Tantei wa Mou, Shindeiru Volume 2 - Bab 3 Bagian 5

Bab 3 Bagian 5
Kuharap aku akan mengingat hari ini


“Terus, kau tahu? Sebenarnya, saat aku masih kecil, aku tidak sengaja menelan biji semangka. Kala itu, aku merasa gelisah saat memikirkan apabila biji itu tumbuh di dalam perutku.”

Meninggalkan bar, kami langsung pulang ke rumah.

Saat ini, wajah Siesta terlihat merah, benar-benar tidak seperti kesan yang diberikan oleh kulit putihnya. Dia sedang duduk dengan pose duduk seorang gadis, menempelkan lutunya di atas ranjang, dan tubuhnya yang baru saja pulih bergoyang-goyang di atas ranjang. Siesta, mengenakan mantel yang sama sepertiku, memantul-mantulkan bagian kegadisannya saat dia menggoyangkan tubuhnya..., tidak, mungkin terlihat seperti itu karena kepalaku terhuyung-huyung.

......Aah, aku sungguh tidak bisa mengerti. Aku sendiri sedang buyar sekarang. Bagaiamanpun juga, aku sedang mabuk.

Aku mengingat saat kami di bar tadi, di mana aku hanya bisa melihat malam, kubilang “Hanya satu gelas,” dan kemudian berjanji lagi seperti itu..., sekitar sepuluh kali atau lebih, dan kami bahkan menyilangkan tangan untuk bersulang? Hm, aaah, aku tidak bisa mengingatnya....

“Asisten? Apa kau mendengarkanku?”

“Iya iya, aku dengar kok. Kita lagi ngomongin apakah semangka itu sayur atau buah, kan?”

 

“Ya, ya. Aku mengatakan ingin membeli semangka di penjual sayur, dan kemudian aku terkejut saat dia membawakanku cumi cuka.”

Aku mencoba yang terbaik untuk mengoperasikan kepalaku yang sedang buyar, dan terus mengangguk saat mengobrol dengan Siesta yang duduk di depanku.

Anehnya, aku merasa seperti kami telah mengubah frekuensi, dan aku mendengar sesuatu yang kesannya agak sinting, tapi, seorang Siesta..., detektif hebat yang sempurna, selalu tenang, dan terkuat dalam sejarah itu tidaklah mungkin menyebutkan percakapan yang tidak berarti seperti itu.

Sekarang dia pasti sedang membicarakan sesuatu yang sangat luar biasa. Aku menatap matanya dan mendengarkannya dengan serius. Dia menutup kelopak matanya, seolah dia akan tertidur, dan citra menjauhkan diri yang biasanya telah lenyap.

“Hei, kok kau begitu jauh dariku sih?”

Siesta mengerutkan bibirnya, seolah dia sedang ngambek.

Untuk beberapa alasan, ini terasa seperti aku adalah orang yang melakukan kesalahan.

“Sini, sini.”

“...Ke ranjang?”

“Ya. Bagaimana kalau kita bicara di sini saja?”

Nah..., apa yang harus kulakukan?

Seorang pemuda dan pemudi bersama-sama berada di atas ranjang. Yah, sebenarnya, dalam artian banyak hal..., apakah ini akan baik-baik saja?

Saat aku mencoba yang terbaik untuk mengambil secuil dari sisa-sisa kewarasan dan pikiranku—

“Kau..., tidak mau?”

“Eh, aku mau kok.”

Hanya itu satu-satunya jawaban yang dapat kuberikan, jadi aku tidak punya pilihan lain. Aku pergi dengan hasil pikiranku yang seperti itu, dan bergegas pindah ke atas ranjang tempat Siesta berada.

...Apakah ada kebutuhan untuk secepat ini? Tiba aku memiliki pemirakan semacam itu, tapi aku segera melupakannya.

“Fufu, ini pertama kalinya kita tidur bareng.”

Dan segera, Siesta mendekat ke sampingku.

