Tantei wa Mou, Shindeiru Volume 2 - Bab 3 Bagian 4

Bab 3 Bagian 4
Hukum larangan meminum alkohol dan merokok bagi mereka yang dibawah umur


“Baiklah, ayo bersulang untuk kesembuhan Siesta.”

Saat ini, kami sedang berada di meja di suatu bar. Dengan musik latar belakang yang menggembirakan dimainkan, aku, Seista dan Alicia saling bersulang.

Beberapa waktu telah berlalu, dan sudah ada dua minggu sejak pertarungan sengit kami melawan Hel..., serta pertemuanku dengan Alicia. Siesta telah melepaskan perban dari kakinya, dan sekarang dia tidak kesulitan untuk berjalan. Untuk merayakan kesembuhannya itu, hari ini kami mengadakan pesta yang berlangsung sejak siang tadi hingga sekarang.

“...Yah, aku lupa sudah berapa kali kita saling bersulang.”

Termasuk semua toko-toko lain yang kami kunjungi, jika aku mengingatnya dengan benar, ini adalah toko yang keempat. Perutku sudah tidak bisa dimuati lagi, tapi tampaknya kedua detektif hebat itu masih merasa belum puas saat mereka menatap menu yang disediakan. Kupikir ini akan menjadi yang terakhir.

“Tapi..., kayaknya di sini ada sesuatu yang kau suka.”

“Begitukah, maka tolong pesankan satu untukku.”

Aku tidak melihat menu apa itu, dan menyerahkannya saja pada Siesta, yang duduk di depanku.

“Hm, tapi sekarang sudah pukul 21:00...., Siesta, tolong jangan yang terlalu pedas ya.”

“Ah, itu benar. Jika itu makanan yang terasa pedas, nanti aku tidak akan bisa tidur karena sakit perut.”

“Kalau aku sampai memakan sesuatu seperti itu, aku akan mengalami diare selama tiga jam.”

“Aku sungguh tidak akan menyadari itu jika saja kau tidak mengatakannya. Hampir saja...”

“Baiklah, lebih baik minum obat perut lebih dulu. Lagian kau akan makan, bukan?”

“Aku mengerti. Aku akan meminumnya.”

Siesta mengangguk, dan kemudian minum obat. Pada saat yang sama, aku mengangkat tanganku untuk memanggil pelayan.

“Tapi yah, kau terlihat semenakutkan A-un yang bernapas.”

[Catatan Penerjemah: A-un apaan? Gua udah coba search google, tapi arti umum yang gua dapat itu adalah ‘Awal dan Akhir’, dan dalam Kristiani, itu adalah ‘Alfa dan Omega’.]

Untuk suatu alasan, Alicia, yang duduk di hadapanku, terlihat kesal saat dia menatapku.

“Eh, apa-apaan dengan dengan sensasi telepati ini..., Kimizuka, kau menyerahkan semuanya pada Siesta-san, dan Siesta-san dengan patuh mendengarkan apa yang Kimizuka katakan...”

Begitu ya. Setiap orang yang melihat aku dan Siesta akan mengira kalau interaksi yang baru saja kami lakukan agak aneh. Kami telah hidup bersama selama tiga tahun terakhir ini. Jadi sudah jelas, pada dasarnya kami akan menyerahkan masalah pengambilan keputusan kepada satu sama lain. Yang artinya—

“Kami mempercayai pihak lain lebih dari kami mempercayai diri kami sendiri.”

Tanpa kusadari, aku bergumam seperti itu.

“...Dengan kata lain, pasangan tolol...”

“Permisi, kami ingin memesan lagi.”

Saat Alicia menggumamkan sesuatu, buk, Siesta segera menyumpal mulut Alicia dengan tangan kanannya, dan mengabaikan fakta bahwa Alicia sedang berjuang melepaskan diri di sampingnya saat dia dengan tenang melakukan pemesanan. Kurasa seorang detektif hebat juga tidak akan berbelas kasih pada anak-anak...

“Haa, itu sungguh menyiksa... Kupikir aku akan mati tadi...”

Setelah Siesta membuat pesanan, Alicia dibebaskan dari kekangannya, dan dia menghirup napas dengan kuat.

“Itu salahmu sendiri karena mempermainkan orang dewasa.”

“Aku tidak ingin mendengar kalimat itu darimu di saat kau sendiri tidak bertingkah layaknya orang dewasa! ...Haa, aku haus.”

