MrJazsohanisharma

Because I Like You Bab 69

Bab 69
Pijatan Pelopor


“Yuya-kun, tolong jangan terlalu tertekan seperti itu dong.”

Kaede memelukku dari belakang untuk menghiburku saat aku duduk di tepi ranjang sambil terisak-isak di dalam hatiku.

“Tidak bisa... Aku terlalu malu sampai mersa tidak bisa menikah...”

Aku sih senang bisa mandi dengan Kaede, berpelukan seprti koala, dan bericuman hebat sampair rasanya tubuh kami seperti menyatu. Tapi aku membuat kesalahan besar yang menyebabkan juniorku mengamuk. Aku ingin mati.

“Kau kan laki-laki, jadi itu adalah hal yang normal. Justru, aku merasa lega. Karena aku yang akan bermasalah jika si junior tidak bereaksi.”

Kalau ada pria yang sama sekali tidak bereaksi saat berciuman dengan orang yang dia cintai, dimana ciuman itu membuatnya merasa seperti mereka saling menyatu, maka aku ingin sekali untuk bertemu dengannya.

“Selain itu kan, sudah diputuskan kalau aku akan menjadi istrimu. Tapi tetap saja, wajahmu yang menjerit saat kita berciuman... itu lucu sekali.”

Suara Kaede, yang begitu dewasa dan menggoda sampai-sampai aku tidak percaya kalau kami ini seumuran, hinggap di telingaku. Aku sangat deg-degan hingga tubuhku gemetar.

“Ka-Kaede-san... Kau membuatku merinding... Jadi tolong hetntikan...”

“Fufufu, kau benar-benar sensitif di telinga ya, Yuya-kun. Itu lucu sekali. Itu membuatku jadi ingin lebih menjahilimu.”

Suatu desahan yang lembut dibisikkan ke telingaku, dan tubuh serta jiwaku tidak bisa berhenti gemetar. Selain itu, bibir dan giginya mulai menyentuh daun telingaku. Kelembutan bibirnya dan sedikit sentuhan giginya memberikanku perasaan nyaman yang tak terlukiskan.

“Apa yang sebenarnya terjadi, Kaede-san...? Kau... jadi aneh seperti ini?”

“Ini salahmuu sendiri, tahu! Nyam... wajah imut dan suara manismu itu... membangunkan serigala yang tertidur dalam diriku.”

Terlepas dari apa yang dia katakan, Kaede dengan lembut menjauh dariku. Ketika aku berpaling untuk melihatnya, aku melihat wajahnya menjadi merah cerah. Jika kau begitu malu seperti itu, maka kau tidak perlu memaksakan diri, tahu.

“Lagian ini tidak apa-apa, kan. Ada kalanya aku juga ingin mengerjaimu! Biasaya selalu dirimu yang membuatku jadi merasa deg-degan, jadi ini adalah pembalasan!”

Kaede menjadi bersikukuh sambil mengembungkan pipinya. Tidak, perkataanmu itu benar-benar salah. Serangan kejutan darimu, baik itu saat kita mandi bersama hari ini dan yang sebelumnya, hampir membuat jantungku berhenti berdetak. Dan tidak hanya itu, kau yang dengan lembut mengigit daun telingaku membuatku tidak bisa untuk tidak berpikir kalau kau mencoba untuk menghabisiku.

“Aku sudah menjadi serigala, dan sebentar lagi akan melahapmu, Yuya-kun! Momen itu pada akhirnya akan tiba, jadi nantikan saja.”

Apa arti senyum yang tak kenal takut itu? Dan kapan waktu itu akan tiba? Yah, kurasa lebih baik untuk tidak memikirkannya.

“Untuk sekarang lupakan itu. Nah, Yuya-kun, aku ingin memintamu untuk memberikanku pijatan yang kau sebutkan sebelumnya, apa kau bisa melakukannya?”

“Oh, kalau dipikir-pikir aku sempat mengatakan itu ya. Oke. Aku yakin kau merasa lelah karena ujian, jadi aku akan memijatmu. Bisakah kau berbaring tengkurap?”

Mengatakan ‘ya’ dengan gembira, Kaede segera berbaring di atas ranjang. Aku pun memberinya bantal yang selalu dia gunakan agar lehernya tidak merasakan sakit dalam posisi itu.

“Aku maunya bantalmu! Berikan aku bantalmu!”

Kaede pun menggerak-gerakkan lengan dan kakinya. Hari ini dia menjadi begitu merepotkan, seperti anak manja dengan kecantikan yang mempesona. Tapi semua tingkahnya itu sangat imut, sehingga kupikir aku mungkin akan menjadi kecanduan terhadap Kaede.

“Iya iya, kalau begitu baringkan kepalamu di bantalku. Santai dan rilekskan tubuhmu, oke?”

“Haaa... aromanya Yuya-kun... sangat menenangkan.”

Kaede, aku tidak kebertan jika kau menguburkan wajahmu di atas bantal, tapi aku lebih suka kalau kau tidak mengendus-ngedusnya seperti itu. Karena bagaimanapun juga, aku akan menggunakan bantal itu ketika tidur di malam hari.

