[LN] Saijo no Osewa Volume 3 - Bab 2 Bagian 4

Bab 2 Bagian 3 (dari 4)
Hari yang baik untuk bermain tenis


Sepulang sekolah hari Senin, kami berkumpul di bawah tangga untuk mendiskusikan strategi kami.

“Aku sudah banyak berdiskusi dengan Konohana-san tentang strategi yang akan kita lakukan, dan kami memutuskan bagaimana jika kau berbicara dengan seseorang tentang topik porseni?”

Narika tampak bingung dengan strategi yang kuanjurkan, jadi aku terus menjelaskan.

“Pas kita berlatih tenis di hari Sabtu kemarin, saat itu kuperhatikan kalau kau tampak bersikap lebih alami daripada biasanya. Bahkan kau juga bisa berbicara secara normal dengan Konohana-san.”

“S-Sekarang setelah kau mengatakan itu, kau ada benarnya,” ucap Narika, mengerti apa maksud perkataanku.

Di hari Sabtu kemarin, Narika dapat berbicara secara santai dengan Hinako sampai kami bubar. Saking santainya dia bisa berinteraksi, dia sendiri bahkan sampai tidak menyadari fakta tersebut.

“Jadi, kupikir kau akan merasa lebih nyaman dalam berbicara jika topiknya tentang bidang yang kau kuasai. Itu sebabnya, bagaimana kalau kau mencoba berbicara dengan seseorang yang berpartisipasi dalam pertandingan kendo yang sama sepertimu di porseni?”

“T-Tapi Itsuki, alasan aku bergumul karena aku mendapat masalah ketika aku menang telak di pertandingan tahun lalu. Tidakkah akan sulit untuk membicarakan topik tentang porseni?” tanya Narika, tampak merasa gelisah.

“Hmm, kau ada benarnya...”

Tentunya itu mungkin akan menjadi topik yang sulit, jadi aku sedikit terjebak untuk menanggapinya.

“...Kalau boleh jujur, kurasa imej yang kau miliki memang pada dasarnya sudah meresap ke seluruh akademi, jadi kupikir kau tidak perlu khawatir soal itu.”

“Kuuh..., aku benci mengakuinya, tapi kau mungkin benar...”

Aku merasa kalau imej Narika yang sekarang menyebar di akademi tidak ada hubungannya dengan apa yang terjadi di porseni tahun lalu. Pada dasarnya, imej buruknya itu sudah menyebar dengan sendirinya.

“Menurutku, mereka yang tertarik pada porseni dan kendo lah orang-orang yang paling mudah untuk dijernihkan kesalahpahaman mereka. Semakin serius seseorang dalam bidang olahraga, semakin besar peluang kau akan bisa ngobrol-ngobrol dengan mereka.”

“Itu..., masuk akal,” ucap Narika, tampak teryakinkan. “Baiklah..., ayo lakukan.”

“Apa kau tahu siapa orang yang nanti akan berpartisipasi dalam pertandingan kendo?”

“Kalau murid yang dari kelas 2B aku tahu. ...Kalau aku bertemu dengannya, aku akan mencoba mengajaknya berbicara,” ucap Narika, sambil menelan ludahnya karena gugup.

Aku dan Hinako pun segera bergerak sedikit menjauh dari Narika untuk mengawasinya.

Kemudian, dari arah koridor, lewat seorang siswi.

“B-Baiklah...,” dengan suara yang pelan, Narika memotivasi dirinya sendiri.

Sepertinya, siswi itu adalah salah satu murid dari kelas 2B yang akan berparitispasi di pertandingan kendo.

“H-Hei!”

“Ya?!”

Sekarang, bisakah Narika melalui ini?

“D-Di porseni tahun lalu kau berpartisipasi di pertandingan kendo, kan?”

“Y-Ya.”

Mata siswi tersebut sudah terlihat sedikit berkaca-kaca.

“Apa tahun ini juga kau akan berpartisipasi di pertandingan kendo...?”

“Y-Ya...,” angguk siswi itu, tubuhnya terlihat gemetaran.

Di sisi lain, mendengar jawaban siswi tersebut, Narika terseyum padanya layaknya raja iblis.

“Tahun ini pun..., aku tidak akan kalah.”

“Hiiiiii..., a-aku menyeraaaah,” dengan air mata yang berlinang di matanya, siswi itu menyerah pada Narika.

Menang tanpa melakukan pertarungan..., jadi ini ya yang disebut sebagai kekuatan yang sesungguhnya——well, ini bukan waktunya untuk berpikiran seperti itu.

Aku mendekati Narika, yang sedang berdiri melihat siswi tadi melarikan diri.

