Seiken Gakuin no Maken Tsukai Volume 4 - Bab 1

Bab 1
Festival Akademi Excalibur


“Tiga juara Rognas yang hebat. Prajurit Amilas, Pegulat Dorug, dan Archmage Nefisgal. Untuk menghargai pelayanan kalian selama peristiwa baru-baru, aku memberikan kalian bertiga Medali Tulang Iblis.”

“M-Medali Tulang Iblis?!”

“Sungguh menakjubkan…!”

“Bukankah itu adalah salah satu penghargaan terbesar yang bisa diterima oleh Pasukan Penguasa Kegelapan?!”

Tiga ksatria skeleton itu menggertakkan gigi mereka yang masih tersisa dalam kegembiraan saat mereka menangis berucap syukur.

“Kalian pantas mendapatkan ini,” Leonis menjawab mereka dengan anggukan murah hati. “Prestasi kalian luar biasa. Banggalah pada diri kalian sendiri.”

Mereka berada di kamar Leonis, di lantai dua asrama Hræsvelgr. Tiga hari telah berlalu sejak penyelidikan di Assault Garden Ketiga. Setelah akhirnya terbangun karena kelelahan akibat penggunaan Pedang Iblis Dáinsleif, Leonis memutuskan untuk memberikan penghargaan kepada tiga ksatria itu atas kontribusi mereka dalam pertempuran.

Aku harus memastikan bahwa di saat ketika hukuman akan berat di Pasukan Penguasa Kegelapan yang baru direformasi, prestasi dan upaya pasti akan dikompensasi.

Sekalipun berada jauh di dalam wilayah musuh, ketiga ksatria skeleton itu telah melaksanakan pekerjaan yang luar biasa dalam menjaga pengikut Leonis, Riselia. Selain itu, mereka juga telah menunjukkan kekuatan mereka yang kuat selama pertarungan melawan Void. Prestasi seperti itu sudah lebih dari cukup bagi mereka untuk dianugerahi Medali Tulang Iblis.

“Erm, Leo..., apa mainan tulang kecilmu itu benar-benar sesuatu yang luar biasa?” tanya Riselia, saat matanya yang sebiru es menatap penghargaan itu dengan tatapan ragu.

“K-kau tidak mengetahuinya, Nona Riselia?!” Amilas tampak gemetar karena terkejut.

“Bagaimana bisa kau tidak tau...? Medali Tulang Iblis adalah dekorasi termewah yang bisa didapatkan oleh undead!” seru Dorug.

“…Begitukah?” tanya Riselia, tampak benar-benar bingung.

“Kalau begitu, sebagai perwakilan dari kita bertiga, aku akan menerima medali itu!” skeleton berjubah, Nefisgal, mengatakan itu saat dia berusaha mengambil medali.

“Tunggu dulu, Nefisgal! Kau tidak bisa mewakili kami!”

“Orang yang memonopoli semua kemuliaan haruslah orang yang paling banyak berkontribusi! Dengan kata lain, itu adalah aku, Pegulat Neraka, Dorug!”

“Bagaimana bisa kau mengatakan itu? Aku tidak punya banyak kehidupan yang tersisa di tulang-tulang tuaku ini. Jadi akan adil jika aku yang menerimanya.”

“Kita adalah undead, Nefisgal. Mana ada kehidupan di dalam tulang-tulang kita! Sekarang, serahkan—”

“Tidak, tidak, tidak, akulah yang paling layak menerima hadiah ini!”

Percakapan mereka bertiga berubah menjadi perdebatan, dan tak lama kemudian ketiga skeleton itu terjerat dalam baku hantam.

“…Grr, kalian bertiga ini…!” Leonis mengerang saat dia memegangi pelipisnya dengan kesal. “Sudah, cukup dengan ini. Adakanlah duel atau kontes apa pun yang kalian suka dan putuskan siapa yang akan menerima hadiahnya.”

Sambil mengangkat Tongkat Penyegel Dosa-nya, Leonis memasukkan ketiga skeleton itu ke dalam bayangannya. Tiga juara Rognas itu terus baku hantam saat mereka tenggelam ke lantai.

“…Ya ampun, padahal kekuatan mereka sebagai undead tidak perlu dipertanyakan lagi, tapi kenapa mereka harus bersifat seperti itu...?” Gumam Leonis dalam kelelahan saat dia mengulaikan bahunya.

Namun, Riselia hanya tertawa masam atas serangkaian hal yang terjadi.

“A-apa?” tanya Leonis.

“Teman-temanmu sangat lucu, Leo.”

Merasakan semburat merah muncul di pipinya, Leonis berrdehem. “Selia, aku juga sudah menyiapkan penghargaan untukmu.”

“…Eh?”

Leonis mengangkat tongkatnya, membentuk tengkorak seukuran tangan yang melayang di udara.

“A-Apa ini, Leo? Tanya Riselia.

“Medali Arch Kematian.” Jawab Leonis dengan nada yang serius. “Terimalah.”

Kalau saja Tiga Juara Rognas masih ada, besar kemungkinan kalau mereka akan berteriak karena terkejut. Itu merupakan penghargaan kaliber tertinggi, dibuat dengan mengoleskan daun emas ke tengkorak naga asli.

Hanya jenderal terhebat dari Pasukan Penguasa Kegelapan lah yang dianugerahi medali itu.

Bagaimanapun juga, Leonis yakin kalau Riselia telah melakukan cukup banyak hal untuk mendapatkan penghargaan ini. Selama pertempuran melawan Tearis Resurrectiia, anggota enam pahlawan yang telah berubah menjadi Void, Riselia membagikan darahnya dengan Leonis ketika anak lelaki itu terluka. Tindakan yang Riselia lakukan itu telah menyelamatkan Leonis dari masa krisisnya. Ditambah lagi, darah Riselia juga membuat ingatan tersegel Leonis tentang dewi Roselia menjadi bangkit.

“Tidak perlu sungkan. Terimalah,” desak Leonis.

“E-Erm…”

Si Penguasa Kegelapan memberikan Riselia tulang naga emas yang bersinar, akan tetapi, gadis muda itu menggelengkan kepalanya dengan tidak nyaman.

“T-Tidak perlu, aku tidak butuh medali itu! Mengetahui bahwa kau berterima kasih saja sudah cukup bagiku.” kata Riselia, saat dia menepuk kepala Leonis dengan lembut.

