Seiken Gakuin no Maken Tsukai Volume 3 - Bab 2

Bab 2
Latih Tanding


Musuh mendirikan basis jauh di dalam hutan. Berhati-hatilah.”

“Dimengerti. Kami akan terus maju sambil tetap waspada.”

Menanggapi suara Elfine melalui terminal komunikasi, Riselia berbalik.

“Ayo pergi, Leo—”

“Ya”

Bersembunyi di semak-semak, keduanya bergerak maju. Medan pertempuran yang digunakan untuk latihan ini adalah replika dari kawasan hutan yang ada di utara. Medan atau lingkungan apa pun dapat dibuat sesuai kebutuhan yang diperulukan. Dan yang mengejutkan, hanya butuh sekitar 16 jam untuk memodifikasi lingkungan tersebut.

Aku tidak menyangka bahwa teknologi manusia akan berkembang pesat seperti ini.

Leonis terkesan saat melihat ke sekeliling lanskap hutan yang benar-benar terlihat seperti asilnya, dengan cahaya matahari yang bersinar masuk melalui celah-celah pepohonan.

Struktur tempat itu sendiri sangat mirip dengan arena yang ada di Necrozoa. Dimana di arena tersebut, seringkali diadakan pertarungan antar ogre, troll, dan banyak monster lainnya.

Namun, yang ada di zaman Leonis membutuhkan pengambil air dari sungai untuk menciptakan repilka pertempuran laut, atau membawa pasir dalam jumlah yang besar dari gurun untuk menciptakan replika pertempuran gurun.

Fasilitas ini jauh lebih berkembang. Saat anak itu berpikir demikian, Riselia yang berjalan di depannya tiba-tiba berhenti.

Kini, mereka berada  di area terbuka yang cukup kecil di dalam hutan.

“Kayaknya di depan sana ada jebakan.”

Mereka telah menyelidiki bahwa tim musuh memiliki pengguna Pedang Suci yang luar biasa. Medan yang cerah seperti ini tentunya merupakan tempat yang tepat untuk memasang jebakan.

“Fine, apa di depan ada tanda-tanda kehadiran musuh?”

“Di dekat bendera ada penembak jitu.”

“......”

Riselia berhenti dan merenung.

Dalam latihan ini, Leonis tidak akan menyela ataupun membantunya. Hal ini sudah anak itu sampaikan pada gadis itu sebelum latihan tersebut dimulai. Ini dimaksudkan bukan hanya untuk melihat apa yang mampu Riselia lakukan, tapi karena latihan tersebut juga disiarkan di luar, jadinya anak itu tidak ingin menunjukkan terlalu banyak kekuatannya.

Nah, apa yang akan kau lakukan?

Aturan latihannya tidak terlalu rumit. Poin kekuatan diberikan sesuai dengan nilai siswa akademi, dan jika mereka mengalahkan anggota tim lawan, mereka akan menerima poin. Selain itu, setiap tim memiliki basis di lapangan, dan poin juga bisa diperoleh dengan merebut bendera mereka.

Dalam sistem ini, pemain pertama yang mencapai poin target yang ditetapkan akan menang.

Dan saat ini, Sakuya sedang menyerang basis musuh dari depan secara langsung. Tentu saja, karena Sakuya adalah orang yang memiliki rekor menaklukkan Void sendirian, pihak lain sangat mewaspadainya dan menyiagakan kekuatan utama seperti Fenris untuk bertahan.

Di sisi lain, Riselia, yang baru saja menerima Pedang Suci, dan Leonis, yang terlihat seperti anak berumur sepuluh tahun, hampir tidak diberikan kewaspadaan khusus. Karenanya, kali ini Riselia membuat strategi untuk menyerang dari kedua sisi dengan dua orang, dan mendapatkan poin dengan menjatuhkan basis lawan.

Saat ini, kecepatan adalah yang terpenting.

Sedangkan untuk personel bertahan yang melindungi basis mereka adalah Elfine dan Regina. Yah, sekalipun mereka berdua merupakan personel bertahan, dengan kekuatan Pedang Suci-nya yang terbatas, fokus utama Elfine adalah mencari musuh dan mengumpulkan informasi. Jadi bisa dibilang, Regina adalah satu-satunya personel bertahan. Skill Regina memanglah solid, tapi tanpa pengawalan, penembak jitu tentunya akan sangat mengancam.

“Kalau saja aku bisa menggunakan Meriam Naga, aku akan membakar seluruh hutan.” kata Regina.

Tentunya, penggunaan meriam pemusnah binatan buas—Meriam Naga—dilarang. Dalam latihan, perlu untuk menekan kekuatan Pedang Suci untuk penggunaan antarpribadi.

Itu adalah keadaan yang di sebut sebagi senjata dengan bilah terhunus. Mereka yang tidak bisa mengendalikannya dengan halus tidak memenuhi syarat untuk berpartisipasi dalam latihan sejak awal.

Kami harus segera menjatuhkan basis musuh saat Sakuya menarik perhatian musuh.

Haruskah memutar, atau menerobos langsung? Keraguan tersebut tidak berlangsung lama di benak Riselia.

“—Kita akan memutar. Lewat sini.”

