[LN] Because I Like You Volume 2 - Bab 2

Bab 2
Akhir pekan ini mau ngapain? Gimana kalau belajar bareng?


Sekalipun aku dan Kaede-san sudah resmi berpacaran, tidak ada sesuatu yang istimewa berubah di antara kami. Paling, satu-satunya hal yang bisa dikatakan berubah adalah jarak di antara kami ketika kami berjalan berdampingan ke sekolah menjadi lebih memendek.

“Aku senang sekali hari ini bisa berbagi payung denganmu di pagi-pagi begini, Yuya-kun!”

“Yah, soalnya sekarang lagi hujan. Tapi Kaede-san, kau ‘kan punya payung sendiri, jadi kenapa kau tidak memakai payungmu saja? Nanti kau kebasahan loh?”

Tatapan dari orang-orang di sekitar kami rasanya sangat menyaktikan saat aku dan Kaede-san pergi ke sekolah dengan berlindung di bawah satu payung di tengah rintik-rintik hujan. Meski demikian, Kaede-san sepertinya sama sekali tidak mempedulikan mereka dan tampak berada dalam suasana hati yang amat baik saat dia melingkarkan lengannya di tenganku sambil tersenyum lebar.

“Mana mungkin aku akan melewatkan kesempatan untuk bisa berhubungan dekat denganmu secara legal seperti ini! Jadi, Yuya-kun, agak lebih dekat lagi denganku! Nanti bahumu basah loh?”

Jarak di antara kami sudah hampir menghilang, jika demikian, haruskah aku membeli payung yang lebih besar saja? Tapi, itu hanya akan buang-buang uang.

“...Masih pagi-pagi begini udah mesra aja, Yuya. Saking panasnya suasana kalian membuatku berpikir kalau musim semi sudah lewat dan sekarang berubah menjadi pertengahan musim panas.”

“Cie, cie, masih pagi-pagi udah bercumbu di bawah satu payung aja! Kau sangat berani, Kaede-chan! Mungkinkah hari ini kau dipenuhi dengan kebahagiaan?”

Dari belakang, aku bisa mendengar suara dari sahabatku dan suara dari orang yang suka membuat masalah. Saat aku berbalik, di sana ada Shinji yang mengangkat bahunya dan Otsuki-san yang tersenyum menyeringai layaknya iblis kecil.

Shinji Higure, alias Shinji, adalah sahabat dan teman sekelasku yang bersama-sama denganku bergabung di klub sepak bola. Dia adalah seorang pria yang ramah, serta pria yang tidak pernah memandang gadis lain selain Otsuki-san yang telah membuatnya jatuh cinta pada pandangan pertama. Baru-baru ini, dia mengejekku dan Kaede-san dengan menjuluki kami [Meotople].

Kekasihnya, Akiho Otsuki, alias Otsuki-san, adalah sahabat dan teman sekelasnya Kaede-san. Dia adalah loli legal dengan ukuran dada yang tidak proporsional dengan tubuhnya yang mungil. Dia orangnya energik dan selalu tersenyum setiap hari, dan ketika dia bersama Shinji, mereka menjadi pasangan yang paling kasmaran di sekolah sampai-sampai di kenal sebagai pasangan tolol.

“Ya, hari ini aku dipenuhi dengan kebahagiaan karena bisa dekat dengan Yuya-kun!”

“Mm, mm! Aku juga ikut bahagia untukmu! Nah, Shin-kun, ayo kita berbagi payung juga!”

“Lah, mengapa kita juga harus berbagi payung?! Hei, Akiho, jangan tiba-tiba masuk ke dalam payungku seperti itu! Sempit, tau!”

Protes dari Shinji hanya diabaikan oleh Otsuki-san, dan dengan begitu mereka juga saling berbagi payung seperti kami.

Nah, meski tadi Shiniji membuat kesan seolah dia tidak mau berbagi payung dengan Otsuki-san, tapi saat ini mulutnya tampak cengengesan. Aku yakin, di dalam hatinya, Shinji pasti sedang melakukan pose penuh rasa senang. Yah, itu wajar. Lagian, bukit kembarnya Otsuki-san jauh lebih besar daripada bukit kembarnya Kaede-san. Dan berkat mereka berdua, jumlah tatapan penuh dendam yang datang dari anak laki-laki di sekitar kami jadi bertambah dua kali liat. Aku bahkan juga bisa mendengar umpatan-umpatan mereka.

 

[Bajingan Yoshizumi dan Higure itu... Pagi-pagi begini mereka sudah bercumbu dengan dua dari tiga gadis cantik kebanggaan SMA Meiwadai kita...!]

[Coba lihat wajahnya bajingan Higure itu! Dia cengegesan karena bisa menempel dengan Otsuki-san! Sial, aku iri banget!]

[Yoshizumi juga, dia berpikir untuk menampilkan ekspresi yang datar, tapi ekpresinya itu langsung meleleh setelah bergandengan tangan dengan Hitotsuba-san... Sial!]     

 

Woi, dalam perjalanan ke sekolah jangan malah mengumpat tolol. Dan lagi, apa-apaan coba dengan tiga gadis cantik kebanggaan SMA Meiwadai? Ini pertama kalinya aku mendengar sesuatu seperti itu. Selain itu, kalau kalian bilang ada tiga, apa itu berarti ada satu gadis lagi?

“Ngomong-ngomong, Kaede-chan, gimana persiapanmu untuk ujian akhir minggu depan?” tanya Otsuki-san, mengabaikan suara-suara asing.

“Karena ini ujian terakhir di semester ini, jadi ruang lingkupnya sedikit lebih besar, tapi meski begitu persiapanku berjalan dengan baik.”

“Oh, murid nomor satu di SMA kita memang hebat. ......Ah, aku punya ide bagus!”

Ping, sebohlam lampu muncul dan menyala di atas kepalanya Otsuki-san.

Hmm, rasanya aku bisa menebak ke arah mana alur percakapan ini.                     