“K-kau tidak butuh medali ini?” Respon tak terduga Riselia tampaknya membuat Leonis bingung. “Ini adalah Medali Arch Kematian loh!”

“Y-Yah, lagipula kau sudah memberiku gaun cantik itu, kan?”

“Begitu ya…”

Memang benar, Leonis memberi Riselia Gaun Leluhur Sejati, item langka dan cukup berharga untuk disebut sebagai harta nasional. Meskipun, itu bukanlah hadiah karena Loenis memang berniat untuk memberika gaun itu kepada Riselia.

“Kalau begitu, apa kau ada menginginkan sesuatu yang lain? Meskipun tidak sebanding dengan Medali Arch Kematian, aku bisa menganugerahkanmu Kereta Kematian atau Tongkat Neraka—”

Leonis buru-buru mencoba menawarkan hadiah lain, dan Riselia hanya memandangnya dengan senyum tegang. Dia kemudian berjongkok, lalu memeluk kepala Leonis dengan erat.

“S-Selia…?”

“Dengar, Leo...,” bisik Riselia di telinga Leonis. “Hadiah yang terbaik adalah melihat semua orang kembali pulang dengan selamat. Dan itu semua berkatmu.”

“Aaah…” Leonis menegang.

Ujung jari-jari Riselia terasa dingin karena sifat vampirnya yang unik, dan rambut keperakannya menyentuh lehernya dengan lembut.

“Sekarang, kita harus bersiap-siap untuk sarapan. Regina sudah menunggu kita.”

Riselia berdiri, dan dengan rok seragamnya bergoyang-goyang, dia berjalan keluar dari kamar. Setelah ditinggal sendiri, Leonis menggaruk pipinya yang memerah dan mengembalikan medali itu ke bayangannya.

Sungguh sifat yang rendah hati... Jika itu bawahanku yang lain, mereka pasti akan bertengkar tentang hadiah ini. Seperti yang sudah sering terjadi, Leonis merasa kekagumannya pada Riselia meningkat. Tentunya, pengikutnya itu tidak tahu perihal hal tersebut.

---

Karena ksatria skeleton sudah tidak ada, Leonis menggeser gorden dan membuka jendela kamarnya. Dia bukanlah orang suka bermandikan sinar matahari, tapi akhir-akhir ini, dia sudah terbiasa melakukan itu.

Sesekali, dia merasa rindu dengan peti batunya di Makam Agung, tapi saat dia pernah tidur di lemari yang gelap, Riselia memarahinya saat gadis itu datang untuk membangunkannya. Riselia mengatakan kepadanya, “Kau itu bukan vampir”, yang kemudian Leonis jawab dengan datar bahwa Riselia lah vampir itu, yang hanya membuat gadis itu menjadi lebih marah.

Leonis mengaktifkan terminal kecil di mejanya, memeriksa laporan yang dibawakan Shary kepadanya. Dia sudah terbiasa dalam menggunakan perangkat yang dioperasikan dengan teknologi magis. Sudah tiga hari sejak timnya kembali dari penyelidikan mereka di Assault Garden Ketiga. Tentunya, mengatakan kalau perjalanan yang mereka lakukan sebagai sesuatu yang biasa saja tidak akan cukup untuk menyimpulkan semua yang terjadi, tapi itu tidak penting.

“Tidak ada informasi mengenai pria itu…,” bisik Leonis pada dirinya sendiri saat dia mendesah dalam hati.

Nefakes Reizaad. Seribu tahun yang lalu, pria ramping berambut putih itu pernah menjadi pengikut Azra-Ael, Iblis Dunia Bawah. Itu jelas bahwa dia terlibat dalam upaya menghidupkan kembali Tearis Resurrectia—Wanita Suci dari Enam Pahlawan yang telah diubah menjadi Void.

Selain itu, sudah pasti kalau dia memiliki informasi tentang dewi Roselia yang dicari Leonis. Dia menyatakan bahwa Roselia akan bangkit dengan menggunakan tubuh Wanita Suci sebagi wadah. Dan memang benar, Leonis telah memastikan bahwa jiwa dewi Roselia telah berdiam di dalam tubuh Tearis Resurrectia.

Akan tetapi, jiwa Roselia, sama seperti wadahnya, telah dikotori oleh kehampaan.

[Aku ingin kau berjanji padaku. Di masa depan yang jauh, jika aku berubah dan menjadi sesuatu yang lain... Aku ingin kau membunuhku dengan Pedang Iblis itu… Dan kemudian… Tolong temukanlah diriku yang sebenarnya.]

Itulah kata-kata yang Roselia ucapkan pada Loenis dalam ingatannya yang sempat tersegel. Dengan kekuatan otoritasnya yang bisa melihat masa depan, Roselia pasti telah meramalkan bahwa ada kemungkinan kalau Void akan menodai jiwanya.

Dan itulah sebabnya dia membagi jiwanya menjadi beberapa bagian…

Roselia menugaskan Leonis untuk membebaskan bagian-bagian jiwanya yang dinodai oleh Void dan menemukan wujud aslinya. Saat ini, satu-satunya petunjuk nyata yang Leonis miliki adalah pengikut Iblis Dunia Bawah itu.

Aku harus menggunakan semua sumber daya Pasukan Penguasa Kegelapan untuk mencari pria itu. Cengkeraman Leonis di sekitar Tongkat Penyegel Dosa menjadi semakin erat.

“Jangan pikir kau akan bisa lari Penguasa Kegelapan selamanya... Heh-heh-heh…” Dia tertawa mengancam saat tatapan jahat tampak di matanya.

“—duka… Erm, paduka?”

Merasa ada yang menarik lengan seragamnya, Leonis melihat kebawah, dan alisnya langsung berkerut.

“Hm?”

“Saya punya laporan, paduka...”

Di bawah Leonis ada tubuh bagian atas dari seorang gadis yang memakai seragam pelayan. Tubuh bagian bawahnya tenggelam di dalam bayangan Leonis di lantai.

“Oh, Shary. Laporan apa yang kau punya?” kata Leonis.

“Permisi dulu, paduka…” Shary Corvette Shadow Assasin dengan perlahan merangkak keluar dari kegelapan. Dia adalah makhluk yang cantik dengan mata berwarna senja dan rambut hitam. Dia adalah adalah seorang pembunuh rahasia dan pelayan Leonis.