Dengan Pedang Darah di tangannya, Riselia berlari menuju semak-semak.

Tangan kananku memang hebat. Leonis memuji keputusannya di dalam hatinya.

Jika kau adalah jenderal Raja Undead, cara yang sangat normal untul melanjutkan adalah dengan menantang jebakan yang disiapkan musuh secara langsung. Karena dengan begitu, keagungan dari Raja Undead akan ditunjukkan dan akan dapat mengurangi moral musuh.

Pada dasarnya, ini bukanlah bagaimana Raja Undead akan bertarung. Tapi—

Karena kesadaran itulah, Pasukan Penguasa Kegelapan dikalahkan.

Leonis sendiri lebih memilih cara bertarung untuk menghancurkan musuhnya secara langsung. Itulah mengapa tanan kanan Raja Undead seperti itu diperlukan untuk berhati-hati dalam menghindari musuh.

Dalam benak Leonis, evaluasi Riselia meningkat secara signifikan.

Tapi, sekalipun di sini Riselia memlih untuk menantang musuh secara langsung, dia tetap akan menerima evaluasi yang sama atas sikapnya yang cocok dengan gaya bertarung Raja Undead.

Karena bagaimanapun juga, Leonis adalah orang yang terlalu memanjakkan Pengikutnya.

---

Di kursi penonton yang berada di lapangan—

“Fumu, dia melakukannya dengan cukup baik.” seru Instruktur Diglasse dengan kagum.

Dia adalah instruktur yang mengawasi duel Leonis dengan Muselle saat anak itu baru mendaftar di Akademi Excalibur.

Latih tanding tersebut disiarkan secara langsung dan ditampilkan di monitor besar yang ada di lapangan. Dan tidak hanya siswa-siswi saja, masyarakat umum pun diperbolehkan masuk untuk menyaksikan pertandingan tersebut.

Namun, jumlah penontonnya tidak terlalu bannyak. Sebagian karena saat itu masih pagi, tapi juga karena Peleton ke-18 tidak begitu terkenal.

Lawan mereka adalah kelompok Asrama Fafnir yang memiliki nilai tertinggi. Tampaknya bagi kebanyakan orang, tidak begitu menarik untuk menyakiskan pertandingan yang dimana hasilnya sudah bisa diketahui dengan jelas.

Biasanya dalam latih tanding seperti ini, beberapa siswa akan melakukan sesuatu seperti taruhan, tapi kini, bahkan tidak ada yang menyarankan untuk melakukannya saat melihat pertandingan ini.

Tentunya, di Peleton ke-18, ada Sakuya yang merupkan seorang pendekar pedang hebat, tapi dia tidak begitu cocok dengan taktik tim.

Elfine telah kehilangan kekuatan asli Pedang Suci-nya, dan kekuatan Regina, Meriam Naga, tidak dapat digunakan dalam latih tanding. Pemimpin mereka, Riselia, baru saja mewujudkan Pedang Suci-nya. Sekalipun dia memenangkan duel melawan Muselle, secara umum itu hanyalah penampilan mengesankan pertamanya.

Dan anggota peleton yang baru direkrut adalah seorang anak lelaki yang baru berusia sepuluh tahun. Bahkan ada rumor yang mengatakan kalau anak itu tidak lebih dari orang yang biasanya cuman bertugas sebagai pembawa perbekalan.

Nah, apa yang akan terjadi—

---

Dua bayangan berlari menerobos semak-semak yang memiliki pijakan yang buruk.

Dengan kaki yang berbalutkan sihir, Riselia menendang pepohonan dan berlari seperti angin.

“Leo, apa kau bisa mengikutiku?”

“—Ya.” jawab Leonis, sambil terus mengikuti di belakang Riselia.

Ya ampun, pikirmu aku ini siapa?

Dengan menggunakan sihir Lintas Bayangan, Leonis bergerak dengan bayangan Riselia. Saat berada dibawah mantra ini, dia menjadi satu dengan bayangan itu sendiri dan tidak akan terganggu dengan pepohonan.

Itu adalah yang sihir yanc cukup berguna, yang diajarkan oleh Shirley kepadanya.

Fwusssh, terdengar suara hembusan angin,

Panah cahaya yang tajam menyerempet pipi Riselia dan menghilang ke semak-semak di belakangnya.

“Pemanah, ya.”

Itu adalah Pedang Suci dengan tipe serangan jarak jauh. Jika mereka memilih rute yang terbuka, wajar saja jika mereka akan menjadi sasaran yang empuk. Namun, rute ini, dengan banyaknya pepohonan, sangat tidak terduga bagi Risela dan Lenois bahwa penembak jitu lawan dapat menembak dengan baik. Karena bagaimanapun juga, akan sulit untuk membidik jika kau bergerak melalui banyak perisai alami.

“Apa kau telah membaca penyergapan sang pemanah?”

“Mmh, ini hanya firasatku. Tapi kurasa rute ke sana agak berbahaya.”

Firasat, ya. Yah, setidaknya itu lebih baik dari sekedar asal bilang. Leonis tersenyum di dalam hatinya.

Fwush, fwush, fwush—panah cahaya ditembakkan dua sampai tiga kali.