“Jangan malah diintimidasi tolol.”

“Aduh!”

Aku menyentil kepala Narika dengan pelan. Ya ampun, dia ini benar-benar gadis yang kikuk sampai-sampai membuatku merasa stres.

“Sepertinya kita harus memikirkan strategi yang lain lagi.”

“......Tidak,” setelah tampak berpikir sejenak, Narika menggelengkan kepalanya. “Baik kau dan Konohana-san sudah mau bekerja sama denganku, jadi aku harus berusaha lebih keras lagi.”

“...Begitu ya.”

Kemampuan unttuk mengakui kelemahan diri sendiri. Itulah senjata yang Narika miliki. Dia bukanlah seorang gadis yang akan gentar hanya karena melalui beberapa kegagalan.

“Tapi meski begitu, tetap saja kau tidak bisa menghilangkan kegugupanmu.”

Sudah bagus dia termotivasi, tapi meski begitu dia tidak bisa membuahkan hasil. Tentunya, itu normal jika kau merasa gugup saat berbicara dengan seseorang yang tidak akrab denganmu, tapi dalam kasusnya Narika, dia terlalu gugup. Tidak bisakah dia bersikap sedikit lebih santai?

“...Hei, tidak bisakah kau memperlakukan orang lain dengan cara yang sama seperti saat kau memperlakukanku?”

“Hmm..., kurasa itu sulit.”

Iya sih, jika dia memang bisa melakukan itu, maka kami tidak akan kesulitan seperti ini.

“Kalau gitu, bagaimana jika seseorang memiliki nuansa yang mirip sepertiku? Mungkin dengan begitu kau akan bisa berinteraksi dengan normal.”

Menurutku pribadi itu adalah ide yang bagus. Paling satu-satunya hal yang sulit dari strategi ini adalah menemukan orang yang mirip seperti orang biasa sepertiku di akademi yang dipenuhi dengan orang-orang elit ini. Tapi, mungkin ada setidaknya satu orang kalau kami mencari-cari.

“Tidak..., kurasa itu juga tidak akan berhasil.”

Terlepas dari pemikiran yang kumiliki, Narika menjawab begitu dengan raut wajah yang kesulitan.

“Bernuansa mirip sepertimu tidak akan berarti apa-apa... Bagiku, kamu itu istimewa,” ucap Narika, dengan ekspresi serius di wajahnya.

Aku yakin, pernyataannya barusan itu murni tanpa maksud apa-apa. Meski begitu, kata-katanya itu disertai dengan kekuatan penghancur yang hebat sampai-sampai merampas pikiran jernihku.

“B-Begitu ya...”

Aku merasa kepercayaan yang Narika miliki terhadapku tersampaikan padaku dengan sangat jelas. Dan tentunya, mengetahui bahwa aku seberarti itu baginya membuatku dipenuhi dengan perasaan gembira dan juga malu-malu.

“——Apa strateginya sudah diputuskan?”

“Whoa?!”

Tau-tau saja, Hinako sudah berada di belakang Narika, membuat Narika sontak terkejut ketika Hinako tiba-tiba bersuara.

“S-Sudah lama aku tidak dikejutkan dari belakang seperti ini... Konohana-san, kau memiliki bakat menjadi seorang pembunuh...”

Kupikir Narika yang selalu mengantisipasi seseorang dari belakangnya juga bisa disebut seperti itu.

“Pada akhirnya, kupikir kita sampai pada kesimpulan bahwa satu-satunya jalan yang harus kita lewati adalah jalan yang lurus dan sempit.”

Aku mencoba membuat kami melalui beberapa jalan pintas, tapi kami tidak dapat menemukan tujuan kami. Di sini, kami harus bersabar dengan melakukan pendekatan langsung.

“...Oh iya, bagaimana jika kau ngobrol denganku dulu sampai menit-menit akhir. Dengan begitu, mungkin kau akan bisa berbicara dengan orang lain sebagai perpanjangan dari saat berbicara denganku.”

“A-Aku mengerti. Ayo lakukan,” angguk Narika.

Tidak jelas seberapa banyak hasil yang dapat dicapai dengan melalui strategi ini, tapi yang penting ada hasilnya dulu. Cuman, sekalipun aku bilang ngobrol-ngobrol denganku, topik seperti apa yang harus kami bicarakan?

“Ngomong-ngomong, kau bilang kalau sejak kita pisah kau tetap pergi ke warung jajanan, tapi apa keluargamu tidak memarahimu?”

“Ya, mereka memarahiku. Mereka bilang jajanan seperti itu buruk untukku, atau bagaimana jika aku diculik dalam perjalanan saat membelinya,” jawab Narika, sambil mengenang masa lalu.