“Hei, bagaimana kalau kita mengadakan sesi belajar kelompok?! Aku yakin nilaiku akan meningkat kalau Kaede-chan mengajariku!”

Belajar kelompok, ya? Tentunya, jika Kaede-san yang selama setahun terakhir ini mempertahankan peringkat satu se-angkatan mengajari kami, itu pasti akan sangat membantu, dan aku yakin nilai kami pasti akan meningkat. Aku bisa menjamin hal itu karena saat ini pun aku menerima bimbingan khusus darinya.

“Belajar kelompok, ya? Kedengarannya sangat menyenangkan! Kalau begitu, mengapa kita tidak melakukannya di rumah kami? Menurutku di rumah kami kita akan bisa berkonsentrasi dengan lebih baik karena di sana suasananya tenang, dan kalian juga bisa bersantai di sana?”

Lah, Kaede-san?! Kupikir akan lebih baik melakukannya di restoran keluarga, atau di kafe, atau di ruang kelas saat sepulang sekolah?!

“Yahho! Belajar kelompik di rumahnya Kaede-chan! Akhir pekan ini ya kita lakukan belajar kelompoknya? Untuk anggotanya, termasuk Ai-chan juga, jadi tidak masalah ‘kan kalau anggotanya kita berlima seperti biasanya?”

“Tidak, kalau itu menyangkut tentang Nikaido, aku yakin dia pasti akan mengatakan [Aku tidak ikut] seperti biasanya. Lagian, dia itu peringkat kedua se-angkatan.”

Pangeran dari SMA Meiwadai yang saat ini tidak ada di sini—ngomon-ngomong, dia sebenarnya perempuan—Ai Nikaido. Di tahun pertamanya dia telah menjadi ace dari klub basket, dan dia dijuluki sebagai “Pangeran” karena baik kata-kata, tindakan, dan perilakukanya jauh lebih tampan daripada rata-rata pria. Dia juga seorang murid berprestasi yang menduduki peringkat kedua se-angkata setelah Kaede-san.

“Yoshi, kita tidak akan tahu itu sampai kita mengajaknya! Kita biasanya selalu sama-sama, jadi menurutku tidak baik kalau kita mengecualikan dia.”

“Yah, kau ada benarnya... Baiklah, nanti aku akan mengajaknya.”

Saat aku mengatakan itu, kuperhatikan kalau Kaede-san sedikit mengangkat alisnya, tapi yah, mengingat orang yang dibicarakan di sini adalah Nikaido, jadi aku yakin dia pasti akan menolak untuk ikut.

---

“Akhir pekan ini mengadakan sesi belajar kelompok di rumahnya Hitotsuba-san? Oh, kedengarannya menarik. Aku juga akan ikut.”

“......Seriusan?

Saat aku sampai di kelas setelah berpisah dengan Kaede-san dan Otsuk-san, kulihat Nikaido sedang membaca buku. Setelah bertukar salam dan mengobrol beberapa kata dengannya, aku memberitahunya tentang sesi belajar kelompok yang akan kami lakukan, dan secara tidak terduga dia mau ikut bergabung.

“Apa sih? Memangnya aku gak boleh ikut ya, Yoshizumi? Tidakkah kau terlalu jahat untuk mengecualikan temanmu yang selama setahun terakhir ini duduk di sampingmu?”

Saat dia mengatakan itu, Nikaido sedikit menggembungkan pipinya. Bukannya aku bermaksud mengatakan dia gak boleh ikut, justru, aku terkejut karena dia mau ikut.

“Bukannya gak boleh, aku cuman terkejut karena kupikir kau akan menolak seperti biasanya.”

“Tidakkah sesi belajar kelompok itu terdengar menyenangkan? Aku pribadi juga selalu ingin mencoba melakukan sesuatu seperti itu meskipun sekali. Selain itu, aku juga tertarik berkunjung ke rumahnya Hitotsuba-san.”

Rumahnya Kaede-san juga merupakan rumahku, tapi tak seorang pun, termasuk Nikaido, yang tahu bahwa sebenarnya kami hanya tinggal berduaan. Soalnya, apa yang aku jelaskan kepada mereka adalah bahwa aku diizinkan oleh ibunya Kaede-san, teman lama ayahku yang melarikan diri ke luar negeri dan meninggalkan hutangnya, untuk tinggal di rumah mereka bersama mereka.

“Kalau kau mau, aku bisa loh mengajarimu belajar, Yoshizumi? Jika Hitotsuba-san yang berada di  peringat satu dan aku yang berada di peringkat dua mengajarimu, bahkan kamu yang biasanya mendapatkan nilai rata-rata akan bisa mendapatkan peringkat yang bagus loh?”

Aku ingin menolaknya dengan sopan, tapi jika aku bisa meminta Nikaido untuk mengajariku juga, maka nilaiku pasti akan melonjak. Bisa dibilang, ini adalah jalan yang mulus menuju nilai yang bagus!

“Fufufu, kalau begitu persiapkanlah dirimu, oke? Aku tidak tahu Hitotsuba-san akan seperti apa, tapi aku akan mengajarimu dengan ketat, kau mengerti?”

“...Dalam hal itu bisakah aku memintamu mengajariku dengan lembut?”

“Hmm..., kurasa aku akan mempertimbangkannya kalau kau mengatakan, [Mohon bimbing aku dengan lembut, Ai-sensei]?”

“Mohon bimbing aku dengan lembut, Ai-sensei!”

Tanpa berpikir dua kali, aku langsung menundukkan kepalaku. Aku ini tipe orang yang lebih suka untuk dipuji, jadi aku gak mau mendapatkan yang namanya omelan. Dalam hal mengajar, Kaede-san sangat lembut. Saat aku bisa menyelesaikan soal yang ada, dia akan memujiku dan mengelus-ngelus kepalaku. Meski yah, kupikir diriku yang menjadi bahagia hanya karena sesuatu seperti itu cukup naif.
                                                                                                            
“Y-Ya..., mm, baiklah, Kurasa aku akan mengajarimu dengan lembut.”

