.

“Tidakkah ada sesuatu seperti kebiasaan-kebiasaan itu di sekolah tempatmu dulu berada, Tomonari?”

“Yah, tentang itu......”

Karena aku tahu bahwa mereka bertanya semata-mata hanya karena rasa ingin tahu, aku mencoba memikirkan sesuatu yang akan menarik bagi Taisho dan yang lainnya.

“Bagaimana dengan istilah aturan tiga detik?”

“Aturan tiga detik?”

Terhadap pernyataanku, Asahi-san memiringkan kepalanya. Sepertinya yang lainnya juga tidak ada yang tahu tentang itu, jadi aku melanjutkan penjelasanku.

“Istilah ini terutama digunakan untuk merujuk pada makanan, yang dimana aturannya adalah jika kau menjatuhkan makananmu, asalkan kau masih dapat mengambilnya dalam rentang waktu tiga detik, kau masih tetap bisa memakannya.”

“A-apa-apaan itu...”

“Biar kucontohkan.”

Mengatakan itu, aku mengambil kue panggang dari tengah meja. Karena akan sayang sekali untuk menjatuhkan seutuhnya, jadi aku menggigitnya dan membuatnya menjadi ukuran sepotong.

“Saat kau sedang makan, dan menjatuhkannya seperti ini...”

Aku dengan sengaja menjatuhkan kue ke atas meja dan segera mengambilnya

“Sesuai dengan aturannya, jika kau bisa mengambilnya kembali dalam rentang waktu tiga detik, kau masih tetap bisa memakannya.”

“Whoa...itu benar-benar pemikiran yang menarik, ya.”

Kau menganggapku tolol, kan?

Tidak, kurasa itu bukan kesan yang menganggapku tolol..., cuman, sejujurnya aku tidak ingin dia terkesan dengan jujur. Lagian, pada dasarnya ini adalah cerita normal tentang suatu perilaku yang buruk.

Lalu, saat aku hendak memberitahu mereka bahwa sesuatu seperti ini lebih baik tidak usah ditiru—

“Apakah seperti ini?”

Hinako, yang duduk di depanku, meniruku dan menjatuhkan kue di atas meja. Kemudian, dia mengambil kue itu dan mengunyahnya dengan mulut kecilnya.

“Y-Yah, b-begitulah...”

Aku mengiyakan dengan suara gemetar pada Hinako yang tersenyum manis ke arahku.

Semua orang yang berkumpul di sini sontak terkejut karena Hinako Konohana, yang penampilannya cantik dan penuh keanggunan, menunjukkan tingkah yang tidak pantas.

Pada saat itu, Ehem, Tennoji-san berdehem.

“Orang-orang biasa memang memunculkan beberapa hal yang menarik dari waktu ke waktu..., tapi menurutku, istilah yang disebut aturan tiga detik atau apapun itu, itu bukan merupakan sesuatu yang baik untuk dilakukan.”

Meletkkan cangkirnya di atas meja, Tennoji-san mengatakan itu.

“Tapi kenyatannya, aku bisa mengerti mengapa mereka berpikir bahwa tiga detik itu mungkin tidak menjadi masalah. Kurasa aku akan mencobanya jika ada kesempatan.”

“Ini bukan masalah kehigienisannya. Itu tidak pantas.”

Tennoji-san menegurnya. Dan kemudian, Asahi-san yang tampak tidak terlalu serius tentang itu, menjawabnya, “Yah, memang sih itu tidak pantas.”

Seperti itu, pesta teh terus berlangung tanpa hambatan.

 

Pesta teh pertamaku, suatu acara yang sangat berkesan bagiku, berakhir dengan damai tanpa masalah.

Setelah meninggalkan kafe, kami langsung berjalan menuju gerbang akademi. Dan di sana, ada beberapa mobil berwarna hitam sedang menunggu di depan gerbang.

“Kami telang menunggu anda, Ojou-sama.”

