Maou Gakuin no Futekigousha Volume 4 - Bab 52

Bab 52
Negara Iblis Tanpa Raja Iblis


Setelah melewati gerbang, kami memasuki Midhays.

Semua bangunan yang berbaris dihiasi dengan huruf sihir, dan masing-masing membentuk lingakran sihir yang sangat besar. Ini seperti kota bawah tanah yang kubangun di Midhays dua ribu tahun kemudian.

Misha menatap dengan tertarik saat dia berjalan melewati jalanan kota.

Dia pun menoleh padaku seolah dirinya tiba-tiba menyadari sesuatu.

"Apa Raja Api Kematian ada di sini?"

"Entahlah. Wilayah Raja Api Kematian di Dilhade dijatuhkan oleh manusia karena dekat dengan perbatasan Azeshion. Setelah itu, dia dan bawahannya sering tinggal di Delzogade, tapi mereka berpindah-pindah tergantung situasi perang."

“Dia suka perang?”

"Meminjam kata-katanya, dia ingin melihat seberapa tinggi aku bisa mencapai, tapi pikiran Raja Api Kematian sulit dipahami. Tindakannya hanya menyebabkan kehancurannya sendiri. Aku tidak tahu apa yang dia nikmati, karena dia terus berusaha keras utuk menemukan musuh yang layak bagi Raja Iblis."

Misha menatap sambil berpikir.

"Aku sulit mengetahui emosi Raja Api Kematian."

"Yah, pria itu juga jarang bergaul dengan seseorang."

“Tapi kalau sedikit saja aku mengerti.”

Hou, seperti yang dharapkan dari Misha.

"Apa yang kau mengerti?"

"Kekaguman yang terdistorsi." kata Misha dengan acuh tak acuh. "Keinginan untuk melihat sebarapa jauh Raja Iblis Tirani menjadi suatu keberadaan. Itu adalah prioritas utama baginya, dan dia rela hancur untuk itu."

"Aku tidak yakin tentang itu. Jika dia mengagumiku, maka dia bisa menjadi bawahanku. Musuh tidaklah dibutuhkan. Jika dia mengharapkan itu, aku akan naik ke tingkat yang jauh lebih tinggi."

Setelah melihat ke bawah untuk berpikir, Misha membuka mulutnya lagi.

"Mungkin, apa yang dilihat Raja Api Kematian adalah berhala. Dia melihat kekaguman itu di kepalanya melalui Raja Iblis. Dia hanya ingin memaksakan idealismenya."

Fumu. Itulah mengapa kekagumannya terdistorsi ya.

"Jadi hanya aku yang kebetulan menarik perhatiannya, tapi tidak masalah baginya meskipun itu bukan aku."

Bingung, Misha memiringkan kepalanya.

"...Bagaimana jika orang yang sama kuat?"

"Tidak ada orang yang seperti itu."

Dia mengedipkan matanya dan mengangguk.

"Kurasa begitu."

"Pada akhirnya, aku harus memenuhi harapannya ya."

Ini merepotkan, tapi aku tidak tega mengorbankan orang lain untuk Raja Api Kematian.

Saat aku memikirkan itu, aku melihat Kastil Raja Iblis Delzogade dalam pandanganku. Beberapa bagian telah rusak akibat kekuatan sihir saat aku membuat tembok. Diperlukan beberapa saat sebelum dapat diperbaiki sepenuhnya.

"Di sana, ada seseorang yang mengetahui dunia ini dengan baik. Aku yakin dia akan bisa menemukan keberadaan Raja Api Kematian. Yah, itupun jika dia masih ada di sana.”

"Siapa?"

"Dewi Pencipta, Militia."

Tatatan untuk menciptakan dunia, dewi yang berjanji untuk berdamai denganku 2000 tahun yang lalu. Bahkan setelah tembok dibangun, dia harusnya tinggal di Delzogade dan melihat dunia terus berjalan untuk sementara waktu.

