
Bab 16
Identitas Dari Gadis Yang Memiliki Tatapan Tajam
Hari kedua kehidupan sekolahku di akademi.
Berganti ke seragam olahraga, kami para siswa berkumpul di gedung olahraga yang besar.
“Hari ini kita akan bermain bulu tangkis.” kata guru wanita yang bertanggung jawab atas pelajaran PJOK.
Di Akademi Kekaisaran, sekolah yang menghasilkan pengusaha dan politisi di masa depan, juga memiliki mata pelajaran PJOK. Sama seperti di SMA yang kuhadiri sebelumnya, mapel ini dilangsungkan kepada dua kelas secara bersamaan dan dibagi antara anak laki-laki dan perempuan. Saat ini, siswa-siswi dari Kelas 2A dan Kelas 2B berkumpul di gedung olahraga.
“Untuk perempuan, kalian bisa menggunakan sisi barat gedung, dan untuk laki-laki, kalian bisa menggunakan sisi timur gedung.”
“Baiklah, anak laki-laki, ayo kita pindah sekarang.”
Mengatakan itu, guru laki-laki yang bertanggung jawab atas pelajaran PJOK membimbing kami siswa laki-laki untuk segera berpindah tempat.
Dibandingkan dengan semua pelajaran yang sampai saat ini kulalui, aku merasa jauh lebih santai. Baik itu sekolah swasta yang bergengsi ataupun SMA umum yang biasa-biasa saja, konten pembelajarannya pasti akan hampir sama.
“Nishinari. Seperti yang kuduga, kau memiliki tubuh yang sangat baik.”
“Yah..., kadang-kadang aku melatih tubuhku.”
Sambil berjalan, aku mengobrol ringan dengan Taisho yang ada di sampingku. Kenyataannya, tubuhku yang seperti ini hanya dilatih oleh pekerjaan sambilan yang membutuhkan kekuatan fisik. Tentunya, sekarang aku sudah keluar dari pekerjaan seperti itu, tapi sekarang, Shizune-san memberikanku pelajaran bela diri. Aku tidak berpikir bahwa aku akan kesulitan dalam hal yang berhubungan dengan olahraga.
“Tapi tetap saja, gedung olahraga ini besar sekali, ya?”
“Yah, karena luasnya sekitaran 3000 meter persegi, kurasa itu memang cukup besar untuk sekedar gedung olahraga.”
Skala tersebut sangat berbeda dibandingkan dengan gedung olahraga yang dibangun di sekolah pada umumnya. Alih-alih gedung olahraga, ini lebih seperti aula besar untuk pengadaan acara atau pesta.
“Setelah selesai melakukan pemanasan, kita akan melakukan reli terlebih dahulu.”
Setelah melakukan pemanasan dan berlari tiga lap di tepi lapangan, latihan bulu tangkis segera dimulai.
Aku tidak tahu ini karena aku baru saja pindah ke akademi ini, tapi tampaknya, latihan bulu tangkis seperti ini sudah beberapa kali diadakan. Latihan segera menjadi lebih seperti pertandingan, lalu aku dan Taisho pergi ke tepi lapangan untuk menunggu giliran kami.
“......Fuuu.”
Berkat pelatihan dari Shizune-san, tubuhku tidak terasa kaku.
Jika itu adalah pelajaran PJOK, kupikir aku akan bisa mengikutinya dengan baik.
Ini adalah kehidupan sekolah yang sangat sulit bagiku dalam berbagai hal, tapi tampaknya, aku tidak perlu khawatir tentang masalah olahraga.
“Halo, Nishinari-kun.”
Tiba-tiba, sebuah suara memanggil namaku dari belakang. Ketika aku berbalik, di sana ada Asahi-san. Sepertinya dia merasa bosan saat menunggu gilirannya bermain bulu tangkis, jadinya, dia datang ke sini untuk menghabiskan waktu.
“Tadi aku melihatnya loh~ kau melakukannya dengan sangat baik.”
“Yah, aku tidak terlalu buruk dalam bidang olahraga. Sepertinya kau juga cukup pandai dalam berolahraga, Asahi-san?”
“Oh, apa kau melihatnya? Seperti yang kau katakan Nishinari-kun, aku juga cukup pandai dalam bidang olahraga.”
Asahi-san mengatakan itu dengan bangga, dan kemudian Taisho menanggapinya.
“Kau juga mahir dalam bermain skater ‘kan, Asahi.”
“Begitulah, bagaimanapun juga aku memiliki kepercayaan diri dalam keseimbanganku. Kau sendiri, Taisho-kun, bidang olahraga apa yang kau kuasai? Golf?”
“Kalau itu mah aku sangat pandai. Sejak aku masih kecil aku sering memainkannya dengan Ayahku,” kata Taisho sambil tertawa.
Saat aku mendengarkan percakapan mereka..., aku segera merasa cemas.
“Erm..., mungkinkah, di akademi ini kita juga akan mempelajari skater dan golf?”
“Ya, kalau sudah kelas 2, kita juga akan belajar olahraga polo.”
