Saijo no Osewa Volume 2 - Bab 25

Bab 25
Kepercayaan


“Haaah!”

Tennoji-san mengayunkan pedang bambunya ke bawah, dengan ayunan kuat yang tampak seperti bukan dilakukan oleh wanita.

Sontak saja, aku langsung menghindari pedang bambunya itu dengan jarak yang amat tipis, tepat di depan hidungku.

“T-Tunggu dulu, Tennoji-san.”

“Aku tidak akan menunggu!”

Serangan yang mengarah ke kepalaku datang lagi.

Dalam kondisi dimana saat ini kami hanya mengenakan hakama tanpa alat pelindung, bisa-bisa kami akan berakhir melukai satu sama lain.

Dengan panik, aku memegang pedang bambuku secara horizontal dan mencoba bertahan, tapi Tennoji-san memutar pergelangan tangannya dan mengubah lintasan pedang bambunya.

“Haaaah....!”

“Ugh...!?”

Rasa sakit yang tajam mencuat di pergelangan tanganku.

Tennoji-san benar-benar serius dalam menyerangku... Tapi sekalipun dia serius, aku tidak boleh melawan balik. Bagaimanapun juga, dia adalah putri dari Keluarga Tennoji, jadi akan jadi masalah besar kalau dia sampai terluka.

“Kau......!” Masih terus mengayunkan pedang bambunya, Tennoji-san berseru. “K-Kau......! Kau pasti mengolok-ngolokku, ‘kan...!”

Di sudut matanya, ada tampak air mata yang berlinang.

“Di saat aku sedang bersaing dengan Hinako Konohana..., kau berpura-pura bekerja sama denganku..., tapi kenyataannya kau selalu menertawakanku di belakangku...!!”

Saat aku mendengar dia mengatakan itu dengan suara yang bergetar—aku jadi sadar.

Rupanya, Tennoji-san salah paham.

“K-Kau salah paham!” Seruku, saat menahan serangan pedang bambunya. “Memang benar kalau aku berada di bawah asuhan Keluarga Konohana! Dan aku minta maaf karena tidak memberitahumu soal itu! Tapi satu-satunya alasan mengapa aku mau menghabiskan waktuku bersamamu karena itu memang keinginanku sendiri!! Hinako sama sekali tidak ada hubungannya dengan itu!”

“Jangan banyak alasan...! Aku tidak akan percaya pada apa pun yang kau katakan! Dasar pengkhianat!”

Menyangkal kata-kataku, Tennoji-san mendorong pedang bambunya.

Gila, bagaimana bisa lengannya yang ramping itu sampai sekuat ini? Aku bahkan sampai dibuat bercucuran keringat dingin.

Tapi, aku memang telah berbohong pada Tennoji-san..., karenanya, dia benar kalau itu bisa disebut sebagai pengkhianatan. Aku memalsukan identitasku, memalsukan karirku, dan menyembunyikan niatku yang sebenarnya darinya. Di sisi lain, Tennoji-san mempercayaiku dan bahkan sampai memberitahuku bahwa dirinya sebenarnya adalah anak angkat, akan tetapi..., aku telah mengkhianati kepercayaannya yang tulus itu.

“Tennoji-san..., kau salah paham. Aku benar-benar tidak menertawakanmu.”

“Tidak ada gunanya kau beralasan sekarang!!”

Dia benar, semua yang dilontarkan oleh mulutku hanyalah alasan.

Aku bisa mengerti mengapa Tennoji-san sangat marah kepadaku, dan kemarahannya itu saja sudah bisa menunjukkan seberapa besar dia telah mempercayaiku sebelumnya.

Tapi di sisi lain, bagaimaan dengan diriku? Aku bersikeras mengatakan bahwa aku tidak mengkhianatinya dan bahwa Hinako tidak ada hubungannya..., tapi pada akhirnya, dalam keadaan dimana aku telah berbohong kepadanya, itu sama artinya bahwa aku tidak percaya kepadanya.

Apa Tennoji-san adalah seorang yang tidak bisa dipercaya? Itu tidaklah mungkin. Kenyataannya, hanya ada sedikit orang yang bisa dipercaya seperti Tennoji-san. Aku yakin tidak peduli apa pun yang kukatakan kepadanya, dia pasti akan selalu mengambil sikap yang sesuai kepadaku.

“Aku akui kalau aku telah berbohong.” Kataku, sambil menepis pedang bambunya Tennoji-san. “Aku akui aku juga telah menyembunyikan sesuatu darimu... Tapi aku melakukan itu bukan dengan maksud untuk menyakitimu, Tennoji-san.”

“Aku sudah bilang jangan banyak alasan!!”

Saat ini Tennoji-san sedang berada dalam kondisi pikiran kacau, itulah sebabnya kata-kataku tidak dapat menjangkaunya.

Aku yakin Tennoji-san akan bisa mengerti situasiku jika dia berpikiran tenang. Mungkin memang wajar jika dia curiga kalau aku menertawakannya di belakangnya..., tapi apakah ada orang yang mau menggunakan hari-harinya saat sepulang sekolah untuk menghabiskan waktu bersamanya dan mengambil pelajaran yang sulit hanya untuk tujuan seperti itu?

“...Aku serius.”

“Sudah kubilang, aku tidak akan percaya padamu——”

Tennoji-san mencoba mengayunkan pedang bambunya, tapi sebelum dia bisa melakukan itu, aku mengulurkan tangan kananku ke depan dan meraih pedang bambunya untuk menghentikannya.

“Aku serius.”

Dengan diriku yang sebenarnya, aku menyerukan itu.

[Catatan Penerjemah: Semenjak bekerja di Keluarga Konohana, sikap dan perilaku Itsuki sangat santun dan formal, termasuk dalam logat atau nada berbicara. Jadi maksud dari ‘diriku yang sebenarnya’ di sini adalah sikap dan perilaku ketika Itsuki masih miskin, dengan kata lain dirinya yang sebenarnya.]

Lalu, sambil masih mencengkram pedang bambunya, aku mengambil keputusan.

Aku akan memberitahukannya semuanya.

Sama seperti dia yang percaya kepadaku—aku juga akan percaya kepadanya.



2 Comments

Previous Post Next Post