Mengatakan itu, Alicia mengambil gelas yang di sampingnya, dan kemudian meneguk isinya,

“Hei Kimizuka, apa yang disebut dengan Cinderella ini?”

Tampaknya dahaganya masih belum terpuaskan, dan dia membalik menu minuman, lalu menanyakan itu padaku.

“Hmm? Ahh, itu adalah nama koktail. Itu tidak mengandung alkohol kok, jadi anak-anak juga bisa meminumnya.”

“Tapi ‘kan usiaaku sudah tujuh belas tahun, aku bukan lagi anak kecil.”

“Seorang yang berusia tujuh belas tahun pun juga tidak bisa minum alkohol.”

“Kalau gitu, aku akan meminum Cinderella ini!”

“Permisi!” Mengangkat tangannya, Alicia memanggil pelayan..., astaga, seperti biasanya, emosinya itu seperti roller coaster saja.

—Jadi, selama dua minggu terakhir ini, aku dan detektif pengganti Alicia menerima berbagai permintaan di London. Yah, semua itu sih tidak terlalu penting, tapi rekanku, Alicia, adalah orang yang mengikuti nalurinya sendiri saat dia mengambil tindakan. Itu adalah jenis penderitaan yang berbeda dari saat aku menjadi rekan Siesta..., yang tiap-tiap harinya hanya terlibat dalam ratusan masalah di saat mencoba menyelesaikan satu masalah.

“Ada apa?”

Alicia sepertinya menyadariku yang menatapnya, dan kemudian dia memiringkan kepalanya.

“Tidak ada apa-apa kok. Ngomong-ngomong, menurutku itu bagus untukmu akhirnya menemukan tempat yang bisa kau naungi.”

Selama rentang dua minggu masa penderitaan ini, kami telah mencapai sesuatu. Alicia tidak akan tinggal di apartemen tempatku dan Siesta tinggal, melainkan dia akan tinggal di suatu gereja tertentu. Rupanya, pihak geraja mengadakan acara amal untuk anak yatim piatu, dan karena kebeteluan Alicia tidak punya tempat tujuan, dia akan tinggal di sana.

“Yah, itu cuman sekedar pengobatan gejalanya. Yang menjadi masalah intinya masih belum terpecahkan karena kita masih belum tahu apa-apa perihal ingatan serta identitas Alicia.”

Berhenti memotong daging sapi bakarnya, Siesta mengatakan itu. Gadis ini mungkin tidak bisa menerima kenyataan bahwa dia tidak dapat menyelesaikan kasus ini dengan sempurna, tapi ya, dia tidak bisa bertindak karena dia sedang terluka. Nah, itu saja sih sudah lebih dari cukup bahwa dia berhasil bernegosiasi dengan gereja di belakang kami.

“Kemarin aku pergi ke gereja. Di sana benar-benar menyenangkan.”

Tampaknya Alicia agak pengertian, dan dia melihat ke arah Siesta.

“Di sana ada anak-anak yatim piatu lain selain aku. Aku bermain-main dengan mereka, dan itu, rasanya seperti aku sedang bersekolah.”

Mengatakan itu, Alicia memarkan gigi putihnya, lalu menunjukkan tanda peace kepada kami. Melihat ini, Siesta tampak tidak bisa berkata-kata, dan dia hanya bisa menaggapi dengan senyuman.

“Sekolah, ya..., ini sudah lama sekali sejak aku tidak menghadirinya.”

Aku ingat bahwa kenangan terakhirku bersekolah adalah saat aku masih kelas 2 SMP, di saat diselenggarakannya festival budaya. Saat itu juga lah, aku diseret ikut oleh Siesta.

“Kenapa kau menatapku?”

Menyadariku menatapnya, Siesta menyipitkan matanya dengan tidak senang.

“Crepes dan takoyaki-nya enak, kan?”

“Aku cuman bisa ingat bahwa aku sakit perut.”

“Ahh, pas itu kau terjebak di toilet, kan?”

“Dan aku ingat pas itu juga kau mengintipku...”

“Saat itu kau ketakutan dengan rumah hantu.”

Jangan mengingat sesuatu yang tidak perlu sekarang. Selain itu, apa, aku ingat kalau kami diseret ke dalam cosplay pernikahan atau semacamnya..., yah, itu bukan kenangan yang bagus. Itu adalah kenangan hitam, sejarah hitam.

“Tapi yah, pita itu sangat cocok untukmu.”

