Maou Gakuin no Futekigousha Volume 4 - Bab 48

Bab 48
Bunga Air Mata


Setelah pohon besar Eniyunien lahir, Reno memandu kami memasukinya. Bagian dalam pohon sebagian besar sudah dilengkapi dengan hal-hal yang ada di zaman shir, seperti ruang kelas, tangga Guniel, dan Koridor Awan.

Kastil kecil di atas pohon besar itu sepertinya digunakan sebagai tempat tinggal Reno. Dua ribu tahun kemudian, Raja Roh yang akan menempatinya, tapi mungkin itu adalah kastil tempat penguasa Aharthern tinggal.

Setelah kembali ke ruang kelas yang dipenuhi tunggul, dia berkata.

“Untuk sementara ini, kurasa hanya itu yang bisa kita lihat-lihat. Tempat ini besar, jadi masih ada banyak ruangan lain, namun sisanya bisa kalian tanya-tanya saja pada Eniyunien. Dan juga, karena mata sihir Eniyunien bersiaga, kekerasan apapun tidak bisa dilakukan di pohon besar ini, jadi tidak perlu khawatir tentang binatang ilahi yang menyerang."

Jadi pohon besar Eniyunien adalah roh yang lahir dalam persiapan untuk serangan dari ras dewa ya.

"Sepertinya Roh Agung Reno bisa dengan bebas melahirkan roh ya."

Saat aku mengatakan itu, Reno berjongkok untuk menyamakan pandanganku.

"Bukannya aku bebas melakukan itu. Seperti yang kau lihat sebelumnya, air mataku mengubah rumor dan legenda menjadi roh. Air mata itu hanya bisa melahirkan roh jika aku benar-benar tulus dan ingin melahirkan roh. Kadang-kadang roh yang berbeda dari apa yang kupikirkan lahir, dan kadang-kadang ada yang lahir tanpa disadari."

"Hmm? Jika kau benar-benar ingin melahirkan roh dengan tulus, maka itu berarti kau bisa bebas melahirkannya, kan?" tanya Eleonor.

"Ah, ya. Memang benar, tapi tidak seperti itu. Keinginanku dibuat berdasarkan rumor dan legenda semua orang. Sebagai Ibu Roh Agung, aku akan melahirkan anak yang cocok dengan rumor dan legenda itu."

Bahkan keinginannya sendiri dipengaruhi oleh rumor dan legenda. Tampaknya menjadi roh cukup merepotkan.

"Selain itu, sebagian besar roh lahir secara alami, terlepas dari membutuhkan air mataku. Aku yakin itu yang terjadi pada Lina."

Memang benar, jika roh lahir hanya dari air mata Roh Agung Reno, maka itu akan menjadi cerita yang aneh tentang bagaimana Reno lahir. Dia juga sepertinya bukan roh tertua.

Apakah masuk akal untuk berpikir bahwa peri cinta Fran lahir secara alami setelah kematian Reno? Aku ingin bertanya secara detail, tapi sekarang Lina ada disini. Reno bilang kalau Lina akan menghilang jika dia menyadari bahwa dirinya adalah peri cinta.

Aku tidak punya pilihan selain mencari kesempatan lain.

"Apa Anosh dan yang lainnya akan berada di Aharthern untuk sementara?"

“Ya, jika itu memungkinkan.”

"Ya, tidak apa-apa kok. Aku sudah mendiskusikannya dengan Shin sebelumnya, dan sepertinya kau bukan iblis yang mencurigakan. Penghibur keliling tidak sering datang ke sini, jadi semua orang juga senang. Kalian bisa menggunakan apapun yang ada disini sesuka kalian."

"Terima kasih."

"Shin, ikut aku." kata Reno dan mulai pergi.

Shin dengan tenang mengikuti Reno.

"Nah, sekarang." Aku berdiri dari tunggul. "Ray, Misha. Awasi mereka berdua."

"Mm." Misha mengangguk.

"Kau sendiri, apa yang kau lakukan?"