Riselia menendang tanah, dengan heel biru es-nya bersinar merah dengan kekuatan sihir.

Sambil berlari melalui pepohonan, dia menghunuskan pedangnya dan secara akurat memotong panah yang terbang dan menjentikkannya menjauh.

“Tampaknya kau sudah terbiasa menggunakan mata vampir.”

“Itu semua berkat pelatihan darimu, Leo.”

Ini bukan hanya tentang berurusan dengan kemampuan vampir. Kemampuan pedangnya juga meningkat pesat melalui pelatihan sungguhan melawan skeleton.

...Dia benar-benar pengikut yang sangat kunantikan perkembangannya.

Mungkin karena kesal, anak panah dari Pedang Suci kini dilepaskan dalah jumlah banyak, dan menghujani mereka—

“—Deimd (Angin Iblis).“

Leonis dengan mudah membelokkan semuanya dengan sihir sederhana.

“Haaaaaah!”

Menebas pepohonan yang menghalangi jalannya, Riselia menereobos hutan dalam satu gerakan.

Di ujung hutan, ada area terbuka di bawah bukit. Melihat ke atas, di sana ada seorang gadis yang memegang Pedang Suci berbentuk busur.

Dan di dekatanya, ada bendera yang merupakan titik poin.

“...Aku tidak percaya akan sampai secepat ini—!”

Gadis dengan busur itu memiliki ekspresi tidak sabaran di wajahnya. Dan dia bergegas untuk memuat panah dengan cepat, tapi.

“—Kena kau!”

Melepaskan kekuatan sihir di kakinya, Riselia menendang tanah dan melompat. Dia mendarat, dan bergegas menyerang gadis dengan busur itu. Dalam hal pertarungan jarak dekat, tidak ada peluang untuk menang melawan Riselia.

—Tapi saat itu

Grrrrrr

Dua serigala es melompat keluar dari balik batu dan menyerang Riselia.

“...Selia!?”

Beberapa saat kemudian, Leonis melompat ke tebing dan berteriak.

Riselia mengangkat lengan kirinya untuk bertahan melawan serigala-serigala itu.  Taring serigala es menggigit legannya, dan membuatnya jadi beku.

“Fuuu, aku tahu kau akan daang ke sini, anak yang gagal, Riselia Crystalia!”

Apa yang muncul dari balik batu adalah seorang gadis dengan rambut pirang platinum. Dia adalah Fenris Edelritz, pemimpin peleton ke-11.

“...Fenris, kenapa kau ada di sini?” teriak Risle, saat dia melompat mundur dengan cepat.

Harusnya saat ini, Fenris sedang menghadapi Sakuya.

“Tentu saja, aku di sini untuk menyelesaikan urusanku denganmu.”

Mengatakan itu, Fenris menyisir rambutnya dengan ujung jarinya.

Lima Serigala Es mengelilingi Riselia dan Leonis.

“Tidak,  bukannya Sakuya sekarang—“
 
“Fufu, gadis itu memang punya keterampilan pedang yang hebat, tapi tampaknya dia terlalu ahli dalam tangan kosong. Saat ini, dia sedang bermain-main dengan Serigala Es-ku.”

...Apakah dia dipancing masuk ke dalam hutan?

Sambil membiarkan Sakuya yang bergerak sendiri menghadapi Seriga Es, dia sendiri diam-diam pindah ke sini. Sambil bergerak melalui hutan yang sulit untuk dideteksi, dia menggunakan Serigal Es sebagai umpan dan menhindari pencarian Elfine.

“Hutan adalah bidang yang sangat menguntungkanku.”

Fenris tersenyum dengan ekspresi santai di wajahnya.

“Dua penyerang elit dari peleton kami menyerang basis kalian. Elfine dan si pelayan itu tidak akan bisa menghadapi mereka. Ini adalah kemenangan kami.”

“......!”

Tentunya, akan sulit bagi mereka berdua saja untuk menjaga bendera mereka. Tapi—

Riselia meraih Fenris di atas bahunya,

“—Sakuya pernah bilang padaku. Bahwa pertempuran akan dimenangkan saat kau mendapatkan kepala sang jenderal.”

“...Apa yang coba kau katakan?”

“Sebelum kalian menyerang basis kami, maka kami hanya harus mengalahkanmu lebih dulu, Fenris!”

Pada saat yang sama dia berteriak, dia melepaskan kekuatan sihirnya.

Dengan suara yang nyaring, es di lengan kirinya pecah.

---

“Oh, jadi itu peleton campur aduk?”

“Lah, kok ada bocil di sana? Oi oi, ini bukan permainan tahu.”

Siswa yang lewat di lapangan melihat ke monitor dan tertawa. Kemudian, gadis yang duduk di depan monitor berdiri dan berkata.

“......L-Leo pasti akan menang!” dia berteriak pada kedua siswa yang tertawa itu,

...Hmm? Diglasse mengendurkan multunya karena merasa lucu.

Gadis yang berteriak itu adalah gadis yang berusia sekitar tujuh atau delapan tahun, dengan rambut hitam menawan yang dipotong pendek. Kalau dilihat dari penampilannya, dia mungkin adalah anak-anak pengungsi.

“.....Hmm, kau kenapa?”