Shary melayang untuk sejenak di depan Leonis sebelum ujung sepatunya menapaki lantai. Dia kemudian menyapa tuannya dengan sikap hormat yang bermartabat.

“Katamu kau punya laporan, apa itu tentang Nefakess Reizaad?” tanya Leonis.

“Tidak, maafkan saya, saya belum menemukan informasi apapun tentang dia.” jawab Shary sambil menggelengkan kepalanya dengan perlahan.

“Begitu ya. Terus, apa yang mau kau laporkan?”

“Ini mengenai sisa-sisa kelompok Fraksi Serigala yang baru-baru ini bergabung dengan pasukan anda. Empat belas lagi dari mantan anggota mereka telah menawarkan diri untuk bergabung dengan pihak anda.”

“Oh, jadi Pasukan Serigala Iblis terus bertambah ya.” terlihat senang, Leonis mengangguk pada dirinya sendiri atas perkembangan ini.

Pasukan Serigala Iblis adalah kelompok yang terdiri dari anggota inti dari kelompok Fraksi Serigala, organisasi teroris demi-human anti-kekaisaran. Setelah membajak kapal milik royalti, Hyperion, organisasi itu kehilangan pemimpin mereka dan berada di ambang kehancuran. Leonis kemudian masuk untuk mengisi celah yang tersisa setelah kematian komandan mereka, mengintegrasikan mereka ke dalam pasukannya sendiri.

Awalnya, cuman ada tiga puluh anggota dari Pasukan Serigala Iblis, tapi Leonis memiliki bawahan yang secara aktif merekrut para demi-human yang tidak senang dengan Kekaisaran Manusia. Saat ini, barisan mereka telah membengkak menjadi enam puluh.

Diam-diam, Leonis berharap bahwa suatu hari nanti ketika dia akan mengumumkan kedatangannya yang kedua ke dunia ini sebagai Raja Undead, organisasi ini akan datang untuk membentuk inti dari Pasukan Penguasa Kegelapan yang baru.

“Biarkan mereka bergabung. Kuserahkan penilaian tentang siapa yang harus direkrut kepadamu.”

“Apa saya benar-benar boleh membuat keputusan seperti itu?” Shery meminta konfirmasi.

“Ya, lakukanlah itu.”

Kemungkinan Shary khawatir bahwa dengan menambahkan lebih banyak anggota ke dalam kelompok tanpa berpikir panjang bisa menyebabkan masalah yang muncul pada saat-saat yang tidak terduga. Kekhawatiran Shary itu memang masuk akal. Berbeda dengan undead yang mayoritas besar merupakan pasukan Leonis sejak seribu tahun yang lalu, Pasukan Serigala Iblis adalah sekumpulan makhluk yang berbeda dari berbagai lapisan masyarakan. Untuk saat ini, ancaman dari Raja Undead bisa membuat mereka berada di bawah kendali, tapi hal itu bisa berubah ketika Pasukan Serigala Iblis terus tumbuh.

Tapi biarlah…, renung Leonis. Memimpin kelompok yang heterogen adalah tantangan yang dia sambut. Membangun Pasukan Penguasa Kegelapan menjadi pasukan berkekuatan penuh menuntut pengalaman seperti itu.

“Dipahami. Saya akan melakukannya, kalau begitu, saya permisi—”

Membungkuk dengan hormat, Shary mulai tenggelam kembali ke dalam bayangan Leonis.

Namun, Leonis memanggilnya untuk menghentikannya.

“Tunggu dulu, Shary.”

“Ya, ada apa, paduka?”

“Aku masih belum memberimu hadiah, kan?” tanya Leonis.

“…?!” Mata berwarna senja pelayan itu melebar.

Selama misi mereka di kota yang hancur, Shary diberi tugas untuk mengawal dan menjaga Regina dan gadis-gadis lain—suatu tugas yang Shary jalankan dengan sangat baik. Dan sebelumnya, dia juga berhasil melindungi orang-orang kerajaan Leonis selama pembajakan Hyperion.

Prestasi ini sudah lebih dari cukup baginya untuk mendapatkan medali.

“Paduka, suatu penghargaan akan disia-siakan jika diberikan kepada orang sepertiku…,” kata Shary sambil membungkuk hormat.

“Jangan rendah hati.” Leonis menggelengkan kepalanya. “Kegagalan untuk mengakui pencapaian pengikut-pengikutku akan menodai kehormatanku sebagai Penguasa Kegelapan.”

“Saya mengerti…”

“Baiklah, untuk hadiahmu...”

“Apa itu donat lagi?”

“Apa kau mau dihadiahkan donat?”

“E-erm, apa pun itu saya akan bahagia selama itu berasal dari anda, paduka. Tapi kalau boleh, saya ingin sesuatu yang bisa bertahan lama... M-Maaf kalau saya lancang!” Shary melambaikan tangannya dengan panik.

“Hmm. Sesuatu yang bisa bertahan lama, ya…”

Mungkin Topeng Naga atau Sarung Tangan Raja Iblis akan bagus? Leonis menolak pemikiran itu segera setelah terpikir olehnya. Kedua barang itu adalah harta yang tak ternilai harganya, tapi Shary itu mungil, dan juga kedua benda itu tidak akan cocok untuknya.

Di saat Leonis terus memikirkan hadiah apa yang bagus untuk diberikan, Shary tiba-tiba bertanya, “Maaf, tapi anda memberikan Gaun Leluhur Sejati kepada pengikut Ratu Vampir anda, kan?”

“Mm? Ya, kupikir itu mungkin terlalu cepat untuk memberikannya gaun itu, tapi tetap saja Riselia Crystalia memiliki potensi untuk menjadi tangan kananku. Aku yakin, dalam waktu dekat dia akan bisa menguasai gaun itu,” jawab Leonis.

Mendengar apa yang Leonis katakan, Shary jadi tampak cemberut dan sedih.

“P-Paduka, apa anda telah mempertimbangkan untuk menjadikan gadis itu… s-sebagai p-pengantin anda?”

“A-Apa?!” Leonis mendapati dirinya jadi tergagap. “Pengantin? Apa yang kau maksud?”

“Gaun Leluhur Sejati adalah gaun yang akan dikenakan oleh seorang wanita vampir yang akan menikah!” Shary menegaskan itu dengan marah.

“Y-yah, itu adalah kebiasaan unik dalam budaya vampir!” Leonis dengan panik membalasnya. “Aku yang memberikannya gaun itu hanya karena aku ingin dia meningkatkan kekuatannya.”

