Saijo no Osewa Volume 2 - Bab 20

Bab 20
Hal yang tak boleh disadari Ojou-sama


Setelah Tennoji-san mengganti baju olahraganya yang basah karena keringat ke baju olahraga cadangannya, kami melanjutkan latihan dansa dengan berdansa waltz selama hampir satu jam.

“...Gerakanmu sudah menjadi lebih baik lagi.”

“Terima kasih.”

Setelah berputar ke arah kanan, kami kemudian berputar dengan natural ke arah kiri. Timing ketika kapan kami harus membuka kaki dan kapan harus menutup kaki haruslah tepat, karena jika timing-nya buruk, maka dansanya akan menjadi berantakan.

Alasan mengapa aku bisa berdansa dengan nyaman lebih daripada yang kupikirkan ini dikarenakan Tennoji-san menyesuaikan gerakannya dengan gerakanku. Ketika ada saat dimana kakiku terbuka terlalu lebar, Tennoji-san akan langsung meresponnya dengan gerakan yang fleksibel. Aku yakin, dia pasti memiliki tubuh yang lentur, jadi ketika aku mengikuti gerakannya yang sangat lembut itu, aku merasa seperti kekakuan tubuhku jadi melentur juga sepertinya.

“Hari ini kita sudahi latihannya sampai sini saja. Sepertinya karena ini adalah pertama kalinya kita memulai latihan dansa, kita menjadi sedikit terlalu bersemangat.”

“Kau benar..., kekuatan fisikku juga sudah diujung tanduk.”

Selain itu, mungkin karena aku menggunakan otot yang biasanya tidak kugunakan, jadi aku juga merasa sangat lelah.

“N-Ngomong-ngomong...”

Saat aku mengemasi barang-barangku, Tennoji-san memanggilku dengan suara yang kedengarannya seperti ragu-ragu mau mengatakan sesuatu.

“...Untuk kedepannya, kalau-kalau kau mendapati pakaianku jadi transparan lagi, tolong langsung beritahukan itu kepadaku... Maksudku, erm, aku akan malu jika aku terlambat menyadarinya.” ucap Tennoji-san, dengan ekspresi malu-malu.

“Tidak, tapi ‘kan..., bukankah akan lebih baik jika kau sendiri yang menyadarinya terlebih dahulu... Maksudku, jika aku yang memberitahumu soal itu, maka itu berarti aku sudah sempat melihatnya...”

“T-Tidak apa-apa kok, lagipula aku percaya kalau kamu bukan tipe orang yang aneh-aneh...”

Astaga, bagaimana bisa dia mempercayaiku seperti ini? Memang sih, karena aku telah banyak berhubungan dengan Hinako, jadinya aku telah mengembangkan sedikit  toleransi terhadap sesuatu seperti itu, tapi bahkan aku pun juga punya batasan untuk apa yang dapat kutoleransi.

Tapi yah, bisa dibilang ini juga merupakan bukti bahwa Tennoji-san mempercayaiku. Karenanya, aku menganggukkan kepalaku kepadanya sebagai balasan atas kepercayaannya.

Saat aku berjalan keluar dari gedung olahraga setelah membereskan peralatan yang digunakan untuk berdansa, sinar jingga Matahari sore langsung menerpa wajahku. Rupanya, Matahari sudah mau terbenam.

“Aku sudah terbiasa melakukan dansa ballroom seperti ini, tapi mungkin ini adalah pertama kalinya aku berdansa dalam jangka waktu yang lama.” gumam Tennoji-san, sambil mengelus rambutnya yang berkeringat.

“Apa keluarga yang sekelas dengan keluargamu memiliki banyak kesempatan untuk melakukan dansa ballroom?”

“Tidak, kurasa itu tergantung pada orangnya.” Saat kami berjalan, Tennoji-san memberiku penjelasan. “Tidak seperti acara jamuan makan biasa, pesta dansa adalah acara yang hanya bisa dihadiri dengan persiapan yang matang. Dalam kebanyakan kasus, biasanya kau akan menerima undangan terlebih dahulu dan setelah itu menginformasikan apakah kau ingin hadir atau tidak. Orang-orang yang tidak mahir dalam berdansa ballroom biasanya akan memilih untuk tidak hadir.”

“Begitu ya... Jadi tidak seperti undangan jamuan makan, dalam hal pesta dansa mudah untuk menolak undangan karena ada perbedaan antara orang yang suka dan tidak suka berdansa?”

Mendengar kata-kataku, Tennoji-san menganggukkan kepalanya.