“Po-Polo...?”
Saat aku memiringkan kepalaku terhadap cabang olahraga yang tidak kuketahui itu, Asahi-san menjelaskan.
“Itu semacam olahraga berkuda. Kau nantinya akan menunggang kuda dan kemudian mengontrol bola dengan tongkat.” [Catatan Penerjemah: Lebih lengkapnya cek di sini.]
Menunggang kuda...? Menaiki kuda saja aku tidak pernah melakukannya dalam hidupku.
Aku terlalu naif.
Kupikir aku akan bisa mengikuti pelajaran PJOK dengan baik..., tapi tampaknya hal itu hanya berlaku untuk sekarang. Aku sama sekali tidak memiliki pengalaman dalam golf, skater, atau polo. Sepertinya aku tidak akan bisa lepas dari pelajaran yang akan diberikan oleh Shizune-san.
“Ada apa, Nishinari?”
“...Tidak ada apa-apa.”
Terhadapku yang merasa depresi, Taisho mengkhawatirkanku.
Menghela napas, aku melihat ke arah lapangan. Sepertinya aku masih punya cukup waktu sebelum giliranku tiba.
“Ngomong-ngomong, ternyata Akademi Kekaisaran juga memiliki desain yang sangat rumit untuk seragam olahraga mereka, ya?”
“Oh, tentang ini. Kudengar-dengar ini dirancang oleh salah satu alumni kita.” kata Asahi-san, sambil menunjuk ke kerahnya.
“Begitukah?”
“Ya. Orang itu sekarang menjadi murid dari seorang perancang busana yang terkenal di dunia. Jadi menurutku, desain ini akan datang dengan harga yang lumayan dalam waktu dekat.”
Whoa, ini dunia yang sangat luar biasa. Aku merasa ingin melarikan diri dari kenyataan. Aku memang khawatir tentang hal ini ketika aku menerima pekerjaan sebagai pengurus, tapi seperti yang kupikirkan, aku memang tidak pada tempatnya di Akademi Kekaisaran ini.
“Oh, itu Konohana-san.” kata Asahi-san, mengalihkan padangannya ke tengah lapangan di bagian barat gedung.
Di sana ada Hinako yang memegang raket di tangannya. Saat kok terlempar ke atas, Hinako memukulnya dengan sangat kuat. Kok itu kemudian jatuh ke sudut lapangan, dan Hinako memenangkan pertandingan.
“Konohana-san..., dia tidak hanya pandai dalam belajar, dia juga pandai dalam olahraga, ya.”
“Kau benar. Dirinya adalah apa yang kami para gadis juga sangat kagumi.”
Tidak hanya Taisho dan Asahi-san, siswa-siswi lain juga melihat ke arah Hinako dengan perasaan kagum.
Sebelumnya aku telah mendangar bahwa dia memiliki keterampilan yang baik dalam olahraga maupun akademis, dan tentunya, tidak ada keraguan bahwa dia memiliki kemampuan yang membuatnya pantas memiliki reputasi itu.
“Yah, jika itu adalah PJOK, tidak hanya Konohana-san saja yang ahli di dalamnya,”
Mengatakan itu, Taisho mengalihkan pandangannya dari Hinako ke arah siswi lain.
“Kau benar..., Miyakojima-san juga sangat luar biasa.”
Asahi-san mengangguk dan memperhatikan siswi itu juga.
Apa yang ada di ujung pandangan mereka adalah seorang siswi berambut hitam yang diikat. Dibandingkan dengan Hinako, dia memiliki sosok yang ramping dan tinggi untuk seorang gadis pada umumnya. Mata dan hidungnya sama bagusnya seperti Hinako, dan kecantikannya lebih seperti kecantikan dewasa.
Dengan gerakan kaki yang ringan, gadis itu memukul balik kok dan menjatuhkannya ke lapangan lawan. Gerakannya sangat baik sehingga bahkan seorang amatir pun bisa mengetahui bahwa dia sangatlah terlatih.
“Kau pasti tidak mengenalnya ‘kan, Nishinari-kun? Gadis itu adalah Narika Miyakojima. Meskipun tidak sampai di tingkat yang sama dengan Konohana-san, tapi di Akademi Kekaisaran ini, dia adalah orang yang cukup populer.”
“...Populer?”
“Seperti yang kau lihat, dia sangat ahli dalam olahraga. Dan menurutku pribadi, dia itu lebih baik daripada Konohana-san dalam bidang tersebut. Selain itu, dia juga salah wanita yang paling cantik di akademi.”
“Cantik. ya...”
Memang benar, di adalah wanita yang penampilannya sangat menarik dan bermartabat.
“Tapi, bagian yang paling mencolok darinya adalah...., tuh, coba kau lihat dulu.” gumam Asahi-san.
Latihan selesai dan gadis itu keluar dari lapangan. Pada saat itu, dua siswi yang tadinya menonton pertandingannya menghampiri gadis tersebut.
“E-erm! Miyakojima-san. itu tadi pertandingan yang sangat baik!”
“Kau benar-benar sangat mahir ya dalam berolahraga!”
