Tantei wa Mou, Shindeiru Volume 3 - Bab 1 Bagian 10

Bab 1 Bagian 10
Layaknya Detektif


Uji coba, atau eksperimen obat-obatan biasanya dilakukan dua minggu sekali.

Puluhan anak yang berada di dalam fasilitas ini lah yang menjadi subjek tes dari eksperimen tersebut. Tentu saja, aku, yang mengidap penyakit jantung, juga merupakan salah satu dari subjek tes, jadi setiap kali eksperimen dilakukan, aku akan berpartisipasi di dalamnya. Aku bukanlah orang yang sehat, jadi dapat dikatakan kalau eksperimen ini ada nilai positifnya untukku, tapi di saat yang sama, beban yang akan diderita oleh tubuhku jauh melebihi orang normal pada umumnya.

Dalam eksperimen tersebut ada berbagai efek samping yang akan diterima, seperti misalnya demam dan mual, serta kadang-kadang aku bisa merasakan sensasi yang teramat panas di dalam tubuhku. Tapi yah, ketekunan kami dalam menjalani eksperimen dapat menjaga agar fasilitas ini tetap berjalan..., dan disaat yang sama, eksperimen ini dapat menciptakan obat untuk mengatasi penyakit yang tidak diketahui. Rasa misi seperti itulah yang memotivasi kami para anak-anak kecil.

Dan juga, ada alasan lain yang membuatku dapat bertahan melalui semua itu.

Keberadaan dari teman-teman buruk yang kumiliki.

Pertama, Siesta—pertemanan diantara kami terjalin berbulan-bulan lalu, dimana disaat-saat sebelum aku berteman dengannya, aku selalu merasa sendirian. Aku tidak tahu dia dipindahkan dari fasilitas mana, dan aku juga tidak tahu dia berasal dari negara mana. Tapi, setiap hari dia akan selalu datang menemuiku untuk bermain dan mengobrol disaat aku merasa menderita.

Dan berkat itu, kami memiliki teman lain. Namanya adalah Acchan, dia adalah seorang gadis yang suatu hari dibawa oleh Siesta yang mengatakan, “Aku menemukan sesuatu yang menarik.”, dan menganggapnya sebagai mainan. Seperti yang dia katakan, tiap kali ada Acchan, kami tidak pernah merasa bosan..., dan intinya, aku sangat ingin untuk mengobrol-ngobrol dengan mereka.

—Tapi....

“Kok mereka tidak ada datang ke sini ya?”

Setelah eksperimen selesai, satu hari berlalu, tiga hari berlalu, seminggu berlalu—tapi mereka berdua tidak pernah datang ke ruangan bangsal ini lagi. Mungkinkah..., aku ada mengatakan sesuatu yang membuat mereka jadi marah? Atau mungkin, apakah ada sesuatu yang telah terjadi kepada mereka...?

“…Mereka pergi ke mana ya?”

Meskipun aku mengatakan itu, tapi apa yang bisa kulakukan hanyalah menunggu mereka di ruangan bangsal ini. Aku merasa sedikit kesepian tanpa adanya kehadiran mereka, tapi yah, tidak ada yang bisa kuberpuat perihal ini. Lagipula sejak awal, aku memang selalu sendirian. Dan juga, tiap kali aku bersama Siesta, kami akan selalu bertengkar, jadi situasi ini mungkin merupakan yang terbaik. Aku benar-benar kesepian, tapi kurasa aku memang akan terus seperti ini sejak dulu.

…Kesepian..., aku?

Aku mulai membenci diriku sendiri karena menjadi sangat tolol dan ingin membuang sisi dari diriku yang teramat menjengkelkan ini ke suatu tempat.

Aaaaah, andai saja seseorang dapat membawa sisi diriku yang seperti ini dari diriku.

“Haa.”

Aku menghela nafas panjang, menunjukkan sisi diriku yang belum pernah kutunjukkan kepada orang lain.

“Kalau kau menghela nafas seperti itu, nanti tanggal pernikahamu akan tertunda selama satu tahun, loh!”

Pada saat kata-kata itu terucap, dari bawah ranjang, ada Siesta yang sedang menjulurkan kepalanya.

“Gyaaaahhh!”

Melihat itu, secara naluriah aku langsung melemparkan boneka ke arahnya.

“Hei, kalau kau berisik seperti itu, bisa-bisa aku bakalan ketahuan!”

“Justru aku sangat berharap agar seseorang bisa secepatnya datang ke sini dan menangkap orang jahat ini!”

T-Tadi itu aku sangat terkejut, tau! Kupikir jantungku akan berhenti berdetak...

Apa dia sudah lupa kalau aku memiliki kondisi jantung yang buruk? Ya ampun, bisa tidak sih dia memperlakukanku dengan sedikit lembut...?

“Cieee~, lagi kesepian ya?”

“...Kau ini lagi ngomong apaan sih. Tadi loh aku hanya sekedar menikmati waktuku sendiri.”

Mengelak dari pertanyaan Siesta, aku kemudian berbaring di ranjangku. Di saat-saat seperti ini, apa yang bisa kulakukan hanyalah melihat ke arah pelapon dan mengabaikannya.

“Kalau kau berbohong, nanti tanggal pernikahanmu akan tertunda selama satu tahun, loh!”

Dan kali ini, pelapon terbuka, dan wajah Acchan muncul dari sana.

“Gyaaaahhhhh! Apa kalian benar-benar serius ingin mencoba menghentikan jantungku berdetak?”

Dan lagi, kuharap mereka mau berhenti mengatakan peringatan aneh yang aku sama sekali tidak pernah mendengar tentang itu sebelumnya…, memangnya seberapa besar mereka mau aku menunda tanggal pernikahanku?

“Sebenarnya, aku ingin membicarakan sesuatu yang serius.”

