Maou Gakuin no Futekigousha Volume 4 - Bab 57

Bab 57
Sumpah


Hutan Roh Agung, Aharthern.

Dalam pandangan Sasha, disana terlihat ada Shin dan Reno, dan Pahlawan Kanon.

“Aku menolak.”

Ketika Shin memberitahunya tanpa ragu-ragu, Kanon bersikeras.

“Shin Reglia, ini adalah cara untuk menyelamatkan Raja Iblis Tirani, cara untuk menyelamatkan Anos. Memang benar, tidak peduli apa yang manusia rencanakan, dia pasti tidak akan peduli... Tapi Raja Iblis tidak menginginkan pertempuran. Haruskah dia yang tidak menginginkan itu kembali mengambil pedangnya untuk melindungi dan bahkan menyelamatkan musuhnya dengan membunuh manusia lagi?

Shin hanya terdiam, dan Kanon melanjutkan.

“Manusia telah membuat keputusan tolol. Itu sebabnya, kali ini aku yang akan menebusnya dengan diriku sendiri demi kedamaian. Dia yang bereinkarnasi adalah orang yang lebih dari siapapun menginginkan kedamaian itu, dan aku berharap bahwa dunia berikutnya yang akan dia lihat adalah dunia yang dipenuhi kedamaian.”

“Pahlawan Kanon.” seru Shin dengan suara dingin. “Tidak peduli apa pun situasinya, apa menurutmu aku akan mengabaikan Raja Iblis palsu?”

“......Kurasa tidak.”

“Kalau begitu, apa kau tahu arti ketika memintaku untuk menjadi tangan kanan dari penipu itu?”

“Jika tangan kanan Raja Iblis berada di sisinya, semua orang akan percaya bahwa Avos Dilhevia adalah Raja Iblis yang sebenarnya. Jika kau memang peduli pada Anos, maukah kau bekerja sama?”

Di saat yang sama dengan kata-katanya, pedang besi yang ditarik Shin menyentuh leher Kanon. Sang Pahlawan meraih pedang itu dengan tangan kosong di saat-saat terakhir. Darah merembes keluar dari tangannya saat dia mencengkram pedang itu, membuat cairan berwarna menetes ke tanah.

“Merupakan penghinaan untuk berpikir bahwa Tuanku tidak akan punya pilihan selain menghancurkan manusia jika aku tidak bekerja sama. Raja Iblis Tirani tidak begitu lemah. Tidak peduli apa pun yang mereka rencankan, beliau pasti akan melampaui segalanya dan mencapai segalanya tanpa kehilangan apa pun.”

“Memang, aku tahu kalau dia akan melampaui segalanya. Meski begitu, bahkan seorang dia tidak bisa melindungi semua orang.”

“Agar tidak kehilangan apa pun lagi, Tuanku akan menjadi lebih kuat. Dan bahkan setelah reinkarnasinya, beliau pasti akan menjadi lebih kuat.”

“Meski begitu! Aku harus menunjukkan padanya bahwa manusia tidaklah tolol! Hanya karena dia kuat bukan berarti kita harus menyerahkan segalanya padanya. Jika kita melakukan itu, maka dia tidak akan punya pilihan selain menjadi lebih kuat dan, membunuh, menghancurkan, serta menghalangi segalnya hingga disebut tirani.”

Sebagai sekutu ras iblis, dia menucrahkan pikirannya dengan sungguh-sungguh.

“Dengan kekuatan itu, apa kau tidak merasakan rasa sepi yang dia alami? Karena kita lemah, karena kita belum siap untuk berhenti berperang, karena kita tidak memliki kekuatan untuk menghentikan kebencian, dia harus tertidur kesepian.” Kanon menatap Shin dengan mata murni dan tidak berkeruh. “Memang beanar, memerankan penipu adalah penghinaan bagi Raja Iblis. Dan sekarang aku tahu betapa hebat dan tak tergoyahkannya Raja Iblis bagi kalian. Itu sebabnya dengan tubuhku, aku akan menebus dosaku karena telah berpura-pura menjadi Raja Iblis dengan kematian. Sebagai Raja Iblis Palsu, Avos Dilhevia.”