Setelah menanggapiku seperti itu, Nikaido kemudian mengalihkan fokusnya kembali ke bukunya seolah-olah ingin mengakhiri pembicaraan kami. Hm, apa itu hanya perasaanku saja kalau saat ini pipinya tampak sedikit merona merah? Selain itu, dia tampaknya sedang menggumamkan sesuatu, tapi aku tidak bisa mendengarnya karena suaranya amat pelan.

“Nama depanku..., Yoshizumi, dia memanggilku dengan nama depanku...”

Pada akhirnya, Nikaido hanya membuka bukunya saja dan tidak lanjut membacanya sampai bel dimulainya jam pelajaran berbunyi.

Dengan demikian, anggota sesi belajar kelompok untuk akhir pekan ini telah diputuskan.

---

Di jadwal hari ini kami memiliki pelajaran PJOK. Itu merupakan sesi pelajaran yang digabung dengan kelas lain di periode ketiga dan keempat.

Di pelajaran PJOK hari ini, anak laki-laki harusnya bermain sepak bola di luar ruangan, sedangkan anak perempuan bermain basket di gedung olahraga. Tapi, karena hujan yang turun sejak pagi tadi semakin deras, jadi diputuskan bahwa anak laki-laki juga akan bermain basket di gedung olahraga. Hal ini tentunya membuat anak laki-laki sangat gembira. Misalnya, Mogi dari klub bisbol, saking gembiranya dia sampai megacungkan tinjunya ke atas. Aku ingin tahu, apa tidak apa-apa dia bereaksi seperti itu meskipun dia sudah punya pacar?

“Meski ini bukan pertama kalinya kami melalui pelajaran PJOK bersama anak laki-laki, tapi kuperhatikan kalian masih sama saja seperti biasanya.”    

Saat aku menuju ke gudang peralatan di gedung olahraga untuk menyiapkan peralatan yang diperlukan untuk bermain basket, Nikaido menghampiriku. Mungkin setelah dia melihat reaksi Mogi dan yang lainnya yang tadi sempat aku sebutkan, dia tampak menghela napas.

“Itu wajar-wajar saja. Toh laki-laki adalah makhluk sederhana yang tensinya akan meningkat ketika melihat sesuatu yang biasanya tidak mereka lihat.”                                                                   

Di SMA Meiwadari, seragam olahraga baik untuk anak laki-laki dan perempuan adalah kaos olahraga. Sekarang musim dingin, jadi kami memakai lengan panjang dan celana panjang, tapi di musim panas, sebagian besar orang akan memakai lengan pendek dan celana pendek. Satu-satunya waktu dimana anak laki-laki dapat melihat anak perempuan memakai seragam olahraga adalah ketika porseni di musim semi dan festival olahraga, jadi bisa dibilang ini adalah kesempatan yang langka untuk bisa melihat anak perempuan memakai seragam olahraga mereka. Karenanya, bisa dimaklumi kalau tensi Mogi dan yang lainnya menjadi tinggi. Meski demikian, aku tidak bisa mengatakan kalau aku bersimpati dengan mereka.

“Begitu ya. Jadi, apa tensimu meningkat ketika melihatku memakai seragam olahraga?”

“Hahahaha, jangan ngelantur. Saat ini tidak mungkin tensiku akan meningkat ketika melihatmu mengenakan seragam olahraga.”

Papan skor ditempatkan di bagian belakan gudang peralatan, jadi agak sulit bagiku untuk menariknya keluar. Karenanya, dengan kasar aku memindahkan sebuah keranjang yang penuh dengan bola voli dan bola basket.

“Issh..., kata-katamu itu membuatku agak kesal..., tapi itu lain kasusnya kalau kau melihat Hitotsuba-san mengenakan seragam olahraganya, kan? Dasar mesum!”

Lah, kok aku malah dikatain mesum?! Di tempat pertama, Nikaido adalah anggota klub basket, jadi jangankan seragam olahraganya, bahkan dia yang mengenakan seragam basketnya pun sudah aku lihat, dan aku juga telah sering melihatnya dalam bermain basket.

Karenanya, aku tidak memikikan apa-apa ketika melihatnya saat ini sedang mengenakan seragam olahraganya. Malahan, kupikir seragam basketnya lah yang lebih banyak mengekspos kulitnya. Dalam hal ini, aku jarang melihat Kaede-san mengenakan seragam olahraganya, jadi tentunya ada perasaan menyegarkan ketika melihatnya mengenakan seragam olahraga. Tapi mengesampingkan soal itu, bisakah dia membantuku daripada membicarakan soal ini?

“Begitu ya..., jadi seperti itu caramu melihatku saat aku bermain basket, ya..., sungguh tidak senonoh.”
                                                       
Lah? Bukankah itu tidak masuk akal bahwa apa pun jawaban yang kuberikan padanya, dia hanya akan menanggapiku dengan umpatan?

“Di tempat pertama, aku tidak berpikir kalau tensi anak laki-laki yang meninggi hanya dikarenakan mereka bisa melihat para gadis mengenakan seragam olahraga mereka, tapi juga karena mereka bisa menunjukkan sisi keren mereka di depan para gadis. Buktinya mereka terlihat lebih termotivasi daripada biasanya.”

“Oh begitu ya. Sungguh, laki-laki memang makhluk yang sederhana. Tapi kalau memang begitu, kurasa aku sendiri tidak berhak mengatakan sesuatu seperti itu.”

“Hm? Apa maksudmu?”

“Tidak ada maksud apa-apa! Aku hanya ingin mengatakan kalau aku juga akan lebih serius dan melakukan yang terbaik.”

Apa itu artinya dia biasanya tidak serius? Tapi yah, kalau Nikaido bermain basket dengan serius di pelajaran PJOK, maka ini tidak akan bisa disebut sebagai sesi pelajaran lagi. Aku bahkan ragu kalau ada anak laki-laki yang bisa menghentikannya.

“Jadi, Yohizumi, nanti lihat permainanku dengan baik, ya! Selain itu, mohon dukungannya juga!”