“Tapi jika kau memutuskan untuk menghadiri pesta dansa...  Selain akan memalukan jika diketahui kalau kau buruk dalam berdansa, menjadi wall flower pun juga sama memalukannya. Makanya, karena ini adalah semacam kebudayaan, jadi dansa ballroom adalah hal yang baik untuk dipelajari.”

Terhadap kata-kata itu, aku menganggukkan kepalaku.

[Catatan Penerjemah: Maksudnya wall flower itu orang yang hanya akan menonton di dekat dinding ketika orang lain sedang berdansa.]

“Aku pribadi jarang diundang datang ke pesta dansa, jadi aku tidak tahu kapan aku akan mendapatkan kesempatan untuk melakukan dansa ballroom..., tapi kalau nantinya aku mendapatkan kesempatan itu, aku ingin aku bisa berdansa dengan baik di depan banyak orang.”

Asalkan aku bisa menguasai tekniknya, maka aku yakin aku akan bisa berdansa dengan baik. Karena kalau misalnya nanti akan ada pesta dansa yang diikuti Hinako, maka bisa jadi itu juga akan menjadi debut dari dansa ballroom-ku.

“...Tapi kurasa, kita tidak akan bisa berlatih bersama seperti ini untuk waktu yang lama.” Sambil mengalihkan pandangannya, Tennoji-san berseru. “Karena jika perjodohanku telah diputuskan, maka kita tidak akan bisa lagi menghabiskan waktu bersama-sama saat sepulang sekolah seperti ini.”

“...B-Begitu ya?”

“...Ya, karena bagaimanapun juga aku akan memiliki pria yang di masa depan nanti akan menikahiku, jadi aku harus menghabiskan waktu luangku sebanyak mungkin untuknya.”

Kalau kupikir-pikir lagi, dia memang benar. Jika dia sudah punya tunangan, maka dia akan segan untuk bertemu dengan pria lain secara pribadi sesering yang dia mau.

“...Kurasa itu akan membuatku kesepian.”

Saat aku menggumamkan itu, mata Tennoji-san membelalak dan langsung menatapku.

“Kesepian?”

“Ya... Sebelumnya aku juga sudah bilang, ‘kan? Aku sangat menikmati apa pun yang  kulakukan bersamamu. Jadi jujur saja, aku pasti akan merasa sepi dan merindukan waktu-waktu seperti ini.”

Saat aku mengatakan apa yang benar-benar kurasakan, pipinya Tennoji-san jadi memerah dan dia langsung memalingkan wajahnya dariku.

“B-Begitu ya...”

Karena aku mendapatkan reaksi yang aneh darinya, sontak saja aku jadi merasa kebingungan. Mungkinkah, apa yang kukatakan tadi itu terdengar terlalu sok akrab?

“...Fufu~”

Memunggungiku, Tennoji-san tertawa kecil.

“Ada apa, Tennoji-san?”

“T-Tidak ada apa-apa.”

Tennoji-san menggelengkan kepalanya, dan entah kenapa dia terlihat panik.

“Kalau begitu, sampai jumpa besok, Nishinari-san.”

“Ya, sampai jumpa besok.”

Sesampainya di gerbang kami, aku dan Tennoji-san langsung berpisah.

Dari belakang, kulihat dia tampak lebih bahagia daripada biasanya.

---

“Fufu~”

Setelah berpisah dengan Itsuki dan kembali ke mansion, Mirei secara natural  tersenyum saat dia menuju ke kamarnya.

“...Fufufu~”

Meskipun beberapa waktu yang lalu dia melatih Itsuki menari hingga dia lelah dan berkeringat, tapi anehnya perasaan lelah itu hilang entah kemana sampai-sampai membuat langkah kakinya menjadi sangat ringan.

[Aku sangat menikmati apa pun yang kulakukan bersamamu. Jadi jujur saja, aku pasti akan merasa sepi dan merindukan waktu-waktu seperti ini.]

Semenjak dia berpisah dengan Itsuki tadi, kata-kata yang Itsuki katakan kepadanya terus terngiang-ngiang di benaknya, dan setiap kali kata-kata itu terngiang, dia merasakan suatu perasaan yang hangat di hatinya.

Merasa sepi... Menempatkan tangannya di dadanya, Mirei bergumam di dalam hati. Merasa bersenang-senang dan menikmati apa yang kami lakukan..., sepertinya bukan hanya aku saja yang merasakan perasaan itu.