“Ishh, ‘kan aku sudah bilang untuk jangan memanggilku Ojou-sama...”

Asahi-san tersenyum masam, dan kemudian masuk ke dalam mobil yang dikemudikan oleh pelayan.

Beberapa saat kemudian, Taisho juga masuk ke dalam mobil yang sama.

“...Hm? Apa Taisho dan Asahi-san pulang bersama-sama?”

“Ya, itu karena rumahku dan rumahnya Asahi berdekatan, selain itu, kami juga saling kenal sejak lama.”

“Para pelayan di rumah kami akan bergantian menjemput dan mengantar kami.”

Serupa dengan hubungan palsu antara aku dan Hinako, tampaknya Asahi-san dan Taisho juga memiliki hubungan keluarga.

“Kalau gitu, kami pulang duluan ya.”

“Hari ini sangat menyenangkan. Sampai jumpa besok.”

Setelah itu, mobil yang membawa mereka berdua pergi.

Di sisi lain, mobil yang menjemput Tennoji-san juga sudah menunggu.

“Baiklah, aku juga pulang duluan ya.”

Dengan mengatakan itu, Tennoji-san membungkuk ringan.

Di sisi Tennoji-san, ada beberapa pelayan yang mengenakan jas. Dan tidak seperti pelayannya Asahi-san, mereka memancarkan aura yang mengingatkan orang-orang yang melihatnya akan suasana SP.

“H-Hinako Konohana!”

“Ya.”

Saat Tennoji-san dengan gugup memanggil namanya, Hinako menanggapinya dengan senyum lembut yang biasa.

“Ini adalah pertama kalinya aku mengadakan pesta teh pribadi denganmu... dan, yah, itu rasanya tidak terlalu buruk! L-Lain kali, kuharap kita bisa berbicara lebih banyak tentang tugas sekolah dan bisnis keluarga!”

“Kau benar. Jika ada kesempatan, ayo kita lakukan.”

Seperti itu, Tennoji-san membuat janji di antara mereka berdua. Dia kemudian menunjukan senyum bahagia sesaat, tapi dengan cepat dia menenangkan dirinya lalu mengalihkan pandangan kearahku.

Ehem... Dan juga, Tomonari-san. Kuperhatikan hari ini kau selalu menjaga punggungmu tetap tegak. Seperti yang kupikirkan, dirimu yang seperti itu jauh lebih menarik.”

Saat aku mendengar kata-kata itu, aku menjadi kaku sejenak.

“T-terima kasih banyak.”

Aku tidak menyangka aku akan dipuji, jadi aku terlambat untuk menanggapinya.

Lalu, sambil terkikik dan tersenyum, Tennoji-san berbalik dan masuk ke mobil yang menjemputnya.

“...Tampaknya kalian memiliki hubungan yang cukup baik.” gumam Narika.

“Ini hanya seperti hubungan sosial biasa.”

“Tidak, Tennoji-san adalah orang yang lugas. Jadi sesuatu seperti itu bisa dianggap sebagai pujian. ...Dan yah, itu sungguh luar biasa untuk bisa dipuji oleh Tennoji-san di hari ketigamu pindah ke akademi ini.”

Narika yang mengatakan itu padaku itu entah kenapa merasa tidak puas.

Tidak seperti Tennoji-san, sepertinya Narika tidak mau memujiku dengan jujur.

“Kerja bagus untuk hari ini, Ojou-sama, Itsuki-sama.”

Saat itu, dua mobil hitam berhenti di dekat kami, dan seseorang yang muncul dari dalam memanggilku.

“Shizune-san?”

Shizune-san, mengenakan seragam maid-nya yang biasa, muncul di depan kami dan membungkuk

“Anda pasti Narika Miyakojima-sama, kan? Saya Shizune Tsurumi, pelayan dari Keluarga Konohana.”

Narika tersentak, tampaknya tidak menyangka bahwa dirinya akan dipanggil.