Kanon mencengkram pedang besi itu dengan erat.

“...Maafkan aku. Tapi sekarang aku masih tidak boleh mati. Tapi dua ribu tahun kemudian, akan kupastikan... bahwa aku akan menebusnya dengan hidup ini. Saat itu aku tidak akan keberatan jika kau membunuhku.”

Shin masih diam, menatap dengan dingin ke arah Kanon. Itu mengartikan bahwa dia tidak perlu mengatakan kata yang sama, bahwa jawabnnya tidak akan berubah.

Mungkin menyadari hal ini, Kanon melepaskan cengkramannya pada pedang.

“Aku sudah berjanji. Ketika dia akan terlahir kembali, kami akan bertemu sebagai teman. Aku...” Kanon mengulangi. Bukan dia yang sebagai Pahlawan, tapi dia yang sebagai Kanon itu sendiri. “...Aku ingin menjadi temannya saat aku berdiri di depannya...”

Keduanya saling menatap.

Shin menarik pedangnya, mengibaskan darah dan menaruhnya di sarungnya.

“Sepertinya Pahlawan Kanon telah kehilangan akal sehatnya. Bahkan dalam sejuta tahun, tidak mungkin kau akan berhasil menyebarkan nama Raja Iblis Palsu d Dilhade ini. Kurasa tidak akan menjadi masalah meskipun aku mengabaikannya.” Dia berbalik dan berkata. “Aku akan bereinkarnasi. Aku akan terlahir kembali dalam dua ribu tahun dari sekarang.”

Perkataannya mengartikan bahwa mereka tidak bisa bekerja sama dalam menyebarkan nama Raja Iblis Palsu, namun itu tidak berarti dia akan menghalanginya. Itulah yang terbaik yang bisa dilakukan oleh Shin sebagai bawahan setiaku.

“Terima kasih.”

Kanon membungkuk dalam-dalam kepada Shin yang memunggunginya. Beberapa saat kemudian, setelah Shin pergi, Kanon mengangkat kepalanya dan  membungkuk ringan pada Reno yang ada di depannya.

“Kau agak berubah ya, Kanon. Kau dulu terlihat begitu sedih, tapi sekarang kau tampak lebih ceria.”

“Jika demikian, itu mungkin berkat Raja Iblis Anos.” Kanon tersenyum menyegarkan. “Apa dia yang berubah adalah karenamu?”

“Eh......?” ucap Reno yang bingung.

“Aku datang ke sini dengan kesiapan untuk ditebas. Jika itu adalah Shin yang sebelumnya, dia pasti akan mencabut pedang iblis daripada pedang besi. Dia bahkan mungkin tidak akan mendengarkanku dengan baik. Aku belum pernah melihatnya yang seperti itu sebelumnya.”

“Begitukah. Maka kurasa itu adalah hal yang baik untuk mengajari dia cinta.”

“......Cinta?”

Kanon bingung. Namun dia segera tersenyum tipis.

“Oh, begitu toh. Tidak heran kau juga terlihat berbeda dari biasanya.” kata Kanon yang merasa yakin. “Kupikir Ibu Roh Agung tidak akan pernah jatuh cinta.”

Tertegun, Reno kembali menatap Kanon. Dia tampak seperti baru saja menyadari sesuatu dengan sangat jelas.

“Dunia ini mungkin lebih penuh akan cinta dari yang kita duga.”

Kanon melihat ke belakang, dengan harapan di matanya, dan kemudian meninggalkan Aharthern.

“Cinta......” gumam Reno.

Pipinya mulai diwarnai merah, dan ekspresinya menjadi rileks.

“...Begitu ya, cinta...” ulangnya.

Dia terus mengulangi itu, seolah dia sedang memastikan pikirannya sendiri.

Segera, dia berbalik dengan penuh semangat dan  berlari secepat yang dia bisa ke arah yang Shin tuju.