Salah satu siswa itu mengempiskan gadis itu dengan muram. Namun, gadis dengan penampilan lemah lembut itu dengan kuat menghadapi dua orang yang lebih tua darinya itu.

“Seperti yang Tessera bilang, Leo dan Kak Riselia pasti akan menang. Lagipula mereka adalah orang yang menyelamatkan panti asuhan kami!”

Kali ini, seorang gadis dengan rambut berwarna kastanye berdiri di depan gadis berambut hitam itu seolah-oleh untuk melindunginya.

“Mi-Millet...”

Seorang anak laki-laki berkacamata dengan cemas menarik lengan gadis berambut kastanye itu.

“Apa kalian mengenal mereka?”

Siswa itu mengangkat bahu dan menatap ke monitor.

“Sayangnya, mereka tidak punya peluang.”

“Ya, bagaimanapun juga, yang mereka melawan adalah Fenris dari peleton ke-11 itu.”

Siswa yang lain melambaikan tangannya seolah-olah meremahkan mereka.

Saat itu—

“Sepertinya anak-anak itu memiliki mata yang lebih baik daripada kalian.”

“.....?”

Semua orang beralih ke suara indah yang terdengar itu. Di sana, ada seorang gadis yang mengenakan gaun pelayan sedang duduk di bangku penonton sambil makan donat.

...Sejak kapan dia ada di sana!?

Diglasse terkejut saat mengetahui bahwa dia sama sekali tidak merasakan kehadiran gadis itu.

---

“—Fuu, pikirmu seorang yang gagal sepertimu bisa mengalahkanku!”

Grrrrrrrr!

Di bawah perintah Fenrir, lima serigala es menyerang Riselia sekaligus.

“—Hah!”

Riselia menghunuskan Pedang Darah-nya, dan menebas salah satu dari mereka, membalikkan badan, dan menyerang serigala yang lain dengan gagang pedangnya.

Dia segera mendapatkan kembali posisinya dan mengambil posisi bertahan.

“...Ap—!”

Mata Fenris membelalak saat melihat ketajaman kerja pedangnya.

...Ini berkat diriku yang membuatnya berlatih melawan geromblolan Skeleton Beast-ku. pikir Leonis.

“Aku bukanlah orang yang gagal lagi!”

Riselia memusatkan kekuatan sihirnya di kakinya dan menendang tanah.

“...TIdak akan kubiarkan!”

Meneriakkan itu, gadis pemanah yang bersembunyi di balik batu menembakkan anak panah cahaya ke arah Riselia.

“Ups, jangan ngeganggu—“

Menggumamkan itu, Leonis mengetuk tanah di bawah kakinya dengan Tongkat Penyegel Dosa. Sesaat kemudian, bayangan keluar seperti ular dan menelan panah cahaya itu.

“....E-Eh!?”

Sihi dasar dari Pengguna Bayangan—Ular Bayangan.

Ular bayangan itu menukik dan dengan cepat berputar ke sekitar batu tmpat gadis pemanah itu bersembunyi.

“Tidaaaak.... Mgggm!”

Jeritan bernada tinggi terdengar, dan segera berubah menjadi suara erangan yang teredam. Dari balik batu itu, gadis itu terjatuh dengan seluruh rubuhnya dililit ular bayangan.

Leonis, yang telah membereskan penembak jitu itu, mengalihkan pandangannya ke arah Riselia.

Melompat ke langkan, Risela mengayunkan Pedang Suci-nya ke arah Fenris.

“Haaa~!”

Biarpun bilahnya terhunus, jika dia menerimanya secara langsung, dia pasti hanya akan pingsan. Tapi—

“...Kau terlalu naif, Riselia!”

Fenris mundur ke belakang dan mengamankan jarak, Dan segera, dua Serigal Es menantang Riselia seolah untuk melindunginya.

Riselia menorobos masuk.

Dan saat itu. Fenris mengulurkan tanganya ke depat dan berteriak.

“Pedang Suci, Perubahan Mode—Tinju Es!”

Dua serigala es berubah menjadi badai salju yang berputar-putar dan bersarang di kedua tangan Fenris. Rupanya, Pedang Suci-nya dapat berubah mode seperti Meriam Naga milik Regina.

Grrrrgg—tinju serigala es menangkap pedang yang diayunkan.

“..Haa——!”

Dengan tinju kirinya menerima pedang, Fenrsi mengayunkan tinju kanannya.

...Dari penampilannya, itu adalah tipe petarung!

“Ka, ha—!”

Tubuh Riselia terlempar, memantul-mantul dan kemudian berguling-guling di tanah. Meski begitu, dia tetap tidak melepaskan Pedang Suci-nya.

Terhadap Riselia yang dalam kondisi itu, Fenris segera mengejarnya.

“Seranganku masih belum selesai!”

“......!”

Riselia berdiri dan mencoba menjaga jarak, tapi—

“...Kakiku—?”

Serigala es menggigit salah satu kakinya.

“Fuu, ini penghabisan!”

Dengan tinju es-nya, Fenris dengan cepat menutup jarak.

...Yah, kurasa aku harus sedikit membantunya.