“B-benarkah…?” pelayan pembunuh itu bertanya dengan lesu.

Leonis mengangguk, yang untuk alasan apapun membuat Shari jadi menghela napas lega.

“Apa kau tidak puas karena aku memberikan gaun itu kepada pengikutku yang tidak berpengalaman?” tanya Leonis.

“Tidak, saya tidak bermaksud untuk mempertanyakan keputusan anda, paduka.” Dengan wajah yang tanpa ekspresi, Shary menggelengkan kepalanya.

Raja Undead kemudian memandang pelayan itu dengan termenung. “Erm, Shary, apa pendapatmu mengenai Riselia Crystalia?”

“Keterampilannya dalam pedang masih kurang, tapi dia tumbuh dengan kecepatan yang luar biasa,” tetap tabah, Shary menjawab Leonis. “Seabgai seorang pemimpin, kemampuannya dalam menilai sesuatu luar biasa, dan aku harus memuji upaya yang dia berikan saat dia melakukan tugasnya.”

“Begitu ya. Kata-katamu terdengar seperti kau telah mengamatinya dengan cukup cermat,“ kata Leonis, dengan nada yang menunjukkan bahwa dia sependapat dengan pujian Shary.

“Aku harus bisa memahaminya untuk menentukan apakah dia cukup cocok untuk menjadi pengikut anda,” jawab Shary dengan nada yang datar.

Mendapati bawahan favoritnya menerima pujian seperti itu membuat Leonis merasa senang.

Tiba-tiba, dia teringat kalau saat ini dia harusnya memberikan Shary hadiah, bukan justru membicarakan Riselia. “Baiklah, kalau begitu, untuk hadiahmu, bagaimana dengan cincin sihir?” saran Leonis.

“Cincin?” dengan mata yang terbelalak, Shary menatap Leonis. “S-Saya sangat senang, tapi… saya tidak yakin apakah hati saya sudah siap untuk ini…”

Pipi gadis itu jadi merah merona saat Leonis memberikannya benda yang dimaksud, Itu adalah benda berbentuk tengkorak yang tampak sangat tidak menyenangkan.

“Ini adalah Cincin Iblis. Artefak kelas mitologi yang kudapatkan saat aku mengalahkan Zol-Azura, Iblis Hades.”

“…”

“Mm? Apa ada masalah?”

“…Tidak ada. Terima kasih banyak, paduka.”

Untuk beberapa alasan, Leonis berpikir kalau bayangan telah menutupi cahaya di mata Shary, tapi sang Penguasa Kegelapan itu menyimpulkan kalau itu pasti hanya imajinasinya saja.

“Tentu saja, cincin ini lebih dari sekadar hiasan belaka. Kalau kau mengisinya dengan mana, kau seharusnya akan bisa memanggil eksistensi terhebat dan terkuat di Pasukan Penguasa Kegelapan dan memerintahkannya. Yah, meskipun efeknya hanya akan bekerja satu kali.”

Ketika Leonis menjelaskan fungsi dari cincin itu dengan sombong, Shary diam-diam menggumamkan sesuatu di sepanjang Leonis berkata-kata, “Aku lebih suka cincin yang biasa.” Namun, bisikannya itu gagal mencapai telinga Leonis.

“Seperti Greater Demon atau Elder Lich?” tanya Shary.

“Yah, aku tidak tahu. Kita hanya akan tahu setelah kau memanggilnya.”

“Saya tidak butuh pengawal. Saya sendiri saja sudah kuat.”

“Nah, terima saja ini. Mungkin di masa depan cincin ini akan terbukti berguna di beberapa situasi.”

“…Terima kasih, paduka.” Menjepit keliman roknya, Shary menundukkan kepalanya dan memberi hormat lagi. “Sekarang, kalau anda berkenaan, paduka, saya harus pergi, atau saya akan terlambat untuk pekerjaan sambilan saya.”

Shary kemudian tenggelam dalam diam ke dalam bayangan Leonis.

---

Leonis menuruni tangga, menuju lantai pertama asrama. Satu meja besar diletakkan di ruang pertemuan umum, di mana persiapan untuk sarapan sedang sementara dilakukan. Aroma yang menggugah selera dari sup bening menggantung di udara.

Biasanya, peletonnya akan sarapan di kamar masing-masing, tapi hari ini mereka mengadakan pertemuan, jadi mereka memutuskan untuk berkumpul dan makan bareng.

“Maaf kalau aku terlambat.”

“Ah, Leo,” Riselia menyapanya. “Ya ampun, kau masih punya sedikit rambut tidur tuh.”

Gadis itu melihat segumpal rambut berdiri di kepala Leonis, tapi Leonis merunduk untuk menghindarinya.

“A-aku bisa memperbaikinya sendiri,” kata anak lelaki itu dengan canggung.

“Dan dasimu juga longgar,” tambah Riselia saat dia mencondongkan tubuhnya ke depan untuk merapikan dasi Leonis. Rambut peraknya tampak bersinar indah saat memantulkan cahaya matahahri yang masuk melalui jendela. Kebanyakan vampir aktif di malam hari, tapi Riselia mempertahankan gaya hidup yang sehat dan teratur dengan bangun lebih awal setiap pagi.

“Baiklah, sekarang semuanya sudah oke,” kata gadis muda itu saat dia menepuk dasi Leonis.

“…Terima kasih.”

Setelah melewati pemeriksaan kerapian dari pengikutnya, Leonis duduk di meja. Dari dapur, dia bisa mendengar ada suara penggorengan yang diaduk dengan kuat dan suara mendesis dari sesuatu yang sedang dimasak.

Saat ini, orang-orang yang menghuni asrama Hræsvelgr hanya anggota peleton ke-18. Gadis-gadis dari peleton lain pernah ada yang tinggal di sini sebelumnya, tapi gedung asrama ini jauh dari tempat Akademi Excalibur berada, jadi mereka pindah. Tampilan luar bangungan itu cukup tua dan usang, membuatnya tidak populer juga di kalangan pelajar.

Tidak lama setelah Leonis tiba, pintu yang mengarah ke salah satu ruangan yang bersebelahan dengan ruangan itu terbuka, dan seorang wanita muda berambut hitam yang cantik masuk: Elfiné Phillet. Dia  adalah seorang gadis yang dua tahun lebih tua dari Riselia dan sosok kakak perempuan di peleton ke-18.