“Saya yakin bahwa anda sudah tahu perihal situasi Itsuki-sama dari dirinya sendiri. Adapun hubungan diantara Keluarga Konohana dan orang tua Itsuki-sama adalah mitra bisnis, jadi saya akan sangat menghargai jika anda bisa merahasiakan masalah ini.”

“Y-Ya..., aku telah menerima penjelasan dari Itsuki tentang itu. Aku tidak berniat untuk membocorkannya, jadi jangan khawatir.”

“Terima kasih.”

Sambil membungkuk hormat, Shizune-san berterima kasih. Tampaknya, Shizune-san yang sampai mau repot-repot untuk muncul di depan kami adalah untuk membicarakan masalah ini.

Narika tahu bahwa aku bekerja untuk keluarga Konohana. Jadi, meskipun aku dan Hinako pulang dengan menaiki mobil yang sama, dia tidak akan merasa heran.

“Apa jemputanmu belum datang Narika?”

“Yah, harusnya sih jemputanku akan segera datang, tapi...”

Saat dia menjawab begitu, Narika tiba-tiba berhenti berbicara. Dia kemudian mengeluarkan ponselnya dari sakunya, lalu meletakkannya di telinganya. Tampaknya ada panggilan masuk.

Akhirnya, Narika mengakhiri panggilan  tersebut dan menghembuskan nafas kecil.

“Ada apa?”

“Sepertinya jalannya macet, dan jemputanku akan sedikit terlambat. Dan untungnya, mereka sudah dekat dari sini, jadi aku yang akan menuju kesana. Itsuki dan yang lainnya bisa pulang lebih dulu.”

Sekalipun kau menyuruhku untuk pulang lebih dulu... Sebagai orang yang tempo hari terlibat dalam kasus penculikan, aku sedikit khawatir meninggalkan Narika sendirian.

“Shizune-san. Aku akan mengantar Narika ke tempat jemputannya.”

Saat aku mengatakan itu, Shizune-san dan Narika sontak membelalak.

Aku pun melihat ke arah Narika.

“Mobilnya tidak jauh dari sini, kan? Aku akan mengantamu sampai sana.”

“I-itu, aku sih tidak kebertan, tapi..., apa itu tidak apa-apa?”

Narika menatap Shizune-san, meminta konfirmasi. Shizune-san kemudian mengangguk, seolah-olah dia sudah menebak niatku ini.

“Baiklah. Karena Ojou-sama memiliki jadwal yang padat, kami akan kembali ke mansion lebih dulu. Nanti saya akan mengirimkan jemputan pengganti, jadi silahkan gunakan itu, Itsuki-sama.”

Setelah mengatakan itu, Shizune-san melihat ke arah Hinako yang masuk ke dalam mobil lebih dulu.

“Anda juga tidak keberatan dengan itu kan, Ojou-sama?”

“Iya.” Jawab Hinako sambil tersenyum.

“Terima kasih.”

Aku berterima kasih, dan memutuskan untuk mengantar Narika ke tempat jemputannya.

 

“Le~lahnya...”

“Kerja bagus untuk hari ini.

Saat mobil meninggalkan akademi, Hinako langsung berhenti berakting sebagai Ojou-sama. Sambil menghela nafas dengan lesu, Hinako yang duduk di kursi belakang berbalik untuk melihat pemandangan dari jendela belakang.

“Muu..., Itsuki bersama orang lain...”

“Jika anda memang tidak menyukai itu, anda seharusnya tidak mengizinkannya.”

“...Memangnya itu tidak apa-apa?”

“...Maaf jika perkataan saya kasar. Tapi itu akan menjadi tidak wajar jika anda yang berakting sebagai Ojou-sama bertindak untuk menahan Itsuki-san dalam situasi itu.”

Pemikiran Itsuki yang ingin mengantar Narika sangatlah baik. Seorang Ojou-sama yang sempurna tidak boleh membiarkan keegoisannya mencegahnya melakukan hal itu.