Leonis, yang menyayangi pengiktunya, mencoba mengeluarkan sihir bayangan.

—Tapi sebelum itu.

“......Masih belum......”

Mata biru es Riselia bersinar merah.

Kekuatan sihir yang meledak dari tubuhnya mengamuk seperti badai.

“...Aku tidak akan kalah di sini...!”

Kepala serigala es yang memakan kakinya hancur. Saat itu, dia melompat dengan kekuatan kaki yang tidak manusiawi. Begitu dia mendarat, dengan kilatan Pedang Suci, dia menebas serigala es yang melompat kearahnya.

“A-Apa ini—!”

Tinju es Fenris mendekatinya. Namun, Riselia menjentikkan tinjunya dengan bilah pedangnya.

“Asal kau tahu, aku selalu mengagumi dan mengawasi punggungmu!”

“.....!?”

Pedang Darah di tangan Riselia bersinar merah.

Seorang gadis gagal yang ingin menjadi ksatria untuk melindungi orang-orang.  Dia, yang tidak dapat mewujudkan kekuatan Pedang Suci—mengikuti punggung saingannya sebagai Pengguna Pedang Suci. Tidak ada yang mengharapkan apapun darinya, dan dia terus bekerja keras sambil ditertawakan.

—Mataku memang tidak salah menilai. Leonis yakin akan hal ini di dalam hatinya.

Memang benar, Ratu Vampir adalah ras tingkat tinggi yang langka di antara undead. Tapi itu belum semuanya, inti dari kekuatan gadis itu adalah tekadnya.

Pedang Riselia menghancurkan tinju es yang dilepaskan oleh Fenris.

“Inilah pengikut yang akan menjadi tangan kananku.” gumam Leonis dengan bangga.

---

“Luar biasa, itu sungguh luar biasa, Lady Selia! Bagi kita untuk menang melawan peleton ke-11 Asrama Fafnir, ini adalah kekalahan terbesar mereka sejak terbentuknya mereka di akademi!”

Di koridor fasilitas besar yang terhubung ke lapangan pelatihan, dengan gembira, Regina memeluk Riselia dari belakang.

“Ini berkat kalian semua.” Riselia tersenym dan menepuknya.

Peleton ke-18 memenangkan pertandingan dengan merebut bendera di basis lawan dan melumpuhkan pemimpin mereka, Fenris, dari pertempuran.

Bagi Riselia dan yang lainnya, ini adalah pencapaian yang sangat luar biasa.

Pertandingan latihan beriktunya sudah dimulai di lapangan. Kini, gadis-gadis itu berjalan menuju pemandian umum, Undine, untuk membersihkan keringat sambil berendam.

“Selain itu, kita tidak boleh sombong. Jika saja Fenris tidak terobsesi untuk bersaing denganku dan berada di belakang basis tengah, aku yakin kita tidak akan menang.”

“Ya ampun, kau ini orangnya seriusan banget, Lady Selia...”

Regina melepaskan leher Riselia,

“Tapi, kurasa ini hal yang bagus kita menang. Mungkin sekarang kita bisa mendapatkan jet pass di asrama kita.”

“Sebelum itu, kurasa kita harus memperbaiki AC yang ada di ruang tamu.” kata Riselia sambil mengangkat bahu.

“Maafkan aku, Senpai. Aku terpancing ke dalam perangkap musuh.”

Itu adalah seorang gadis dengan rambut biru mencolok yang mengucapkan kata-kata penyesalan. Dia adalah Sakuya Sieglinde, gadis yang mengenakan pakaian tradisional Sakura Orchid diatas seragam Akademi Excalibur.

“Tidak, kau juga melakukan pekerjaan dengan baik kok, Sakuya.”

“Ya. Bahkan sekalipun kau dipancing masuk ke dalam hutan, kau masih berhasil mengalahkan salah satu dari mereka.”

Berjalan di samping gadis itu adalah seorang gadis yang lebih tua dengan rambut hitam panjang yang tergerai,  Elfine Phillet. Di adalah operator dari peleton ke-18, dan merupakan sosok kakak perempuan yang bisa diandalkan dalam tim tersebut.

“Itu cuman kebetulan. Saat itu aku sedang berburu serigalanya Fenris, dan untungnya kami bertemu satu sama lain.”

“Kupikir itu tidak bisa disebut beruntung kalau sampai bertemu denganmu, Sakuya.”

Tentunya, dalam hal pertarungan jarak dekat, mungkin tidak ada siswa yang bisa bersaing dengan Sakuya.

“Uugh, padahal aku juga ingin berperan dengan aktif,”

“Keberadaan Regina menjadi pencegah. Kau juga membuat penyerang dari tim lawan menjadi lebih berhati-hati.”

“Aku yakin kalau mereka menerobos dari depan, kau akan bisa langsung menembak mereka.”  mengatakan itu, Riselia beralih menatap Leonis, “Leo juga, kau mengalahkan penembak jitu lawan. Selamat atas kemenangan pertamamu dalam latihan.”

“Tidak kok, aku hanya memperhatikan Selia, jadi aku hanya mengambil kesempatan saat ada celah.” kata Leonis, mengangkat bahu dan mengggelengkan kepalanya.

