Tantei wa Mou, Shindeiru Volume 3 - Six years ago, Yui

Six yeras ago, Yui


“Apa pun yang terjadi, jangan pernah lepaskan mata kiri itu.”

Itu adalah apa yang kudengar saat aku terbangun dari tidurku setelah operasi.

Terhadapku yang sedang berbaring di tempat tidur, Ibu berkata...

“Entah siapapun itu yang mencoba mengambil mata tersebut, kau tidak boleh memberikannya pada mereka..., lindungilah mata itu dengan baik.”

Nada dan ekspresi yang dia tunjukkan memiliki kesan yang lebih ketat daripada biasanya. Namun, dengan lembut, dia mengulurkan tangannya dan menyentuh mata kiriku yang sedang tertutup dengan penutup mata.

“Apa itu berarti aku ini sangat imut dan menggemaskan sampai-sampai para penculik di seluruh dunia mengincarku?”

“Tampaknya putri kita menjadi lebih berani daripada yang kita duga setelah menjalani operasi...”

Entah untuk alasan apa, dia kemudian meletakkanya tangannya dan menghela nafas.

Dia kenapa ya?

“Papa, cobalah katakan sesuatu.”

Dan kemudian, Ibu beralih ke Ayah.

“Putriku sangat menggemaskan.”

“Putri kita yang seperti itu karena Ayahnya membesarkannya seperti ini...”

Sekali lagi, Ibu menghela nafas.

Ya, Ayahku sangat menyayangiku. Saat aku bilang aku ingin makan roti, dia akan langsung membelikanku kue. Saat aku bilang aku ingin sepeda, dia langsung membeli kapal pesiar sebagai hadiah. Berkat itu, aku mempelajari cara bagaimana melayarkan kapal bahkan ketika aku masih kecil.

 Yah, meskipun ujung-ujungnya, aku tidak pernah belajar naik sepeda.

“Tapi, Yui, di masa depan yang akan datang, kau tidak boleh tetap seperti ini, tau?”

Sekali lagi, Ibu berkata padaku.

Wajah yang dia tampilkan bukanlah apa yang disebut sebagai kemarahan. Tapi, itu adalah wajah yang memiliki ekspresi sedih dan cemas.

“Kau harus pergi ke dunia luar..., oke?”

‘Dunia  luar’ yang dibicarakan Ibu sama persis deengan apa yang tersirat dari kata-kata itu, dan aku tahu itu bahkan ketika aku masih kecil. Selalu..., dia selalu mengatakan kata-kata itu kepadaku.

“Pergilah ke luar dan jalinlah pertemanan.”

Ya, aku tidak memiliki teman.

Dan sejujurnya, aku juga tidak pernah benar-benar bersekolah.

“...Begini saja tidak apa-apa. Rasanya tidak menyenangkan untuk berbicara dengan orang lain.”

Anak-anak cenderung mengecualikan orang lain yang berbeda darinya.

Aku berbeda dari orang lain, karena sejak aku lahir di dunia ini, aku tidak bisa melihat apa-apa melalui mata kiriku.

Dan juga, alasan lainnya mungkin karena keluargaku terlalu kaya.

Selalu saja ada tembok transparan yang terbentang diantara aku dan orang lain..., dan aku, tidak bisa untuk melewati tembok itu. Aku selalu berada di sisi luar tembok transparan tersebut.

“Asalkan aku memiliki Ibu dan Ayah, tidak ada satupun yang jauh lebih penting lagi di dunia ini.”

Sekali lagi, hari ini aku mengucapkan kata-kata tersebut, dan menutupi kepalaku dengan selimut.

“Tapi, kami tidak bisa untuk selalu melindungimu.”

Ibu menghela napas dengan keras, terdengar agak tercengang.

Dan karena aku bijaksana, aku tahu bagaimana aku harus bereaksi.

“...Apa kalian akan meninggalkanku?”

Menjulurkan wajahku dari bawah selimut, aku mengatakan itu dengan suara yang manis.

“J-jangan menatapku dengan mata yang berlinang air mata seperti itu, Yui~”

Dan kemudian, Ibu memelukku.

Ya, sebenarnya, Ibu lah yang paling menyayangiku. Meski begitu, aku bisa menggertaknya dengan begitu mudah... dan mungkin, secara tak terduga aku ini memiliki bakat untuk menjadi seorang idol.

“Yui.”

Ayah memanggil namaku. Dia kemudian meletakkan tangannya di bahu Ibu, dan setelahnya menariknya menjauh dariku dengan lembut,     

“Sudah waktunya untuk melepas perban ini.”

Dia sadar bahwa secara tidak langsung aku berusaha menghindari topik tersebut.

“...Iya.”

Aku kewalahan saat menerima tatapan serius dari beliau—dan dengan gugup, aku meletakkan tanganku pada perban putih di atas mata kiriku, kemudian membukanya.

“Ini, lihatlah.”

Ayah memberikanku cermin, dan aku,

“Cantik sekali...”

Mata biru itu bersinar layaknya safir, membuatku secara tidak sadar menyuarakan kekagumanku.  Dan Mata palsu ini, merupakan mata diperoleh orang tuaku demi diriku.

“Mata itu sangat cocok untukmu, Yui. Karenanya, sambil mengenakan gaun yang indah, aku ingin kau bersinar dan berkilau dihadapan orang lain layaknya permata ini.”

Mengatakan itu, Ayah menunjukkan ekspresi serius yang sama sekali tidak seperti sebelum-sebelumnya.

“Mata biru ini akan menerangi hidupmu, Yui. Aku yakin, mata itu akan membuatmu menemukan apa yang penting untukmu.”

Karenanya, dia melihatku, dan aku...,

“Apapun yang terjadi, jangan pernah melepaskan mata kiri itu.”

Dengan sungguh-sungguh, dia mengucapkan kata-kata yang sama seperti yang Ibu katakan sebelumnya.

“...Papa, jangan mencuri sorotan.”

“Kupikir ini adalah saat yang tepat bagi seorang Ayah untuk menunjukkan martabatnya.”

Ibu menyipitkan matanya dengan tidak senang, sedangkam Ayah mengangguk dengan tatapan serius.

Mereka adalah suami-istri yang harmonis.

Suatu hari nanti..., kuharap aku bisa memiliki teman untuk diajak mengobrol, seperti mereka.

Yah, itu hanya bercanda. Apa yang kubutuhkan hanyalah mereka saja.

Karenanya—

“Tidak, kata-kata ini tidak benar-benar meranahku.”

““Ehh...””

Begitulah caraku mengakhiri percakapan.

 

Tapi..., meski begitu, aku masih berharap bahwa suatu hari nanti....

Aku bisa pergi ke dunia luar—dan memiliki teman-teman yang dapat menerimaku apa adanya tanpa aku harus menyembunyikan rahasia atau semacamnya. Dan dengan itu, mungkin tiap-tiap harinya aku akan bisa hidup bahagia.

Fufu, itulah yang kupikirkan saat aku melihat mata biru ini.

Kalau begitu, ayo tentukan satu tujuan besar. Dimana seperti apa yang baru saja kupikirkan, mungkin aku harus menjadi seorang idol.



Sebelumnya || Daftar Bab || Selanjutnya

Post a Comment

Previous Post Next Post