“Apa ada ras dewa yang baik?” tanya Misha dengan penasaran,

"Dewa adalah tatanan (keteraturan). Memang benar kalau aku mengganggu tatanan itu, tapi ada beberapa dewa yang berhubungan baik denganku. Militia mencari kedamaian. Jika dunia menjadi kacau, apa yang telah dirinya ciptakan akan dihancurkan. Dan diatas segalanya, dia mencintai dunia ini."

"Apa Anosh tidak akan disadari?"

"Dia melihat dunia. Tidak mungkin dirinya akan tertipu, meski begitu dia juga mengerti tentang Rivalo (Perjalanan Waktu). Bahkan jika dia bertemu denganku, dia tidak akan melakukan appaun untuk mengubah masa lalu. Dan dia memiliki kekuatan untuk melakukan itu.”

Dua ribu tahun lalu, Militia adalah salah satu dari sedikit sekutu yang dapat diandalkan. Aku yakin dia dapat membantu menemukan Raja Api Kematian.

Kemudian, Misha berhenti.

"Lihat."

Dia menunjukkan jarinya. Ada seorang anak berumur sekitar 10 tahun ke arah itu. Anak itu berlari menuju Delzogade.

"Anak manusia."

Kata Misha, yang menyipitkan mata iblisnya.

Sepertinya dia menyembunyikan kekuatan sihirnya untuk menghindari deteksi, tapi dia jelas manusia. Di zaman mitologi ini, tidak terpikirkan bahwa seorang anak manusia biasa akan berada di Midhays.

"Fumu. Kelihatannya tidak asing."

Saat mengikuti anak laki-laki itu, aku mengingat kembali ingatanku.

"Pewatis Takhta Ketujuh Azeshion. Kalau tidak salah namanya Igareth. Kudengar dia ditawan saat pasukan Azeshion sedang mengawalnya kami serang. Bawahanku kasar padanya, jadi aku membawanya ke Delzogade. Sebelum membuat tembok, aku mengembalikannya ke Pasukan Penaklukan Raja Iblis Gairadite yang telah menginvasi Dilhade."

Pasukan Penaklukan Raja Iblis Gairadite adalah barisan elit. Meski unitnya berbeda, Kanon salah satunya, jadi harusnya tembok itu berhasil dilewati entah dengan bagaimana caranya.

Apa daa meninggalkan pasukan penakluk karena kekacauan dalam pertempuran? Atau apa seluruh pasukan penakluk dimusnahkan dan hanya pewaris takhta Igareth yang melarikan diri?

Meskipun ada gencatan senjata, jika iblis dan manusia bertemu, tidak mudah untuk menghindari pertempuran.

Anak itu berlari dengan panik dan sampai ke gerbang utama Delzogade.

"Tunggu, bocah. Kau mau pergi kemana?"

Igareth mencoba untuk melewati gerbang utama, namun ditangkap oleh prajurit iblis yang merupakan penjaga gerbang.

"...A-Aku...ada urusan dengan Raja Iblis. Kumohon izinkan aku menemuinya...!"

Sebagai seorang anak, Igareth berkata dengan nada tegas. Namun, prajurit itu menahannya dan tidak melepaskannya.

"Raja Iblis Anos-sama tidak punya waktu untukmu. Kau tidak bisa bertemu dengannya."

"......Eh............?"

Igareth terlihat putus asa.

Dia mungkin berpikir bahwa jika dia menemuiku, aku bisa membawanya kembali ke tanah airnya. Bagaimanapun juga, tidak banyak orang di Dilhade yang mau membantunya sekarang.

"Pulanglah. Anos-sama tidak akan bisa tidur kalau berisik."

"Tunggu." kata prajurti lain. "Orang ini tidak asing. Bukankah dia anak dari keluarga kerajaan Azeshion?"

"Apa?"

Mereka mengalihkan mata iblis mereka ke arah anak itu dan dengan hati-hati melihat ke dalam jurang sihirnya.

"Begitu ya. Jadi kau menyembunyikan kekuatan sihirmu dengan baik menggunakan sihir muasal. Bocah manusia yang bisa menggunakan sihir seperti ini. Kau pasti garis keturunan pahlawan Jerga."