 

Sebenarnya, aku tidak benar-benar bermaksud untuk mengalahkan salah satu dari mereka.

Meski dia memikirkan itu, saat dia berada di depan pengiktunya, dia merasa ingin tampil sedikit keren.

...Itu adalah kebiasaan buruknya sejak masa jayanya sebagai Raja Undead.

“Enaknya. Kuharap aku juga bisa melihat saat Leo sedang beraksi.” kata Regina dengan iri.

“Fine, tolong tunjukkan catatan [Permata]-nya nanti.”

“Oke—eh, tunggu sebentar”

Elfine mulai mengaktifkan terminal komunikasi. Dan untuk sesaat, ekspresinya berubah menjadi serous.

“Maaf. Kucingku memanggilku. Kalian duluan saja, aku akan bergabung dengan kalian nanti.”

Mengatupkan kedua tangannya dan meminta maaf, dia kemudian bergegas pergi ke lorong.

“......Kucing?”

“Fine memelihara kucing. Itu adalah kucing yang sangat manja dan sepertinya dia kesulitan merawatnya.” jawab Riselia terhadap Leonis yang memiringkan kepalanya.

“Tapi aku tidak pernah melihat ada kucing di asrama.”

“Kucingnya sering berjalan-jalan di sekitar halaman akadami kok. Meskipun di tempat-tempat yang  sulit untuk dilihat.”

“Ngomong-ngomong, baru-baru ini Sakuya juga mulai memelihara anjing liar, kan?”

“Tidak, bukannya aku memelihara si HItam Fluffymaru atau semacamnya—“

Saat dia mengatakan itu—

Mereka tiba di depan pemandian umum, Undine.

“—Kalau bagitu, sampai jumpa nanti.”

Dengan sedikit membungkuk, Leonis berbalik dan menuju pemandian pria,

Srut,

Tapi saat itu,kerah seragamnya dicubit dan ditarik ke belakang.

“Kau mandi di sini saja, Leo.”

“...Hah?”

“Lagipula, kau itu masih berumur sepuluh tahun, kan?”

Dengan jari telunjuknya yang bergerak-gerak, Regina menunjuk ke arah pemandian.

“Menurut aturan akademi, kau bisa masuk dengan walimu sampai kau berumur sepuluh tahun.”

“T-Tunggu sebentar, aku...!”

Anak itu dengan panik mencoba untuk memprotesnya, tapi...,

“Kau benar. Aku juga khawatir kalau Leo sendirian, dia mungkin akan merusak bak mandinya.”

“Aku tidak akan merusaknya!”

...Tentunya, merupakan fakta bahwa dia pernah merusaknya sekali karena tidak tahu cara menggunakannya.

“Selain itu, Leo, kalau kau mandi sendirian, paling-paling kau akan mandi seperti burung gagak. Hari ini ada banyak pasir yang menempel di kepalamu, jadi kau harus mencucinya dengan benar.”

[Catatan Penerjemah: Maksudnya mandinya cepet banget atau asal-asalan (Intinya mandi, bersih atau tidak, urusan belakang.).]

“Tung-tunggu dulu, Selia!?”

“Udah, udah, jangan protes begitu, Nak.”

“......~!”

Dengan Regina yang cekikikan dan Riselia yang serius mendorong punggungnya—Leonis diseret ke pemandian wanita.

---

Pemandian Undine dipenuhi dengan uap putih yang mengepul.

Di dalam fasilitas Akademi, terdapat enam jenis pemandian, lengkap dengan sauna, pemandian air, dan pemandian uap. Di dindingnya, terdapan ubin yang diukir dengan gambar dunia yang diserang oleh Void.

Itu menggambarkan pemandangan yang sangat indah sebelum adanya invasi para Void.

Di sudut fasilitas yang sudah seperti surga itu—

“Nah, Nak, tanggalkan pakaianmu.”

“Leo, jangan gerak-gerak.”

...Kenapa ini bisa terjadi!

Setelah ditelanjangi oleh Riselia dan Regina, Leonis memegangi kepalanya di kursi cuci.

Wajahnya benar-benar panas, dan tentu saja itu bukan karena pengaruh uap.

“Nak, kalau kau sekaku itu, akan sulit untuk membersihkan tubuhmu. Nah, angkat tanganmu.”

Regina, dengan rambutnya yang digeraikan, meraih lengan Leonis dan mengangkatnya.

“......!?”

Saat meraskan sensasi sentuhan kulih basah di punggungnya, dengan tangan  yang terangkat, Leonis bergidik.

“Fufufu, apa kau malu-malu, Nak?”

“R-Regina, aku bisa menggosok badanku sendiri...”

Dia mengeluarkan suara perlawanan yang lemah, tapi suara shower membuatnya tidak mungkin untuk didengar.

A-Aku adalah Raja Undead, Raja yang memimpin lebih dari sepuluh ribu pasukan kematian...,

Dengan kemauan yang kuat, Leonis terus-menerus menegaskan bahwa dia adalah Raja Undead agar pikirannya tidak traveling kemana-mana.

Slurp, slurp, slurp

Spons dengan lembut menggosok kulitnya, dan akhirnya, kulitnya tertutup busa sabun.