Mengatakan itu, Nikaido melempar stopwatch ke arahku. Saat aku dengan panik menerima stopwatch itu, Nikaido mengobrak-abrik papan skor dan membawanya pergi. Aku sama sekali tidak mengerti apa yang dia pikirkan, tapi setidaknya, aku akan menyemangatinya sebagai teman sekelas yang duduk disampingnya.

­---

“Incar Yoshizumi! Hancurkan dia! Jangan biarkan dia melakukan tembakan lagi!” 

Seorang pemain dari kelas lawan yang bergabung dalam klub basket mengirimkan intruksi kepada rekan satu timnya. Woi, ini bukan pertandingan resmi, ini hanya pelajaran PJOK, tau? Jangan gunakan kata-kata seperti ‘hancurkan’ atau kata-kata berbahaya lainnya seperti itu!

“Jangan biarkan Yoshizumi punya kesempatan lagi untuk pamer! Entah bagaimanapun caranya, kita harus menghancurkannya!”

Ring berada tepat di depanku, tapi posisiku agak terlalu jauh untuk melakukan tembakan. Kalau saja basket merupakan bidang keahlianku sih akan lain cerita, tapi sebagai pemain basket amatir, aku tidak mungkin bisa melewati dua pemain bertahan. Sekalipun aku menggiring bola untuk melewati pertahanan, mereka akan waspada terhadapku, dan bahkan jika aku menerobos, pemain lain yang menunggu di belakang mereka akan datang membantu untuk menahanku. Jadi, pilihan yang harus aku ambil di sini adalah——

“——Shinji!”

Sambi mengambil dua sampai tiga langkah kecil, aku memanipulasi bola di tanganku, kemudian berpura-pura mencoba menerobos secara paksa dan mengoper bola tanpa menoleh ke arah partnerku yang menunggu di sisi kanan lapangan. Shinji menerima operanku dengan bebas dan melanjutkan untuk melakukan lay-up di bawah ring.

“Yoshizumi! Jangan hanya Higure, tapi oper bolanya kepadaku juga! Biarkan aku melakukan tembakan!”

Di samping Shinji dan aku yang sedang melakukan tos, Mogi tampak tidak puas. Sebenarnya sih aku mau-mau saja mengoper bola kepadanya, cuman Mogi tidak mahir dalam melalukan tembakan. Tapi yah, apa yang dia katakan itu ada benarnya, Toh ini adalah sesi pelajaran, jadi menang adalah prioritas kedua.

“Iya, iya, aku mengerti, Mogi. Selanjutnya aku akan mengoper bola kepadamu, jadi pastikan kau mencetak poin, oke?”

“Yosh! Kau sungguh mudah di ajak bicara, Yoshizumi! Nanti aku pasti akan melakukan dunk yang sempurna!”

Tidak, mana mungkin kau bisa melakukan itu, pikirku, tapi aku tidak sempat mengatakan itu pada Mogi yang sudah mengambil posisi bertahan.

Tim lawan mulai melakukan serangan. Saat ini skornya 20-18 untuk keunggulan kami. Kalau di sini kami mampu bertahan dan melakukan serangan balik, kami bisa memenangkan pertandingan ini.

“YO—SHI—ZU—MI!!! Ini saatnya aku membalaskan dendamku padamu!!!”

“Woi, woi, woi, aku tidak ingat aku ada melakukan sesuatu yang membuatmu begitu membenciku?”

“Jangan banyak bacot! Setiap hari, setiap hari kau selalu mesra-mesraan dengan Kaede Hitotsuba-san yang di dambakan semua anak laki-laki di sekolah ini! Dan bukan hanya itu, barusan juga kau dengan Nikaido-san.....! Tidak bisa dimaafkan! Aku membencimu karena memiliki dua dari tiga gadis cantik SMA Meiwadai ini melayanimu!”

Oh begitu ya, jadi orang ketiga dari tiga gadis tercantik di SMA Meiwadai ini rupanya adalah Nikaido.

“Kalau kau tidak ada, bahkan kami pun——Persiapkanlah dirimu!”

Buset dah, mengapa malah jadi seperit ini?, pikirku, tapi sebelum aku mengatakan itu, pemain yang terobsesi dengan dendam itu menggirng bola ke arahku.

Namun, gerakan pemain yang pikiran dan hatinya terbakar oleh amarah terhadapku itu sangatlah monoton. Gerakannya mungkin tajam, tapi pusat gravitasi tubuhnya miring ke arah tangan dominannya. Itu kesannya justru seperti dia sedang memberitahuku ke arah mana jalan yang ingin ia tuju. Dalam hal ini, aku dapat dengan mudah merebut bola dengan merentangkan tanganku pada timing yang pas di jalur dia menggiring bola.

“——APA?!”

“Kau harusnya bermain dengan tenang——Maju!”

Setelah mengucapkan beberapa patah kata kepada pemain yang terkejut itu, aku mengangat suaraku. Di sisi lain, seperti yang bisa diharapkan dari seorang atlet, Shinji dan Mogi sudah berlari menuju ke area musuh.

“Mogi——Masukkan!”

Seperti yang aku sudah janjikan, aku mengoper bola ke arah Mogi. Tidak ada seorang pun dari tim lawan yang menghalanginya, jadi ini adalah satu-satunya kesempatannya untuk melakukan dunk!

“Yossh, akan kumasukkaaaaaaaaan!”              
                                                                             
Mogi menerima operanku, dan sambil berteriak, dia melompat ke arah ring dengan momentum yang hebat, tapi...,

“......Ah.”

“......Si tolol itu.”

Suaraku dan Shinji saling tumpang tindih, dan pada yang bersamaan, peluit yang menandakan terjadi pelanggaran ditiup.

“Traveling.”

Sebuah pelanggaran dasar mengakhiri pertunjukkannya Mogi. Ngomong-ngomong, momen ketika dia melompat tampak keren, tapi dia tidak bisa mencapai ring.

[Catatan Penerjemah: Pelanggaran Traveling dalam permainan bola basket adalah pelanggaran karena seorang pemain membawa bola lebih dari dua langkah tanpa melakukan dribble.]