Iblis itu menarik tubuh Igareth dari prajurit lain.

"Hei...apa yang kau lakukan? Raja Iblis tidak akan membiarkanmu macam-macam dengannya."

"...Tuanku sedang tidur. Dia pasti tidak akan sadar..."

Kata iblis itu dengan mata yang gelap dan stagnan, seolah dirinya didorong oleh keinginan untuk balas dendam.

"Lepaskan aku! Kau mau membawaku kemana!?"

Meraih leher Igareth yang berisik, iblis itu memasuki gerbang utama. Dalam perjalanan, dia mengirimkan Leaks (Komunikasi Pikiran).

[Aku menangkap Igareth, penerus takhta ketujuh Azeshion. Eksekusi akan segera dilakukan. Kalian yang ingin berpartisipasi, datanglah ke arena.]

Bersembunyi dengan sihir Rainel (Ilusi) dan Najira (Najira), kami segera mengikutinya.

Saat tiba di arena, prajurit iblis itu melemparkan Igareth ke sana.

“............!”

Sebuah pedang tertancap di depan anak itu. Itu dilemparkan oleh prajurit.

"Gunakan itu. Jika kau juga seorang pahlawan, bertarunglah sampai mati."

Igareth segera meraih pedang itu dan mencoba mencabutnya. Namun, pedang yang tertancap itu tidak bergerak dengan mudah. Prajurit iblis itu menendang perut anak itu dan menerbangkannya beberapa meter ke belakang.

"...Agggahh...!"

Anak itu berteriak kesakitan saat dia terbanting.

"Namaku Devidra. Kematian anakku yang dibunuh oleh pahlawan Jerga. Tebuslah dengan dirimu, bocah."

Devidra mengepalkan tinjunya dan memukul wajah anak itu sekeras yang dia bisa. Jika dia mau, dia bisa saja membunuhnya dengan satu pukulan, tapi dia bersikap lunak padanya, seolah sedang mengejeknya.

"......Ahh......"

Merangkak di lantai dengan darah mengalir di wajahnya, Igareth mundur ketakutan.

"Berdiri. Kau tahu apa yang dilakukan pahlawan Jerga. Sakit yang diderita anakku tidak seperti ini."

"Jangan datang..."

Igareth membuat suara gemetar. Mengabaikan tu, Devidra terus berjalan lurus ke depan.

“Uaaaaaaaaaa...!!!”

Igareth mengulurkan tangan ke depan. Saat itu, tetesan air keluar dari cincin yang dikenakannnya. Itu adalah air suci. Menggunakannya sebagai sumber kekuatan sihir, dia melepaskan Cypher (Api Suci).

"Hou."

Devidra menggunakan anti-sihir dan dengan mudah memadamkan api suci yang menyerangnya.

“Sepertinya aku tidak perlu menahan diri.”

Devidra melotot tajam.

Dengan wajah yang ketakutan, anak itu mundur terhuyung-huyung dan melarikan diri tanpa mengalihkan pandangannya. Namun, dia menabrak sesuatu dan jatuh di tempat.

Saat dia mendongak, ada prajurit iblis lain berdiri di sana.

"Gak boleh gitu tau. Pahlawan itu tidak boleh melarikan diri!"

Prajurit itu menendang Igareth dengan sekuat tenaga.

"Gaahh...!"

Mendengus, dia berguling di atas lantai batu.

Sambil merangkak, dia mati-matian mencari jalan keluar. Namun, iblis muncul satu demi satu dari lorong dan mengepung area tersebut.

Totalnya ada 24 orang.

Meskipun menggunakan air suci sebagai kartu truf-nya, tidak mungkin seorang anak sepertinya bisa melarikan diri.

"Kau tidak akan bisa melarikan diri. Aku akan memberitahu tubuhmu itu bagaimana kalian manusia memburu iblis yang melarikan diri."

Saat dia berdiri, Igareth langsung ditendang.

"Gaahh...!"

Dia kembali berguling-guling di atas lantai. Dia terhuyung-huyung berdiri, ditendang lagi, dan dibuat berguling lagi. Dengan terus mengulangi proses itu, tubuh Igareth dipenuhi dengan memar serta darah.