Kebanyakan warung jajanan biasanya terletak di tempat yang berliku-liku. Kalau misalnya Hinako mencoba pergi ke warung jajanan sendirian, aku yakin Kagen-san pasti tidak akan mengizinkannya karena takut dia akan diculik.

“Tapi, bagiku jajanan adalah kenanganku tentang kamu. Itu sebabnya, aku tidak mendengarkan larangan mereka dan terus memakan jajanan. ...Lalu suatu hari, ayahaku tiba-tiba membawa topik yang aneh, [Mungkinkah olahraga dan jajanan bisa menjadi kombinasi yang bagus?]. Dia pun mulai menjual jajanan di konter kasir toko-toko kami sebagai uji coba, dan rupanya jajanan sangat populer di kalangan anak-anak dan penjualannya meningkat. Dikombinasikan dengan pengiklanan di TV dan media lainnya, harga saham kami jadi terus meningkat untuk sementara watku——”

“Tunggu, tunggu, tunggu, tunggu..., tidakkah dampaknya begitu luar biasa sampai-sampai kita melupakan poin utama kita?”

Harusnya kami hanya melakukan obrolan ringan, tapi tau-tau saja obrolan kami menjadi sangat berbobot seperti ini....

Tapi yah, sekarang aku mengerti. Jika saham mereka meningkat berkat penjualan jajanan, maka tentunya orang tuanya Narika tidak akan bisa lagi menghentikan Narika untuk membeli dan memakan jajanan.

Dibandingkan dengan Hinako dan Tennoji-san, Narika adalah Ojou-sama yang berjiwa bebas. Dan mungkin alasan mengapa dia diberikan kebebasan adalah karena bagi Keluarga Miyakojima, Narika secara tak terduga memberikan kesuksesan.

“K-Kalau begitu bagaimana kalau kita ngomongin ini aja? Erm..., tentang janji jalan-jalanku denganmu, kurasa sudah waktunya kita menentukan waktu dan tempat——”

“Ooh, ada yang datang.”

“Eeeeh?! Di timing seperti ini?!”

Seorang siswa sedang berjalan dari sisi lain koridor.

“Siswa itu sekelas denganku. Tapi, setauku dia tidak berpartisipasi di pertandingan kendo...”

“Kalau begitu abaikan saja dia....”

“Ahh, tapi aku cukup yakin kalau tahun lalu dia berpartisipasi di pertandingan kendo...”

“Kalau begitu cobalah ajak dia bicara.”

“Y-Ya,” ucap Narika, tampak takut-takut.

Kejujuran adalah kebajikan, jika siswa itu berpartisipasi di pertandingan kendo tahun lalu, maka harusnya tidak akan sulit memulai obrolan dengannya.

“H-Hei!” Meneguhkan dirinya, Narika mendekati siswa itu. “Tahun lalu kau berparitipasi di pertandingan kendo, kan?”

“...Ya.”

“Erm, armor macam apa yang kau gunakan?” tanya Narika, dengan segenap keberaniannya.

Kupikir pertanyaannya barusan itu adalah pertanyaan yang bagus. Bukannya aku ini orang yang ahli dalam membuat topik pembicaraan atau semacamnya, tapi kalau misalnya aku yang berada di posisi siswa itu, aku bisa menjawab pertanyaan Narika tanpa kesulitan.

Tapi, terlepas dari apa yang kupikirkan, siswa itu——

“...Bukankah armor apa saja bagus?” secara acuh tak acuh, siswa itu menjawab Narika dengan ekspresi yang tampak tak bersahabat.

“K-Kau mungkin benar, tapi...”

Narika bingung harus memberikan tanggapan seperti apa. Saat aku memperhatikan interaksi mereka berdua dari jauh, Hmm?, keanehan muncul di pikiranku, Ini tidak sama seperti yang sebelum-sebelumnya.

“Permisi, aku sedang terburu-buru.”  

Dengan mengatakan itu, siswa itu meninggalkan Narika.

Aku dan Hinako pun segera mendekati Narika yang tampak merasa tertekan.

“Sepertinya wajahku ini memang sungguh menakutkan, ya...?”

Seperti biasanya, Narika mengutuk kekurangan yang dia miliki.  

Tapi, Narika tidak sadar bahwa yang barusan terjadi tidak sama seperti yang biasanya.

“...Narika, tunggu di sini sebentar.”

Aku mengejar siswa yang tadi baru saja berbicara dengan Narika.

Barusan, itu jelas kalau siswa tadi lah yang bersikap buruk.