Aku teringat akan sosok Siesta yang mengenakan pita berwarna merah, tampak seperti katyusha.

[Catatan Penerjemah: Mungkin kalian mengira itu adalah pita rambut, tapi itu adalah pita yang dikenakan di depan  leher (semacam dasi), liat aja di ilustrasi berwarna saat Siesta mengenakan gaun pengantin.]

“Lagian saat itu kau sangat terpesona olehku.”

“Aku tidak terpesona. Cuman..., sedikit terpesona.”

“Asisten, perhatikan tata pengucapan bahasa Jepangmu.”

Siesta menyeka bibirnya dengan serbet saat dia membalas begitu.

Hm, apa aku mengatakan sesuatu yang aneh?

“Pita? Kedengarannya bagus sekali.”

Mengatakan itu, Alicia mengayunkan-ngayunkan kakinya ke depan dan belakang. Sepertinya bahkan seorang gadis dari negeri ajaib juga berada pada usia yang di mana dia ingin untuk berdandan.

“Kapan-kapan aku akan memberikanmu pita.”

“Sungguh!? Yay!”

Saat Siesta mengatakan itu, Alicia menjadi tidak bisa menahan keriangannya, hingga kakinya mengayun lebih cepat dari sebelumnya—

“Aku ingin mengenakannya, kemudian...! ......Aku ingin pergi ke sekolah sungguhan.”

Menggumamkan itu, dia menunjukkan senyum sedih.

Alicia adalah anak yang kehilangan ingatan masa lalunya, tapi menilai dari apa yang dia katakan, tampkanya dia belum pernah ke sekolah sebelumnya. Dia juga sepertinya menyadari hal ini saat dia mengatakan itu secara tidak sadar.

Aku sama sekali tidak bisa mengatakan apapun untuk menghibur Alicia, tapi..., sepertinya Siesta memikirkan sesuatu, dan dia menyipitkan mata birunya.

“Apa?”

Suasana suram itu hanya berlangsung dalam sesaat, dan kemudian Alicia dengan cepat mengangkat cangkirnya lagi untuk menghabiskan minumannya.

“Yah, aku tidak mau terlalu memikirkannya. Saat ini, ada sesuatu yang harus kulakukan.”

“Pekerjaan detektif?”

“Ya.”

Aku tidak punya waktu untuk pergi ke sekolah, menambahkan itu, Alicia mengangguk,

“Sekalipun kau bilang begitu, tapi tampaknya kau masih belum bisa menemukan Mata Safir itu.”

Menyerukan itu, Siesta menunjukkan senyum kompetitif.

Ya, selama dua minggu terakhir ini, aku dan Alicia memang berhasil menyelesaikan beberapa kasus yang sederhana, seperti misalnya menemukan hewan peliharaan yang hilang atau semacamnya. Namun. kami sama sekali tidak membuat kemajuan apapun terkait dengan apa yang paling penting dari semua kasus, yaitu menemukan Mata Safir.

Kelihatannya Siesta tidak pernah benar-benar ingin Alicia menyelesaikan kasus ini, dan perkataaan yang dia lontarkan mungkin untuk meredakan suasana yang tiba-tiba berubah menjadi suram ini—mungkin sih.

“...A-aku tahu itu. Aku hanya harus menemukannya saja. kan!”

Mmm, pipi Alicia langsung mengembung. Apa kau ini semacam ketel instan atau semacamnya?

“Oi oi, kau berniat mencari itu sekarang?”

“Kalau kau tidak mau mencarinya, kau tidak harus ikut kok, Kimizuka.”

“Di luar sana gelap loh. Nanti ada monster.”

“...Aku..., aku  akan kembali besok pagi.”

Caranya yang menarik diri secepat itu agak menggemaskan.

“......Ahem. Yang jelas, besok aku pasti akan menemukannya!”

Mengarahkan jari telunjuknya ke arahku dan Siesta, Alicia kemudian berbalik untuk pergi.

“Dia pergi tanpa meminum koktailnya.”

Yah, lagian masih ada kesempatan lain lagi. Aku menghabiskan sisa minumanku, dan kemudian merilekskan diri.

“Dia benar-benar tetlihat seperti anak yang merepotkan.”

Mengatakan itu, Siesta meletakkan gelas lain di depanku, setelah memesannya tanpa sepengetahuanku.

“Dua minggu ini sangat melelahkan, bukan?”

“Kurasa begitu... tapi yah, menurutku kau tidak dalam posisi untuk mengatakan itu.”