"Ada sesuatu yang ingin kucari tahu. Yang lain bisa melakukan apapun yang kalian mau untuk sementara waktu."

Aku membuka pintu kelas dan keluar. Kemudian, aku mendengar suara langkah kaki dari belakangku.

Itu adalah Zeshia.

“Apa kau mau ikut?”

“...Mengawal...”

Zeshia berdiri di sampingku seolah ingin melindungiku.

Apa ini? Apa nih anak terpengaruh oleh Shin?

"Karena Anosh-kun kecil, sepertinya dia berpikir kalau dirinya adalah kakak perempuanmu." Eleonor datang dan menyatakan itu.

"Funu. Memang benar kalau aku jadi lebih kecil, tapi kurasa Zeshia tidak perlu melindungiku."

"...Zeshia...adalah kakak...!"

Eskpresi Zeshia tampak bersinar lebih terang dari sebelumnya.

"Fufufu, karena biasa hanya ada orang yang lebih besar darinya, dia sepertinya jadi tegang."

"...Karena...aku ada disini...Anosh tidak perlu khawatir..." kata Zeshia sambil menepuk-nepuk kepalaku.

Yah, biarkan sajalah.

Dia jadi bisa menegaskan perasaannya lebih seperti sebelumnya. Jadi lebih baik tidak usah diabaikan.

"Aku mengandalkanmu,"

"......Serahkan padaku!"

Bersama dengan Eleonor dan Zeshia, kami menyusuri pohon besar Eniyunien. Kami berjalan di sepanjang rute yang telah diajarkan Lina kepada kami dua ribu tahun kemudian, dan melewati tempat yang sama beberapa kali.

Ketika aku berbelok ke kanan di pertigaan, aku melihat patung batu di lorong.

Itu adalah patung katak humanoid yang mengenakan armor. Seharusnya dia memiliki perisai yang telah dipotong menjadi dua di zaman sihir, tapi sekarang dia tidak memiliki apa-apa di tangannya.

Mengabaikannya, kami terus melanjutkan dan memasuki sebuah pintu. Itu adalah ruangan yang kecil dan tidak apa-apa didalamnya. Kami pergi kebelakang, dan dengan cepat membuka pintu.

Ada hutan yang luas di sana.

Ini adalah [Hutan Buku], tempat peri buku Leelan berada.  Aku melihat sekilas ke buku hijau, yang secara kasar terbuat dari pohon.

"Fumu. Sekitar seratus buku ya?"

"...Apa...kau mau...kucarikan buku...?"

"Aku memang lagi nyari buku, tapi mungkin kau tidak usah ikut nyari juga."

"...Tidak usah ya...?" Zeshia menunduk seolah sedang sedih.

"Yah, lebih baik cari saja dulu. Apa kau bisa mencarikan buku hijau yang memuat peri cinta Fran di dalamnya?"

Zeshia mengangguk senang.

"......Serahkan padaku."

Zeshia berlari menyusuri hutan dan mulai menangkap buku hijau.

"Jika hanya ada seratus buku, apa itu berarti banyak roh yang belum lahir?" tanya Eleonor.

"Mungkin begitu. Maka dari itu, kupikir halaman yang robek itu saat ini tidak robek."

Saat aku berkata begitu, suara serak bergema di hutan buku.

"Maaf. Pendidikan masih belum siap. Sebentar lagi, harusnya peri buku Leelan akan lengkap. Setelah itu baru akan ada pelajaran."

Itu adalah suara Eniyunien.
Jika buku itu bisa didapatkan, haruskah aku mencari tahu tentang Fran saat itu?

"Zeshia, apa kau menemukannya?"

"......Belum......"

Zeshia memiliki sekitar selusin buku di kepalanya dan mengejar-ngejar peri buku Leelan. Dia menjaga keseimbangan yang sempurna saat akan menjatuhkan buku-buku itu.

“Ada yang mau kulakukan di tempat lain, bagaimana denganmu?”

Zeshia menatapku dan Leelan secara bergantian, seolah dalam kesulitan. Kurasa dia masih ingin mengumpulkan buku.