Mungkin memang semua kegagalan sejauh ini disebabkan oleh sikapnya Narika, tapi kali ini berbeda. Siswa yang tadi itu jelas menganggap Narika sebagai pengganggu.

Dia tampak tak bersahabat sepanjang waktu, hingga pada akhirnya mengatakan sesuatu secara acuh tak acuh dan pergi... Bahkan Narika pun akan merasa sedih jika menerima perlakuan seperti itu.

Setelah berjalan menyusuri koridor sebentar, aku menemukan siswa yang tadi baru saja keluar dari gedung akademi. Di sana..., dia tidak tampak sedang terburu-buru. Dia pergi ke arah kafe akademi dan dengan santai memeriksa produk-produk baru.

“Boleh bicara sebentar?”

Aku mendekati siswa tersebut.

“...Apa?”

Dengan ekspresi bingung di wajahnya, siswa itu menoleh ke arahku. Nah, karena tadi aku dan Hinako melihat interaksi mereka dari kejauhan, jadi dari sudut pandang siswa ini, aku adalah orang luar.

Tapi..., harus kuakui kalau saat ini aku merasa sedikit kesal.

Mengapa semua orang salah paham tentang Narika?

Mengapa mereka tidak mencoba mengubah sudut pandang mereka tentang Narika?        

“Tadi aku melihatmu... Tidakkah sikapmu itu terlalu berlebihan?”

Saat mengatakan itu, sebisa mungkin aku menekan amarah yang bergejolak di dadaku.

“Itu bukan urusanmu.”

“Tidak, itu urusanku. Aku ini temannya Narika.”   

Sambil menyangkalnya, aku mencoba menenangkan kepalaku.

Ini tidak seperti aku ingin semua orang menyukai Narika. Toh dalam pertemanan ada yang namanya kecocokan, jadi tentunya akan selalu ada orang yang menurutmu tidak cocok dengan dirimu. Tapi meski begitu, dia harusnya tidak memperlakukan Narika dengan sikap seburuk itu.

Orang yang tak bersahabat, seorang yang secara terbuka menjaga jarak dari orang lain..., seorang seperti itu hanyalah orang yang brengsek.

“Narika tidaklah seperti apa yang semua orang pikirkan tentangnya. Kalau kau memang merasa tidak cocok dengannya, itu terserah kamu untuk memilih ingin berteman dengannya atau tidak..., tapi meski begitu kau tidak harus sampai memberikan sikap yang dingin kepadanya.”

Saat aku mengatakan itu, siswa tesebut menampilkan ekspresi wajah yang kesulitan. Sepertinya dia merasa kalau pernyataanku ada benarnya, tapi——

“Terus aku harus gimana kalau dia memang semenakutkan rumor yang beredar?” ucap siswa itu, sambil mengernyitkan alisnya. “Orang tuaku selalu mendidikku dengan ketat. Mereka mengatakan padaku untuk jangan cari masalah dengan keluarga yang finansialnya kuat. Soalnya kalau sampai mereka berada dalam suasana hati yang buruk, bisa-bisa keluarga kami akan hancur.”

Perkataan siswa itu membuatku terdiam untuk sejenak.

Pemikiran seperti itu, kemungkinan seperti ini——sangat tidak terduga bagiku.                 

Tidak hanya siswa-siswi di akademi ini, tapi juga orang tua mereka... Aku tidak menyangka bahwa akan sampai sejauh itu pemikiran yang mereka miliki terhadap Narika, putri dari Keluarga Miyakojima.

Saat aku hanya membisu pada respon yang tak kuduga itu, siswa itu terus melanjutkan ucapannya.

“Kau Tomonari dari kelas 2A, kan? Aku tahu kamu.”

Mataku membelalak saat siswa itu menyebut namaku, apalagi, siwa itu menatapku dengan tatapan yang dingin.

“Tidak semua orang mahir dalam menjilat seperti yang kau lakukan.”

Mengatakan itu, siswa itu pergi dari hadapanku.

“M-Menjilat...”

[Catatan Penerjemah: Menjilat, gua agak bingung sama padanan kata yang tepat untuk terjemahan ini. Dalam bahasa Inggris bisa pakai idiom curry favour. Yah, intinya sih menjilat itu mendekati orang-orang dengan pengaruh yang kuat untuk mendapatkan keuntungan.]

Kata itu keluar dari mulutku, tapi aku tidak bisa menghentikan siswa yang mulai pergi itu.

Soalnya, aku benar-benar sangat terkejut dengan apa yang baru saja dikatakan kepadaku.

Aku tidak menyangka orang-orang berpikiran seperti itu tentangku...

Aku sama sekali tidak memikirkannya. Aku sama sekali tak menyangka kalau baik aku, baik Narika, akan mereka pikirkan dengan cara yang seperti itu...