---

“Sial! Pertunjukkan sekali seumur hidupku...! Tembakan dunk-ku...!”

Aku menyeka keringat di dahiku menggunakan lengan bajuku sambil mendengarkan kekesalan Mogi yang sedang menginjak-nginjak lantai. Sepak bola adalah olahraga favoritku, tapi bola basket juga rasanya sangat menyenangkan. Meski aku tidak bisa melakukan form seindah yang dilakukan Nikaido, tapi setidaknya aku bisa menembak dengan baik hanya dengan meniru apa yang sudah pernah aku lihat.

“Aku diabaikan? Kalian hanya mengabaikanku? Mengapa hanya kalian berdua saja yang mendapatkan sorakan-sorakan dari para gadis..., itu tidak adil, tau...”

Amarah Mogi berubah menjadi kesedihan saat dia berlulut dalam kekecewaan. Sumgguh, dia benar-benar pria yang menarik yang emosinya mudah berubah-ubah. Tapi, meski dia orangnya terlihat seperti ini, Mogi adalah kandidat kuat untuk menjadi ace berikutnya di klub bisbol.

“Kerja bagus, Yoshizumi. Aku terkesan kau bermain dengan lebih baik dari yang aku bayangkan.”

Saat aku sedang menyeka keringat di wajahku di sudut lapangan, Nikaido datang menghampiriku.

“Tidak, kalau dibandingan dengan ace dari klub basket, aku tidak ada apa-apanya. Itu cuman kebetulan saja tembakkan yang kulakukan masuk semua, dan jika aku disuruh melakukannya lagi, aku tidak yakin aku bisa melakukannya seperti tadi.”

Bahkan umpan panjang ke Mogi setelah aku memotong giringan bola bisa menjadi mungkin untuk kulakukan dikarenakan kepalanya lawanku sedang dalam kondisi mendidih. Kalau saja tadi dia sedikit lebih tenang, hasilnya pasti akan berbeda. Tentunya, aku tidak mengenal siapa orang tolol yang tadi berjalan tiga langkah sambil membawa bola umpan dariku.

“Kalau kau yang bahkan tidak bergabung di klub basket menunjukkan sisi kerenmu, maka aku yang bergabung di klub basket juga harus lebih menunjukkan sisi kerennya diriku. Aku harus memulihkan kehormatanku.”

Dengan mengatakan itu, Nikaido pergi bergabung dengan lingkaran rekan satu timnya. Menilai dari apa yang dia ucapakan barusan, mungkinkah dia berniat bermain dengan serius?

Dugaanku terbukti benar. Di tim lain yang sedang melawan timnya Nikaido juga ada seorang siswi yang bergabung dalam klub basket, tapi dia tidak bisa bermain dengan cukup baik dalam melawan Nikaido yang merupakan ace klub basket. Alhasil, pangeran Meiwadai itulah yang menjadi satu-satunya pusat perhatian.

Nikaido menggiring bola ke tengah lapangan dengan senyum santai di wajahnya. Saat ini dia bermain sebagai point guard. Harusnya sih dia bermain di posisi penyerang, tapi dalam situasi ini, dia mungkin memutuskan bahwa akan lebih baik jika dia yang menjadi pembuka serangan. Lagipula, menjadi point guard bukan berarti dia tidak bisa mengambil bagian dalam melakukan serangan.

“Ayo, kita ambil satu poin lagi.”

Dengan ritme yang bagus dan santai, Nikaido menggiring bola ke area lawan. Kuperhatikan, para pemain dari tim lawan sudah tampak bernapas terengah-engah. Apa sebegitu luar biasanya tekanan dari ace klub basket ?

Menghadapi lawan yang mewaspadainya, Nikaido memainkan bola dengan sesuka hatinya seolah-olah itu adalah anggota tubuhnya. Dia melangkah maju dan mundur, ke kiri dan ke kanan dalam gerakan yang lembut dan halus layaknya sebuah tarian.

“——Aku datang!”

Nikaido berputar dengan cepat dan menerobos pertahanan lawan dengan mudah, dan dengan momentum itu dia melesat ke arah ring. Kalau sudah begini, tidak akan ada yang bisa menghentikannya. Paling-paling, yang bisa tim lawan lakukan sekarang adalah memperlambat Nikaido untuk waktu yang singat.

“Aku tidak akan membiarkanmu bermain dengan lebih leluasa lagi!!!”

“——Ugh?!”

Seorang pemain yang berusaha memperlambat Nikaido berhasil menyusulnya dan melompat untuk menghalanginya yang sedang dalam posisi menembak. Namun, karena memontem berlari pemain itu, tubuhnya melompat terlalu kedepan lebih dari yang dia duga——

“——Kyaa!!”
                                                                                     
Tubuh mereka bertabrakan. Gadis yang lain jatuh dengan pinggulnya duluan yang menyentuh lantai, tapi Nikaido terjatuh secara tidak wajar. Dia segera mencoba untuk berdiri, tapi segera dia menampilkan ekspresi kesakitan dan memegang pergelangan kaki kanannya. Sontak saja, gedung olahraga menjadi berisik, dan anak laki-laki juga menghentikan permainan mereka.

“Nikaido-san, apa kau baik-baik saja?!”

“Y-Ya, aku baik-baik saja. Aku cuman sedikit terkilir saja.”

Gadis yang bertabrakkan denganya bergegas menghampirinya, tapi Nikaido menanggapinya dengan senyuman, berusaha untuk tidak membuat gadis itu khawatir. Namun, aku tahu bahwa sebenarnya dia merasa kesakitan, tapi dia berusaha menahan rasa sakitnya karena dia tidak ingin menimbulkan masalah.

“Aku baik-baik saja. Aku yakin rasa sakitnya akan segera hilang setelah aku mengkompresnya engan es dan istirahat sebentar. Jadi, tidak perlu cemas seperti itu, oke?”

“M-Mm... Maaf ya, Nikaido-san.”

