MrJazsohanisharma

Saijo no Osewa Volume 1 - Bab 22

Bab 22
Ojou-sama yang ikut bergabung


Hari ketiga kepindahanku di akademi.

Saat pelajaran kedua berakhir dan memasuki waktu jeda, Taisho dan Asahi-san menghampiriku.

“Nishinari, apa kau sudah mulai terbiasa dengan pelajaran di akademi ini?”

“Tidak terlalu..., masih sama seperti biasanya, aku hampir tidak bisa mengikuti materinya.”

“Yah, kurasa memang tidak mudah untuk menjadi teribasa~”

Terhadapku yang tertawa getir, Asahi-san tersenyum kepadaku.

“Ngomong-ngomong, Nishinari, bagaimana kalau kita pergi nongkrong bareng sepulang sekolah hari ini? Aku tahu kalau sebelumnya kau mengatakan bahwa kau harus pulang lebih awal, tapi tidak apa-apa ‘kan kalau cuman pergi sesekali?”

Terhadap pertanyaan Taisho, aku menjawabnya sambil tersenyum.

“Hari ini aku tidak sibuk kok, jadi kupikir aku bisa pergi nongkrong dengan kalian.”

“Ooh, bagus dong kalau begitu!”

Sebagai hasil dari pembicaraanku dengan Shizune-san tempo hari, aku diperbolehkan untuk pergi nongkrong saat sepulang sekolah asalkan aku melapor kepadanya lebih dulu. Yah, aku akan melaporkannya sebelum waktu istirahat makan siang nanti.

“Apa ada tempat yang ingin kau kunjungi, Nishinari-kun? Kalau tidak ada, biar kami yang putuskan tempatnya.”

“Hmm..., kupikir akan lebih baik untuk menyerahkan masalah tempat kepada kalian.”

Aku tidak tahu banyak tentang di mana biasanya siswa-siswi Akademi Kekaisaran akan menghabiskan waktu mereka saat sepulang sekolah. Karenanya, kuputuskan untuk menyerahkannya pada mereka berdua sehingga aku tidak membuat kekacauan.

Kemudian, Taisho dan Asahi-san saling memandang dan berdiskusi.

“Bagaimana nih, Taisho-kun? Karena ini adalah perjalanan yang tidak sampai satu hari, kita tidak bisa pergi ke luar negeri, kan?”

“Kalau ke Bali jaraknya hanya tiga jam dalam sekali jalan..., tapi meskipun kita hanya pergi makan malam dan langsung pulang, hari ini mungkin sudah akan berlalu. Kupikir lebih baik tempatnya di sekitaran Jepang saja.”

“Hmm, kalau begitu, bagaimana kalau ke Kyoto? Di musim-musim seperti ini, rebung bambu yang disediakan di Kyoto rasanya sangat enak.”

“Kyoto, ya? Oke, di sana aku juga mengetahui restoran yang bagus.”

Saat aku mendengar mereka berdua mendiskusikannya dengan santai..., aku langsung bersimbah keringat dingin.

Astaga, aku benar-benar telah melupakannya. Begini-begini, dua orang ini adalah pelajar yang elit.

“E-erm, meskipun hari ini aku punya waktu luang, aku tetap harus sudah pulang saat hari sudah malam, jadi kalau bisa, aku ingin tempat yang dekat-dekat saja...”

“Begitukah? Kalau begitu memang sebaiknya untuk tidak usah memilih tempat yang jauh-jauh.” seru Taisho saat dia mengangguk.

Astaga, kalau saja aku tidak menyela mereka di sini, bisa-bisa aku akan pergi ke Kyoto sepulang sekolah nanti.

“Kalau begitu, bagaimana dengan kafe yang ada di akademi? Hidangannya enak-enak dan itu adalah tempat yang bagus untuk ngobrol-ngobrol, bukankah begitu?”

“Ah, itu memang tempat yang bagus.”

Di samping Taisho yang menganggukkan kepalanya, aku memiringkan kepalaku.

“Jadi gini, akademi ini memiliki beberapa kafe yang disiapkan untuk pengadaan acara pesta teh. Beberapa di antaranya cukup otentik, tapi karena kafe-kafe itu berada di dalam adakemi, kau tidak memerlukan kode etik berpakaian. Selain itu, kafe-kafe itu cukup populer di kalangan siswa-siswi, tahu?”

“Jadi begitu ya..., aku tidak tahu kalau ada tempat seperti itu.”

Tapi tetap saja, jika itu adalah kafe yang formal, yang namanya etiket tetap masih harus diperhatikan. Shizune-san telah mengajariku tentang etiket, tapi aku masih merasa gugup.

“Yah, karena tujuan kita nongkrong adalah supaya kita bisa lebih mengenal satu sama lain, jadi alangkah baiknya jika itu adalah tempat dimana kita bisa berbicara dengan santai. Kafe yang ada di sebelah kantin harusnya tidak masalah, kan?”

“Kau benar.” serus Asahi-san, setuju dengan saran Taisho.

Dalam hatiku, aku berterima kasih pada Taisho. Aku senang aku tidak harus pergi ke kafe yang formal.