Bukan hanya dirinya yang merasakan perasaan bercahaya tersebut. Apa yang Itsuki ucapkan kepadanya membuat pemikiran yang dia miliki di alam bawah sadarnya itu telah terbukti benar. Dan tentunya, itu bukanlah kesalahpahaman ataupun ilusi, tapi itu adalah fakta bahwa dia mempunyai perasaan yang sama dengan Itsuki.

Gimana ya supaya hari-hari seperti ini bisa terus berlanjut... tiba-tiba, dia mendapati dirinya memikirkan itu.

Bagaimanapun juga, jika perjodohannya sudah diputuskan, maka kesempatannya untuk bisa bertemu dengan Itsuki akan berkurang.

Oh iya, bagaimana kalau aku mengundangnya saja sebagai tamu dari Keluarga Tennoji...

Dengan mengundang Itsuki sebagai tamu, dia masih akan tetap bisa bertemu dengan Itsuki sekalipun perjodohannya telah diputuskan. Dan sama seperti sebelumnya, mereka akan bisa mengadakan pesta teh, belajar bareng, dan berlatih berdansa.

Mata Mirei tampak berbinar saat pemikiran tersebut terbesit di benaknya, tapi...

“...Astaga, bisa-bisanya aku berpikir bodoh seperti itu!?”

Ketika dia kembali berpikir dengan tenang, dia sadar bahwa tidak mungkin dia bisa melakukan itu. Karena bagaimanapun juga, bagi Keluarga Tennoji, Itsuki bukanlah apa-apa selain hanya seorang siswa SMA. Itu sebabnya, tidak ada alasan yang penting untuk membuat Itsuki menjadi tamu Keluarga Tennoji.

“Mirei?”

Pada saat itu, dari belakang Mirei, terdengar seseorang memanggil namanya.

Saat dia berbalik, dia melihat bahwa orang yang memanggilnya adalah ibunya, Hanami Tennoji.

“Ada apa, Ibu?”

“Harusnya aku yang bilang begitu~. Tadi kulihat kau bersenandung senang pas di lorong, jadi aku ingin tahu apa ada sesuatu yang terjadi padamu...”

“Tidak ada apa-apa, aku hanya sedang memikirkan sesuatu...” kata Mirei, mencoba untuk menyembunyikan perasaannya.

“Mirei, akhir-akhir ini..., kau kelihatan sangat bersenang-senang.”

“Maksudnya?”

“Apa kau tidak sadar? Semenjak kau mulai menghabiskan waktumu bersama Nishinari-san ketika kalian pulang sekolah, setiap harinya kau jadi tampak sangat bersenang-senang.”

Mirei tidak pernah menyangka bahwa sudah sejak awal dirinya merasa bersenang-senang. Karena bagaimanapun juga, baru beberapa saat yang lalu dia menyadari bahwa dirinya merasa seperti itu.

“Mirei, bagimu, Nishinari-san itu orang yang seperti apa?”

“Mengapa Ibu ingin tahu soal Nishinari-san?”

“Loh~? Bagaimanapun juga dia adalah orang mempengaruhi putriku, jadi wajar saja ‘kan kalau aku ingin tahu soal dia~?” ucap Hanami, terdengar merasa bahagia.

“Yah..., bagiku, Nishinari-san adalah orang yang sangat berdedikasi.” Jawab Mirei, saat dia mengingat hari-hari yang telah dia habiskan bersama Itsuki. “Awalnya, kupikir dia adalah orang yang biasa saja dan tidak memiliki kepercayaan diri..., tapi rupanya dia adalah orang yang memiliki aspirasi. Dia adalah seorang yang memiliki tekad kuat untuk mengubah dirinya sendiri, dan dia sangat menghargai hari-harinya yang dia habiskan di akademi.”

Saat mereka pertama kali bertemu, Itsuki menampilkan postur yang buruk dan sikap yang tidak berpendirian pada Mirei. Tapi kemudian, apa yang membalikkan kesan itu adalah semangat jujur yang Itsuki tunjukkan di pesta teh dan sesi belajar sebulan yang lalu, serta semua yang telah dia dan Mirei lakukan akhir-akhir ini saat mereka pulang sekolah.

“Etiket meja makannya yang awalnya tampak seperti kaku-kaku, kini menjadi sangat terbiasa. Tentunya, tidak diragukan lagi bahwa itu adalah berkat pengajaranku yang baik, tapi lebih daripada itu, Nishinari-san mempelajarinya dengan sikap yang serius sehingga dia bisa menguasainya dengan cepat.”