“Selamat pagi, Leo,” Elfiné menyapa Leonis dengan ekspresi yang masih sedikit mengantuk.

“Selamat pagi, Elfiné,” jawab Leonis.

Meskipun Elfiné biasanya  tampak rapi dan elegan, Elfiné selalu tampak lesu di pagi hari. Mungkin dia menderita tekanan darah rendah. Bahkan mata hitamnya sampai setengah tertutup. Sekalipun begitu, sebagian besar siswa laki-laki akan tetap menganggap  penampilannya itu cukup memikat.

Dengan ekspresi yang muram, Elfiné duduk di seberang Leonis. Dia sering sekali membuat ekspresi seperti itu ketika sesi pelajaran pertama di hari itu adalah pelatihan stamina dasar. Tidak seperti anggota peleton lainnya, Pedang Suci Elfiné adalah Pedang Suci tipe analisis informasi. Dia tidak berada di lapangan selama pelatihan tempur, jadi dia tidak begitu baik dalam hal fisik.

Sejujurnya, Leonis adalah atlet yang sama-sama memiliki fisik yang lemah sepertinya, jadi dalam hal ini, anak lelaki itu sangat bersimpati pada Elfiné.

“Apa kau lelah, Fine?” tanya Riselia dengan cemas.

“Ya… Aku sedikit lelah…,” Elfiné menjawabnya dengan senyum kaku. “Kakak perempuanku datang berkunjung dari Assault Garden Keenam.”

“Kakakmu? Oh, maksudmu peneliti senior dari Perusahaan Phillet?” tanya Riselia.

“…Ya. Dia kakakku yang sangat berbakat.” Elfiné menghela nafas berat. “Dia sangat berbakat sampai-sampai sesekali bakatnya itu membuatku takut...”

Rupanya, Elfiné tidak cemas dengan pelatihan stamina kali ini.

“Sepanjang malam aku terus-terusan mencoba mencari cara untuk bisa menghindarinya, jadi aku hampir tidak tidur.”

“Astaga, apa kakakmu itu benar-benar menakutkan?” renung Riselia.

“Dia itu sudah seperti penyihir. Atau mungkin, vampir penghisap darah.”

“Erm…” tidak yakin bagaimana harus menanggapi perkataan Elfiné, Riselia hanya menjawabnya dengan setengah hati.

Bagaimanapun juga, di sini ada Leonis yang sering dihisap darahnya.

Tampaknya meskipun di era ini sebagian besar monster telah mati, tapi vampir masih dipandang sebagai makhluk legenda.

“Lady Selia, sarapannya sudah siap.” suatu suara memanggil dari dapur.

Itu adalah Regina, dengan memakai seragam pelayan, dia berjalan ke ruang pertemuan dengan membawa nampan perak. “Oh, selamat pagi, Nak.” Melihat Leonis, gadis berambut kuncir itu menyambutnya dengan senyuman.

“Selamat pagi, Regina,” jawab Leonis. “Sarapannya kelihatan enak.”

Si Raja Undead tidak bisa menahan diri untuk tidak menelan ludahnya dengan penuh harap. Apa yang ditaruh di atas meja adalah sarapan yang cukup mewah. Sup bening berhiaskan sayuran, salad arugula—di tanam di kebun sayu Riselia—dengan ham, roti panggang keju dengan banyak madu, roti kenari, kopi, susu segar dan mentega, serta nasi omelet yang dibuat dari telur yang diproduksi di distrik alami akademi.

Setelah menghabiskan sebagain besar waktunya untuk tidur karena habis menggunakan Pedang Iblis, Leonis tidak makan apa-apa selama berhari-hari, jadi sarapan hari ini terlihat lebih menggugah selera. Merasakan perutnya bergejolak tidak sabar untuk makan, Leonis tersenyum masam.

Ya ampun, tubuh ingin sungguh tidak bisa diperbaiki.

Saat dia masih Raja Undead, Leonis tidak butuh makan. Dengan demikian, Leonis berpikir bahwa kerentanan dari wujud ini terhadap kelaparan cukup menyebalkan. Tapi tetap saja, dengan begini juga dia belajar menghargai makanan.

“Aku akan menaruh bendera kecil khusus di nasi omeletmu, Nak,” goda Regina.

“Jangan perlakukan aku seperti anak kecil,” balas Leonis, mencabut keluar bendera yang Regina tancapkan ke makanannya.

“Kurasa Sakuya masih belum kembali dari latihan paginya,” kata Riselia saat melirik ke arah pintu.

“Ya. Padahal aku sudah bilang padanya kalau hari ini kita ada rapat...” jawab Elfiné saat dia mengerutkan alisnya.

“Yah, tidak ada yang bisa kita lakukan perihal itu. Kita simpankan saja beberapa makanan untuk Sakuya, jadi ayo kita mulai sarapan.” pungkas Riselia.

“Kau benar, kalau lama-lama juga nanti makanannya jadi dingin...” angguk Elfiné.

"Hei, Nak, kau mau aku menggambar simbol hati dengan saus tomat?” usul Regina dengan iseng.

“…T-Tidak usah! A-aku bisa menaruh bumbuku sendiri!” bentak Leonis padanya.

"...Muu, baiklah kalau gitu..."

Tampak kecewa, Regina melemaskan bahunya.

---

“Festival Cahaya Suci…?” tanya Leonis saat dia dengan aktif menghindari tambahan peterseli di piringnya.

“Ya, itu adalah festival dari Akademi Excalibur.” Jelas Riselia. “Festival itu akan diselenggarakan minggu depan.”

Minggu depan, Assault Garden Ketujuh akan digabungkan dengan Assault Garden Keenam. Assault Garden tersebar di seluruh lautan dunia, dengan ibu kota, Camelot, sebagai intinya. Setiap kota memiliki peran taktis yang berbeda yang ditugaskan pada masing-masing kota.

Misalnya, Assault Garden Ketujuh dan Kelima adalah pangkalan ofensif yang dimaksudkan untuk menemukan dan menghancurkan sarang Void. Sebaliknya. Assault Garden Keenam bertugas menyediakan persediaan untuk kota taktis yang lain. Kota taktis itu berlayar di area lautan yang kaya akan sumber daya mana, menambang dasar laut untuk menghasilkan kristal mana. Ini mempertahankan pasokan energi magis untuk Assault Garden yang berada di garis depan.