“Hei, Shizune..., apa kau tahu tentang aturan tiga detik?” Tanya Hinako sambil tersenyum bangga.

Dalam benaknya dia berpikir bahwa Shizune pasti tidak tahu tentang itu, jadi dia ingin memberitahukannya, tapi—

“Ya, saya tahu.”

“...Eh?”

“Karena takhayul tentang itu terkenal, banyak penelitian yang dilakukan tentang itu. Salah satu yang paling tereknal adalah penelitian seorang wanita yang merupakan siswa SMA di AS dan memenangkan Penghargaan Ig Nobel. Namun, itu dalam kasus aturan lima detik.”

“...Muu~”

Mendengar Shizune tahu lebih banyak darinya, Hinako sontak menampilkan sikap yang terang-terangan merasa kesal.

Melihat Hinako yang seperti itu, Shizune tersenyum kecil.

“Sungguh, sejak Itsuki-san datang, Ojou-sama telah berubah,”

“...Begitukah?”

“Anda telah beberapa kali menghadiri pesta teh sebelumnya, tapi semua itu anda lakukan di bawah instruksi dari Kagen-sama. Bukankah ini adalah pertama kalinya anda menghadiri pesta teh atas kehendak anda sendiri?”

“Hmm..., kau benar,” kata Hinako, dengan suara yang terdengar tidak memiliki semangat.

Shizune pun menatap Hinako yang seperti itu dengan cemas.

“Ojou-sama..., bagaiamana kondisi anda?”

“...Mungkin sudah waktunya.”

Hinako menjawab begitu dengan lesu.

---

“Haa…”

Melihat mobil yang membawa Hinako mulai melaju pergi, Narika menghela napas dalam-dalam.

“Ada apa?”

“Tidak, itu, erm..., akhrinya aku bisa merileksan bahuku....”

Rupanya, dia merasa lega bisa lepas dari ketegangannya

“Katamu kau tidak mahir berbicara dengan orang lain, tapi nyatanya kau bisa berbicara secara normal, bukan?”

“Itu terjadi bukan hanya karena kekuatan pribadiku. Berkat bantuan dari kalian semua, aku berhasil menghindari untuk tidak menyebabkan kekacauan...”

Yah, mungkin itu memang benar.

Secara khusus, Asahi-san dan Tennoji-san sangat prihatin tentang Narika. Asahi-san berusaha memeriahkan pembicaraan agar Narika bisa ikut nimbrung, dan Tennoji-san berusaha membawa Narika masuk ke tengah-tengah pembicaraan dengan mengajukan pertanyaan secara halus.

“Itsuki... Makasih, ya.” Tiba-tiba, Narika mengucapkan terima kasih secara formal. “Kalau bukan karenamu, aku yakin kalau aku akan menghabiskan masa SMA-ku tanpa bisa memiliki teman.”

“...Yah, meskipun kau bilang begitu, tidak mungkin juga ‘kan kalau sampai seperti itu. Aku cuman membantu sedikit saja kok.”

“Tidak, aku benar-benar paham dengan diriku sendiri, makanya aku bilang begitu. Hari ini pasti merupakan hari yang telah mengubah hidupku.”

Mengatakan itu, Narika kemudian menatapku.

“Seperti yang kupikirkan, Itsuki..., kau adalah pahlawanku. Saat aku masih kecil, kau mengajariku tentang dunia luar..., dan kali ini, kau menyelamatkanku dari kesendirian.”

Dia terlalu melebih-lebihkan. Lagian, yang kulakukan tidaklah seluar biasa yang dia katakan.

“Itulah sebabnya..., itu tidak adil.”

Menundukkan kepalanya, Narika mengatakan itu.

“Tidak adil..., tidak adil, tidak adil, tidak adil! Bersama Konohana-san..., itu tidak adil!”

“...Kau masih mau mengungkit itu?”