Happp, Siesta keluar dari bawah ranjang, dan kemudian duduk di kursi bundar di sebelahku.

“Loh, kursiku mana?”

Masih berada di atas pelapon, Acchan menanyakan itu pada Siesta.

“Kau tetap saja di sana dan menunggu.”

“Bukankah sikapmu padaku itu terlalu dingin, Siichan?

Benar-benar mengabaikan Acchan yang berada di pelapon, Siesta kemudian mulai berbicara kepadaku.

“Aku sudah berada di fasilitas ini selama tiga bulan, tapi di sini ada suatu hal yang membuatku sangat penasaran.”

Saat dia mengatakan itu, entah kenapa, Siesta melihat-lihat ke sekeliling ruangan..., dan setelahnya, dia mengambil boneka beruang yang sebelumnya kulemparkan kepadanya.

“Aku selalu bertanya-tanya, kita ‘kan mendapatkan banyak sekali sumbangan dari pihak luar, terus mengapa kita perlu melakukan eksperimen obat-obatan?”

Dikatakan, biaya untuk menjalankan fasilitas ini didapatkan melalui eksperiman obat-obatan, tapi Siesta merasa ragu tentang itu. Karena di sini terdapat manajemen yang menjadikan anak-anak sebagai subjek tes eksperimen, pasti terdapat suatu masalah. Namun demikian, semua orang bisa menahan obat yang diberkan kepada mereka hanya karena mereka ingin mempertahankan status quo di fasilitas ini.

“Dan kemudian, ini....”

Siesta membuka resleting yang ada di belakang boneka beruang itu. Sesuatu terjatuh dari sana..., dan kelopak mataku langsung melebar saat melihatnya.

Perangkat kecil berbentuk bulat yang menyerupai baterai kancing jatuh ke lantai, dan itu adalah—

“Alat penyadap.”

Masih berada di atas pelapon, menggunakan sikunya sebagai penyangga, Acchan meletakkan tangannya di pipinya, dan berkata...,

“Tampaknya ada sesuatu yang disembunyikan dari kita para anak-anak di fasilitas ini.”

“……! Maksudmu, kita sedang diawasi? Apa barusan mereka juga mendengarkan percakapan kita...?”

Di saat aku mengatakan kekhawatiranku...,

“Tidak perlu khawatir.” Tanpa merasa takut, Siesta berkata, “Percakapan di dalam ruangan ini sudah ditukar dengan percakapan dari alat penyadap tiruan.”

“Tunggu dulu, apa aku ini adalah bagian dari film mata-mata atau semacamnya!?”

“Karena berbagai persiapan yang kami lakukan untuk ini, jadinya dalam seminggu terakhir ini kami tidak bisa datang mengunjumi, maaf.’”

“Persiapan apa? Bagaimana kalian melakukannya?”

Haa, aku tidak bisa mengikuti alur percakapan ini. Aku benar-benar ingin agar mereka akan sedikit saja saja mengkhawatirkan kondisi tubuhku dalah masalah ini.

…Hm? Kondisi tubuh?

“Apakah yang kalian lakukan itu..., demi aku?”

Mengapa di saat-saat seperti ini, Siesta sangat tidak mempercayai fasilitas ini..., dan juga, mengapa dia mengambil tindakan?

Bukankah itu karena agar aku tidak melakukan eksperimen lagi?

“Apa maksudmu?”

Tapi, Siesta berpura-pura tidak menyadari apapun, dan dia dengan cepat meninggalkan kursinya,

“Apa yang kulakukan hanyalah untuk mengungkap rahasia yang tersembunyi di fasilitas ini.”

Seolah sedang sedang menatap ke kejauhan, dia mengatakan itu.

“…Fufu.”

Melihat punggunya itu, aku tidak bisa untuk tidak menahan rasa tawaku.

“Hm, apa aku ada melakukan sesuatu yang lucu sampai membuatmu jadi tertawa?”

Mungkin Siesta berpikir kalau aku sedang mengolok-ngoloknya; karena dia menatapku dengan ekspresi cemberut yang biasanya tidak akan dia tunjukkan.

“Bukan begitu, hanya saja...”

Sambil tersenyum, aku menyangkalnya.

Aku kemudian menatap Siesta, dan berkata...,

 

“Kesannya, kau bertingkah layaknya seorang detektif.”

 

Itulah apa yang benar-benar kupikirkan.

“Baiklah, Siichan, ayo....”

“Oke. Ayo kita lakukan.”

Mengikut instruki dari Acchan, tau-tau, Sietsa mengangkatku dan menempatkanku di punggungnya.

“Eh, apa? Apa apa apa…”

“Bersama-sama dengan kami, Nagisa, kami ingin agar kau ikut andil dalam operasi ini.”

Dan seperti yang lalu-lalu, Siesta membuka jendela, dan menginjakkan kakinya di tepi jendela.

“Tunggu tunggu tunggu tunggu tunggu!? Tunggu sebentar!? Kau mau ngapain!?”

Aku punya firasat yang buruk tentang ini…, tapi sekarang, aku tidak bisa berbuat apa-apa lagi.

Karena, Siesta yang menggendongku di punggungnya—melompat dari jendela.

“Tidak usah takut, sepatuku bisa terbang.”

“Bagaimana sesuatu seperti itu bisa mungkin!?”

Aku memejamkan mataku, berpikir bahwa di sinilah aku akan menemui ajalku.



3 Comments

  1. Lah kok iso? Siesta ma Nagisa udh temenen dri dlu?

    ReplyDelete
  2. buat yg bingung, siesta sama nagisa dlunya temen eskperimen yg sama.. dan mulai disinilah nanti si nagisa melahirkan kepribadian baru, Hel

    ReplyDelete
Previous Post Next Post