Tantei wa Mou, Shindeiru Volume 1 - BW Spesial

BW Spesial : Detektif hebat Vs Ruangan yang harus melakukan OO untuk bisa keluar


“Tidak kusangka bahwa kita akan terkunci di sebuah ruangan yang kecuali kita melakukan OO, kita tidak akan dapat keluar...”

Aku berdiri diam di ruang beton yang dingin.

“Jangan menyerah semudah itu.”

Tapi bahkan dalam situasi yang putus asa ini, di saat dia terkunci di dalam ruangan yang sama denganku, Siesta menunjukkan ekspresi tegas saat dia melihat ke depan. Benar, kami bangun pada hari tertentu, dan menemukan diri kami di ruangan ini karena suatu alasan. Ini situasi yang benar-benar tidak bisa dijelaskan.

“Jadi, asisten, tenanglah sebentar. OO yang memilik artian luas ini mungkin tidak seperti yang kau bayangkan.”

“Ya, itu benar...”

Kupikir OO ini akan menjadi sesuatu yang umum, tapi sepertinya kami tidak dapat memastikan hal itu akan terjadi.

“Kalau gitu, mungkin, kita akan bisa keluar jika kita melakukan sesuatu, seperti berpegangan tangan?”

“Iya. Ayo kita mencobanya.”

Mengatakan itu, Siesta berdiri di sampingku, dan dengan kuat menggenggam tangan kananku.

“Loh, kok gak ada reaksi sih?”

“Jangan lihat ke arah celanaku. Kau harusnya melihat ke pintu.”

Pikirmu siapa yang akan bereaksi seperti itu hanya karena berpegangan tangan?

“Kalu gitu, berikutnya.”

Siesta melepaskan tanganku, dan memelukku dengan kuat dari depan.

“Gimana...”

“Kurasa tidak. Pintunya tidak terbuka.”

Siesta sepertinya mengatakan sesuatu, tapi itu sangat pelan sehingga aku tidak bisa mendengarnya dengan jelas.

“Kalau gitu, yang berikutnya lagi...”

Dia kemudian melepaskanku, berdiri di depanku, dan diam-diam menutup matanya.

“Sepertinya... kita hanya bisa melakukan ini...”

Aku meletakkan jariku di bawah dagu Siesta, dan perlahan mendekatkan wajahku ke bibir kecilnya—

 

“—Hah!” ...Aku terbangun dengan keringat yang menetes dari dahiku. Sepertinya aku bermimpi.

“Itu...”

Kalau dipikir-pikir, situasi itu hanya bisa menjadi suatu mimpi. Itu menjengkelkan, tapi aku merasa sedikit kecewa, jadi aku membalikkan badanku—dan  menemukan Siesta berada tepat di depanku. Lebih spesifiknya, kami tidur di ranjang yang sama, dan di atas bantal yang sama.

“...Kalau dipikir-pikir, kami hanya bisa check-in ke satu kamar hotel karena kami lagi miskin.” Jika demikian, tidak heran jika aku mengalami mimpi yang aneh. Aku tersenyum kecut saat aku dengan lembut membelai helaian rambut di dahi Siesta saat dia menghirup napas ringan dalam tidurnya. Di depan mataku ada wajah tidur yang tenang, berbeda dari yang biasanya menggodaku.

“Andai saja kau yang biasanya seimut ini.” Aku bergumam pelan, memejamkan mata, dan kembali tidur lagi.

“Eh? Apa barusan kau menyebutku imut?”

“Jangan bangun pada saat-saat yang aneh!”



5 Comments

Previous Post Next Post