“Ya, aku mengungkitnya! Aku akan menungkitnya lagi dan lagi! Habisnya, sesuatu seperti ini terlalu keterlaluan! P-Padahal kita baru saja bertemu lagi, tapi kenapa kau malah harus menetap di rumah Konohana-san!”

“Sekalipun kau bilang begitu..., aku hanya bisa menjawab kalau itu karena hubungan orang tua kami.”

“Kuu...! S-Sebelumnya kau bilang kalau kau cuman magang, tapi apa lagi yang kau lakukan? Kau juga pasti melakukan pekerjaan, kan?”

“Begitulah, tapi sekalipun aku bilang itu pekerjaan, itu cuman sekadar menjaga citranya.”

“Konohana-san tidak membutuhkanmu untuk menjaga citranya! Sejak awal orang itu memang sudah sempurna!”

Justru karena dia tidak sempurna, makanya jadi masalah. Tentunya, aku tidak bisa mengatakan itu, jadi aku tetap diam.

“...Kapan magangmu itu akan berakhir?”

“Untuk saat ini, aku masih belum tahu...”

“J-Jika kau sudah selesai magang di sana, bagaimana kalau kau datang ke rumahku? Kau sendiri juga ingin bernostagia, kan?”

Tentunya, aku memang ingin bernostalgia, tapi itu akan sulit karena aku akan dipekerjakan oleh keluarga Konohana sampai aku lulus.

“Yah, akan kupikirkan.”

“Lah, etiket sosialmu mana!?” seru Narika, terlihat sangat terkejut.

Aku bukanlah Tennoji-san, jadi tentunya aku akan mengatakan satu atau dua kata tanpa etiket sosial.

---

“Baiklah, pelajaran untuk hari ini telah selesai. Kau telah melakukannya dengan baik.”

“T-terima kasih banyak...”

Di dojo Keluarga Konohana, aku mengatakan itu disaat aku bersimbah keringat.

Bahkan pada hari diadakannya pesta teh, pelajaran harian tidak dibatalkan. Malahan, itu menjadi dikemas dengan lebih banyak konten dari biasanya, yang membuatku jadi sangat kelelahan.

“Itsuki, ayo mandi...”

Pada saat itu, pintu dojo terbuka dan Hinako muncul dari sana.

“...Oh, sudah waktunya, ya?”

Waktu sudah menunjukkan pukul 10 malam, dan aku juga ingin membersihkan keringat, jadi aku memang sudah berencana untuk mandi, tapi—

“Ojou-sama. Ada yang ingin saya bicarakan dulu dengan Itsuki-san, jadi bisakah anda kembali ke kamar anda lebih dulu?”

“Mm..., aku mengerti, jangan lama-lama ya.”

Hinako mengangguk terhadap kata-kata Shizune-san dan meninggalkan dojo.

“Bicara?”

“Ya, ini tidak akan lama kok,” kata Shizune-san. “Aku tidak ingin membuat Ojou-sama menunggu terlalu lama, jadi aku tidak akan menjelaskannya secara detail, tapi... akhir-akhir ini Ojou-sama sedang tidak enak badan, jadi Itsuki-san, untuk berjaga-jaga tolong teruslah awasi dia.”

“Tidak enak badan? ...Tapi pas di pesta teh tadi dia kelihatan baik-baik saja.”

“Kalau mau jujur, kupikir tubuhnya tidak akan kuat lagi dalam waktu dekat ini.”

“......?”

Aku sama sekali tidak mengerti arti kata-katanya, jadi aku memiringkan kepalaku.

“Asalkan kau selalu memperhatikannya, maka pasti tidak akan ada masalah. Kalau begitu, kau sekarang bisa pergi ke kamar Ojou-sama, Itsuki-san.”

Dengan mengatakan itu, Shizune-san mulai membersihkan dojo.

Aku tidak benar-benar paham maksud dari percakapan tersebut, tapi aku disuruh untuk terus mengawasinya, jadi aku pasti akan mengingatnya dan berhati-hati.

