Tantei wa Mou, Shindeiru Volume 1 - Bab 2 Bagian 3

Bab 2 Bagian 3
Aku tidak akan mati


Setelah itu, Saikawa membawa kami ke ruang harta, dan kemudian memandu kami berkeliling rumahnya. Kami pun saling bertukar informasi kontak, dan memutuskan bubar untuk hari itu.

Dan dalam perjalanan pulang dari kediaman Saikawa,

“Bagaimana menurutmu?”

Saat Matahari terbenam, aku bertanya pada Natsunagi yang berjalan di sampingku.

“Apa yang kau bicarakan?”

“Apa menurutmu permintaan ini bisa kita selesaikan?”

“Ini berbeda dari yang kubayangkan... jika aku bilang begitu, apa kau akan marah?”

“Apa yang membuatmu berpikir kalau aku tidak akan marah?”

Aku menasihati Natsunagi untuk tidak perlu berpikir menjadi pengganti siapa pun, eh dianya malah berinisiatif menjadi detektif. Mungkin itu karena dia terbawa situasi, atau mungkin juga karena otaknya mengalami korsleting.

Selain itu, tidak heran kalau dia merasa kebingungan, karena permintaan yang begitu tiba-tiba ini sedikit berbeda dari pekerjaan detektif biasa.

“Aku cuman bercanda... Tapi, menjadi seorang detektif itu sulit ya?”

“Kau mungkin tidak akan bisa kembali ke kehidupan sebagai siswi SMA biasa.”

“Padahal kupikir kalau tugas detektif itu adalah mencari anak kucing yang hilang atau semacamnya.”

“Sekarang juga minta maaflah pada semua detektif di negara ini.”

...Atau begitulah yang kukatakan, tapi dalam artian tertentu, pemahaman Natsunagi tentang hal ini mungkin memang tidak salah.

“Kau tahu... kemarin,” seru Natsunagi, dan tiba-tiba berhenti di lampu jalan. “Aku bermimpi—tentang Siesta-san.”

Mungkin itu karena apa yang terjadi baru-baru ini, tambahnya sambil menatapku.

“...Begitu ya. Apa dia baik-baik saja?”

“Begitulah, tapi, dia sangat cantik.”

“Yakan?”

“Tidak, kupikir itu bukanlah sesuatu yang harus kau banggakan, Kimizuka.”

...Ngomong-ngomong, Natsunagi harusnya belum pernah bertemu dengan Siesta sebelumnya. Dengan kata lain, dia mungkin membayangkan bagaimana sosok Siesta dalam benaknya setelah mendengar apa yang kukatakan kemarin.

“Apa dia ada mengatakan sesuatu?”

“Ahh, untuk beberapa alasan aku berdebat dengannya...”

“Jangan berdebat dengan seseorang yang kau temui dalam mimpimu untuk pertama kalinya...”

Tapi yah, bukannya aku tidak bisa mengerti sih.

Kepribadian Siesta dan Natsunagi benar-benar berbeda... yang satu rasional, dan yang lainnya sentimental. Namun keduanya sama-sama sangat proaktif, jadi aku bisa mengatakan bahwa mereka sangat mirip dalam hal ini.

“Kami berdua mengatakan apa pun yang kami suka, dan kami tidak bisa meyakinkan satu sama lain, kami bahkan sampai baku hantam.”

“Aku jelas tidak mau melihat perkelahian sungguhan dari wanita.”

“Tapi pada akhirnya...,” Aku mendengar Natsunagi menghela nafas, “Dia bilang, kuserahkan sisanya padamu..”

Di bawah lampu jalan, dia menatap dengan serius ke arahku.

“...Ngomong-ngomong, apa itu aku alasan kalian cekcok?”

Aku merasa sedikit malu, dan ingin menganggapnya sebagai lelucon... tapi,

“...! B-Bukan gitu kok! Kami sama sekali tidak mencoba memperebutkanmu atau semacamnya.”

“Eh, apa-apaan dengan reaksi itu? Itu malah membuatku kepikiran, loh...”

“Ahh, ahh! Udah, percakapan berakhir di sini!”

Denagan begitu Natsunagi buru-buru mengakhiri percakapan, kemudian mengipasi wajahnya dengan tangannya. Hmm, padahal saat ini cuaca seharusnya lebih sejuk.

“Yang kelas! Akulah detektifnya, dan kaulah asistennya, Kimizuka. Ayo kita bekerja keras bersama-sama.”

“Ya ya, lagian pakaian renangmu yang dipertaruhkan di sini, kan?”

“Kau ingin melihatku mengenakan pakaian renang?”

“Ahh,—ya, aku ingin melihatnya. Aku benar-benar ingin melihatnya.”

“Entah kenapa aku jadi marah.”

Natsunagi memelototi wajahku dengan saksama.

“Ah, bukannya itu tidak boleh loh ya.”

“Kau yakin tentang itu?”

“Kalau begitu, setelah kita menyelesaikan permintaan ini tanpai masalah, mau gak pergi ke laut bersama-sama?”

“Jangan memasang bendera kematian begitu tiba-tiba seperti itu lah.”

“Aku tidak akan mati.”

Natsunagi mengambil beberapa langkah ke depan, kemudian berbalik,

 

“Aku tidak akan mati. Aku tidak akan mati dan meninggalkanmu sendiran, itu pasti.”

 

Itulah sumpahku pada jantung ini.

Natsunagi mengatakan itu sambil meletakkan tangannya di dada kirinya.

“Begitukah?”

Bulan sabit melayang di langit malam.

Kami pun berjalan menuju cahaya bulan yang sangat jauh itu.



Post a Comment

Previous Post Next Post