[WN] Yujinchara no Ore ga Motemakuru Wakenaidaro? Volume 3 - Bab 17

Bab 17
Meja Makan Kari


Sedikit lebih dari satu jam kemudian, kami dengan mantap mencapai tujuan kami, yaitu gedung sekolah.

Di tempat tujuan, Yamamoto-san berseru ‘Kerja bagus’ dan membagikan cangkir teh barley kepada kami. Beberapa saat kemudian, tim OSIS juga sampai. Yamamoto-san kembali membagikan minuman dan mengumpulkan kertas penyelesaian tugas dari masing-masing tim.

Karena hanya ada dua tim, Yamamoto-san dengan cepat memberikan penilaian di tempat dan bergumam dengan gembira, “Sip, kedua tim mendapatkan nilai sempurna.” Kemudian dia melanjutkan, “Kalau begitu, masalah waktunya... tim Makiri-sensei selesai dalam 1 jam 28 menit 48 detik!”

Kami cukup terkejut dengan hasilnya. Itu luar biasa, kami menyelesaikannya mendekati waktu yang ditentukan. Saat aku memikirkan itu.

“Tapi tim OSIS bahkan lebih luar biasa! Tepat 1 jam 30 menit! Selamat atas kemenangan yang tak terbantahkan ini!”

Setelah Yamamoto-san mengatakan itu, dia bertepuk tangan.

Aku tahu bahwa itu tidak selalu mungkin untuk dapat selesai dalam waktu yang tepat.  Itu mungkin hanya kebetulan... tapi tim Ike memang hebat. Aku melihat ke arah OSIS yang bahagia dan bertepuk tangan, berpikir bahwa mereka pasti telah meningkatkan kemampuan mereka untuk bekerja sama.

Hari sudah menjelang malam. Kami pindah ke halaman, tempat acara kedua akan dimulai.

“Kalau begitu, semuanya. Kita akan mulai menanak nasi.” seru Makiri-sensei kepada kami.

Untuk makan malam, kami akan membuat kari dan salad.

“Kami sudah menyiapkan bahan-bahan serta kayu bakar, tapi harap dicatat bahwa kayunya perlu dipotong-potong terlebih dahulu, jadi harap hati-hati. Jika kalian tidak tahu cara menyalakan api, tanyakan saja itu pada Yamamoto-san.”

“Aku akan mengawasi pemotongan kayu dan penyalaan api.” kata Yamamoto-san ketika Makiri-sensei mengalihkan pandangannya ke arahnya.

“...Kalau begitu, aku menunggu kalian membuat kari yang enak.” ucap Makiri-sensei sambil tersenyum lembut.

Kemudian, kami berkumpul untuk memutuskan pembagian peran.

“Sekarang, tentang pembagian peran, apa yang harus kita lakukan?” tanya Ike.

“Pertama, kita bagi menjadi dua kelompok; kelompok kari dan penanak nasi. Tanaka-senpai dan Tomoki-san akan memotong kayu. Sementara itu, Suzuki-san akan membilas beras, dan setelah beras dikukus, Tomoki-san yang akan mengawasinya. Kemudian, Tanaka-senpai dan Suzuki-san akan membuat salad... Bagaiamana kalau seperti itu?”

Ketika Tatsumiya mengusulkan,

“Aku setuju dengan Tatsumiya-san.”

“Aku juga tidak keberatan dengan itu”

Tanaka-senpai dan Suzuki langsung setuju dengan usulan tersebut.

“...Mmh.”

Hanya Touka yang menatapku dengan ekspresi enggan.

“Ada apa, Touka?”

Touka pernah membuatkanku bekal makan siang, jadi tentunya dia bisa memasak. Tapi kenapa dia terlihat cemas seperti itu?

...Atukah dia merasa enggan untuk terus bersama Tatsumiya?

“...Tidak, tidak apa-apa. Aku tidak punya masalah dengan pembagian peran ini.”

“Kalau begitu, ayo mulai memasak sekarang.”

