
Bab 14
Pria yang lebih muda
“Tomoki-kun, apa kau tahu mengapa kau dipanggil ke sini?”
Tatapan yang tajam dan suara tegas Makiri-sensei diarahkan kepadaku.
Untuk pertama kalinya setelah sekian lama, aku mengingat kembali fakta bahwa dia adalah guru yang ditakuti di sekolah karena sikapnnya yang tegas. Namun demikian, aku menjawab pertanyaannya dengan jujur.
“...Aku sama sekali tidak tahu.”
Mendengar kata-kataku, dia menghela nafas.
Aku benar-benar tidak tahu mengapa aku dipanggil ke sini, jadi untuk sekarang, kuputuskan menceritakan bagaimana situasinya bisa menjadi seperti ini dalam monologku.
Sekarang adalah waktu istirahat makan siang. Aku berada di ruang konseling, duduk menghadap Makiri-sensei.
Selama jeda antara pelajaran sebelumnya, aku bertanya pada Makiri-sensei tentang apakah dia bisa melihat orang yang lebih muda darinya dalam pandangan romansa, dan aku yakin saat itu wajahnya menjadi merah cerah. Tapi kemudian, tanpa menjawab pertanyaanku, dengan tatapan yang tajam dia berkata, [Istirahat makan siang nanti, datanglah ke ruang konseling].
Ngomong-ngomong, tadi aku memberitahu Touka kalau hari ini juga aku tidak bisa makan siang bersamanya, dimana itu membuatnya jadi tidak senang. Menilai dari suasana hatinya itu, tampaknya kami harus singgah di suatu tempat lagi saat sepulang sekolah nanti.
Nah, mengesampingkan perihal itu, saat aku mencoba memikirkan alasan mengapa aku dipanggil, aku masih tisak bisa menemukan jawabannya.
“...Apa kau benar-benar tidak tahu?” gumam Makiri-sensei, dengan ekspresi imut dan gelisah yang jarang dia perlihatkan di sekolah.
“Ya, aku benar-benar tidak tahu...”
Saat aku menjawab seperti itu, Makiri-sensei langsung memelototiku tanpa menyembunyikan rasa kesalnya.
...Aku mengerti, tampaknya aku telah melakukan sesuatu yang salah tanpa aku menyadarinya. Namun demikian, aku tidak ingat kalau aku ada melakukan sesuatu yang salah, apalagi melakukan sesuatu yang menyebabkan timbulnya rumor.
Satu-satunya hal yang berbeda dari yang biasanya kulakukan adalah bertanya pada Makiri-sensei tentang apakah dia dapat melihat orang yang lebih muda darinya dalam pandangan romansa..., tapi, saat aku mengingat itu, aku akhirnya menyadari sesuatu.
Aku kemudian kembali ke kenyataan dari renunganku dan melihat ke arah Makiri-sensei yang duduk di depanku. Dia memasang ekspresi serius dan terus menatap tajam ke arahku, tapi setelah kami melakukan kontak mata selama beberapa detik, dia mengalihkan pandangannnya dan menunduk karena malu.
Tampaknya yang kusadari itu memang benar.
Berpikir demikian, aku menundukkan kepalaku ke arah Makiri-sensei dan berkata...,
“Maaf, menanyakan sesuatu seperti itu tampaknya memang pelecahan seksual, kan? Lain kali aku akan lebih berhati-hati.”
Jika dipikirkan dengan normal, bertanya kepada seorang wanita tentang pandangan romansanya adalah pelecehan seksual.
Aku merasa kesal dengan ketidakpekaanku, dan meminta maaf pada Makiri-sensei.
Kemudian...,
“BUKAN ITU!!”
Berbanding terbalik dengan ekspresinya sebelumnya, Makiri-sensei memejamkan matanya dengan imut dan meneriakkan itu seperti anak kecil yang sedang kesal.
Menyadari bahwa suaranya cukup keras, Makiri-sensei langsung menutup mulutnya dengan kedua tangannya, dan kemudian menatapku dengan canggung.
Tapi, jika dia bilang begitu, tampaknya apa yang tadi kutanyakan kepadanya bukanlah pelecahan seksual. Aku merasa lega tentang itu, tapi kemudian aku tidak tahu mengapa aku dipanggil ke ruang konseling.
Tapi tetap saja, aku memang sering melihat Makiri-sensei yang tampil ceroboh seperti ini di luar sekolah, namun hal ini jarang terjadi saat dia berada di sekolah.
Sudah sejak beberapa waktu ini, wajahnya tampak memerah..., mungkinkah, dia ada mengkonsumsi alkohol?
Tidak, sebagai anggota masyarakat, tidak mungkin kalau dia akan melakukan itu di sini. Aku tidak bisa membayangkan kalau Makiri-sensei akan melakukan sesuatu seperti itu.