......Tunggu dulu.

Situasinya telah berubah.

Keringat dingin bercucuran deras di tubuhku.

Ini..., bukan hanya Narika yang dalam masalah, tapi bukankah aku juga berada dalam masalah?

---

Setelah kembali ke mansion dan menyelesaikan makan malam serta mandi dengan Hinako.

Saat ini, aku duduk di kursi di kamarku, sedang merenung.

“Sekarang...”

Aku sudah menyelesaikan apa yang harus kuselesaikan hari ini, termasuk persiapan dan peninjauan materi. Mulai sekarang, sudah saatnya bagiku untuk memikirkan masalah yang kubawa dari akademi.

Aku harus memikirkannya.

Kata-kata yang siswa itu beritahukan kepadaku.

Arti dari sorot mata yang siswa itu tujukan kepadaku.

Saat ini, aku mungkin tidak berada dalam posisi untuk mengatakan apa-apa kepada Narika... Aku harus merenungkan kedudukanku sendiri terlebih dahulu.

Pertama-tama, apa posisiku di akademi?

Aku harus memikirkan itu secara objektif, bukan subjektif.       

Aku adalah siswa pindahan di Akademi Kekaisaran. Suatu hari, aku tiba-tiba menjadi anggota kelas 2A, seorang siwa yang tampak membosankan dan tidak hilang bau orang biasanya.

Keluargaku diatur menjadi keluarga yang menjalankan perusahaan kelas menenangah di bawah naungan Grup Konohana. Tennoji-san melihat melalui kebohongan tersebut, tapi yang lainnya harusnya mempercayai pengaturan cerita itu.

Baru tiga bulan berlalu semenjak pemindahanku. Di Akademi Kekaisaran, akademi tempat dimana anak-anak pewaris perusahaan terkenal bersekolah, kelas keluargaku tidaklah begitu tinggi. Selain itu, aku sendiri juga bukanlah siswa yang berprestasi tinggi di akademi.

Meski demikian, aku menghabiskan waktuku dengan Hinako yang merupakan idola seluruh akademi. Nah, kalau cuman Hinako sih mungkin tidak akan aneh mengingat hubungan keluarga kami, tapi aku juga menghabiskan waktuku dengan Tennoji-san dan Narika.

“.....Kurasa itu memang terlihat seperti aku sedang menjilat.”

Bukan siswa atau siswi yang satu kelas denganku, aku tidak menyangka kalau siswa dari kelas lain lah yang akan menunjukkan itu kepadaku. Tapi, fakta itu saja sudah menunjukkan seberapa mencoloknya aku di akademi.

...Mungkin, ini gara-gara mereka tidak mengakuiku.

Kalau saja aku terlihat lebih alami ketika menghabiskan waktuku dengan Hinako dan yang lainnya, aku mungkin tidak akan dikatai seperti itu.

Lantas, mengapa aku tidak diakui oleh mereka?

Mungkin..., itu karena aku dan Hinako tidak menjaga jarak dengan benar.

Kalau misalnya diketahui bahwa aku dan Hinako tinggal di rumah yang sama, imej yang Hinako miliki akan turun. Itu sebabnya, aku berhati-hati agar tidak membuat kekacauan. Sebagai bentuk kehati-hatianku, aku meminimilkan interaksi sosialku dengan Hinako di akademi.

Misalnya, kami mungkin makan siang bersama saat istirahat makan siang, tapi kami berhati-hati agar tidak dilihat oleh siapa pun. Setiap kali Hinako kehilangan sesuatu atau tersesat, aku membantunya dengan membuatnya terlihat seolah-olah aku tidak mengikutinya, tapi seolah-olah aku ada di sana secara kebetulan.         

Dengan tidak terlibat lebih dari yang diperlukan, kami mencoba menunjukkan bahwa kami hanya memiliki hubungan yang normal..., kami hanya sekadar teman sekelas.

Sampai saat ini, kupikir itu adalah hal yang benar untuk dilakukan.

Namun sayangnya, itu tidaklah benar.

Mungkin karena tidak menjaga jarak dengan baik, interaksi minimal kami jadi tampak lebih menonjol dari yang seharusnya.

Tidak, sejak awal interaksi kami tidak bisa disebut sebagai interaksi minimal...

Kami mengadakan pesta teh.

Kami membentuk sesi belajar kelompok.

Kami juga datang bersama-sama saat ingin memberi konsultasi pada Narika.

Pemandangan seperti itu jelas terlihat aneh bagi orang-orang di sekitar. Aku, siswa yang biasanya menghabiskan waktu dengan tidak mencolok di sudut kelas, tiba-tiba menghabiskan waktu dengan gadis-gadis terbaik di akademi.

