MrJazsohanisharma

Saijo no Osewa Volume 1 - Bab 10

Bab 10
Istirahat Makan Siang


Tepat saat akademi memulai waktu istirahat makan siang.

“Nishinari, apa yang kau lakukan untuk makan siang ini?”

“Kalau kami mau pergi ke kantin...”

Saat aku menyimpan buku pelajaranku di tas, Taisho dan Asahi-san mendekatiku.

“Maaf ya, aku punya sedikit urusan saat makan siang...”

“Urusan?”

Terhadap Taisho yang memiringkan kepalanya, aku menjelaskan.

“Saat istirahat makan siang, aku harus tetap berhubungan dengan orang tuaku. Jadinya, aku akan makan siang dengan bekal yang kubawa.”

“Begitu ya..., Bukankah orang tuamu itu terlalu protektif, Nishinari?”

“Ya..., begitulah.”

Ini juga merupakan bagian dari pengaturan cerita yang dipikirkan oleh Shizune-san. Saat aku pertama kali mendengar tentang ini, aku bertanya-tanya, apakah mereka bisa tertipu karena alasan itu, tapi menilai dari ekspresi wajah mereka, tampaknya ketakutanku sama sekali tidak berdasar. Aku yakin kalau ada siswa lain di luar sana yang melakukan hal serupa.
 
“Kalau dipikir-pikir, rasanya Konohana-san juga sama seperti itu, kan? Dia selalu pergi saat makan siang.”

“Ya..., rumor mengatakan kalau dia membantu bisnis keluarganya selama waktu istirahat makan siangnya. Kudengar dia melakukan panggilan konferensi atau semacamnya.”

Asahi-san dan Taisho sedang berdiskusi satu sama lain.

Saat aku mendengarkan percakapan mereka, aku melirik ke arah Hinako yang duduk di depanku.

“Konohana-san. Kalau kau tidak keberatan, mau tidak pergi ke kantin bersama kami?”

“Maaf, aku harus melakukan beberapa pekerjaan kantor saat makan siang...”
 
“O-Oh iya ya, tidak apa-apa kok. Maafkan aku.”

Setelah dengan sopan menolak ajakan dari teman sekelasnya, Hinako mengeluarkan bekal makan siangnya dari tasnya dan meninggalkan kelas. Melihat ini, aku juga menarik kursiku dan berdiri.

“Baiklah, sampai nanti.”

“Oke.”

“Kapanpun kau ingin pergi ke kantin, beri tahu saja aku, oke!”

Setelah berpisah dari mereka berdua, aku berjalan keluar kelas dan langsung mencari Hinako. Dia sedang berjalan sendirian di koridor. Aku mengikutinya, dan tentu saja, sambil menjaga jarak tertentu darinya.

Setiap kali dia berjalan di dekat ruang kelas, Hinako terus dipanggil berkali-kali oleh siswa-siwi lain, tapi pada saat dia melewati koridor, tatapan dari orang-orang di sekitarnya mulai berkurang. Tampaknya sebagian besar siswa di Akademi Kekaisaran berada di kantin atau ruang kelas selama waktu istirahat makan siang. Yah, setiap sekolah pasti akan sama seperti itu.

Aula siswa lama terletak di seberang taman. Bangunan itu tidak lagi digunakan karena usianya dan beberapa faktor lainnya. Namun, mengingat penampilan dari institut tersebut, pembersihan secara rutin terus dilakukan.

Aku menaiki tangga ke atap. Setelah memastikan bahwa tidak ada orang di sekitarku, aku membuka pintu.

“Kerja bagus~” [Catatan Penerjemah: Otsukare~.]

Duduk di lantai, Hinako menyapaku dengan ekspresi santai.

“.....Kerja bagus.” [Catatan Penerjemah: Otsukaresamadesu.]

“Cara bicaramu.”

“Ya, ya.”

Sambil memberinya salam yang formal, aku duduk di sebelah Hinako.
 
“Kau selalu makan siang di sini, bukan?”

“Mm. Soalnya kalau di sini tidak ada orang lain.”

Sebagai pengurusnya, setiap saat aku harus berada di sisi Hinako. Sepertinya mulai sekarang, setiap hari aku akan menghabiskan waktu istirahat makan siangku di atap ini.

“Bagaimana akademinya...?”

“Sekolah yang bergengsi memang hebat. Kupikir kemarin aku telah melakukan banyak sekali persiapan, tapi bahkan setelah melalui itu, aku masih mengalami kesulitan saat mengikuti pembelajaran.”

“Lakukanlah yang terbaik... Kalau kau sampai mendapatkan nilai yang jelek, kau mungkin akan diberhentikan sebagai pengurusku.”

“......Itu gawat.”

Aku diberi tempat tinggal, makan tiga kali sehari, dan dibayar 20.000 yen per harinya. Terlebih lagi, aku entah bagaimana dapat menghadri sekolah. Kalau aku tidak bertemu dengan Hinako, aku akan kehilangan rumah dan tidak bisa menghadiri sekolah lagi. Mempertimbangkan hal ini, aku sekarang berada di lingkungan yang sangat diberkati. Aku harus berusaha untuk tidak diusir dari lingkungan ini.