"Kalau begitu aku akan memintamu untuk mengumpulkan Leelan. Itu adalah misi rahasia. Jadi jangan beri tahu siapa pun."

“…Dimengerti... "

Entah siapa yang dia tiru, tapi dia berlutut dengan imut. Sepertinya dia sangat antusias.

Kalau begitu, kurasa aku akan menyerahkan ini pada Zeshia.

"Aku akan mengawasinya, jadi kau tidak perlu khawatir." kata Eleonor saat mengangkat jari telunjuknya ke arahnya.

“Beri tahu aku jika terjadi sesuatu.”

"Ya."

Meninggalkan hutan buku, aku mengirim pesan kepada Misha melalui Leaks (Komunikasi Pikiran).

[Apa kau masih bersama Shin dan Reno?]

[Ya. Kami melewati tangga Guniel, menyebrangi tangga tak terlihat, dan sampai di balik pintu yang terlihat.]

Di sana ya. Aku kembali berjalan menyusuri pohon besar.

Aku menaiki tangga Guniel yang digunakan untuk ujian roh dua ribu tahu kemudian, menaiki tangga tak terlihat, dan membuka pintu tak terlihat.

Apa yang kulihat adalah gurun. Dua ribu tahun kemudian, ada bunga dimana-mana, tapi sekarang bahkan rumput tidak ada.

"Hei, Shin. Apa kau tahu apa ini?"

Saat Reno mengulurkan tangannya, disana ada ada lima bunga yang sedang melayang. Seperti rambutnya, warna bunga itu biru cerah seperti danau.

"Aku tidak tahu."

“Ini adalah bunga air mata, bunga yang menyedot air mataku. Ituloh, ada bunga tadi saat pohon besar Eniyunien lahir kan. Nah, ini adalah bunga yang lahir dari sisa air mata.”

"Jadi itu berarti ini sumber roh?"

"Mungkin begitu, dan mungkin juga tidak. Jika bunga air mata tidak mati dan berbuah, itu akan membuat rumor dan legenda menjadi roh. Jika bunga-bunga ini layu, maka itu berarti air mata sudah habis."

Di tengah bunga, Reno dengan lembut meneteskan air mata dengan kekuatan shir. Kelima bunga itu pun segera berakar di tanah.

"Supaya tidak layu, bunga air mata ini harus diberikan cinta. Lihat, seperti ini."

Bola air tipis muncul di telapak tangan Reno. Seperti menyiran bunga, dia mengirimkan hujan ringan dari bola air.

Kemudian, bunga air mata tumbuh dengan cepat dan memiliki kelopak yang besar. Sementara itu, tunas baru tumbuh dari tanah dan jumlah bunga air mata bertambah.

Dalam waktu singkat, setengah dari gurun telah berubah menjadi taman bunga.

"Kurasa sekarang ini batasnya. Shin, kau juga harus mencobanya." kata Reno sambil tersenyum.

Dengan wajah datar, Shin kembali menatapnya.

“Aku juga melakukannya?”

"Ya. Sebentar ya," Lingakaran sihir dibentuk, dan Reno memasukkan tangannya ke dalamnya. Apa yang dia tarik keluar adalah tempat penyiraman besi. "Nah, aku membeli ini diperjalanan pulang."

"...Kenapa aku harus melakukannya?"

"Shin, kupikir kau harus lebih banyak berhubungan dengan makhluk hidup dan kehidupan. Kau akan bersenang-senang jika melakukannya."

Shin dengan lembut mencabut pedang besi yang dia taruh di pinggangnya dan berkata sambil menatap pedang itu.

“Jika itu adalah sentuhan kehidupan dengan makhluk hidup, maka itu sudah tak terhitung jumlahnya.”

"Yang kumaksud bukan itu!"

Reno meninggikan suaranya, tapi ekspresin Shin tetap serius.

"Aku tidak mengerti apa yang kau maksud." kata Shin saat menaruh kembali pedang besi di sarungnya.