Dengan suasana yang agak canggung, kedua siswi itu mencoba berbicara dengan gadis itu. Namun, gadis itu menatap kedua siswi itu dengan mata yang tajam seperti pisau,
“—Hah?”
“Hiii—!?”
Dengan suara yang agak menakutkan, dia mengintimidasi kedua siswi itu.
““M-Maaf!””
Merasa takut, kedua siswi itu melarikan diri dengan wajah yang pucat pasi.
Asahi-san, yang melihat adegan itu, menghela nafas kecil.
“Aku tidak benar-benar ingin mengatakan ini, tapi... Miyakojima-san itu agak menakutkan. Pada dasarnya, sepanjang waktu dia akan diam dan menampilkan ekspresi yang sangat kaku.”
“Ada banyak sekali rumor tentang dia, bukan? Seperti misalnya, di balik layar dia adalah anggota dari geng motor, atau juga bahwa keluarganya adalah yakuza.” ujar Taisho.
Dilihat dari sikap mereka berdua, tampaknya mereka lebih menganggap kalau rumor itu hanya sekedar rumor tidak berguna dibandingkan dengan sesuatu yang terasa lucu.
“Yah, itu hanyalah rumor, dan itu sama sekali tidak perlu dipercaya... Cuman ya itu tadi, dia seperti orang yang memiliki tembok yang mengelilingnya. Sebelumnya aku sudah beberapa kali memberanikan diri untuk mencoba berbicara dengannya, tapi dia selalu menghindar dengan mengatakan [Aku punya sesuatu yang mau kulakukan.]”
“...Jadi begitu ya.”
Akademi Kekaisaran adalah sekolah dimana hanya siswa-siswi terbaik yang bisa menghadirinya. Sesuatu seperti pembulian dan diskriminasi tidak ada di akademi ini. Namun meski begitu, tampaknya masih ada beberapa orang yang terasingkan seperti gadis itu.
“Nishinari, sudah saatnya giliran kita.”
Diberitahu begitu oleh Taisho, aku menuju ke lapangan.
Seperti itu, pelajaran PJOK berlangsung tanpa hambatan.
---
Setelah mengganti seragam olahragaku ke seragam normal, sekarang aku dalam perjalanan kembali ke ruang kelas.
Untuk berjaga-jaga, aku menyempatkan diriku untuk mengecek situasinya Hinako. Saat ini dia sedang berjalan sambil ditemani oleh beberapa siswi lain. Bagi dirinya, adalah suatu kewajaran untuk dikerumuni seperti itu.
Yah, kurasa selain istirahat panjang seperti istirahat makan siang, menurutku aku tidak perlu terlalu khawatir dengannya saat jeda singkat antar mapel seperti ini.
“...Ah.”
“Ada apa, Nishinari?”
“Maaf. Sepertinya sepatu olahragaku ketinggalan di ruang ganti, aku mau mengambilnya dulu.”
Berpisah dari Taisho, aku kembali ke ruang ganti. Aku terlalu mengkhawatirkan Hinako sampai-sampai aku menjadi tidak peduli pada diriku sendiri.
“Oh, itu dia.”
Begitu aku membuka pintu ruang ganti, aku segera menemukan sepatu olahragaku yang terletak di atas meja.
Nah, sekarang aku harus cepat-cepat kembali ke kelas sebelum pelajaran berikutnya segera dimulai.
Saat aku bergegas pergi dari ruang ganti dan keluar dari pintu—
“~!?”
“...~!?”
—Aku hampir menabrak seorang gadis.
Merasa sedikit terkejut, kami saling memandang untuk sejenak.
“Apa kau baik-baik saja?”
“Iya, maaf ya...”
Sambil meminta maaf seperti itu, aku melihat wajah gadis itu, dan—ekspresiku segera menjadi kaku.
Gadis yang berdiri di sana adalah gadis yang sebelumnya menjadi topik pembicaran, Narika Miyakojima.
“B-Baiklah, aku permisi dulu...”
Berusaha sebaik mungkin untuk bersikap secara alami, aku berbalik memunggunginya.
Aku mencoba untuk kembali ke kelas secepat mungkin, tapi kemudian, gadis itu meraih lengan bajuku dan menahanku.
“Hei.” Aku bisa mendengar suara gadis itu. “Jangan bilang..., kau adalah..., Itsuki?”
Rasa dingin dengan segera merambat di punggungku. Dengan takut-takut, aku menanggapi gadis itu.
“K-Kau salah orang.”
“Tidak, tidak, tidak, tidak! Kau pasti Itsuki! Aku yakin aku tidak salah, kau pasti Itsuki!”
Wajahnya tersenyum dan nada suaranya meninggi saat gadis itu menatapku dengan mata yang berbinar.
“Uuuuaaaaa..., Itsuki~!!”
Dengan air mata di sudut matanya, gadis itu mendekatiku dengan tangan yang terentang.
“Aku sangat merindukanmu~, Itsuki~!!”
“Guhe!?”
Dia memelukku dengan sangat erat.