Semua iblis memandangnya dengan mata dingin yang diwarnai dengan kebencian.

"......Tolong...aku......"

"Menurutmu apa yang dilakukan manusia saat iblis mengatakan itu?"

Devidra menginjak kepala anak itu.

"......Tolong aku............"

"Kalian membakar iblis yang baru lahir dengan kedok permunian. Menggunakan mereka sebagai umpan, dan membunuh ratusan prajurit iblis. Kalian manusia! Membunuh mereka semua! Dan sekarang kau mengatakan hal-hal yang tidak tahu malu seperti minta tolong!”

Dengan sekuat tenaga, Devidra menginjak-injak jari anak itu. Suara tulang yang hancur bergema, dan Igareth menjerit tak terlukiskan.

"......Tolong aku......Sakit........."

Igareth bergumam dengan menitikkan air mata. Suaranya sangat lemah, bahkan iblis di sekitarnya tidak dapat lagi mendengarnya.

Di tengah-tenah perang, Igareth dipisahkan dari Pasukan Penakluk Raja Iblis Gairadite dan datang ke Delzogade ini sendirian. Dia mengharapkan bantuan Raja Iblis Tirani, yang mungkin merupakan satus-satunya sekutunya di Dilhade ini.

Tapi saat ini aku telah bereinkarnasi.

Tidak akan ada bantuan.

Dia berdoa, tapi dia akan mati disini.

Dia akan dibunuh dengan kejam oleh bawahanku.

Itu adalah masa lalu yang telah berlalu dua ribu tahun yang lalu.

“......Anos......”

Misha menatap anak itu dengan sedih. Yah, dirinya dilahrikan di masa damai, wajar jika dia merasa seperti itu.

"Meskipun diselamatkan, itu hanya akan menjadi mimpi berbusa."

Dia adalah penerus tahta ketujuh Azeshion. Aku tidak bisa membayangkan seperti apa masa lalu akan berubah jika dia diselamatkan. Itu mungkin akan mempengaruhi masa lalu Shin, Reno, dan Misa, yang kami coba lihat.

Bagaimanapun juga, jika masa lalu berubah secara drastis, tatanan dewa akan memulihkannya. Menyelematkannya di sini dan saat ini tidak lebih dari mimpi yang hanya akan bertahan selama efek Rivalo terus berlanjut.

Tidak ada keuntungan, yang ada hanyalah resiko.

Di zaman mitologi, hal-hal seperti ini biasa terjadi, dan hidupnya sudah lama berakhir di sini.

"Kau juga harus tahu rasa sakitnya dibakar hidup-hidup."

Devidra memanggil api hitam ke tangannya dan menembakkannya ke arah anak itu.

"...Tolong aku... Kumohon, tolong aku...!!"

Dia memohon dan berdoa.

Namun, tidak peduli seberapa banyak dia berdoa, tidak akan ada keajaiban yang terjadi.

“......Raja......Iblis............!!”

Suara keras dibuat dan sudut arena terbakar. Bibir Devidra berkerut kegilaan. Tapi saat berikutnya. Dia melebarkan matanya, tidak percaya pada apa yang dia lihat.

Itu karena Gresde (Api Sihir) telah dihapus oleh anti-sihir, dan seorang anak iblis bertubuh pendek berdiri di depan Devidra.

"Aku tidak bisa menahan untuk menolongnya."

Gumam anak itu dan menatap Devidra serta iblis-iblis di sekitarnya.

Tidak sulit untuk memahami perasaan mereka. Tapi—

"Dia sudah pernah mati dengan kejam sekali. Setidaknya mimpi berbuasa ini akan menjadi kebohongan bahwa dia diselamatkan."

Aku tolol.

Tidak ada yang akan berubah. Tindakan ini malah mungkin akan menghalangi tujuan kami.

Tapi tetap saja, aku bukanlah orang yang akan duduk diam dan membiarkan itu terjadi.

2 Comments

Previous Post Next Post