“......Shin!” serunya begitu melihat Shin.

Meski pihak lain adalah Pahlawan Kanon, dia pasti memperlambat jalannya agar tidak terlalu jauh dari Reno.

“Ada apa?”

Sebelum Shin bisa berbalik, Reno sudah melompat ke punggungnya dan memeluknya erat-erat.

“...Aku mengerti. Aku akhirnya mengerti, Shin. Aku menyukaimu. Aku jatuh cinta. Aku jatuh cinta padamu Shin.”

Shin menatapnya dengan bingung.

“Aku memang berpikir kalau ada yang aneh. Saat aku bersamamu, aku selalu merasa berbeda dari biasanya. Ketika aku mendengar bahwa dirimu tidak mengenal cinta, hatiku menjadi terasa sakit. Dan saat melihatmu menyirami bunga, aku tersenyum penuh kebahagian.  Kau selalu membuatku merasa berbeda, membuatku merasa seperti aku bukanlah Ibu Roh Agung.” kata Reno dengan wajah berseri-seri.

Dia sudah seperti anak kecil yang polos.

“Aah......”

Terancam oleh tatapan Shin, Reno menarik diri darinya. Dia menoleh dan menatap Shin dengan tatapan ketakutan di matanya.

“...Apa aku mengganggumu?”

Di adalah Ibu Roh Agung yang telah lama tinggal di Aharthern. Tapi sekarang dia terlihat seperti gadis kecil yang pertama kali belajar tentang cinta.

“Aku tidak memiliki cinta.” Kata-kata itu membuat Reno gemetar seolah ketakutan. “...Tapi kau telah mengisi sebagian kecil dari kehampaanku. Bermain dengan roh dan menyirami bunga air mata adalah hal-hal yang aku tidak pernah berpikir akan bisa kulakukan sebelumnya.”

Ekspresi Reno menjadi rilkes dan bahagia.

“Hari-hari yang kuhabiskan di sini terasa seolah-olah aku diberi sarung ketika aku menjadi pedang tanpa sarung. Sekalipun itu bukanlah cinta, aku berterima kasih padamu untuk itu, Reno.”

“Mmh. Jangan pikirkan itu.”

Reno tersenyum sambil menggelengkan kepalanya.

Kemudian, Shin kembali berbicara padanya.

“Dan hari-hari itu sudah berakhir hari ini.”

“Eh......?”

“Binatang ilahi Guen telah disingkirkan. Nousgalia yang bersembunyi juga sedang dalam kondisi sekarat. Mungkin memang masih ada sedikit kekuatan yang tersisa dari tatanannya. Namun selama kau berada di Pohon Besar Eniyunien, dia tidak akan bisa melakukan apa-apa.”

Tertegun, Reno menatap Shin.

“Kau mau bereinkarnasi?”

“Aku tidak bisa melanggar perkataan yang telah kuucapkan pada Tuanku. Sebentar lagi, Pahlawan Kanon akan menyebarkan rumor tentang Raja Iblis Palsu. Aku akan bereinkarnasi sebelum itu.”

“Kapan?”

“Aku akan pergi ke Dilhade sekarang.”

Reno menggigit bibirnya.

“Padahal aku akhirnya menyadarinya...” gumam Reno dengan sedih.

Melihat itu, Shin menutup mulutnya seolah bermasalah.

Keduanya saling berhadapan dalam keheningan untuk beberapa saat, tapi akhirnya dia berbicara.

“Maafkan aku. Tuanku menungguku di dua ribu tahun kemudian.”

Wajah Reno diliputi dengan kesedihan. Dia akan mulai menangis, tapi dia menahan air matanya dan memaksakan senyum.

“I-Itu tidak adil.”

“...Apanya yang tidak adil?”

“Habisnya, Raja Iblis telah bersamamu untuk waktu yang lama, kan? Padahal kau baru saja bertemu denganku beberapa hari yang lalu. Tapi bahkan dalam hal itu aku tidak bisa diprioritaskan.”