“Ayo makan?”

“...Ya.”

Bersama Hinako, aku membuka tutup kotak bekal makan siangku. Bekal yang disiapkan oleh pelayan keluarga Konohana sangat lezat dan dibuat dengan bahan-bahan langka yang melimpah.

“Luar biasa..., aku belum pernah melihat bekal berkualitas tinggi seperti ini sebelumnya.”

“Mm, tapi makanan yang ada di kantin jauh lebih mewah.”

“Begitukah..., terus kenapa kau tidak makan di kantin saja?”

“Rasanya menyebalkan kalau harus mengkhawatirkan mata orang-orang di sekitarku.”

Jadi begitu ya. Kurasa dia tidak menyukai label selebriti.

“Selain itu..., dengan membawa bekal, aku bisa makan makanan favoritku.”

“Jadi ada makanan yang tidak kau sukai? Seperti, apa misalnya?”

“Wortel, paprika, kacang hijau, jamur shiitake, plum kering, tomat, labu...”

“Itu banyak sekali. Atau lebih tepatnya, kau hanya tidak menyukai sayuran.”

“Oh, jadi aku ketahuan, ya!” kata Hinako dengan senyum masam di wajahnya.

Dia benar-benar memiliki citra yang sangat berbeda dari saat dia berada di kelas. Jika Taisho atau Asahi-san melihatnya yang seperti ini, mungkin mereka akan sangat terkejut sampai jantung mereka seperti akan melompat keluar dari dada mereka.

Mengulurkan sumpitnya ke kotak bekal makan siangnya, Hinako mulai makan. Namun, makanan di antara sumpitnya tumpah dan berceceran.

“Kau menumpahkannya...”

“Mm?”

“Jangan cuman ‘Mm?’ aja...”

Aku mulai memahami pentingnya keberadaan seorang pengurus... Ini lebih seperti mengasuh daripada mengurus. Entah bagaimana, Hinako mampu berperilaku sempurna saat berada di depan orang lain, tapi saat dia sendirian, dia tidak mampu melakukan banyak sekali hal. Kalau dipikir-pikir, aku ingat bahkan ketika kami diculik, dia menumpahkan minuman dari botol air mineral.

“Suapin.”

Sambil membuka mulutnya, Hinako mengulurkan kotak bekal makan siangnya padaku. Nah, akan sayang sekali kalau isi bekalnya sampai tumpah kemana-mana. Dan karena tidak ada orang lain di sekitar kami, yah..., baiklah.

“...Nih, aaa.” aku mengambil lauk secara acak dan membawanya ke mulut Hino.

“Mmm.....tidak buruk.” kata Hinako, terlihat puas. “Kenapa kau tidak makan juga, Itsuki?”

“Kau benar.”

Atas saran Hinako, aku mengulurkan sumpitku ke kotak bekal makan siangku. Untuk saat ini, aku memutuskan untuk mencoba telur gulung, yang merupakan hidangan standar di kotak bekal makan siang.

“Nyam! Apa ini!? Enak sekali!”

Begitu aku menggerakkan sumpitku, aku jadi tidak bisa berhenti sampai habis. Daging, ikan, salad, semuanya terasa sangat enak.

“Yang mana favoritmu?”

“Favoritku ya..., Semuanya terasa enak, tapi jika aku harus memilih satu, maka itu adalah telur gulung yang kumakan di awal.”

“Kalau begitu, kuberikan ini padamu.”

“Eh?”

“Sebagai balasannya. Nah, aaa!”

Meletakkan telur gulung di antara sumpitnya, Hinako membawanya ke mulutku. Aku merasa sedikit malu dan enggan saat dia melakukan ini padaku, tapi di depanku, tidak ada tanda-tanda kalau Hinako merasa malu. Jadinya, aku tidak punya pilihan selain membuka mulutku dan memakan terlur gulung itu.

“...Apa rasanya enak?”

“Enak sih..., tapi apa kau yakin memberikannya padaku?”

“Tentu saja, lagian ‘kan aku adalah tuanmu. Jadi aku harus memberimu makan.”

“Memberiku makan, ya...”

“Selain itu, kalau kau sampai meraasa bosan denganku, aku yang akan bermasalah.”

Suaranya terdengar sedikit lebih serius dari biasanya. Mungkin itu hanya imajinasiku, tapi aku tidak bisa mengabaikannya, dan tiba-tiba, aku bertanya padanya.

“Ngomong-ngomong, sebelum aku menjadi pengurusmu, kau memiliki pengurus lain, kan? Kenapa orang itu sampai berhenti?”

“Entahlah?” Hinako memiringkan lehernya.

Kagen-san bilang orang itu berhenti karena stres, tapi yang tidak kuketahui adalah alasan orang itu menjadi stres.
 
“Berapa lama pengurus lamamu bekerja sebelum dia berhenti?”

