
Bab 26
Tunanganku akrab dengan adikku yang sikapnya dingin (Bagian 2)
Pada saat itu…
Tak~
Pintu kaca menuju balkon terbuka dengan kuat.
“Maaf, Yuu-kun, Nayu-chan! Aku pulang sangat telat kali ini!”
Yuuka ngos-ngosan, mungkin karena dia berlari dalam perjalanan pulang.
Pipinya memerah, dan ada tetesan keringat di kacamatanya.
Rambutnya juga terlihat agak acak-acakkan.
“Isssh! Saat aku pulang tadi, tidak ada orang yang menyambutku, Jadi aku bertanya-tanya, kemana perginya semua orang!!”
“Seberapa jauh kau berlari? Kau benar-benar berkeringat.”
“Ah! Tunggu, berhenti! Jangan mendekat! Dilarang mendekat!”
Ketika Yuuka melihat aku hendak menghampirinya, dia segera melambaikan tangannya dengan liar.
Kemudian, dia meraih kerah tuniknya dan menariknya ke hidung.
“...Aku benar-benar berkeringat sekarang. Jadi jangan medekatiku.”
“Tapi aku tidak mempermasalahkan hal seperti tu.”
“Tidak, kau pasti akan mempermasalahlannya! Karena... Yuuna-chan tidak akan pernah bau keringat seperti ini!”
Logika Yuuka sangat ekstrim saat dia berdebat denganku.
“Demi dirimu… aku ingin menjadi sosok istri yang tidak berbau…”
“Pfft! Ahahahaha!”
Dia menatapku dengan mata menegadah saat dia dengan serius menyatakan itu.
Melihat Yuuka yang seperti itu, mau tak mau aku tertawa terbahak-bahak.
“Ah, hei!!! Jangan tertawakan aku! Ini adalah masalah yang sangat serius bagi perempuan, tahu!”
“Maaf, maa—Pfft… Ahahahaha!”
“Hei! Bukannya ketawamu itu udah agak kelewatan?!”
Aku pada intinya tidak bisa berhenti tertawa.
Sepertinya Yuuka tidak menyukai itu, karena dia mengembungkan pipinya dalam amarah.
“Issh! Kau ini kasar sekali ya, Yuu-kun!”
“Maaf, maaf. Ngomong-ngomong, kau banyak berkeringat, bisa-bisa kau akan masuk angin kalau seperti itu, jadi ayo masuk ke dalam—“
“Tsk.”
Nayu, yang memperhatikan pertukaran kami, mendecakkan lidahnya.
Kemudian, dia meletakkan handuk mandi di atas kepalanya, memasukkan tangannya ke dalam saku, dan berjalan menuju kamarnya.
“Ah. Hei, Nayu-chan.”
Nayu hendak masuk ke dalam rumah lebih dulu, namun Yuuka menghentikannya.
“...Apa?”
Nayu tiba-tiba berhenti.
Yuuka menghampirinya, dan kemudian menggunakan handuk yang ada di kepala Nayu untuk mengeringkan rambutnya.
“Kau harus mengeringkan rambutmu dengan benar, kalau tidak kau akan masuk angin, loh?”
“...Aku baik-baik saja.”
“Sama sekali tidak. Bahkan sesuatu seperti flu bisa menakutkan, tahu? Sejak aku mulai menjadi pengisi suara, aku menjadi lebih sadar akan hal-hal seperti itu. Sakit tenggorokan bagi orang-orang seperti kami benar-benar menakutkan.”
“......”
Aku tidak tahu ekspresi seperti apa yang ditampikan Nayu karena dia memiliki handuk mandi yang menggantung di kepalanya.
Setidaknya dia tidak sepenuhnya membenci itu, karena dia dengan patuh membiarkan Yuuka mengeringkan rambutnya.
“Apa kau akan mengatakan hal yang sama jika Kakakku akan masuk angin?”
“Eh? Bukankah itu sudah kelas! Sudah merupakan kewajiban seorang istri untuk mengkhawatirkan kesehatan suaminya!”