Dia berusaha sebisa mungkin untuk tersenyum agar tidak menangis. Jika dia mengatakan sesuatu, air mata pasti akan mengalir dari matanya.

Atau mungkin itu juga dipahami oleh Shin. Dia tidak mengulangi kata-kata bahwa Tuannya sedang menunggunya.

“Kalau begitu, sebagai rasa terima kasih, aku akan memberimu sesuatu agar itu tidak menjadi tidak adil.”

“...Kau mau memberikan apa padaku?”

“Terserah apa maumu. Jika kau ingin aku tetap di sini, maka aku akan mematuhinya.”

Mungkin untuk melindungi kata-kata Reno bahwa dia tidak akan meneteskan air mata kesedehian, Shin membuat usulan yang mengejutkan dari sudut pandangnya.

Reno berpikir dan kemudian,

“...Kalu begitu kau... dan aku...”

Dengan malu-malu, Reno berbicara dengan suara pelan yang terdengar hampir seperti akan putus.

“Menikah.”

“Eh, langsung nikah!” teriak Sasha dari kejauhan. Untungnya, Reno sepertinya tidak mendengarnya. Dan dia bergumam untuk menambahkan, “Sungguh, di benar-benar gila...”

“Dimengerti.”

“Njir, diterima....” gumam Sasha dengan suara kecil.

Di zaman mitologi, orang-orang sering menikah meski tidak saling mencintai karena adanya berbagai keadaan. Sasha, yang hidup dua ribu tahun dari sekarang, tidak akan bisa memahmi sistem nilai ini.

“Kalau begitu, pergilah, Shin” Reno menunjukkan senyum yang tulus. “Aku akan berada di sini menunggu selama dua ribu tahun. Aku akan menunggu selamanya sampai kau kembali lagi. Lalu saat itu, aku pasti akan mengajarimu cinta.”

Reno tidak berniat menahannya di sini, namun dia menginginkan janji; untuk kembali bertemu dengan Shin dalam dua ribu tahun kemudian.

“Reno.” Shin berlutut di depannya, dan dengan lmebut meraih tangannya. “Kau maunya di Aharthern atau Dilhade?”

“Eh, apa yang kau bicarakan...?”

Dia tampak bingung, seolah dia tidak mengerti apa yang Shin katakan.

“Upacara pernikahan. Apa roh memiliki tradisi semacam itu?”

“Apa memang harus melakukan itu?” tanya Reno dengan ekspresi bingung.

“Tuanku mengatakan bahwa siapapun yang menikah harus melaksanakan upacara pernikahan. Aku tidak akan bisa bereinkarnasi tanpa memenuhi itu.”

Fumu. Sepertinya aku memang pernah bilang begitu.

Pernikahan tidak selalu merupakan peristiwa yang membahagiakan, tapi banyak yang dengan enggan melakukannya selama perang. Namun, tidak ada gunanya melakukan itu ketika mengkhawatirkan kapan pertempuran yang terus berlangsung akan berakhir. Maka setidaknya, aku ingin membuatnya mencolok pada saat perayaan.

“Kalau begitu, apakah tidak apa-apa kalau di Aharthern? Soalnya, semua orang di sini tidak benar-benar memahami upacara pernikahan yang biasanya dilakukan di Dilhade.”

Shin mengangguk.

“Aku sebagai rakyat Dilhade.” Dia menatap Reno dan berkata. “Bersumpah atas nama Raja Iblis Besar.”

Dengan wajah tertunduk, Shin dengan lembut meletakkan bibirnya di punggung tangan Reno. Melihat itu membuat Reno membelalakan matanya.

“Aku akan meminang Roh Agung Reno sebagai istriku, dan bahkan jika kematian memisahkan kami, kehancuran memisahkan kami, dan takdir memisahkan kami, hati kami akan tetap bersama selamanya.”

Itu adalah kata-kata pertunangan yang digunakan di Midhays selama era mitologis.

3 Comments

Previous Post Next Post