“Mungkin, sekitaran dua minggu...”

“Eh.”

Itu jauh lebih singkat dari yang kukira.

“Yang sebelumnya lagi, kupikir sekitaran tiga minggu. Dan yang paling lama ada satu bulan.”

“...Apa kau tahu kenapa mereka sampai berhenti begitu cepat...?”

“Entahlah.”

Sama seperti sebelumnya, Hinako memiringkan kepalanya.

Dia tidak terlihat seperti dia menyayangkan itu, tapi dia sepertinya tidak peduli juga. Mungkin Hinako tidak terlalu peduli dengan pengurus yang selama ini mengurusnya.

“Padahal kupikir tidak ada pekerjaan lain dengan kesepakan yang sebagus ini.”

“...Kesepakatan yang bagus?”

“Ya. Karena ini adalah pekerjaan yang diberi tempat tinggal, maga tiga kali sehari, dan diatas itu, dibayar dua puluh ribu yen per harinya. Tentu ini banyak tekanannya, tapi ini adalah pekerjaan yang cukup bagus. Belajar di akademi juga sangat sulit..., tapi itu tidaklah buruk kalau kau berpikir bahwa dirimu akan menjadi orang yang berpendidikan...”

Di dunia ini, ada begitu banyak orang yang ingin belajar namun tidak bisa melakukannya. Terutama aku, yang hampir menjadi salah satu dari mereka. Bahkan saat di SMA-ku yang sebelumnya, aku bisa mendapatkan nilai yang bagus karena aku merasakan krisis ini.

“Bagaimana denganku?”

“Eh...?”

“Dalan kesepakatan yang bagus itu..., bagaimana denganku?”

Aku tidak yakin aku mengerti pertanyaan itu.

“Apa maksudmu...?”

“Muu~.” Mengembungkan pipiya, Hinako menampilkan wajah yang tidak puas.

“Menjadi penggali emas, apa kau tidak tertarik?”

“Tidak..., itu sedikit...”

Apa yang dia maksud adalah pernikahan sebagai penggali emas? Itu adalah keinginan yang tidak layak bagiku sebelum bertanya apakah aku tertarik atau tidak. Di tempat pertama, aku hanyalah seorang pengurus yang kebetulan menarik perhatian Hinako, dan alasan aku berada di akademi adalah karena identitas palsuku. Aku tidak benar-benar dalam posisi untuk berbicara secara setara dengan putri keluarga Konohana seperti ini.

“Itsuki, jangan sampai kau berhenti ya.”

“Saat ini, aku tidak berniat untuk melakukannya.”

Saat aku menjawab begitu, Hinako tersenyum lembut dan membaringkan badannya.

“Aku mau tidur.”

“...Kau mau bantal?”

“Mm.”

Karena ada pertukaran yang serupa ketika kami diculik, aku segera mengerti apa yang dia coba lakukan selanjutnya. Aku baru saja selesai makan siang, jadi aku menyimpan kotal bekalku dan membersihkan pangkuanku. Segera setelah aku melakukannya, Hinako meletakkan kepalanya di pangkuanku.

“Ehehehe—... ini kenyamanan yang luar biasa untuk tidur...”

“Terima kasih untuk itu...”

Menaruh kepalanya di pangkuanku, Hinako segera mulai bernapas dalam tidurnya. Melihatnya yang seperti ini, aku menyadari bahwa wajah Hinako dalam kondisi yang sempurna. Dia masih memiliki sedikit kepolosan di wajahnya, tapi dia jauh lebih cantik dari kebanyakan model.

Seorang siswa laki-laki yang sehat mungkin sangat senang dengan situasi ini. Tapi entah kenapa, bukannya bergairah, aku justru merasa tenang.

“Entah bagaimana, seperti tidak ada jarak di antara kami...”

Aku tidak berpikir ada jarak seperti sesuatu antara pria dan wanita. Tentunya, terkadang aku menyadarinya sebagai anggota lawan jenis, tapi aku yakin kalau Hinako tidak sepertiku, jadinya aku bisa mengendalikan diriku.

Aku diberi gelar pengasuh sederhana, tapi kenyataannya, hubungan itu tampak lebih misterius.

Namun... tingkat kenyamanannya tidak seburuk yang kukira.

“Hmm...?”

Tiba-tiba, aku merasakan getaran dari pangkal kaki kananku. Ponsel cerdas di sakuku sepertinya melaporkan panggilan masuk.

Di Akademi Kekaisaran, penggunaan ponsel dan komputer hanya diperbolehkan selama waktu istirahat. Rupanya, beberapa anak orang kaya sudah terlibat dalam pekerajaan perusahaan sekaligus menjadi seorang pelajar, dan ini sepertinya menjadi alasan untuk perlakuan ini. Memang benar, saat tiba waktunya istirahat, aku merasa seperti mendengar topik ‘day trade’ dari suatu tempat

“Shizune-san...?”

Aku menggumamkan nama di layar lalu mengangkat telepon.