Siesta dan Alicia, mereka adalah dua orang dengan kepribadian dan sikap yang sangat berbeda, tapi pada dasarnya, mereka sama-sama tipe yang akan membuatku merasa lelah.

“...Tapi, apa yang akan kita lakukan terhadap Alicia setelah ini?”

Mumpung Alicia sedang tidak ada, aku bertanya seperti itu dengan sikap yang ambigu. Namun, Siesta pasti akan mengerti apa yang sebenarnya kumaksudkan di sini.

“Aku tidak akan pernah menyerah pada apa yang kucari.”

“......Begitu ya.”

Sekarang Siesta telah pulih sepenuhnya, yang artinya kami akan bersiap-siap untuk kembali bertarung melawan Hel. Dengan kata lain, kami harus mengucapkan selamat tinggal pada Alicia.

Namun, Siesta menggelengkan kepalanya. Dia memilih untuk membantu seorang gadis yang dalam kesulitan, daripada mengalahkan orang terkutuk itu.

“Aku tidak akan berhenti sampai aku mengetahui usianya, tempat lahirnya, serta nama aslinya—apa pun yang terjadi, kita harus memenuhi permintaan klien.”

Mengatakan itu, Siesta tersenyum.

Ini memang agak aneh, tapi tampaknya kehidupan sehari-hari kami yang damai ini akan berlanjut sedikit lebih lama.

“Kita akan tinggal di London sedikit lebih lama lagi.”

“Ya, hanya kita berdua yang akan tinggal bersama.”

Siesta menempelkan tepi gelas di bibinya, dan kemudian leher putihnya menunjukkan dia sedang menelan minumannya..., gesturnya itu tampak begitu mempesona.

“Apa?”

“...Lupakan. Aku hanya merasa sedikit damai.”

Ini sudah hampir tiga tahun. Aku dan Siesta menjalani kehidupan dengan memburu 《SPES》, atau sesekali, menjadi pihak yang diburu. Kami selalu melalui hari-hari yang penuh dengan gejolak. Kami mesti menyeberangi gurun di saat kami kekurangan air, harus berkemah dan tidur di dalam badai, dan ada banyak sekali situasi di saat kami harus memenuhi kebutuhan pribadi kami di alam liar. Itulah tiga tahun yang liar, mempesona, dan setiap harinya, Aku—

“Tampaknya kau sedang bernostalgia.”

Siesta menyodokkan jarinya ke wajahku, dan dia terlihat seperti seorang pemburu yang telah menemukan mangsa yang pantas untuk diejek... Seriusan dah nih gadis, ini seperti dia telah melihat melalui pikiranku atau semacamnya. Itulah bagian yang tidak kusukai dari dirimu.

“Aku tidak bernostalgia.”

Aku mengambil gelas yang Siesta letakkan di atas meja, meneguknya—dan,

“Ugh! ......Oi, bukankah ini wine?”

Sial, ini rasanya pahit..., ini pertama kalinya aku minum alkohol...

“Oi, kita ini masih di bawah umur, kan?”

“Memangnya ada orang di bawah umur yang akan membawa sesuatu seperti itu?”

Siesta mengatakan itu sambil mengarahkan tatapannya ke samping, atau lebih tepatnya, ke arah sesuatu di pinggangku. Aku tidak bisa menyangkalnya.

“Ini adalah perayaan kesembuhanku. Temani aku..., sampai akhir.”

Mengatakan itu, Siesta menggoyangkan gelasnya. Caranya yang mengocok wine itu membuatnya terlihat seperti dia pernah melakukan itu sebelumnya.

“Apa itu adalah sesuatu yang harus dikatakan oleh orang di bawah umur?”

“Kau sendiri bagaimana? Apa kau meminumnya?”

“Tidak, aku...”

“Kau akan membalasku untuk itu, kan?”

Siesta menggerakkan mulut kecilnya.

Membalas. Yang artinya, dia mengacu pada masalah pai apel.

“Jadi, tentunya kau akan mau mendengarkanku, kan?”

Bergumam begitu, Siesta memiringkan kepalanya.

Pipinya tampak merah. Dia mungkin sedikit mabuk, dan matanya sedikit lembab.

Dia terlihat sedikit lebih muda dari biasanya.

“...Hanya satu gelas.”

Bagaimana bisa aku menolak setelah melihat wajah yang seperti itu?



5 Comments

Previous Post Next Post