Dalam hal ini, tidak sulit bagi mereka untuk berpikir kalau aku ini pria yang mahir dalam menjilat.

Tapi..., kalau begitu, apa sekarang aku lebih baik jangan menghabiskan waktuku dengan Hinako dan yang lainnya lagi di akademi?

Haruskah kami meminimalkan interaksi kami dalam artian yang sesungguhnya?

Tapi, aku ragu dengan pemikiran itu.

Saat Hinako berada di akademi, dia berakting sebagai Ojou-sama yang sempurna. Bagi seseorang yang tidak tahu apa-apa tentang Hinako, Hinako mungkin terlihat anggun di mata mereka. Namun, di mataku, Hinako tampak berusaha sangat keras supaya dia terlihat anggun.
 
Meski demikian, saat bersamaku, Hinako yang lelah karena aktingnya akan tersenyum lembut. ...Bukankah itu adalah arti dari peran yang kumiliki? Apa tidak masalah jika aku menyangkal senyumannya itu?

“......Itsuki.”

“Whoa?!”

Suara yang tiba-tiba memanggilku membuatku terkejut.

“H-Hinako..., sejak kapan kau ada di kamarku...”

“Dari tadi aku ada di sini...”

Aku sama sekali tidak menyadari kehadirannya.

Sepertinya, tadi aku benar-benar dihanyutkan oleh pemikiranku.

“Apa kau datang ke sini sendirian?”

“Aku diantar Shizune...”

Kalau tidak ada yang membimbingnya, Hinako akan membutuhkan waktu sampai 30 menit hanya untuk bisa sampai ke kamarku. Aku tidak melihat adanya tanda-tanda Shizune-san di sini, jadi sepertinya dia sudah pergi karena punya pekerjaan yang harus dia kerjakan.

Tiba-tiba, Hinako menatapku wajahku dengan ekspresi cemas.

“...Ekspresimu terlihat seperti sedang mengalami masalah.”

“...Ya, aku punya sedikit masalah.”

Ini adalah masalah yang sulit bagiku untuk bicarakan secara terbuka kepadanya, jadi setidaknya..., aku akan mengajukan pertanyaan yang paling penting.

“Hei, Hinako. Apa kau ingin terus bersamaku bahkan saat berada di akademi?”

Merasa bingung dengan pertanyaanku, Hinako memiringkan kepalanya.

“Bukannya saat istirahat makan siang kita makan siang bersama...?”

“Maksudku bukan begitu, selain saat istirahat makan siang juga... Misalnya, saat di dalam kelas, kita juga ngobrol-ngobrol saat jeda sesi pelajaran.”

Mendengar ucapanku, Hinako segera menganggukkan kepalanya.

“Tentu saja. ...Toh sepanjang waktu aku maunya terus berada di sisimu.”

“Sepanjang waktu, ya?”

Untuk beberapa alasan dia melontarkan kalimat hiperbola, tapi yang jelas ucapannya itu membuatku senang.

“Baiklah..., aku akan melakukan yang terbaik untuk melakukan itu.”

Kebijakanku telah kuputuskan.

Berkat Hinako—tidak, aku yakin aku akan sampai pada kesimpulan yang sama sekalipun Hinako tidak mengatakan apa-apa kepadaku.

...Aku juga berpikiran sama seperti Hinako.

Peranku sebagai pengurus tidak ada hubungannya dengan keputusanku ini. Keputusan ini bukanlah tentang pekerjaan yang kumiliki. Ini tentang aku, tentang perasaaan yang kumiliki.

Aku juga..., aku ingin terus berada di sisi Hinako dan yang lainnya.

Baik Hinako, Tennoji-san, dan Narika. Saat ini orang lain melihatku sebagai pria yang tidak layak untuk berdiri di sisi gadis-gadis ini. Karenanya, aku harus berubah. Soalnya, kalau aku tidak berubah, aku mungkin akan membuat semua orang kerepotan.

“...Aku harus diakui oleh semua orang.”

Aku tidak pernah memiliki masalah seperti ini dalam hidupku.

Meski begitu, aku memutuskan untuk tidak melarikan diri dari masalahku.

---

Setelah diantar ke kamarnya oleh Itsuki, Hinako berbaring di tempat tidurnya sambil memeluk bantalnya.

“Permisi.”

Pintu kamar tebuka, dan Shizune memasuki kamar. Dia kemudian mendekati Hinako yang tengah berbaring, dan kemudian melihat kertas-kertas yang dia pegang.