Tentu saja, Assault Garden Ketujuh mampu melakukan pertempuran berkepanjangan tanpa dukungan apa pun, tap bekerja bersama dengan Assault Garden lainnya memungkinkan operasi yang lebih efisien.

“…Jadi gitu ya. Setiap pangkalan beroperasi dengan kapasitasnya yang paling efisien.” Leonis terkesan dengan sistem ini. Karena bagaiamanapun juga, Pasukan Penguasa Kegelapan tidak memiliki pemikiran seperti itu.

Malahan, tiap-tiap Penguasa Kegelapan memiliki persaingan yang membara antara satu dengan yang lain…

Dizolf, Raja Amarah, dan Veira, Ratu Naga, selalu berselisih dengan Leonis. Bahkan ketika Pasukan Penguasa Kegelapan berada dalam perang habis-habisan melawan Enam Pahlawan, mereka masih terus terlibat dalam pertempuran kecil untuk memperebutkan wilayah dan kerajaan yang hancur.

Yah, meski begitu itu bukan salahku, tapi mereka, pikir Leonis saat dia memikirkan masa lalu.

Pengisian ulang bahan bakar mana akan memakan waktu selama tiga hari, di mana dua Assault Garden akan tetap digabungkan. Selama periode itu, warga dari kedua kota akan mengadakan perayaan untuk merayakan penggabungan tahunan ini.

“Lalu, selama Festival Cahaya Suci, Akademi Excalibur akan membuka fasilitasnya untuk masyarakat umum,” kata Riselia.

“Begitu ya. Kebetulan juga, aku menyukai festival.”

Hal ini mengingatkan Leonis pada Festival Kematian. Itu merupakan jenis ritual sihir di mana ribuan jiwa undead akan menari melintasi medan perang yang hancur. Pesta akan berlangsung selama beberapa hari, dan setelah selesai, mana di tanah itu akan tersedot dan mengubah daerah itu menjadi tanah terkutuk yang dapat menghasilkan banyak undead.

“Peleton Akademi Excalibur akan menjalankan segala macam kios dan toko,” kata Riselia sambil terus menaruh lebih banyak sayuran ke piringnya Leonis. Bawahan Leonis ini tidak berniat menyia-nyiakan kesempatan baginya untuk membuat darah Leonis menjadi lebih lancar beredar dan lebih mudah untuk diminum.

“Sudah, jangan terus tambahin sayuran ke piringku...” gerutu Leonis.

“Tidak. Kulihat kau menyingkirkan peterselimu, Leo,” Riselia menyangkalnya dengan tegas.

“Ugh…”

“Di Festival Cahaya Suci sebelumnya, kami mengubah asrama ini menjadi kafe,” tambah Elfiné saat dia melihati Leonis dan Riselia sambil tersenyum.

Menganggukkan kepalanya terhadap ucapan Elfiné, Riselia berkata, “Ya, saat itu kafe kita berjalan dengan cukup baik dan populer.”

Bagaimanapun juga, tempat ini adalah lokasi yang cukup bagus untuk membangun sebuah kafe, pikir Leonis.

Hutan yang tumbuh di belakang asrama menawarkan pemandangan yang indah, dan karena asrama berada di tepi gedung Akademi Excalibur, itu menjadikan lokasi ini sebagai tempat yang tenang, lokasi yang ideal untuk menikmati teh dan manisan.

“Tapi kupikir tahun ini kita mungkin bisa mengubah sedikit pendekatan kita,” lanjut Elfiné.

“Mengapa?” tanya Riselia.

“Yah, ada rumor mengatakan bahwa peleton ke-11 asrama Fafnir akan menjalankan kafe.”

Peleton ke-11. Itu adalah peleton yang dimasuki Fenris Edelritz, anggota komite eksekutif dan seorang siswi yang cenderung berselisih dengan Riselia di setiap kesempatan. Asrama peleton ke-11 memiliki desain interior yang jauh lebih mewah daripada asrama Hræsvelgr, apalagi asrama itu dilengkapi dengan bak mandi jet, yang hanya bisa diasumsikan oleh Leonis sebagai nama beberapa senjata taktis.

“Mereka yang melakukan itu pasti untuk membuat kita marah!” ucap Riselia.

“Tidak, itu pasti karena Lady Fenris sangat mencintaimu, Lady Selia,” gumam Regina seiring dia menyesap tehnya. “Tapi tetap saja, gedung asrama kita terletak cukup jauh dari asrama mereka, jadi kupikir menjalankan kafe juga bukanlah ide yang terlalu buruk.”

Lokasi Asrama Fafnir berada dekat dengan pusat akademi. Dengan demikian, lokasi itu cukup jauh dari tempat tinggal peleton ke-18 belas, jadi harusnya tidak akan terlalu banyak persaingan.

“Tidak, tahun lalu mereka menjalankan ruang dansa.” Riselia menggelengkan kepalanya. “Mereka yang memilih untuk menjalankan kafe pasti karena mereka ingin merebus bisnis kita. Mereka pasti masih marah karena kalah selama latih tanding.”

“…Yah, sebenarnya, aku memang bisa membayangkan kalau Lady Fenris akan melakukan itu,” kata Regina sambil mengupas cangkang telur rebus.

“Jujur saja, aku tidak berpikir kalau kita akan bisa mengalahkan mereka jika di sini kita memutuskan untuk menjalankan kafe yang sama seperti tahun lalu...,” kata Riselia.

“Ya. Dibandingkan dengan asrama Fafnir, asrama kita terlihat sangat buruk,” Regina setuju.

“Dan entah kenapa, di sekitar sini ada banyak sekali burung gagak menyeramkan yang berkeliaran…,” gumam Elfiné dengan raut wajah masam.

“B-benarkah?” tanya Riselia dengan ekspresi panik.

Tidak diragaukan lagi, alasan mengapa gagak-gagak berkerumun di sekitar asrama mereka dikarenakan mereka ditarik untuk datang ke sana oleh mana Ratu Vampir Riselia. Biasanya mana Ratu Vampir akan menarik kedatangan kelelawar atau serigala, tapi satu-satunya pelayan malam yang tinggal di kota ini adalah burung gagak.

“T-tapi, eerm, bahkan burung gagak itu juga imut, loh?” seru Riselia, berusaha untuk menyelamatkan harga diri para pelayannya.