“Apa yang akan kau katakan padanya jika dia merasa kesepian?”
“Hmm… saat dia merasa kesepian, ya…”
Yuuka meletakkan jarinya di dagunya, berpikir sejenak.
Kemudian, dia tersenyum dan berkata.
“Pertama, kupikir aku akan mencoba membuatnya tertawa lepas untuk menghilangkan rasa sepinya.”
“...Hmmm.”
Nayu mengangguk sedikit dan meraih kedua ujung handuk mandi.
“Buatlah dia tertawa. Lakukan apa pun itu untuk membuat Kakakku tertawa sampai dia kelelahan.”
Lalu, Nayu membalikkan punggungnya kepada Yuuka, dan kemudian bergumam pelan.
“Tolong jaga Kakakku dengan baik... Nee-chan.”
[Catatan Penerjemah: お義姉ちゃん, kata Nee-chan merujuk ke arah panggilan untuk ipar.]
---
Nayu kembali ke kamarnya.
Setelah itu, aku memberikan handuk mandi yang kubawa pada Yuuka, dan entah bagaimana, kami berdua akhirnya menatap langit bersama-sama.
Yuuka mengeringkan kepalanya dengan handuk mandi sambil menunjuk ke arah langit.
“Lihat, lihat, Yuu-kun! Sekarang bulang sabit!”
“Mungkin besok akan hujan, ya...”
“Ya, kurasa begitu. Biasanya akan turun hujan tepat setelah Golden Week berakhir.”
Waktu kami yang kami lalu terasa damai. Suasananya pun juga damai.
“... Ehehe… Ehehehe~”
“Kenapa kau tetawa menyeramkan seperti itu?”
“Ish, pedasnya mulutmu?! Bukankah itu kasar namanya!”
Tidak, lagian, kau barusan memiliki ekspresi aneh di wajahmu tertawa.
“Karena… dia tadi memanggilku 'Nee-chan', tahu?”
“Hmm, apa kau tidak punya saudara kandung?”
“Ah… adikku… yah… meskipun dia masih SMP, dia berpikir aku lebih rendah darinya. Dia tidak pernah memanggilku 'Onee-chan' atau semacamnya.”
“Yah… melihat bagaimana dirimu saat di rumah, aku bisa mengerti bagaimana perasaannya.”
“Apa maksudmu dengan itu?! Ish! Bukan begitu yang aku maksud!”
Dia memelotoku sejenak, yang dimana itu sama sekali tidak membuatku merasa takut.
Kemudian, dia menghela nafas dan tersenyum.
“Aku merasa seperti Nayu-chan akhirnya menerimaku sebagai bagian dari keluarganya, itu sebabnya aku berpikir, 'Ah, sekarang aku sudah menjadi bagian dari keluarga Yuu-kun'. Jadinya itu membuatku bahagia.”
“Sejak kita bertunangan, kau selalu seperti keluarga bagiku.”
“Aku tahu itu, tapi saat anggota keluarga lain menerimamu, rasanya lebih seperti keluarga sungguhan!”
Diterima… yah, kurasa memang benar.
Adikku yang keras kepala dan judes, mengatakan “Tolong jaga Kakakku dengan baik”.
Kupikir kerja keras Yuuka sebagai pengantin tidak hanya disampaikan kepadaku, tapi juga kepada anggota keluargaku.
“...Kurasa aku juga harus bekerja lebih keras...”
“Hmm? Apa kau ada mengatakan sesuatu?”
“Yah, tidak ada kok.”
“Eeh? Kau jadi membuatku penasaran, tahu!”
“...Mau sampai berapa lama kalian terus melakukan itu? Kalian mengganggu tetangga.”
Nayu membuka jendela menuju balko sambil memelototi kami.
Yuuka pun mendekati Nayu dan mengatakam “Kau imut banget!” saat dia mulai menepuk-nepuk kepalanya.
Begitu ya. Adikku yang merepotkan lemah pada orang-orang seperti Yuuka.
Saat aku memikirkan itu, Nayu menatapku dengan tajam.
“...Nii-san, jangan tertawakan aku.”