“Ojou-sama, tentang jamuan makan yang akan anda hadiri minggu depan——”

Saat dia berbicara sampai pada titik itu, Shizune berhenti berbicara.

“Fufu...”

Suasana hati Hinako tampak berbeda dari biasanya. Dengan seringai dan senyum aneh di wajahnya, Hinako terus berguling-guling di tempat tidurnya.

“Hehehe...”

“...Ada apa, Ojou-sama?”

Melihat Hinako tampak sangat bahagia, Shizune menanyakan itu.

“Itsuki bilang dia akan melakukan yang terbaik untuk tetap berada di sisiku bahkan saat di dalam kelas...”

“Bahkan saat di dalam kelas?”

Shizune memiringkan kepalanya, dan Hinako mengangguk untuk meresponnya.

“Aku sangat senang... Hehehe...”

Seolah-olah dirinya sedang bermimpi, Hinako tersenyum cengengesan.

“Apa Itsuki-san juga ada mengatakan cara supaya dia bisa terus berada di sisi anda?”

“Tentang itu..., meski aku tidak mengerti maksudnya...,” Hinako mengingat kunjungannya tadi di kamar Itsuki. “Dia bilang dia ingin diakui oleh semua orang...”

Tadi, di akhir perkatannya, Itsuki menggumamkan sesuatu seperti itu.

Hinako tidak begitu mengerti maksud dari apa yang Itsuki katakan, tapi satu hal yang pasti yang Hinako ingat bahwa Itsuki memiliki ekspresi serius yang aneh saat dia mengatakan itu.   

“...Begitu ya. Itu pasti masalah yang sulit,” gumam Shizune, dengan suara yang amat pelan. “Kagen-sama telah menghubungi saya perihal jamuan minggu depan. Tempatnya adalah——”

Shizune menyampaikan informasi yang dia terima pada Hinako. Berbeda dengan jamuan makan sebelumnya di mana Itsuki juga ikut ke tempat jamuan makan di adakan, kali ini adalah jamuan makan kecil-kecilan.  Itu hanya akan memakan waktu kurang dari 30 menit, jadi tidak akan terlalu membebani Hinako.

Mendengar penjelas yang diberikan Shizune, Hinako hanya menimpalinya dengan, “Mm, mm.”

“Baiklah, saya permisi dulu.”

Setelah menyelesaikan urusannya, Shizune membungkuk dan mencoba keluar dari kamarnya Hinako.

“...Shizune, tidakkah kau lebih terburu-buru dari biasanya...?” tanya Hinako, menggosok-gosok matanya yang mengantuk dengan punggung tangannya.

Bagi Hinako, hari ini Shizune berbicara lebih singkat daripada biasanya dalam penyampaian informasi jadwalnya.

“Maaf, soalnya sekarang saya berencana pergi ke kamarnya Itsuki-san.”

“Ke kamarnya Itsuki...? Kalau gitu, aku ikut...”

“Anda ‘kan baru saja kembali dari sana, jadi sekarang anda lebih baik tidur saja.”

“Muu~...”

Hinako ingin berdebat dengan Shizune, tapi karena takut dia akan diomeli gara-gara begadang, jadi kali ini dia memutuskan untuk mematuhinya.

Nah, sebagai orang yang suka tidur, Hinako cenderung akan berakting buruk saat di akademi ketika dia tidak mendapatkan waktu tidur yang cukup. Dan tentunya, Shizune mengetahui soal itu dengan sangat baik.

“Baiklah, saya permisi... Selamat malam, Ojou-sama.”

“Mm..., selama malam.”

Hinako, yang telah menyelimuti dirinya dengan selimut yang lembut, dengan cepat tertidur lelap.

---

Setelah mengantar Hinako ke kamarnya, sekali lagi di kamarku aku memikirkan tentang kehidupanku di akademi.

Di akademi, aku harus menjadi seseorang yang dapat berdiri dengan layak di samping Hinako dan yang lainnya.

Cuman masalahnya, aku tidak tahu persis apa yang harus aku lakukan.

Kalau misalnya dalam hal ini aku meminta bantuan Hinako dan yang lainnya, itu justru akan menjadi kontraproduktif...

Pengaruh Hinako dan yang lainnya di akademi sangatlah tinggi. Kalau misalnya mereka membantuku, cara siswa-siswi lain memandangku mungkin akan sedikit berubah. Cuman, itu tidak lebih dari sekadar memanfaatkan. Karenanya, aku tidak bisa mengandalkan Hinako dan yang lainnya.

“...Sekarang setelah aku memikirkannya, Taisho dan Asahi-san benar-benar hebat.”

Jika mereka berdua, tentunya tidak akan terlihat aneh jika mereka berdiri di samping Hinako dan yang lainnya.

