Tantei wa Mou, Shindeiru Volume 2 - Bab 1 Bagian 1

Bab 1 Bagian 1
Setelah Pembajakan, Lebih Baik Pergi Mandi (Mandi Campuran)


“Aku menolak. Pikirmu siapa yang mau jadi asistenmu?”

Aku berada di apartemenku yang lusuh, di dalam kamar mandi.

Memejamkan mata supaya sampo tidak masuk ke mataku, aku menolak permintaan yang dimintai berkali-kali, seolah-olah itu adalah lelucon.

“Eh, kau bilang apa? Aku tidak dengar.”

Namun, orang yang terlibat dalam hal ini mengabaikan semua keluhanku. Tampaknya dia tidak akan menyerah sampai aku mengangguk dan setuju jadi asistennya.

“Jangan bertingkah seolah kau orang yang tuli.”

Aku meninggikan suaraku, dan menunjukkan kekesalanku pada orang yang berada di balik pintu kamar mandi. Suaraku yang dalam menggema di kamar mandi yang sempit ini.

“Yah, yah, tenanglah sedikit. Lagipula ‘kan kau akhirnya bisa mandi.”

“Nah, karena kau sudah tahu itu, pikirmu salah siapa aku tidak bisa tenang?”

Aku membilas sampo, dan masuk ke dalam bak mandi yang sempit.

“Mau gak kugosokin punggungmu?”

“Tidak perlu.”

“Aku berpikir untuk masuk sambil mengenakan handuk mandi.”

“...Tidak perlu.”

“Jedamu itu cukup bisa dimengerti maksudnya loh.”

...Sial, wanita ini baru saja memasang jebakan pada pria yang sedang pubertas.

Tapi pokoknya, yang terpting saat ini adalah,

“Kenapa kau ada di rumahku—Siesta?” kataku, kepada gadis yang berdiri di ruang ganti.

Codename—Siesta.

Seorang gadis yang tidak kuketahui berkebengsaan mana, dengan rambut putih keperakan bermata biru.

Seminggu yang lalu, dalam penerbangan sepuluh ribut meter di atas permukaan laut, aku bertemu dengannya, yang menyatakan dirinya sebagai 《detektif hebat》. Saat itu, kami berhasil menyelesaikan suatu insiden. Tapi bagiku, tapmpaknya insiden itu masih belum berakhir—

“Dengarkan aku, Siesta, jangan menerobos masuk ke rumah orang lain. Dan jangan menyarankan untuk pergi mandi sama-sama.”

“Habisnya sih, kau tidak mau mendengarkan apa yang kukatakan.”

Ya, begitulah.

Setelah insiden pembajakan pesawat terselesaikan, siapa yang tahu apa yang Siesta pikirkan saat dia tiba-tiba membuat permintaan yang tidak masuk akal [Temani aku aku berkeliling dunia sebagai asistenku].

Tentu saja, aku langsung menolak ajakannya yang konyol itu..., tapi Siesta tampaknya bersikukuh, dan percakapan yang sama terjadi selama seminggu terakhir ini.

“Kau ini orang yang keras kepala sekali ya. Padahal tidak mudah loh untuk menyusup ke dalam rumahmu!?”

“Lah, kenapa kau membuatnya terdengar seolah itu adalah hal yang luar biasa? Memangnya aku ya yang salah di sini?”

“Bagaimanapun juga, aku adalah Pahlawan Keadilan. Jadi tentu saja, kau yang menentangku merupakan orang yang salah.”

Eamangnya ada ya Pahlawan Keadilan yang membuat klaim tidak masuk akal seperti itu?

“Ngomong-ngomong, aku yakin kalau apartemenku tadi kukunci?”

“Ahh, mengenai itu, aku membukanya menggunakan master key. Itu salah satu dari 《tujuh alatku》, dan dengan itu, tidak ada kunci yang tidak bisa dibuka.”

“Apa kau sebegitu mudahnya menyusup ke dalam rumahku secara ilegal?”

“Hm, itu cukup disayangkan kau memiliki sikap yang seperti ini.”

“Itu jauh lebih baik daripada kau yang seenaknya masuk ke privasi orang lain.”

Tadi kupikir jantungku bererhenti berdetak saat seseorang memanggilku dari luar pintu kamar mandi, tahu?

“Nah, haruskah aku berasumsi kalau kau setuju untuk membiarkanku  menggosokkan punggungmu?”

“Jangan manfaatkan kesempatan ini untuk menyelinap ke kamar mandi.”

Sudah seminggu sejak kami bertemu, dan kami terus dalam situasi yang seperti ini. Aku jadi khawatir terhadap masa depanku....

“Terus, kenapa kau membenci gagasan untuk menjadi asistenku?”

Siesta kembali ke dirinya yang biasa, dan bertanya padaku dari balik pintu tipis. Seriusan dah, dia ini tidak menyerah apa?

“Aku hanya ingin menjalani kehidupan normal.” ucapku, sambil membasuh wajah dengan air mandi di bak mandi yang sempit. “Sebelumnya aku sudah bilang, kan? Bahwa aku selalu menderita karena 《kecenderungan untuk terlibat dalam masalah》. Karenanya, impianku adalah memiliki kehidupan yang damai dan santai.”