Nikaido menepuk kepala gadis itu dan kemudian berdiri dengan perlahan. Bahkan dalam situasi seperti ini pun, dia masih tetap berperilaku seperti seorang pangeran, ya. Aku tidak akan heran kalau nanti penggemarnya akan semakin meningkat.

“Sensei, bolehkah aku pergi UKS?”

“Ya, tentu. Apa kau ingin seseorang menemanimu?”

“Tidak usah, aku bisa pergi sendiri.”

Mengatakan itu, Nikaido berjalan keluar dari gedung olahraga. Karena langkah kakinya itu tampak seperti dia baik-baik saja, jadi semua orang merasa lega dan sesi pelajaran pun dilanjutkan.

“...Shinji, maaf, tapi aku mau ke toilet. Mungkin aku akan lama, jadi kalau nanti Sensei mencariku, tolong cara alasan untuk menipunya.”

“Eh, tunggu, Yuya?! Mana mungkin aku bisa menipu Fujimoto-sensei?! Tekanan dari orang itu benar-benar menakutkan——!”

Mengabaikan Shinji yang mengeluh di belakangku, aku pergi mengikuti Nikaido.

­---

Tepat seperti apa yang intuisiku katakan, si pangeran berhenti di lorong tepat di luar gedung olahraga. Sejujurnya, tadi aku berharap kalau intuisku itu salah.

“Apa kau baik-baik saja, Nikaido?”

“Y-Yoshizumi? A-Ada apa? Apa kau juga terluka?”

Nikaido terkejut dengan kemunculanku yang tak terduga. Dia pasti sangat kesakitan, meskipun saat ini musim dingin, tapi dahinya dipenuhi dengan keringat.

“Ya ampun, jangan sok kuat begitu. Sebenarnya berjalan saja kau sudah kesulitan, bukan? Ayo, aku akan membantumu berjalan sampai ke UKS.”

“M-Makasih. Kalau begitu aku akan menuruti kata-katamu——aduh.”

“Nikaido?!”

Saat Nikaido mencoba untuk berjalan, dia langsung mengerutkan keningnya seolah-olah dia kesakitan. Selain itu, dia juga kehilangan keseimbangannya dan hampir jatuh ke depan, tapi aku buru-buru memeluknya.

Saat aku mengalihkan pandanganku ke Nikaido yang berada di dadaku untuk menanyakan apakah dia baik-baik saja, mata kami saling bertatapan. Pada saat itu, aroma yang manis dan harum memasuki lubang hidungku. Itu baunya berbeda dari Kaede-san, tapi aku suka dengan bau itu. Di sisi lain, Nikaido yang berada di dadaku, wajahnya tampak memerah sampai ke telinganya.

“M-Maaf, Yoshizumi... Ini, erm...,”

“Ya..., mm, aku mengerti kok. Kau kehilangan keseimbanganmu karena rasa sakit, kan? Dan aku hanya sekadar menangkapmu yang tadi hampir terjatuh. Itu saja yang terjadi.”

Lah, mengapa aku malah membuat alasan seperti itu? Cuman yah, mau dilihat dari sudut pandang mana pun, situasi ini jelas situasi dimana aku memeluk Nikaido. Untungnya, sekarang jam pelajaran sementara berlangsung, jadi tidak ada orang lain yang ada di lorong. Meski demikian, aku tidak boleh membuang-buang waktu. Aku harus segera membawa Nikaido ke UKS!

“Maaf ya merepotkanmu seperti ini, Yoshizumi...”

Mengatakan itu, Nikaido menundukkan kepalanya. Melihatnya yang biasanya berperilaku layaknya seorang pangeran kini dalam keadaan lemah membuat jantungku jadi deg-degan, tapi Nikaido adalah temanku yang berharga. Ingat, aku ini miliknya Kaede-san.

“Jangan dipikirin. Lebih penting lagi, apa kau bisa berjalan?”

“...Sepertinya agak sulit. Tapi kurasa aku akan bisa berjalan selama aku berusaha cukup keras...”

“Bukankah itu akan membuatmu tambah kesakitan? Selain itu kita juga tidak punya banyak waktu... Baiklah, ayo lakukan ini saja.”

“Eh? Yoshizumi? Mengapa kau tiba-tiba berjongkok? M-Mungkinkah——?”

Ya, tepat seperti yang kau duga. Barusan, Tuhan telah memberiku ide yang brilian. Alih-alih membantu menopang Nikaido berjalan, aku akan menggendong Nikaido di punggungku. Di situasi di mana tidak orang lain yang melihat, aku tidak akan merasa terlalu malu dan bisa pergi ke UKS dengan lebih cepat. Ya, itu adalah ide yang bagus, bahkan aku sampai terkejut dengan diriku sendiri yang bisa memikirkan ide ini.

“Uu..., baiklah. Kalau begitu..., permisi.”

Dengan ragu-ragu, Nikaido melingkarkan tangannya di leherku dan menyandarkan tubuhnya ke tubuhku. Aku berdiri, sambil berusaha mengabaikan sensasi lembut di punggungku atau sentuhan tanganku di pahanya supaya aku tidak menjatuhkannya, dan mengerahkan seluruh kekuatanku ke perutku.

“Baiklah, karena kita harus bergegas, jadi pegangan erat-erat supaya kau tidak terjatuh, oke?”

“M-Mm. Maaf ya, Yoshizumi. Dan juga..., terima kasih.”

Setelah berbisik di telingaku, Nikaido meletakkan kepalanya di bahuku dan tetap diam.

Kami pun mulai berjalan menyusuri koridor yang sepi. Nikaido tidak berbicara apa-apa, dan ketika aku melirik ke samping untuk memeriksanya,  dia terlihat merasa lega seolah menpercayakan tubuhnya kepadaku. Meski di sini aku tidak punya pikiran yang aneh-aneh, tapi tetap saja aku tidak bisa menghilangkan rasa maluku.

“Permisi, apa Saegusa-sensei ada?”

Membuka pintu UKS, aku segera memanggil nama dari perawat UKS sekolah kami.