“Regina, kurasa sudah cukup menggosok tubuhnya.”

“Iya, iya, Lady Selia.”

Mendegar suara Riselia, Regina berpindah posisi.

Leonis akhirnya merasa lega, tapi itu hanya untuk waktu yang singkat.

“Leo, tutup matamu, bisa-bisa nanti ada sampo yang masuk ke matamu.”

Kali ini, ujung jari Riselia yang halus mengusap kepala Leonis. Ujung jari gadis itu terasa agak dingin, mungkin karena dia adalah seorang vampir.

“Erm, aku bisa sendiri kok...”

“Tidak boleh. Kau itu tidak pandai membersihan tubuhmu, Leo.”

“Ugh...”

Tentunya, saat dia masih merupakan Raja Undead, dia berada di dalam peti mati dan jelas bukan di bak mandi. Karenanya, dia hampir lupa bagaimana caranya membersihkan tubuh.

“Kau memiliki model rambut yang agak aneh, ya, Leo?”

Sambil bersenandung dengan gembira, gadis itu terus membusai rambut anak itu.

“Hei, apa ada bintik-bintik gatal di tubuhmu?”

“T-tidak ada...” Leonis mendengus.

...Ini menyedihkan, tapi tak bisa dipungkiri kalau aku merasa nyaman.

Dia merasa sangat nyaman hingga dia seperti akan tertidur.
 
“Sakuya, sini biar aku gosokin punggungmu—” mengatakan itu, Regina yang kini tidak melakukan apa-apa, pindah ke belakang Sakuya.

“Tidak, aku bisa sendiri kok—”

Sakuya, yang biasanya terlihat keren, menggelengkan kepalanya dengan sikap penolakan yang luar biasa.

“......? Ara, Sakuya, jangan bilang kau...”

Mengatakan itu, Regina tersenyum nakal dan—,

“Fuaah!”

Dari belakang, dia meraih dada Sakuya.

“Seperti dugaanku, punyamu menjadi sedikit lebih besar, kan? Kau tidak akan bisa menipu mataku loh.”

“...E-Enggak kok..., kau ini tolol apa Regina?”

Dengan wajah yang memerah, Sakuya segera mendorong Regina menjauhinya.

“Kau juga berpikir begitu kan, Leo?”

“......Eh?”

Ditanyai seperti itu, Leonis yang sudah seperti mau tidur tiba-tiba mengangkat wajahnya. Dan kemudian, dada Sakuya, yang dipenuhi dengan busa sabun, memasuki pandangannya.

“......~~~~~~tsu ~”

Ada teriakan yang teredam terlontar dari mulut Sakuya.

Segara, dia buru-buru menutupi dadanya dengan handuk dan tersipu.

“M-Maafkan aku!”

“...N-Nak... K-Kau..., D-Dadaku...”

“T-Tidak... itu, erm..., sangat indah dan kencang...”

“......~Nak!”

Bibir cantik Sakuya mengerucut, dan dengan ekspresi yang malu-malu dia segera membalikkan tubuh Leonis. Kemudian, dia mengambil handuk tangan dan dengan cepat melilitnya di sekitar mata anak itu.

“...S-Sakuya, apa yang kau...!”

“Meskipun kau masih kecil, bukan berarti kau boleh melihat sesuatu yang seperti ini!”

Sakuya, yang telah mendapatkan kembali kiprah normalnya, mengencangkan ikatan di mata anak itu dengan erat.

“Sakuya, kau ‘kan tidak harus melakukan itu juga. Leo, kau baik-baik saja. Hei, Leo?” tanya Riselia.

“A-Aku baik-baik saja, ayo kita tutup saja mataku seperti ini!” mengatakan itu, Leonis mengangguk pada dirinya sendiri.

---

Malaikat dengan sayap yang berwarna layaknya langit malam yang berkilau turun ke dalam kegelapan yang dipisahkan oleh banyak kisi.

Itu adalah dimensi jaringan semu yang dibuat oleh elemen sihir—Astral Garden.

Ini adalah ruang virtual yang menghubungkan Assault Garden yang diciptakan dalam pryoek integrasi manusia 64 tahun yang lalu.

Awalnya, itu semacam rahasia militer, tapi dalam beberapa tahun terkahir ini, itu telah dibuka untuk akademi.

Di dunia yang diambang kehancuran ini, itu adalah satu-satunya tempat yang tidak di serang oleh Void.

Gadis itu bergerak dengan bebas di ruang yang diwakili oleh kisi-kisi cahaya.

Dia mengenakan gaun dengan bagian dadanya yang terekspos, yang bisa dikatakan sangat sensaional. Siapa pun yang mengetahui penampilannya yang biasanya rapi dan polos pasti akan terkejut saat melihat penampilannya saat ini.

Ratu Malam—itu adalah wajah lain dari Elfine Phillet di akademi.

Tenggelam dalam suasana hati yang terbuka, dia turun ke atas kisi tunggal.

“—Datanglah, Ket Sea.“

Saat dia memanggil, seekor kucing hitam yang mengeong muncul di depannya.

Ket Sea adalah roh buatan yang didedikasikan untuk Elfine yang ada di dalam jaringan.