Namun demikian, Regina tidak setuju dengan pendapatnya, “Kicauan mereka terlalu keras, dan mereka juga terus mengais-ngais tempat sampah kita.”

“Y-yah…” Tidak bisa memikirkan tanggapan untuk diberikan, Riselia hanya bisa diam.

“Ngomong-ngomong, aku pernah melihat ada rumput-rumput aneh yang tumbuh di halaman belakang kita,” kenang Elfiné dengan ekspresi bingung.

Sekarang, giliran Leonis lah yang menjadi terlihat panik. Dalam upaya untuk menghibur Leonis, Shary menanam beberapa tanaman dunia bawah di taman belakang asrama. Benih yang gadis pelayan itu tanam mulai bertunas dan mulai menjalar di dinding luar asrama. Jika tanaman itu terus dibiarkan tumbuh, tanaman itu akan menjadi tanaman karnivora pemakan manusia.

“Dengan melihat tampilan dari tempat ini, setiap pelanggan pasti akan terlalu takut untuk masuk…,” kata Regina dengan suara yang rendah.

Saat itulah…

“Maaf aku terlambat, teman-teman.”

Pintu terbuka, memperlihatkan seorang gadis berambut biru yang dipotong pendek—Sakuya Sieglinde. Meskipun usianya masih empat belas tahun, dia adalah pendekar pedang yang terampil dan penyerang andalan dari peleton ke-18.

“Kok kau lama sekali, Sakuya?” tanya Riselia.

“Oh, pas aku latihan tadi, aku bertemu dengan Si HItam Fluffymaru,” jelas gadis itu saat dia membentangkan pakaian tradisional Anggrek Sakura-nya di kursi.

“Oh, maksudmu anjing hantu yang sering muncul di sekitar asrama itu?” tanya Regina.

“Anjing itu bukan hantu. Pengguna Pedang Suci dari komite eksekutif mengejarnya, jadi aku menyuruhnya untuk berlindung di hutan.”

Kalau dilihat baik-baik, di seragam Sakuya ada beberapa daun yang menempel.

Astaga, apa sih yang kau lakukan, Blackas? Leonis sontak merasa gelisah karena dia tahu betul siapa anjing yang dimaksud dalam pembicaraan mereka.

“Kalau dia adalah anjing liar, bukankah kau harusnya membiarkan mereka menyingkirkannya?” saran Regina sambil memberikan isyarat seolah-olah sedang mengokang senapan berburu. “Siswa-siswi akademi mungkin dapat membela diri dari anjing itu, tapi ketika Festival Cahaya Suci dimulai, warga sipil akan berjalan-jalan di sekitar sini.”

“Si Hitam Fluffymaru bukan anjing liar!” Sakuya menggelengkan kepalanya dengan tegas. “Mungkin saja dia adalah reinkarnasi dari si Hitam Maru yang sudah lama hilang!”

Tidak, itu tidak mungkin, pikir Leonis.

Di tempat pertama, Blackas bukanlah anjing, tapi serigala. Dan juga, dia adalah pangeran dari Alam Bayangan.

“Mungkin kita bisa memeliharanya di asrama ini asalkan kau berjanji untuk mengurusnya, Sakuya.” kata Riselia sambil mengacungkan jari telunjuknya.

“Makasih, Selia,” jawab Sakuya. “Tapi, tiap kali aku mencoba menangkap Si Hitam Fluffymaru, dia langsung seperti menghilang begitu saja.”

“Oh, jadi itu sebabnya dia disebut-sebut sebagai anjing hantu.” timpal Regina.

“Oh, ngomong-ngomong, tempo hari aku melihat gadis hantu yang dirumorkan itu,” kenang Riselia saat dia tiba-tiba teringat.

Terhadap itu, Regina menjadi sedikit bersemangat. “Aku juga melihatnya! Dia sangat imut, kan?”

“Gadis hantu?” tanya Elfiné dengan bingung.

“Ya, akhir-akhir ada rumor mengenai gadis hantu itu. Orang-orang bilang kalau kau bisa melihat seorang gadis misterius berseragam pelayan di sekitaran asrama ini…”

Shary, apa yang kau lakukan?!

Saat Leonis mendengarkan percakapan para gadis, dia langsung membuat catatan untuk menegur pengikut-pengikutnya saat dia mencoba menelan sepotong roti.

“Asrama yang menyeramkan… Hantu… Oh, aku mengerti!” seolah-olah dia akhirnya menyadari sesuatu, wajah Riselia menjadi tampak berseri-seri.

“Ada apa, Lady Selia?” tanya Regina.

“Bagaimana kalau kafe kita menggunakan tema rumah hantu? Kita bisa membuatnya menjadi kafe yang menyeramkan!” Riselia berdiri seiring dia membuat pernyataannya. Sontak saja, semua orang yang ada di situ memandangnya dengan ekspresi bingung.

---

“Ugh… Nngh, aaah…”

Erangan rasa sakit dari seorang gadis memenuhi gang belakang yang sepi di tepi luar Assault Garden Ketujuh. Berbeda dengan area Central Garden yang merupakan tempat Akademi Excalibur berada, sektor ini adalah rumah bagi banyak pengungsi yang diselamatkan dari luar kota.

Tertatih-tatih, gadis itu berjongkok karena dia sepenuhnya kehabisan tenaga. Rambutnya yang bewarna hijau diikat dalam model ponytail. Paha putihnya yang mengintip dari bawah celana pendeknya kini tertutup dengan kotoran. Saat dia bersandar ke dinding, tudung jubah sederhananya terbuka, memperlihatkan rupa seorang gadis cantik dengan perawakan seperti peri dan mata biru. Telinganya yang mengintip keluar tampak memanjang dan memiliki ujung yang. Ini adalah karakteristik elf.

Bagaimana bisa... jadi seperti ini…?

Dia adalah Arle Kirlesio, pahlawan elf yang ditugaskan untuk menghancurkan wadah Dewi Pemberontak oleh Pohon Penatua Sanctuary.

Tentu saja, aku sudah siap untuk ini. Tapi...

Dia sama sekali tidak menyangka kalau dunia akan berubah sebegitu banyak setelah seribu tahun. Umat manusia telah menciptakan kota benteng bergerak, dan monster yang mengancam dunia ini bukanlah goblin ataupun orc, melainkan bentuk kehidupan tak dikenal yang disebut Void.