Jika demikian, satu-satunya hal yang dapat kupikirkan adalah bahwa dia sedang sakit. Kalau memang seperti itu, maka itu akan menjelaskan keanehan dari tingkahnya dan wajahnya yang merah cerah.
“Mungkinkah kau kena demam musim panas, Sensei? Apa kau baik-baik saja?” tanyaku, saat aku mengintip dalam ekspresinya.
“Hm, memangnya apa yang terjadi hingga membuatmu jadi khawatir tentang itu...?” seru Makiri-sensei, dengan ekspresi putus asa di wajahnya.
Cuman masalahnya, aku tidak bisa memikirkan hal lain lagi selain itu. Bahkan sekarang pun aku masih merasa khawatir dengan Makiri-sensei, tapi saat aku hanya menatap ke arahhnya...,
“...Kau benar-benar tidak tahu, ya?”
Haaa, dia menghembuskan nafas dengan lembut. Kemudian dia membuka mulutnya, dengan kelopak mata yang tertunduk dan malu.
“Yah, tidak apa-apa lah kalau kau memang tidak tahu. Jadi..., kau bertanya tentang apakah aku bisa melihat orang yang lebih muda dariku dalam pandangan romansa, kan?”
“Eh, ya. Itu benar...., eh? Apa kau akan menjawab pertanyaanku?”
“Ya, lagipula kau telah banyak membantuku..., dan kali ini..., istimewa, oke?” katanya, saat dia tercengang dan menutupi multunya sendiri dengan satu tangan.
Kemudian, dengan agak gugup, dia membuka mulutnya.
“Jika pihak lain adalah anggota masyarakat dan bekerja, dan orang itu hanya dua atau tiga tahun lebih muda, maka tidak ada salahnya untuk terlibat dalam asmara. Tapi..., jika pihak lain adalah siswa SMA, aku tidak berpikir kalau aku harus melihat itu orang dalam pandangan yang romantis.”
Meksipun ia adalah wanita yang kikuk dan imut, tapi tetap saja Makiri-sensei adalah anggora masyarakat yang bijaksana. Karenanya, tidak mengherenkan jika dia berpikir demikian.
“Tapi...”
Setelah beberapa saat, Makiri-sensei melanjutkan perkataannya.
“Jika kau mencintai orang itu, maka yang namanya perbedaan usia..., sama sekali tidak menjadi masalah..., itulah yang kupikirkan.”
Ekspresi wajahnya tampak merasa puas, dan juga tampak sangat tenang dan lembut.
Perbedaan usia tidak masalah.
Sebanarnya, aku sendiri berpikir kalau ini adalah kata-kata yang akan Makiri-sensei katakan. Bagaiamanpun juga, dirinya adalah orang yang akan melihat orang lain melalui esensi diri mereka terlepas dari penampilan mereka.
Entah kenapa, aku merasa senang bisa mengetahui itu.
“...Itu sangat khas dari dirimu ya, Makiri-sensei.”
Tanpa sengaja, aku bergumam demikian.
“T-Tapi, meskipun aku mengatakan kalau perbedaan usia tidak menjadi masalah, tetap saja menurutku itu tidak boleh untuk berpacaran secara resmi dengan siswa yang masih sekolah. Aku tidak tahu mengapa kau menanyakan pertanyaan itu kepadaku..., tapi, itulah yang kupikirkan.”
Terhadap kata-katanya, sekali lagi, aku berpikir bahwa itu memang khas dari dirinya.
☆
Kemudian, sekali lagi aku meminta maaf dan berterima kasih kepada Makiri-sensei.
Setelah Makiri-sensei memperbolehkanku untuk pergi, aku meninggalkan ruang konseling dan berniat ingin kembali ke kelasku. Tapi di tengah perjalanan ke kelas, aku memutuskan untuk mampir ke ruang OSIS dulu kalau-kalau Tatsumiya ada di sana.
Saat aku sampai di depan ruang OSIS, aku mendengar ada suara berisik dari dalam ruangan tersebut. Tampaknya, ada orang lain di dalam ruangan ini. Karena hari ini Ike, Asakura, dan yang lainnya sedang makan di kelas, jadi kemungkinan besar orang yang ada di dalam ruangan ini adalah Tatsumiya.
Dengan pemikiran itu, aku mengetuk pintu ruang OSIS.
“Ya.”
Suara seorang gadis menjawab dari dalam.
...Apa itu Tatsumiya?
Seiring merasa bingung dengan respon yang tidak seperti dirinya saja, aku membuka pintu.
Di sana, ada seorang siswi bertubuh mungil.
Dia..., bukanlah Tatsumiya Otome.
“Oh, ada apa, Junior-kun? Apa ada hal yang ingin kau lakukan di ruang OSIS??
Itu adalah Taketori-senpai, yang sedang menyantap bekal makan siangnya sendirian.