Mereka pribadi mungkin mengatakan “Segan!”..., tapi mereka berdua adalah mood maker-nya kelas 2A. Karenanya, mereka diakui oleh banyak orang dan juga populer. Toh selain berhubungan denganku dan Hinako serta yang lainnya, mereka juga berhubungan dengan siswa-siswi lain. Kurasa, itulah perbedaan antara aku dan mereka...

“Permisi.”

Saat aku tenggelam dalam pikiranku, terdengar ketukan di pintu kamarku.

Saat pintu terbuka, seorang yang muncul dari balik pintu adalah——

“Shizune-san...?”

“Sepertinya kau sedang berada dalam masalah,” ucap Shizune-san, sambil menatap wajahku. “Aku sudah mendengar sebagian besar ceritanya dari Ojou-sama... Itsuki-san, kau ingin bisa berdiri bahu-membahu dengan Ojou-sama saat berada di akademi, kan?”

“...Ya.”

Aku tidak membahasnya sampai sedetail itu pada Hinako, tapi sungguh, wawasannya Shizune-san sangat luar biasa.

“Kemudian, karena keinginan tersebut, kau jadi berpikir serius tentang hubungan sosialmu di akademi.”

Terhadap kata-katanya itu, sekali lagi aku menjawabnya, “Ya.”

Mendengar responku, Shizune-san langsung mengangguk dan menghela napas.

Tapi, helaan napas itu bukanlah keluhan.

Itu lebih tampak seperti dia merasa sangat terkesan...

“...Sampai saat ini, paling lama seseorang dapat bertahan dalam bekerja sebagai pengurus adalah selama satu bulan.”

Tiba-tiba, Shizune-san mengangkat topik seperti itu.

“Karenanya, para pengurus sejauh ini tidak pernah mengkhawatirkan tentang hubungan sosial mereka di akademi. Soalnya, hanya dalam waktu satu bulan, seorang pengurus bahkan tidak akan bisa memikirkan masalah tentang hubungan sosial mereka.”

Sekarang setelah dia mengatakan itu, dia memang benar.

Aku tidak pernah mengalami masalah seperti ini dalam waktu sekitar satu bulan semenjak aku menjadi pengurus. Soalnya, tanganku penuh untuk mengurus Hinako dan menyesuaikan diri di akademi.

“Dengan kata lain, pengurus yang pertama kali memiliki masalah tentang hubungan sosialnya di akademi adalah kamu,” ucap Shizune-san, menampilkan sorot mata yang serius. “Aku tahu kau mungkin akan memiliki lebih banyak masalah lagi kedepannya, tapi saat ini izinkan aku mengatakan ini——”

Seolah melibatkan perasaannya ke dalam ucapannya, Shizune-san dengan perlahan membuka bibirnya.
 
“——Kerja bagus karena sudah sampai hingga titik ini.”    

Itu kesannya seolah-olah dia senang aku menghadapi masalah ini. Dan dari melihat sikap yang dia tunjukkan itu, aku jadi merasa yakin akan satu hal, bahwa itu adalah hal yang baik bagiku untuk memiliki masalah ini.

Aku bersyukur. Sebagai pengurus, aku punya pilihan untuk menjaga jarak dari Hinako dan yang lainnya. Tapi meskipun demikian, aku berani membuat pilihan untuk mendekati mereka—dan itu adalah pilihan yang tepat. Apalagi, Shizune-san yang telah mengenal Hinako lebih lama dariku telah menjamin hal tersebut.

Saat ini, aku merasa seperti aku sedang disemangati dengan sangat kuat.

“Mulai sekarang ayo kita pikirkan tentang ini sama-sama,” ucap Shizune-san, dengan nada suara yang lembut. “Bagaimana cara agar dirimu bisa menjadi murid Akademi Kekaisaran dalam artian yang sesungguhnya?”



Sebelumnya || Daftar Bab || Selanjutnya

9 Comments

  1. Mantap, gass shizune. Buat itsuki dari kesan seorang pengurus menjadi orang yang pantas berdiri sejajar dengan hinako 🔥🔥
    Terimakasih untuk update nya min🥳

    ReplyDelete
  2. Hmm, bagaimana caranya? Tentu saja kawin ama hinako tennoji

    ReplyDelete
  3. wih mantap kukira bakal merasa rendah diri terus-terusan si mc ternyata kagak, keren lah pokoknya ni mc
    moga ending harem

    ReplyDelete
  4. Thx to npc yg ngatain mc dan akhirnya mnjdi bahan development mc🍻🙏
    Btw semangat min tl nya🍻🙏

    ReplyDelete
Previous Post Next Post