Aku pun masuk ke kamar Hinako, dan kemudian menuju ke kamar mandi.

Baju renangku sudah disiapkan di ruang ganti, jadi setelah aku berganti ke pakaian renang, aku langsung masuk ke kamar mandi.

“Ah... Itsuki...”

“...Maaf membuatmu menunggu.”

Aku mendekati Hinako, yang tampak telah menungguku, dan segera mencuci rambutnya.

“Apa ada bintik-bintik gatal?”

“Tidak ada……”

Karena mencuci rambut Hinako telah menjadi rutinitas harianku, aku juga diajari oleh Shizune-san bagaimana cara mencuci rambutnya. Aku menghangatkan kulit kepalanya dengan air panas di telapak tanganku, dan dengan hati-hati mencucinya menggunakan sampo. Setelah itu, aku mengambil kondisioner dan mengoleksannya ke rambutnya.

“...Tapi tetap saja, Shizune-san itu, dia juga membuat sesuatu yang luar biasa, ya.”

Saat aku mencuci rambut Hinako, aku melihat ke belakang.

Di sana ada ruang shower pribadi. Ini sudah seperti memiliki kamar mandi di dalam kamar mandi. Shizuna-san bilang, “Kalian tidak akan bisa mencuci tubuh kalian secara menyeluruh saat kalian memakai pakaian renang,” dan alhasil, dibuatlah ruangan yang digunakan untuk mencuci tubuh.

“Hinako, bisakah kau mengambil timba yang di sana?”

“OK...”

Lah, kau barusan bilang OK atau Oke...? [Catatan Penerjemah: Timba (桶/Oke).]

Aku meminta Hinako untuk mengambilkan timba yang sudah mau jatuh dari bak mandi, mungkin karena tersapu oleh air.

Namun, Hinako menjatuhkan timba itu dalam prosesnya mengambilnya.

Drang, suara dentangan pun bergema di dalam kamar mandi.

"......Ah."

Hinako dengan cepat mengambil timba itu, seolah-olah dia baru saja kepikiran sesuatu.

“Aturan tiga detik.”

“...Yah, itu memang benar sih.”

Aku tidak tahu bagaimana harus menghadapi Hinako, yang mengatakan itu sambil menyeringai.

“Ini..., menarik juga.”

“Kalau kau bilang begitu, maka kurasa itu layak untuk memberitahukannya padamu.”

Tapi yah, jika memungkinkan, jangan lakukan itu di depan umum.

“Tadi, setelah kita berpisah..., apa yang kau bicarakan dengan Miyakojima-san...?”

“Meskipun kau bertanya begitu..., itu hanya percakapan biasa tentang pesta teh yang menyenangkan. Cuman itu saja.”

“...Hmm.”

Dengan erangan seperti itu, Hinako menunjukkan ekspresi yang tampak entah apakah dia yakin atau tidak yakin dengan perkataanku.

“Itsuki..., kau adalah pengurusku.” dengan suara yang pelan, Hinako bergumam, “....Jangan pernah pergi kemana-mana.”

“Tadi kau bilang apa?”

Suaranya pelang, jadi aku tidak bisa mendengar apa yang dia katakan. Namun, Hinako tidak menjawab saat aku bertanya kembali.

Lalu, dengan perlahan, Hinko merobohkan tubuhnya kearahku. Tiba-tiba mendapati tubuh kami berkontak dekat, aku sontak kebingungan.

“Hei..., kalau kau tidur di kamar mandi, nanti kau akan masuk angin loh.”

Sambil mengatakan itu, aku menggoyangkan tubuhnya dengan ringan. Tapi, Hinako sama sekali tidak mengatakan apa-apa.

“Hinako...?”

Menyadari bahwa ada yang tidak beres, aku melihat wajah Hinako. Dia tampak berkeringat dan mendesah kesakitan.

“――Hinako!?”



1 Comments

Previous Post Next Post