Sebelum aku menyadarinya, kami berdua sudah berada di atas ranjang yang sama, saling berbagi selimut.

“Kau hanya beberapa inci dariku.”

Siesta melihat ke arahku, yang berada tepat di sampingnya.

Ruangan itu agak remang-remang, tapi entah bagaimana aku bisa melihat rupa wajahnya.

“Yap, kau memang memiliki wajah yang bisa dilupakan jika dua hari saja tidak dilihat.”

“Jadi meskipun kau sedang mabuk, pendapatmu itu tidak akan berubah, ya?”

“Fufu, ini sungguh menyenangkan untuk membulimu.”

“Ah ya, seorang nona dengan nada kasar telah muncul.”

“Tapi..., kau suka kan saat dibuli olehku?”

“Jangan melabeliku dengan karakteristik yang aneh seperti itu!”

“Kalau gitu,  selama sisa hidupku ini, haruskah aku tidak akan pernah lagi membulimu?”

“............”

“Haruskah aku tidak akan pernah berbicara lagi denganmu?”

“............”

“Kau ini sangat menarik, ya.”

“......Diam.”

“Wajahmu yang sedang dibuli itu sangat imut loh.”

“Kau sama sekali tidak memujiku, ya!”

“Meskipun aku akan melupakannya dalam dua hari.”

“Kita kembali pada topik ini lagi!?”

Secara tidak sengaja, aku menoleh ke arah Siesta.

“Tapi.”

Namun..., yang kulihat adalah sisi wajahnya yan melihat ke arah langit-langit.

 

“Aku pasti tidak akan pernah melupakan tiga tahun yang telah kuhabiskan bersamamu.”

 

Wajahnya yang suram itu adalah sesuatu yang mungkin tidak akan pernah kulupakan seumur hidupku.

“Fufu, kayaknya topik ini menjadi sedikit serius sekarang.”

Siesta kembali ke penampilannya mabuknya, dan dia menoleh ke arahku.

“Jika kau tidak pernah serius, maka apa yang tersisa darimu?”

Aku melewatkan kesempatan untuk mengalihkan pandangan darinya, dan hanya bisa menghadapi Siesta.

“Kau ini kasar sekali. Pikirmu aku ini orang yang seperti apa?”

Orang yang pragmatis?

Mungkin aku harus memanggilnya detektif hebat yang rasional.

“Kalau begitu—.”

Siesta mendekatkan dirinya ke arahku.

Hidung kami terpaut beberapa sentimeter dari satu sama lain, atau malahan, bibir kami sudah hampir bersentuhan. Sebagian besar dari tubuh kami saling menempel satu sama lain, dan aku bisa merasakan sensasi detakan jantungnya melalui gumpalan besar di dadanya.

 

“—Haruskah kita melakukan sesuatu yang tidak bermoral sesekali?”

 

Begitu aku mendengar kalimat itu, tubuhku langsung memanas.

Oh iya, dia sempat menyebutkan sesuatu tentang tiga keinginan besarnya.

“Siesta,...”

Sebelum aku menyadarinya, aku sudah berada di atas Siesta.

“......Asisten.”

Siesta menutup matanya.

Aku memantapkan tekadku, mendekatkan wajah dan bibirku ke arahnya, lebih dekat, lebih dekat—



15 Comments

  1. Oh friend zone, zona yang tidak enak

    ReplyDelete
  2. Lebih dekat dan lebih dekat, oh shit

    ReplyDelete
  3. Lebih dekat, Lebih dekat pale lu, Nanggung amat klo cerita asw, gini nih momen yang mantap malah digantungin ajg

    ReplyDelete
  4. Waktu baca bagian :haruskah kita melakukan sesuatu yang tidak bermoral sesekali aku ketar ketir kayak orang gila jir

    ReplyDelete
  5. Siesta yang anggun dan cantik kenapa dirimu menjadi sangat liar TT😭

    ReplyDelete
Previous Post Next Post