"Kau akan tahu jika mencobanya. Sekarang cobalah!"

Menggunakan sihir untuk memasukkan air ke dalam penyiram. Reno memberikan penyiram itu ke arah Shin.

Reno memandangnya sambil tersenyum.

“Baiklah.”

Dikalahkan oleh senyum Ibu Roh Agung, Shin menggunakan penyiram untuk menyirami bunga-bunga di sekelilingnya.

Kemudian, bunga-bunga itu mulai layu dengan momentum yang luar biasa.

"Tunggu sebentar, tungguh sebentar, jangan begitu Shin. Cinta dan kasih sayang penting untuk menumbuhkan bunga air mata. Jika kau menyiram mereka dengan perasaan suram, mereka akan layu dalam waktu singkat."

"Apa yang harus kulakukan?"

"Tersenyumlah. Pertama-tama, tersenyumlah saja, karena itu adalah cinta."

Shin menunjukkan senyuman yang tidak berlebihan sehingga hampir tanpa ekspresi.

“Seperti ini?”

Laju bunga-bunga itu layu malah meningkat lebih cepat dari sebelumnya.

"Astaga, sudah kubilang harus pake cinta, CINTA. Lakukanlah dengan lebih serius."

“Aku tidak tahu apa-apa tentang cinta.”

"Duuuh, sikap keras kepala semacam itu tidak baik. Lagian, kau menyukai Raja Iblis Anos, kan?"

Shin sedikit melebarkan matanya karena terkejut.

"Itulaha yang namanya cinta. Jadi sirami bunga-bunga ini dengan cinta yang sama seperti cintamu pada Raja Iblis." kata Reno dengan wajah polos.

“Aku mengaguimi Tuanku. Dan aku melayani beliau bukan karena cinta, tapi karena rasa terima kasih. Raja Iblis adalah satu-satunya yang menyelamatkanku yang tidak lebih dari pedang."

"Apa yang kau maksud dengan itu?"

“Tidak usah dipikrikan, ini bukan cerita yang menarik.”

Reno memelototi Shin dengan tidak puas.

Saat itu, terdengar suara cekikikan.

"Akrab sekali ya."

"Akrab."

"Reno dan"

"Paman pengguna pedang."

Yang muncul adalah peri Titi.

"Menyenangkan ya."

"Aku iri."

"Aku ingin bermain."

"Titi juga ingin bermain"

Para peri terbang di sekitar Shin dan terus berbicara.

“Bermain yuk”

"Hei, ayo bermain"

"Paman pengguna pedang"

"Ayo main"

Shin menatap mereka dengan sedikit bingung.

Reno hanya tertawa melihat itu.

"Sepertinya mereka menyukaimu setelah sebelumnya dirimu menyelamatkan mereka. Kenapa kau tidak bermain dengan mereka?"

“Aku tidak tahu apa-apa tentang bermain.” mengatakan itu, Shin berbalik.

"Kalau begitu, ayo kejar-kejaran."

"Ayo main kejar-kejaran."

"Roh yang akan berlari."

"Paman pengguna pedang yang  akan mengejar."

Titi dan yang lainnya terbang berkeliling sambil membuat keributan.

“Ayo semuanya.”

“Gennul”

"Gigadea"

"Senetero"

Roh-roh berkumpul di taman bunga.

Mungkin mereka mencoba membalas bantuan Shin sebelumnya, semua orang menatap padanya dan ingin bermain dengannya.

"Apa Anosh dan yang lainnya juga mau ikut?" tanya Reno.

"Tidak, aku gak ikut. Aku lelah karena perjalanan jauh."

"Begitu ya, kalau begitu semua roh akan bermain kejar-kejaran. Semuanya, jika kalian bisa melarikan diri dari Shin selama satu menit, dia akan melakukan apapun yang kalian katakan."

Seperti kata Reno, para roh langsung lari sekaligus.

"Aku akan menahan diri untuk tidak melakukan itu juga." kata Shin, kemudian berbalik dan pergi.