Sambil tersenyum pahit di hatiku, aku duduk di sekitar pangkal kaki Kaede dan dengan lembut memijat di sepanjang tulang punggungnya dengan gerakan melingkar menggunakan telapak tanganku. Setelah itu, aku memijat otot di sekitar tulang belikatnya.

“Ah, di sana... rasanya sangat enak. Lebih... tolong lakukan lebih banyak.”

Aku memijatnya sambil sesekali memerika apakah dia kesakitan. Namun, tubuh Kaede tidak terlalu memiliki ketegangan otot saat aku memijatnya. Ini sangat berbeda dari ayahku yang berengsek dan Taka-san. Punggung mereka begitu kaku sehingga tidak peduli seberapa kerasa aku memijatnya, aku tidak bisa membuatnya rileks.

“Yuya-kun, aku pernah mendengar seorang komentator sepak bola mengatakan dalam sebuah iklan kalau ada baiknya memijat pantatmu ketika punggungmu terasa kaku, apa itu benar?”

“Ya, itu benar. Aku juga pernah mendengar kalau ketika otot piriformis di pantatmu kaku, otot punggung bawah yang berhubungan dengan otot itu juga akan ikut kaku.”

Yah, aku tidak apakah itu benar atau tidak, karena itu adalah cerita yang didengar ayah brengsekkku dengan kepalanya yang sinting ketika dia pergi ke klinik terapi fisik.

“Mmmh. Kau benar-benar mahir, Yuya-kun. Rasanya enak, sekarang... bisakah kau memijat otot piriformis itu juga?”

“Kurasa tubuhmu sama sekali tidak kaku, tapi... aku mengerti. Aku akan memijat otot itu juga.”

“Sudah kuduga, kau past tidak ma—eeh?  Kau mau memijatku di sana!?”

Apa yang membuatmu begitu terkejut, Kaede? Ini pijatan kan? Selain  itu, tidak seperti saat aku menyeka betis dan pahamu di kamar mandi, saat ini kau mengenakan piyama dengan benar. Aku mungkin memang akan gugup, tapi tidak akan ada masalah.

“Nah, rilekskan pantatmu. Santai saja, oke?”

“Y-ya......”

“Tidak apa-apa, aku akan melakukannya dengan lembut.”

Aku sengaja merobohkan tubuhku dan berbisik di telinga Kaede, kemudian melanjutkan pemijatan. Kaede menjerit tanpa suara dan membenamkan wajahnya di atas bantal. Terlihat jelas kalau dia merasa malu, karena warna daun telinganya benar-benar menjadi merah cerah.

Pantat Kaede yang seperti buah persik sangat lembut tanpa kekakuan sama sekali. Meskipun aku memijat dan menekannya dengan telapak tanganku, elastisitasnya seakan memantulkan tanganku, namun juga terasa seperti itu akan menenggelamkan tanganku terlebih dahulu. Aku menjadi bersemangat ketika memijatnya seperti ini.

“Mmmh... tanganmu terasa hangat dan nyaman, Yuya-kun...”

Fumu, kalau lama-lama akan menjadi berbahaya. Memijat pantanya sih sama sekali tidak ada masalah, tapi jika suara desahan Kaede turut mengikuti prosesnya, akal sehatku mungkin akan hilang.

“Nah! Pijatannya sudah selesai! Sama sekali tidak ada yang salah dengan tubuhmu sekarang, Kaede-san!”

Aku pindah ke sisi Kaede dan menepuk kepalanya. Namun, entah kenapa dia terlihat tidak puas. Apa dia ingin aku terus memijat pantatnya? Tidak, kurasa bukan begitu. Dia tidak puas karena tidak ada pijatan di betis. Aku yakin pasti begitu.

“...Yah, karena aku terlalu banyak menjahilimu hari ini, jadi akan puas untuk berhenti di sini.”

Syukurlah. Jika sekarang dia menuntut lebih, aku tidak punya pilihan selain meminta maaf karena tidak mau melakukannya dengan berlutut.

Kaede pun mengangkat tubuhnya dan meregangkannya, memutar bahunya dan dengan tenang memeriksa kondisinya. Kesunyian yang terjadi agak meresahkan, tapi Kaede meneriakkan sorakan untuk memecahnya.

“Yu-Yuya-kun! Ini luar biasa! Tubuhku jadi terasa lebih ringan! Entah kenapa pundakku yang biasanya terasa berat, sekarang jadi terasa ringan dan nyaman!”

“Begitukah! Maka aku senang.”

Dia memberiku senyum cerah seperti bunga matahari. Umu, Kaede yang menyihir seperti ini juga menggoda dan menarik, tapi kurasa aku lebih suka Kaede yang lugu. Itu membuatku ingin memanjakannya.

“Baiklah, karena pijatan darimu sudah selesai, ayo pergi tidur. Sekarang tanggal sudah mau berubah.”

—Akhirnya, waktunya telah tiba. Aku menarik napas dalam-dalam dan meraih bahu Kaede saat dia hendak memasuki selimut  sambil bersenandung.

“Eh? A-Ada apa, Yuya-kun!?”

“Kaede-san. Aku... punya sesuatu yang ingin kuberikan padamu!”

Dengan antisipasi dan kecemasan di hatiku, aku berdiri di medan perang yang disebut White Day.



close