Setelah pertempuran di Assault Garden Ketiga, kelompok Riselia membawa Arle ke kota sebagai pengungsi. Namun, saat dia melihat peluang, dia langsung mengambil peluang itu dan melarikan diri. Meskipun Arle merasa bersalah tentang apa yang dia lakukan itu, dia tidak bisa membiarkan gadis-gadis itu mengetahui siapa dirinya.

Walapaun dia sudah menghancurkan salah satu inkarnasi Dewi Pemberontak, tapi masih ada yang lain.

Sebagai pahlawan, aku harus menyelesaikan misiku.

Namun saangnya, sekarang dia bahkan tidak bisa berdiri lagi karena kelaparan. Jika seseorang di kota ini tidak terdaftar sebagai penduduk sipil, maka orang itu tidak akan dapat membeli bahkan sepotong roti. Dan sebagai seorang pahlawan seperti dirinya, dia tidak bisa merendahkan dirinya sendiri untuk mencuri.

Nng, aku harus melakukan sesuatu…

Dia tidak boleh jatuh di sini.

“Hmm, permisi... Apa kau baik-baik saja?” suara yang terdengar takut-takut mencapai telinga Arle.

Masih dalam posisi berjongkok, Arle mendongak dan melihat seorang gadis berusia tujuh atau delapan tahun menatap ke arahnya.

“Apa kau lapar?” tanya anak itu.

“…Mm.” setelah tampak ragu sejenak, Arle menganggukkan kepalanya.

Gadis itu kemudian dengan takut-takut mendekatinya dan memberikannya sepotong roti.

“...” Arle menatapnya dengan waspada.

“Ambilah. Kau bisa makan ini,” desak gadis itu.

“…Apa kau yakin memberikanku ini?” tanya Arle. Dia memeriksa pakaian gadis itu. Pakaiannya tidak menunjukkan bahwa dia berasal dari keluarga kaya.

“Direktur Phrenia bilang kalau kita melihat seseorang yang membutuhkan, maka kita harus membantunya.” kata anak itu sambil tersenyum.

“…Terima kasih.” Arle menerima roti dari anak itu, merobeknya sepotong-sepotong dan kemudian memasukkannya ke mulutnya.

“Ah, apa kau butuh air…?” tanya gadis iu.

“Tidak, aku punya air.” Arle mengeluarkan botol dan membasuh mulutnya yang habis makan roti. Dia bisa merasakan perutnya bergejolak sebagai rasa senang. “Terima kasih. Kau menyelamatkanku.”

“Um, apa kau mau ikut denganku ke panti asuhan?”

Elf itu menggelengkan kepalanya. “Aku tidak bisa merepotkan dirimu sebanyak itu.”

Baginya, dia tidak bisa membuat orang asing menjadi kerepoton seperti itu. Arle kemudian perlahan bangkit berdiri, tapi saat itu…

“Apa yang kalian lakukan di sini?!” dengan teriakan keras itu, beberapa sosok muncul di gang.

“…?!”

Mereka bukan bandit, tapi Pengguna Pedang Suci yang mengenakan seragam biru. Arle berasumsi bahwa mereka adalah bagian dari semacam militer, penjaga perdamaian kota.

“Hmm, kau adalah elf,” seru seorang pemuda yang tampak seperti pemimpin dari kelompok itu saat dia menatap tajam ke arah Arle.

“…”

“Tunjukkan padaku kartu penduduk sipilmu,” tuntut pria itu saat dia dengan kasar melihat elf itu dari atas ke bawah.

“T-tidak, kakak ini, dia hanya lapar…,” protes si gadis kecil.

“Pikirmu pengungsi kecil sepertimu bisa mengaturku?” Pria muda itu memandang gadis kecil itu dengan tatapan sekilas sebelum mendekatinya dengan mengancam.

Arle melepas jubahnya, dan kemudian mewujudkan pedang pembunuh Penguasa Kegelapan, Crozax, di tangannya, dan memelototi pria muda itu. “Mundurlah…,” katanya kepada anak yang telah membantunya.

Mereka ada tiga, dan mereka tampaknya cukup terorganisir.

Berdasarkan cara mereka membawa diri, Arle secara kasar dapat mengukur kekuatan mereka. Normalnya, mereka bukanlah lawan yang sepadan baginya. Faktanya, mereka bahkan sepertinya tidak bisa mengalahkan gadis berambut biru yang sempat bertukar pedang dengannya di kota yang hancur.

Tapi saat ini, Arle hampir tidak bisa berdiri, dan seorang pahlawan tidak bisa seenaknya membunuh orang.

“Begitu ya, kau mau melawan. Oke, Aktifkan!” Pemimpin muda itu mewujudkan Pedang Suci tipe pedang yang besar. Bibirnya melengkung membentuk seringai. “Ini mungkin akan menjadi sedikit kasar, bocah...”

Saat senjata itu akan mengenainya, Arle menangkisnya dengan Crozax.

“…Mundurlah!” Arle membentak gadis di belakangnya lagi.

“K-Kakak…,” gadis kecil itu tergagap.

“Kau membebaniku di sini, cepat mundur—!”

Arle mendengar suara langkah kaki yang mundur di belakangnya.

Bagus. Arle mencengkeram pedangnya lebih erat dan melompat mundur. Tapi tiba-tiba, dengan suara gemerincing, sesuatu semacam tabung kaleng kecil dilemparkan dan berguling ke kaki Arle.

Apa ini semacam bom…? Tidak, ini—

Psssssssssssssssssss!

Tabung di antara Arle dan para Pengguna Pedang Suci itu mulai mengeluarkan asap putih yang tebal.

“A-apa?! Ini… bom asap?!”

Asap dengan cepat memenuhi gang itu, membuat para Pengguna Pedang Suci yang brutal itu menjadi bingung.

A-apa…?!

Arle mulai batuk-batuk, dan saat itu, penutup lubang got di samping kakinya terangkat sedikit.

“…?!”

“Ke sini. Ikutlah denganku kalau kau  ingin melarikan diri!”

Seorang gadis dengan wajah yang ditutupi oleh tudung mengintip dari bawah tutup logam dan memberi isyarat agar Arle pergi ke arahnya.

“Kau—”

“Cepatlah,” desak sosok bertudung itu.

Alarm kota berbunyi, dan Arle mendegar ada suara beberapa pasang kaki yang berlari menuju gang. Memperkuat tekadnya, elf itu masuk ke dalam lubang.



4 Comments

Previous Post Next Post