Dia membuatnya dengan memproses Peadng Suci yang mengontrol informasi, Mata Penyihir (Eye of the Witch).

Roh kucing hitam inilah yang memanggilnya sebelumnya.

Tampaknya kucing itu menemukan beberapa data mencurigakan di jaringan perusahan Phillet di Ibukota Kekaisaran.

Phillet—itu adalah perusahaan yang terlibat dalam penelitian Roh Buatan yang mengontrol peralatan sihir.

...Roh yang yang digunakan dalam serangan teroris tempo hari itu adalah roh dari Perusahaan Phillet.

Satu-satunya orang yang bisa mengendalikan roh Hyperion, sebuah kapal yang didedikasika untuk royalti, adalah Putri Altilia.

Namun, roh-roh yang dibawa oleh Pengguna Pedang Pedang Iblis memaksa roh kapal itu ke dalam keadaan terkendali.

Jika Regina, yang memiliki darah royalti, tidak dapat mendapatkan kendali atas roh tresebut, Hyperion akan direbut, terjun ke dalam terumbu, dan ditelah oleh ketiadaaan.

Jika ada hubungan antara Pengguna Pedang Iblis dengan keluarga Count Phillet...

Dalam penyelidkannya selama beberapa hari terakhir, dia menemukan bahwa ada aliran dana yang tidak jelas di dalam Perusahaan Phillet. Namun, tidak ada informasi lebih lanjut yang bisa didapatkan karena area rahasia pusat diblokir oleh penghalang yang kuat.

Ket Sea mengeong dan sebuah kubus hitam muncul di depan Elfine.

“Apakah ini data yang mencurigakan itu?”

Elfine membungkuk dan dengan hati-hati menyentuh permukaan kubus tersebut.

Kubus terurai secara geometris dan informasi terkompresi mengalir ke dalam pikirannya. Dan di dalam torrent data itu, ada nama file yang terkunci dengan rapat.

“——D. Project?”

D. Project——apa yang dimaksud dengan D di sini? Elfine bertanya-tanya, Aku punya perasaan yang sangat tidak menyenangkan tentang ini

Saa itu, suara peringatan yang menggelegar bergema di kepalanya.

...Apa ini panggilan darurat? Astaga, kenapa harus di saat seperti ini—

Elfine buru-buru memutuskan koneksi ke Astral Garden.

“——.....”

Saat dia melepas tutup kepala kecilnya, rambut hitamnya yang mengilap tergerai dengan cepat. Menggunakan jarinya sebagai sisir, dia menyisir rambutnya yang berantakan dan mendesah kecil.

Akdemi Excalibur—Kantor Manajemen Informasi. Ini adalah fasilitas khusus yang memungkinkan penggunaan terminal informasi yang besar untuk militer.

Koneksi apapun ke dalam jaringan tersebut akan direkam di akademi, tapi dengan menggunakan kekuatan Mata Penyihir, itu dapat denagan mudah disamarkan.

...Ada apa ya? Sampai Biro Manajemen melakukan panggilan darurat seperti ini.

Merengut pada panggilan itu, dia melihat ke terminal di mejanya. Kemudian, matanya yang cerah segera terbuka dengan lebar.

“...Apa!?”

---

......Slurp, slurp, slurp

“Leo, kau tidak perlu segugup itu.”

Riselia terkekeh saat dia menggosok punggung Leonis.

“......~!”

Leonis merasa lega dengan matanya yang ditutup, tapi—dia segera menyadari bahwa itu adalah kesalahan besar. Nafas yang berhembus di telinga anak itu sangat menggelitiknya Sensasi sentuhan yang lembut terasa saat ujung jari gadis itu bersentuhan dengan kulitnya.

“......K-Kuah!?”

Tanpa sengaja, dia mendesah seperti itu.

Fakta bahwa penglihatannya terhalang membuat indra perabanya menjadi lebih sensitif.

“Leo, kau baik-baik saja? Apa itu terasa sakit?” dengan cemas, Risela bertanya begitu.

“A-Aku baik-baik saja...”

“Fufu, kalau penglihatanmu gelap seperti itu, imajinasimu pasti akan menjadi semakim liar,  benar begitu kan, Nak?”

Regina terkekeh dan berbsisik telinganya.

Pyun, pyun

Kemudian, sesuatu yang lembut menekan lengan Leonis.

“R-Regina, keisengan semacam itu... Fuah...”

“Aah, suaranmu terdengar seperti perempuan, imut banget.”

......Pelayan ini pasti sengaja!

Dengan bidang pengliahtannya yang tertutup, Leonis hanya bisa menundukkan kepalanya.

“Leo, selanjutnya aku akan menyeka bagian depanmu juga.”

“S-Selia!?”

Saat itu, anak itu berpikir untuk mengubahnya menjadi patung batu dengan sihir Vlad (Redudansi Mineral) . Tapi tiba-tiba, terdengar suara terminal komunikasi yang berdering.

Ini adalah terminal tipe anting yang dikenakan Riselia di telinganya.

“......Panggilan darurat dari Biro Manajemen? Apa yang sedang terjadi?”

Riselia berhenti membasuh punggung anak itu, dan bergumam pada dirinya sendiri.



1 Comments

Previous Post Next Post