“Terima kasih, Ketua, Touka-san.” seru Tatsumiya kepada Ike dan Touka dengan ekpresi terpesona.

Kalau dipikir-pikir, gadis ini membuat keputusan pembagian peran dan berhasil membuatnya merasa diuntungkan...

Aku jadi kagum dengan kelicikan Tatsumiya.

Kemudian, di bawah pengawasan Yamamoto-san, aku memotong kayu bakar dengan Tanaka-senpai dan setelah itu menyalakan api.

“Oh, Tomoki-kun. Kau pandai menyalakan api. Apa kau punya hobi di luar ruangan?”

“Tidak. Aku hanya mengetahuinya dari manga. Tampaknya itu berhasil dengan baik.”

Sebagai hasil dari memanfaatkan sepenuhnya pengetahuan yang kuperolah dari manga Yuru Camp, Tanaka-senpai menjadi terkesan.

“Jadi begitu.”

“Kau benar-benar ahli Tomoki-kun. Tanaka-senpai adalah tipe dalam ruangan, jadi wajar kalau dia tidak terlalu ahli...”

Suara itu milik Suzuki, yang membawa penanak nasi. Dia dengan lembut menepuk bahu Tanaka-senpai dan berkata “lakukanlah yang terbaik.”

“Kata-katamu cukup kejam... Baiklah, mari kita mulai membuat salad sekarang.”

“Kau benar. Kalau begitu, kuserahkan yang di sini padamu Tomoki-kun.”

Mengatakan itu, mereka pergi ke dapur. Mereka benar-benar akrab. Kalau dipikir-pikir, mereka berdua duduk bersebelahan di dalam mobil... Apa mereka berpacaran?

Dengan pemikiran tersebut, aku melihat mereka berdua menjauh, dan kemudian berbalik melihat ke arah api.

Kemudian, kari selesai dibuat.

Kami semua, termasuk Yamamoto-san, menikmati kari itu.

Apa-apaan ini, rasanya enak sekali.

Meskipun cara masaknya biasa saja, kari yang disajikan sangat enak, kuduga ini mungkin karena keahlian Ike dalam mengolah bahan.

“Kau bahkan pandai masak ya, Ketua... Hebat banget.”

Tatsumiya bergumam seperti itu dengan ekspresi gembira, jadi kurasa dugaanku benar.

Setelah itu, kami berganti-gantian untuk mandi (sepertinya tidak ada fasilitas bagus seperti pemandian umum yang besar) dan memiliki waktu luang sampai waktunya untuk tidur.

Anggota lain tampaknya sedang memainkan permainan papan yang disiapkan oleh Tanaka-senpai di salah satu ruangan, tapi aku memutuskan untuk pergi keluar.

Suhu di sini jauh lebih sejuk dibanding siang hari. Aku menatap ke arah langit berbintang, mendengarkan kicauan-kicauan serangga. Bintang-bintang berkerlap-kerlip, dan Segitiga Musim Panas adalah yang paling menonjol dari semua bintang itu.

Melihat-lihat seperti itu, aku merasa lelah.

Kelelahan fisik bukanlah masalah besar. Namun, aku tidak pernah bersama orang-orang sepanjang hari seperti ini sebelumnya. Bagaimanapun juga, aku selalu sendirian ketika ada acara-acara seperti ini di SD dan SMP.

Meskipun semuanya menyenangkan, aku tidak terlalu yakin bagaimana cara menanganinya. Mungkin itulah yang membuatku menjadi lelah. Berpikir seperti itu,

“Dingin!”

Sebuah kaleng yang dingin menempel di pipiku.

“Ahahaha, bukankah kau terlalu terkejut, Senpai?” Itu adalah Touka. Dia duduk di sampingku setelah mengatakan itu. “Ini untukmu. Tidak ada kopi, jadi ini jus.”

“Oh, terima kasih.”

Mengatakan itu, aku menerima kaleng yang ditawarkan kepadaku.

“Kalau begitu, bersulang.”