“Ya, ya, aku ada! Oh, Yoshizumi-kun! Orang yang kau gendong itu, Ai-chan? Apa yang terjadi?”
                      
Seorang guru muda berjas putih muncul dari dalam ruang UKS sambil membawa cangkir di satu tangannya.

Wanita ini adalah perawat UKS sekolah ini, Chika Saegusa-sensei. Dia adalah wanita dewasa berambut panjang, tapi dia memiliki keimutan yang seperti maskot. Meskipun tidak diharuskan, tapi dia mengenakan jas lab putih berlengan panjang dengan alasan, “Soalnya dengan begini aku merasa menjadi wanita yang bisa menyelesaikan pekerjaanku”. Sisi dirinya yang seperti itu membuatnya memiliki reputasi yang imut, dan dengan ramah para murid memanggilnya “Chika-chan-sensei”.

“Kakinya Nikaido terkilir di pelajaran PJOK... Bisakah Sensei merawatnya?”                                                                                                

“Baiklah. Kalau begitu, aku akan merawatnya, jadi biarkan Nikaido-san duduk di kursi di sana, Yoshizumi-kun.”

Mengikuti instruksi Saegusa-sensei, aku mendudukkan Nikaido di kursi sambil berhati-hati supaya kakinya yang terluka tidak menghantam lantai. Nah, dengan begini kurasa peranku di sini sudah berakhir. Sekarang, aku harus cepat-cepat kembali ke gedung olahraga.

“Ah, Yoshizumi...!” Dengan nada suara yang terdengar merasa gelisah, Nikaido memanggilku dan mencengkram lengan bajuku. “S-Sedikit lebih lama lagi..., cukup sedikit lebih lama lagi saja, tetaplah menemaniku..., kumohon.”

Seluruh tubuhku langsung jadi kaku ketika dia mengatakan itu padaku dengan suara yang terdengar seperti hampir memudar. Apa ini? Apa yang terjadi? Otakku dibuat panik karena situasi ini.

“Yoshizumi-kun, aku akan memberinya pertolongan pertama dengan cepat, jadi tetaplah menemaninya. Tidak perlu khawatir, nanti aku akan memberi penjelasan pada Fujimoto-sensei.”

Ketika Saegusa-sensei mengatakan itu padaku sambil membawa kota P3K di tangannya, aku tidak bisa membalas apa-apa. Setelah menganggukkan kepalaku, aku duduk di kursi di samping Nikaido, dan dia pun sontak tersenyum bahagia kepadaku. Ya ampun, aku tidak akan pergi, jadi kau tidak perlu terus memegang lengan bajuku seperti ini.

“Bailklah, Nikaido-san, aku akan menyentuh kakimu, jadi kalau terasa sakit langsung beri tahu aku, oke?”

Nikaido mengerutkan keningnya saat Saegusa-sensei melepaskan kaus kakinya dan perlahan menyentuh area kakinya yang bengkak. Selain itu, tangannya yang mencengkram lengan bajuku juga menjadi semakin erat. Pasti rasanya sangat menyakitkan.

“Hmm..., sepertinya tulangmu tidak apa-apa. Untuk saat ini aku akan mengkompresnya, tapi untuk berjaga-jaga pastikan kau memeriksakannya di rumah sakit. Kau harusnya bisa beradaptasi jika hanya terkilir seperti ini, dan karena kau adalah ace klub basket, jadi kau harus cepat sembuh.”

“...Aku mengerti.”

“Yoshizumi-kun, sebagai teman sekelasnya, bisakah kau membantu Ai-chan sampai sekolah usai? Soalnya itu pasti akan sulit baginya untuk bergerak.”

“Eh..., ah, ya. Aku mengerti.”

Nikaido adalah temanku yang berharga, jadi kurang lebih aku harus bisa melakukan itu.

“Baguslah kalau kau mengerti! Toh laki-laki itu harus melindungi tuan putri yang sedang lemah!”

“Saegusa-sensei?! Aku ini bukan tuan putri——!!”

Entah mengapa, suasana yang tadinya terasa berat kini berbalik menjadi suasana semarak gadis SMA.

“...Sensei, aku akan menunggu di luar sampai pertolongan pertamamu selesai.”

Merasa tidak tahan dengan nuansa merah mudah yang khas dari wanita di ruangan ini, jadi aku meninggalkan UKS seolah-olah ingin melarikan diri.

---

Istirahat makan siang.

Tadi aku tidak kembali ke gedung olahraga, tapi langsung kembali ke kelas lebih awal bersama Nikaido yang berjalan dengan bantuan tongkat. Aku sempat khawatir kalau-kalau Fujimoto-sensei mencariku, tapi sepertinya Shinji melakukan tugasnya dengan baik dan Saegusa-sensei mungkin sudah menjelaskan situasi yang ada kepadanya. Toh aku juga tidak dipanggil ke ruang guru.

“Ai-chan, apa kakimu yang terluka sudah mendingan?” tanya Otsuki-san, saat dia sudah menyelesaikan makan siangnya dan menyesap cafe au lait-nya.

Mengingat kondisi kakinya Nikaido, kupikir akan lebih baik baginya untuk sebisa mungkin tidak terlalu banyak bergerak, tapi dia bersikeras kalau dia baik-baik saja, jadi kami pun makan di kantin seperti biasanya.

“Masih sedikit sakit sih, cuman tidak terlalu menyakitkan hingga membuatku tidak bisa berjalan. Rencananya aku akan memeriksakannya ke rumah sakit akhir pekan ini.”

“Begitu ya... Itu artinya, soal sesi belajar kelompok akhir pekan ini...”

“Meski kalian sudah mengajakku, tapi maaf ya. Mengingat kondisi kakiku saat ini, kupikir aku tidak bisa ikut.”

Mengatakan itu, Nikaido menundukkan kepalanya. Yah, dia benar, dia harus beristirahat sebanyak mungin supaya dia bisa cepat pulih. Ujian akhir akan segera datang, jadi dia tidak boleh membuang-buang waktu pemulihannya dengan melakukan sesuatu yang tidak perlu dilakukan.

