Saijo no Osewa Volume 2 - Bab 26

Bab 26
Penipu


“Baiklah, biar kudengar alasanmu.”

Mendapatkan kembali ketenangannya, Tennoji-san menatap lurus ke arahku, membuat area di tengah-tengah dojo memiliki suasana yang menegangkan saat kami duduk saling berhadapan.

“Sebenarnya——”

Dengan jujur, aku memberitahukannya situasiku; bahwasannya aku bukanlah putra pewaris dari perusahaan menengah, aku adalah seorang yang bekerja sebagai pelayan di Keluarga Konohana, dan hal-hal lainnya.

“Hmm..., aku mengerti, aku mengerti, aku mengerti...”

Setelah mendengarkan penjelasanku, Tennoji-san menganggukkan kepalanya beberapa kali.

“Kau sebenarnya bukanlah putra pewaris perusahaan menengah, tapi anak tunggal dari keluarga miskin, dan sekarang kamu bekerja sebagai pelayan Keluarga Konohana, dan sebagai bagian dari pekerjaanmu itu, kau juga menjadi murid Akademi Kekaisaran. ...Kedengarannya itu sulit untuk dipercaya, tapi itu masuk akal.” gumam Tennoji-san, tampak merasa teryakinkan.

Dan kemudian, dengan mata yang tenang, dia menatapku kembali.

“Penipu.” Dengan lugas, dia mengatakan itu kepadaku. “Kau adalah penipu...”

“...Kupikir kau benar.”

Tidak memiliki kata-kata untuk menyangkal, aku hanya bisa menundukkan kepalaku.

“...Kau adalah penipu dalam caramu berbicara.”

“Eh?”

“Bukankah cara berbicaramu itu juga adalah akting? Saat kau menghentikan pedang bambuku tadi, kudengar cara berbicaramu berubah.”

“...Yah, kau benar.”

Meskipun tidak benar-benar bisa disebut sebagai akting, tapi memang benar kalau cara bicara yang kugunakan saat berbicara di akademi in bukanlah cara berbicaraku yang asli.  Sebenarnya sih, sekalipun kau adalah murid dari Akademi Kekaisaran, pada dasarnya kau tidak perlu untuk selalu menggunakan cara berbicara yang formal. Buktinya, teman sekelasku, Taisho dan Asahi-san, mereka berbicara dengan cara bicara yang informal pada siswa-siswi lain.

“Kembalilah ke cara berbicaramu yang sebenarnya.”

“Tapi...”

“Kubilang cepat kembali ke cara berbicaramu yang sebenarnya!”

Tekanan darinya benar-benar kuat, tapi yah, bagaimanapun juga situasinya sudah menjadi seperti ini, jadi tidak ada gunanya mencoba menggunakan cara berbicara yang formal.

“...Oke.”

[Catatan Penerjemah: Mulai dari sini cara berbicara Itsuki jadi informal, tapi karena pada dasarnya artinya sama dengan cara bicara formal, jadi dalam Bahasa Indonesia perbedaannya gak bakal jelas.]

“Jadi cara berbicaramu memang benar-benar seperti itu ya...”

Saat aku menyerah dan kembali ke cara berbicara asilku, mata Tennoji-san tampak membelalak.

“Bersumpahlah, mulai dari sekarang, kau tidak akan pernah berbohong lagi padaku, tidak hanya dalam kata-kata, tapi juga dalam sikap.” Setelah jeda sesaat, Tennoji-san lanjut berbicara. “Selama kau memenuhi sumpahmu itu, aku berjanji padamu kalau hubungan kita akan menjadi seperti sebelumnya lagi.”

“...A-Apa kau tidak keberatan kalau hubungan kita akan menjadi seperti sebelumnya lagi...”

“Aku sudah pernah bilang padamu, aku ini yakin dengan kemampuanku dalam menilai orang lain... Pada dasarnya, kau itu lebih menghormati keinginan Keluarga Konohana daripada keinginanmu sendiri dan mencoba untuk menjaga kebohongan, dan kau tidak bisa menyangkal hal itu.”

Bahlan dalam situasi seperti ini, Tennoji-san masih menjadi seorang dengan karakter yang berterus terang. Kenyataannya, aku yakin dia tidak akan mengatakan atau melakukan apapun yang akan merugikan orang lain. Dan tergantung pada situasinya, dia bisa mengerti dan membedakan tentang apa yang memang bisa dan tidak bisa untuk dikatakan.

“Karenanya, mulai sekarang, daripada berbohong padaku, tolong langsung bilang saja kalau ada sesuatu yang tidak boleh kau katakan.”