Dan kemudian, Touka mengangkat kalengnya untuk bersulang. Aku pun melakukan hal yang sama dengannya.

Menyesap jusnya, Touka melihat ekspresiku dan kemudian bertanya.

“...Apa kau lelah, Senpai?”

“Ya, sedikit.... Kau sendiri, apa kau yakin tidak berkumpul bersama semua orang?”

Saat aku bertanya, Touka tersenyum lembut lalu berkata.

“Tidak apa-apa. Lagian kan aku bukan anggota OSIS. Selain itu... aku ingin berbicara lebih banyak dengan Senpai.”

Mendengar perkataannya membuatku tersenyum. Meskipun Touka adalah ahlinya bersosial, mungkin dia juga merasa sedikit lelah.

“Ngomong-ngomong, sepertinya kau merasa enggan berada di kelompok yang membuat kari, apa kau benar-benar tidak suka untuk bersama Tatsumiya?”

“Yah, itu... apa kau ingin mendengarnya?”

Touka mengarahkan pandangan provokatif ke arahku.

“Kalau kau tidak keberatan.”

“Aku maunya bekerja dengan Senpai, tapi ketika aku berpikir misalnya aku tetap dekat denganmu, aku mungkin akan menghalangimu untuk bergaul dengan orang lain.” Dia mengatakan itu dengan ekpresi yang sangat bangga, dan kemudian, “...Apa kau merasa bahagia?” dia bertanya dengan senyum mengejek.

“...Itu berarti kau tidak keberatan jika bersama Tatsumiya?”

“Issh, kau ini kejam sekali Senpai! Kau tadi harusnya jujur dan bilang kau bahagia, sungguh, gak imut banget! ...Yah, memang benar, aku sedikit enggan untuk bekerja dengan orang itu.”  

Touka mengungkapkan perasaannya yang sebenarnya. Kemudian, dia terdiam dan tiba-tiba menatap langit malam. Aku mengikutinya dan melihat ke atas langit juga. Kami melakukan itu untuk sementara waktu.

“...Aku senang, aku bisa datang ke sini juga.” gumam Touka, lalu dia melanjutkan dengan perlahan. “Aku tidak bisa ikut pergi piknik sekolah dengan Senpai... Jadi aku sangat senang bisa menginap bersama seperti ini.”

Mendengar suaranya yang serius, aku melihat ke arah Touka yang duduk di sampingku. Dia pun menatap lurus ke arahku.

“Apa kau bersenang-senang, Senpai?” tanya Touka sambil tersenyum.

Melihat senyumannya itu, aku menjadi malu.

“Aku bersenang-senang kok. Aku yakin itu karena adanya dirimu, Touka.”

Kemudian aku meletakkan tanganku di atas kepala Touka dan menepuknya dengan lembut. Bahunya sedikit tersentak, dan kemudian dia menunduk sebentar.

Lalu, sambil menatapku, “Senpai, kau pasti mencoba untuk menggodaku, kan? Apa kau akhirnya jatuh cinta padaku?” Touka mengatakan itu dengan suara yang mengejek.

Aku mengangkat bahuku saat dia mengejekku seperti itu.

“Tidak seperti itu tahu.”

Mengatakan itu, aku mencoba melepaskan tanganku. Namun, aku tidak bisa melepaskannya karena Touka meletakkan tangannya di atas tanganku.

Ada apa?

Berpikir begitu, saat aku melihat Touka, dia mengalihkan pandangannya dan bergumam.

“...Biarpun tidak seperti itu, aku tetaplah pacarmu. Selain itu, sesekali aku akan mengizinkanmu menepuk-nepuk kepalaku seperti ini.”

Perkataan Touka membuatku bahagia. Kepercayaan darinya membuatku merasa nyaman.

“Ya, tolong izinkan aku melakukannya sesekali.”

Setelah menjawab begitu, aku melihat ke langit berbintang lagi dalam diam.

Anehnya, rasa lelah yang kurasakan sebelumnya hilang sebelum aku menyadarinya.


5 Comments