“Padahal kupikir itu akan menjadi kesempatan yang bagus untuk memberikan pembelajaran sparta pada Yoshizumi... Sayang sekali.”

“Oi, Nikaido? Bukankah kau hanya ingin menjahiliku daripada memberiku pembelajaran sparta? Apa aku hanya akan menerima cambuk dan tidak akan menerima permen?”

“Jangan khawatir, Yuya-kun. Kalau permen, aku akan memberimu sebanyak yang kau mau! Aku akan memberikanmu permen yang paling manis!”

Oh, Kaede-sensei memang hebat. Dia tahu betul kalau ini tipe orang yang akan tumbuh dengan menerima pujian. Di sungguh malaikat yang menyembuhkanku setelah kau mengalami trauma fatal oleh instruktur iblis.

“Kurasa kau tidak boleh terlalu memanjakan dia, Hitotsuba-san. Mungkin akhir-akhir Yoshizumi memang mengikuti jam pelajaran dengan serius, tapi sebelum-sebelumnya tidak demikian. Belajar untuk ujian itu penting, jadi kalau kau tidak mengajarinya dengan ketat, bisa-bisa dia akan mengendur.”

Mengapa kau malah mengungkapkan itu, Nikaido?! Aku ini sengaja tidak memberi tahu Kaede-san kalau aku tidak mengikuti pelajaran dengan benar-benar serius selama semester satu dan dua, tau?!

“Jangan khawatir, Nikaido-san. Setiap hari Yuya-kun selalu melakukan yang terbaik, jadi kurasa dia tidak akan mengendur. Kalau boleh jujur, aku justru ingin agar dia lebih rileks.”

Saat Kaede-san mengatakan itu, dia menatapku sambil tersenyum lembut. Kata-katanya itu membuatku merasa malu dan menggaruk-garuk pipiku. Yah, soalnya aku ini ‘kan pacarnya Kaede-san. Jadi kupikir aku harus terus melakukan yang terbaik dalam banyak hal.

“Oh iya! Kalau Ai-chan tidak bisa ikut belajar kelompok di akhir pekan ini, bagaimana kalau sepulang sekolah? Baik Shin-kun, Yoshi, dan Ai-chan sudah memasuki masa ujian, jadi kalian bertiga tidak akan melakukan aktivitas klub, kan? Dengan begitu, kita bisa belajar bareng saat sepulang sekolah di dalam kelas!”

Ooh, jarang-jarang seorang Otsuki-san memberikan usulan yang cemerlang seperti ini! Tepat seperti yang dia bialng, dengan cara itu Nikaido yang terluka bisa belajar bersama kami untuk persiapan ujian. Selain itu, meski kupikir ini tidak akan terjadi karena akan ada Kaede-san, tapi jika ada materi yang tidak kami mengerti, kami bisa langsung menanyakannya pada guru. Sungguh, ini benar-benar ide yang cemerlang. Selama ini aku sudah salah menilaimu, Otsuki-san!  

“Fufufu, kau bisa lebih memujiku lagi loh, Yoshi? Secara khusus, tidakkah menurutmu usulanku itu layak untuk membuatku dibelikan sebotol jus?”

Baik, dengan begini kutarik apa yang barusan kukatakan sebelumnya. Loli ini, cuman menerima sedikit pujian saja dia langsung besar kepala. Ya ampun, pacarmu ini benar-benar dalam suasana hati yang baik ya, Shinji? pikirku, dan ketika aku melihat ke arah Shinji, dia tersenyum masam. Oh, aku mengerti. Sejak awal, sebenarnya Shinji lah yang memiliki ide tersebut. Kemudian, Otsuki-san cuman mengambil bagian enaknya saja.

“Kedengarannya bagus kalau kita bisa belajar bareng di dalam kelas saat sepulang sekolah. Dengan begitu, aku juga akan bisa menjadi gurunya Yuya-kun baik di sekolah dan di rumah!”

“Mohon bimbingannya, Kaede-sensei!”

“Ya, kau bisa mengandalkanku!”

Mengatakan itu, Kaede-san membusungkan dadanya. Tingkahnya itu sangat imut sampai-sampai secara tidak sadar aku mengulurkan tanganku, dan saat aku sadar, tanganku sudah membelai kepalanya. Pipi Kaede-san sontak dipenuhi semburan kemerahan, membuatnya sosoknya itu jadi terlihat semakin imut.

“.........Hei, Shin-kun. Mengapa dua orang ini secara alami menciptakan suasana stroberi?”

“........Akiho. Kupikir kalau kau memikirkan soal itu kau justru akan merasa kalah. Kau lihat sendiri ‘kan apa yang terjadi di kemah pelatihan saat kita mengamati langit berbintang? Saat kita pergi untuk menjemput mereka berdua karena tidak kunjung  kembali———”

“Shinji——!!! Jangan bicara apa-apa lagi! Aku tidak akan membiarkanmu mengatakan apa-apa lagi?!”

Shinji mencoba mengatakan sesuatu yang tidak perlu, jadi aku segera menutup mulut sahabatku itu. Tapi kalau dipikir-pikir lagi, bukankah saat itu mereka mengganggu kami? Gara-gara mereka, aku jadi kesulitan menenangkan Kaede-san yang dengan serius mencoba menyerangku di malam hari!

“Hitotsuba-sa... Kau, apa kau beneran mencoba menyerang Yoshizumi di malam hari saat kemah pelatihan kemarin?”

“Nikaido-san. Ada alasan yang lebih dalam dari lautan mengenai hal tersebut. Bagaimanapun juga, pada saat itu aku berada dalam keadaan yang disebut runner’s high... Erm, soalnya, saat itu Yuya-kun menyatakan perasaannya padaku dan kami bertukar ciuman pertama...”

Aaaahh?! Apa sih yang kau bicarakan, Kaede-san?! Nikaido, kau juga jangan tampak penasaran dan ingin mendengarkan?! Oi Otuki-san, jangan mencoba merekam kami dengan ponselmu!



12 Comments

Previous Post Next Post