Kenyataannya, Mirei tidak menyangka kalau Itsuki akan bisa mempelajari etiket meja makan secepat ini. Dan hal ini membuat Mirei yakin bahwa Itsuki tidak hanya akan mempelajari itu saat sesi belajar mereka, tapi juga saat dia sudah pulang kerumah. Itu sebabnya, Mirei menghormati sikap Itsuki yang seperti itu.

“Bahkan dalam latihan dansa hari ini, dia berusaha sangat keras untuk bisa menguasainya..., jadi aku dibuat tidak sabar untuk melihat akan sampai seberapa jauh dia berkembang.”

Mirei bahkan sampai kepikiran apakah saat ini Itsuki sudah sampai dirumah dan melakukan peninjauan tentang apa yang telah dia pelajari hari ini? Dan saat dia berpikir seperti itu, entah mengapa pemikiran itu menimbulkan perasaan bahagia di hatinya.

“Sepertinya kau telah bertemu dengan teman yang baik.”

“Ya. Selain itu, dari melihat diri Nishinari-san, aku jadi mendapatkan banyak inspirasi. Karenanya, untuk kedepannya aku ingin agar aku bisa terus bersamanya——”

Saat Mirei mengatakan itu, kepalanya dengan cepat menjadi dingin. Dia mendapati bahwa dirinya sangat menghargai hari-hari yang mereka habiskan akhir-akhir ini lebih daripada yang dia pikirkan, sampai-sampai membuat dia melontarkan keinginan itu dari mulutnya.

“.....Kuharap, orang yang ditunangkanku denganku adalah orang yang sama seperti dirinya.” gumam Mirei, dengan suara yang terdengar sedih.

Pada dasarnya, Mirei tidak ingin ibunya tahu apa yang dia rasakan. Dia mengerti bahwa dia tidak boleh mengatakan pada ibunya bahwa meskipun hanya sedikit, dia masih tetap merasa kecewa dengan perjodohan ini.

“Mirei, aku sudah mengatakan ini berkali-kali padamu, tapi kamu tidak perlu memaksakan dirimu untuk menerima perjodohan ini kok? Aku maunya kamu hidup dengan lebih bebas...”

“...Tidak perlu khawatir soal itu, Ibu...” menyela kata-kata ibunya, Mirei berseru, “Aku hidup dengan bebas.”

“......Begitu ya.”

Seperti biasanya, Mirei mengatakan itu dengan bermartabat dan dibarengi senyuman indah yang akan membuat siapa pun yang melihatnya jadi terpana. Namun di sisi lain, sang Ibu hanya bisa menganggukkan kepalanya dengan ekspresi agak sedih di terhadap apa yang putrinya katakan.

“Mengenai perjodohanmu, tidak lama lagi kita akan bertemu dengan pihak keluarga pria. Jadi..., bisakah kau segera meluangkan waktumu untuk itu?”

“Tentu saja.” Membunuh perasaan yang bergejolak di dalam hatinya, Mirei menganggukkan kepalanya.

Sebagai putri dari Keluarga Tennoji, dia tahu bahwa dirinya tidak boleh menyadari perasaan ini.

Tapi meski begitu....

Jika dia diizinkan untuk mengatakan satu unek-uneknya..., maka dia ingin agar masalah perjodohan ini seharusnya diberitahukan kepadanya sebelum dia bertemu dengan Itsuki.



16 Comments

  1. Ya,kasihan sama si Tennoji San sih,karna MC cuman ada 1

    ReplyDelete
  2. Jadi cukup tertarik ama Mirei~

    Cuman utk sekarang masih ttp dukung Itsuki X Hinako wkwkwk

    ReplyDelete
  3. Kasian si walau gw dah tau ending vol 2 :/

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hmmm,sepertinya nanti akan ada plot yg agak gila kayak di V1...kalimat " kasian walau udh tau endingnya " itu kayak ada sesuatu yg baik terjadi pada mirei,tapi tetep sedih pas inget storynya...omoshiroi,min lanjutttt

      Delete
  4. Kemungkinan besar itsuki bakal sama hinako. Tapi klo itsuki sama mirei kayaknya bakal bagus juga. Kasian narika😔

    ReplyDelete
  5. Kata" gigolo yang tidak tau bahwa dirinya adalah gigolo sejati MC mc..

    ReplyDelete
  6. Ciri" MC romance, datang, bikin baper anak orang, lalu tinggalkan. Gitu aja terus

    ReplyDelete
Previous Post Next Post