Meski begitu, Reno menatapnya dengan seringai nakal.

"He~e. Jadi tangan kanan Raja Iblis Anos tidak memiliki kepercayaan diri untuk menangkap kami. Jadi begitu ya."

Tersingguh, Shin langsung berhenti.

"Sepertinya aku tidak bisa dianggap seperti itu." kata Shin yang berbalik.

"Kalau begitu, ayo kita lakukan. Kau siap?"

Shin mengangguk. Seluruhnya tubuhnya dipenuhi dengan energi yang mematikan, membuatku bertanya-tanya, orang ini serius mau main kejar-kejaran.

"Semunya, hanya satu menit saja, kalian harus lari darinya satu menit saja."

"Maaf, tapi"

Begitu Shin mengatakan itu, dia menghilang.

"Kyaaa."

Titi gemetar seolah menabrak sesuatu. Satu demi satu, peri-peri lainnya menunjukkan reaksi serupa.

"Aku ditangkap."

"Cepat sekali."

"Paman pengguna pedang cepat sekali"

Titi dan yang lainnya tertawa gembira.

Baik Gigadea dan Senetero dengan cepat ditangkap oleh Shin, yang berlari dengan kecepatan tak terlihat.

"Jika tidak setidaknya 10 detik, itu bahkan bukan main kejar-kejaran."

Shin berhenti dan menutup matanya. Pasti itu agar dia bisa menangkap Gennul. Roh tersembunyi yang tak terlihat berlari menyusuri taman bunga. Namun, Shin dengan mudah menangkapnya hanya dengan sedikit petunjuk.

“Kau ini cukup cepat ya.” kata Shin saat meletakkan tangannya di kepala Gennul.

Gennul dengan senang hati mengibas-ngibaskan ekornya, seolah-olah dia adalah anjing yang dicintai oleh tuannya.

“Jika itu adalah Tuanku, kalian semua pasti akan tertangkap dalam waktu setengah dari waktu yang kuperlukan.”

"Terus belai kepalanya." kata Reno. Shin menoleh kearahnya dengan mata tertutup. “Bagaimanapun juga, hanya sedikit orang yang bisa berlarian dengan Gennul.”

Memang benar kalau tidak banyak orang yang bisa berlarian dengan Gennul yang tidak bisa ada kalau kita tidak menutup mata.

“Apakah begini.”

Shin terus membelai kepala Gennul. Serigala raksasa duduk di sana dan menjadi jinak seperti kucing.

"Shin itu seperti roh ya."

"Apa maksudmu?"

"Roh pemegang pedang yang telah melupakan cinta. Kupikir kau seperti itu."

Shin tidak menunjukkan minat dan hanya diam.

"Hei, Shin. Apa kau pernah kalah dalam kejar-kejaran?"

"Aku tidak terlalu tahu, tapi yang jelas aku tidak pernah melewatkan pencuri."

"Kalau begitu hari ini adalah pertama kalinya kau kalah, kan?" Shin mengalihkan pandangan bertanya ke arah Reno. "Semua roh bermain kejar-kejaran, dan aku juga adalah roh."

Satu menit telah berlalu. Dapat dikatakan bahwa Reno memenangkan kejar-kejaran ini.

"Memang itu sedikit curang, tapi menang adalah menang. Oh, tentu saja, aku jadi tahu kalau tangan kanan Raja Iblis itu luar biasa." kata Reno, yang tahu bagaimana memperlakukan Shin.

"Aku tidak akan membuat alasan."

"Kalau begitu, aku harus suruh Shin ngapain ya?"

Saat itu, suara serak bergema di tempat ini.

"--Reno, kau kedatangan tamu. Dia ada urusan denganmu dan Shin--"

Ekspresi Reno langsung menjadi serius. Tamu itu mungkin bukan roh.

"Siapa?"

"Dia menyebut dirinya Raja Api Kematian, Eldemade. Dia bilang dirinya punya sesuatu untuk diceritakan tentang ras dewa."



1 Comments

Previous Post Next Post