“Jadi maksudmu, kau tidak akan bisa memilikinya saat bersamaku?”

“Yah, dan itu baru saja terjadi.”

Aku ingat saat ketika kami bertempur melawan 《Homunculus》 di ketinggian sepuluh ribu meter.

Kalau cuman pambajakan biasa sih baik-baik saja. Tidak, itu juga tidak baik, tapi pada saat ini, aku tidak akan mengatakan apa-apa lagi. Aku tidak bisa menangani itu lagi. Jika aku terlibat dalam hal-hal seperti itu, memiliki lebih dari satu nyawa pun tidak akan cukup.

“Tapi asal tahu saja, ini adalah pekerjaan yang hanya aku yang bisa jalani.” Kata Siesta, dengan nada yang lebih keras dibandingkan sebelumnya.

“Terus, apa gunanya melibatkanku dalam sesuatu yang hanya dirimu yang bisa melakukannya?”

“Nah... ah, ya.”

“Apa kau mau mengatakan apa yang baru saja kau pikirkan?”

“Sebenarnya, aku jatuh cinta pada pandangan pertama.”

“Tapi saat kali pertama kita bertemu, kau sama sekali tidak mengenali wajahku?”

“Wajahmu itu mudah dilupakan kalau aku tidak melihatnya lagi dalam dua hari. Btw, itu sempurna loh untuk pekerjaan penyamaran.”

“Jangan mencaci seseorang sambil membuatnya terdengar seperti pujian. Dan juga, jangan memaksakan pekerjaan sebagai asisten padaku begitu saja.”

“...Apa kau benar-benar tidak mau menjadi asistenku?”

Nada suara Siesta merendah.

Bukannya aku sudah bilang begitu berkali-kali? Kenapa kau terkesan sedikit kecewa?

Astaga, kami tidak bisa melanjutkan percakapan yang sama. Itu semua karena Siesta tidak mengatakan yang sebenarnya. Dia ingin memenuhi keinginannya, tapi perkataannya tidak meyakinkan, dan ini tidak akan mencapai kesimpulan apapun.

Pembajakan diselesaikan, atau sebenarnya, Siesta-lah yang menyelesaikannya dengan kekuatan yang luar biasa. Aku sungguh khawatir perihal masa depan.

“Terus, jika kita bernegosiasi, beri tahu aku bagaimana hal itu akan menguntungkanku.”

Karenanya, aku memberi Siesta sugesti alami.

...Namun jangan salah paham, oke? Aku cuman ingin dia bernegosiasi dengan suatu kondisi, dan kemudian menolaknya. Aku tidak ingin menyeret-nyeret kakiku hanya karena ini.

“Fufu, secara tak terduga, kau ini orang yang baik.”

“Jangan memujiku secara berlebihan seenakmu sendiri, dan juga, jangan terlalu jauh mencari maksud dari ini.”

“Ngomong-ngomong, baru saja aku memesan pizza. Tidak apa-apa, bukan?”

“Jangan manfaatkan kebaikan orang lain dan membatalkannya sekarang juga!”

“Aku berasumsi kalau setahun kemudian, kita berdua akan jadi sanagt rukun.”

“Kita sama sekali tidak akan rukun! Ya amun, kenapa aku satu-satunya yang kewalahan di sini!”

Ini melelahkan. Benar-benar melelahkan berurusan dengan Siesta..., bahkan jika dia bisa membujukku dengan sesuatu, tidak mungkin bagiku untuk menjadi asistennya...

“Pokoknya, ayo kita bicara dulu.”

“Tidak, aku tidak mau. Kaulah yang harusnya mengatakan apa untungnya itu bagiku, kan?”

Namun, Siesta melanjutkan seolah-olah dia telah melihat semuanya,

“Apa ada sesuatu yang membuatmu kesal?”

Itulah yang dia tanyakan di balik pintu kamar mandi.

“Manfaat yang kutawarkan adalah aku bisa memecahkan masalahmu ini.”

“Terus, kalau kau memecahkan masalahku, aku harus menjadi asistenmu gitu?”

“Begitulah.”

Tapi yang terpenting sekarang, bagaimana bisa dia tahu kalau aku bermasalah? Kurasa meski aku bertanya, dia tidak akan menjawabku. Lagipula dia adalah detektif hebat yang hanya fokus pada hasil.

“...Sebenarnya, ada beberapa masalah di SMA yang kuhadiri.”

Mengatakan itu, aku berdiri dari bak mandi,

“Ada banyak kasus toilet Hanako-san yang terjadi di sekolah kami.”

Menyeka tubuhku dengan handuk, aku mulai menjelaskan salah satu dari tujuh misteri sekolah kepada detektif hebat itu.

“Begitu ya. Maka kurasa aku perlu mendengarmu sambil makan pizza.”

“...Ahh, makan pizza itu, dan tutup pintunya sekarang.”



1 Comments

  1. Masa lalu Siesta dan Kimihiko tiga tahun yang lalu setelah pembajakan pesawat, toilet hanako

    ReplyDelete
Previous Post Next Post