“Cuman ya, rasanya mungkin agak sepi kalau hanya kita bertiga.”

“Kau benar~ Kuharap kita bisa mengajak beberapa orang lagi.”

“Nishinari, kalau kau punya kenalan yang bisa kau ajak, maka ajak saja mereka, oke?”

“Hmm..., baiklah, aku akan memikirkannya.”

---

Waktu istirahat makan siang.

Saat ini, aku sedang makan siang di atas atap bersama Hinako.

“Itsuki..., selanjutnya, rumput laut.”

“Ya, ya.”

Dengan menggunakan sumpit, aku amengambil sepotong rumput laut dari kotak bekal makan siang dan membawanya ke mulut Hinako.

Nyam..., rasanya lumayan enak.”

Lah, ini enak sekali, tahu!

Putri dari kelurga Konohana emang beda dari yang lain, indra perasannya berlevel tinggi.

“Hei..., setidaknya kalau cuman makan, kenapa kau tidak makan sendiri saja?”

“Tidak mau...”

“Kalau kau bisa berakting, itu berarti kau bisa makan sendiri jika kau mau, kan?”

“Lakukan pekerjaanmu.”

Ya ampun, akan sulit untuk membantahnya jika dia mengatakan itu. Saat Hinako mengunyah makanannya, aku mengganti sumpit dan memakan bekalku sendiri.

“...Itsuki.”

“Ada apa?”

“Apa hari ini kau akan pergi nongkrong...?”

“Daripada disebut nongkrong, aku hanya pergi ke kafe dengan teman sekelasku...”

“Aku juga akan bergabung dengan kalian.” dengan nada yang datang, Hinako mengatakan itu. “Kalau kau mau pergi, aku juga akan pergi.”

“Mengenai itu..., aku sih tidak keberatan, tapi apa kau sudah mendapatkan izin dari Shizune-san?”

“...Aku akan meminta izinnya sekarang.”

Mengatakan itu, Hinako mengeluarkan ponselnya dari sakunya. Dengan cara yang tidak biasa, dia mengoperasikan ponselnya dan kemudian menempelkannya ke telinganya.

[Ojou-sama? Apa ada sesuatu yang bisa kulakukan untukmu?]

Karena dia melakukan panggilan tepat di sampingku, aku bisa mendengar suara Shizune-san dari ponselnya.

“Aku nanti mau pergi ke pesta teh bersama Itsuki.”

[......Dimengerti. Sejak awal, aku memang berencana untuk menyesuaikan kegiatan kita dengan rencana Itsuki-sama hari ini. Karenanya, tidak ada masalah jika Ojou-sama juga mau berpartisipasi.]

Mendapatkan izinnya jauh lebih mudah daripada yang kupikirkan.

Sama sepertiku, Hinako tidak terlalu banyak bersosialasi. Tampaknya telah diasumsikan sampai batas tertentu bahwa Hinako akan memiliki rencana saat sepulang sekolah.

[Tapi, Ojou-sama. Apa anda yakin dengan ini? Bukankah anda sudah hampir mencapai batasan anda...]

“......Tidak apa-apa.”

Di akhir, aku mendengar percakapan yang tidak terlalu kumengerti maskdunya, tapi Hinako dengan segera menutup panggilan tersebut. Dia kemudian menyimpan kembali ponselnya, lalu menatapku.

“Nah, dengan begitu aku sudah mendapatkan izin.”

“Baiklah. Ngomong-ngomong, sejauh ini anggotanya adalah Taisho dan Asahi-san, apa kau mengenal mereka?”

“...Aku kenal kok..., tapi hanya nama mereka saja yang kukenal.”

Terhadap jawaban yang samar-samar itu, aku mengerutkan keningku. Aku ingin tahu, apa dia akan bisa melakukan percakapan yang baik dengan orang yang hanya namanya saja yang dia kenal?

“Erm..., kau tidak perlu memaksakan dirimu untuk berpartisipasi, loh? Ini cuman sekedar nongkrong dan ngobrol-ngobrol saja, dan jika kau tidak berpikir kalau ini akan menyenangkan, akan lebih untuk tidak usah bergabung.....”

“......Kalau kau pergi, aku juga aka pergi.”

Itu alasan yang cukup sulit untuk diterima, tapi jika dia memang mau bergabung, kupikir itu tidak ada salahnya.

Waktu istirahat makan siang akan selesai, dan sambil menjaga jarak, aku dan Hinako kembali ke kelas satu per satu.

“Oke, dengan begini sudah ada ada empat orang...”

Kami berempat; aku, Taisho, Asahi-san dan Hinako akan berkumpul untuk menghadri acara pesta teh (aku akan menyebutnya begitu  karena tidak ada cara lain untuk menyebutnya lebih formal) saat sepulang sekolah. Kupikir kami berempat saja sudah cukup, tapi..., saat aku memikirkan tentang siapa lagi yang dapat kuajak, seseorang muncul di benakku.

“Nah, karena dia bilang dia menjalin pertemanan..., kupikir sebaiknya aku mengajaknya.”

Aku pergi untuk menemui gadis yang kikuk dan kesepian.