“...Oke, aku tidak akan berbohong lagi padamu, Tennoji-san.”

Saat aku mengatakan itu, tiba-tiba Tennoji-san jadi tampak seperti sedang memikirkan sesuatu.

“Bagaimana kalau kita mengubah cara kita memanggil satu sama lain juga? ...Ketika kita cuman berduaan aja, kau harus memanggilku ‘Mirei’.”

“Eh?”

“Aku juga akan memanggilmu ‘Itsuki-san’... Dan ayo kita buat ini menjadi isyarat bagimu untuk berbicara dengan cara bicaramu yang sebenarnya.”

Gitu toh, tentunya, akan lebih nyaman jika kami memiliki isyarat seperti itu. Kami akan memanggil satu sama lain dengan sebutan yang sama seperti yang selalu kami pakai ketika berada di sekitar publik, dan kami akan mengubah cara kami memanggil satu sama lain ketika kami hanya berduaan saja.... Secara kebetulan, aku dan Hinako sudah memiliki hubungan yang seperti itu, jadi aku tidak merasakan ketidaknyamanan dalam hal ini.

“Baiklah... Mirei.”

Aku mencoba memanggil Tennoji-san dengan menggunakan nama depannya, tapi kemudian, wajahnya jadi memerah, dan——

“...Kayaknya kau tidak usah memanggilku ‘Mirei’ aja deh.”

“Lah?”

“H-Habisnya aku tidak akan bisa berpikiran tenang kalau kau memanggilku begitu. Kau bisa memanggilku seperti sebelumnya saja... Tapi aku tetap akan memanggilmu sebagai ‘Itsuki-san’.”

Saat dia mengatakan itu, dia memain-mainkan rambut emasnya dengan ujung jarinya dan mengalihkan pandangannya dariku.

“Pokoknya, mulai hari ini kau tidak boleh lagi berbohong padaku. Dan biar adil, aku juga tidak akan berbohong padamu... Jadi kalau kau punya sesuatu yang mau kau tanyakan padaku, jangan segan untuk menanyakannya.”

“Sekalipun kau bilang begitu...”

Disuruh bertanya secara tiba-tiba seperti ini, tentu saja aku bingung jadi harus nanya apa. Tapi saat aku berpikir seperti itu, kuingat kalau ada satu hal tentang Tennoji-san yang membuatku kepikiran selama beberapa waktu. Tapi..., kurasa itu bukan pertanyaan yang harus kutanyakan kepadanya sekarang.

“...Kurasa saat ini aku tidak punya sesuatu yang ingin kutanyakan padamu.”

“Barusan kau mengalihkan tatapan matamu, kan?”

Buset dah, dia bahkan tidak melewatkan keraguan sesaat yang kumiliki.

“Mengapa kau malah jadi segan begitu?”

“Tidak..., hanya saja setelah kupikir-pikir lagi, itu bukanlah sesuatu yang sangat membuatku penasaran...”

“Kan aku sudah bilang jangan berbohong padaku! Kalau ada sesuatu yang kamu ingin tahu, apapun itu langsung saja tanyakan padaku.”

“...Okelah kalau begitu.”

Kalau dia memang tidak keberatan, maka aku akan bertanya padanya dengan jujur.

“Rambumu itu..., kau mewarnainya, ‘kan?”

“——!”

Saat aku menyebutkan pertanyaanku, desahan aneh keluar dari mulut Tennoji-san.

“K-K-Kok kamu malah nanya sesuatu yang bikin rusak suasana aja sih!!”

“...Habisnya sudah sejak lama aku penasaran soal itu.”

“A-A-Aku tidak menyangka apa yang kukatakan justru menjadi senjata makan tuan secepat ini... Sepertinya kau ini memang benar-benar seorang scammer...!!”

[Catatan Penerjemah: Sebelumnya Tennoji menyebut Itsuki sebagai ‘penipu’, dan kanjinya adalah ini 詐欺師. Dan dalam hal ini, 詐欺師 juga bisa diartikan sebagai ‘scammer’ dalam artian ‘memangsa niat baik orang’.  Gua gak tau Bahasa Indonesia yang pas untuk kata ‘scammer’ ini, jadi gua tulis aja sesuai apa yang biasa orang Indonesia sebut.]

Aku tidak berpikir aku harus disalahkan dalam hal ini.

“...Iya.”

“Kau bilang apa?”

“Iya rambutku ini aku warnain! Apa kau punya masalah dengan itu?” kata Tennoji-san, dengan wajah yang merah padam.

Nah, karena aku tidak punya masalah dengan dia yang mewarnai rambutnya, jadi aku langsung menggelengkan kepalaku. Kemudian, Tennoji-san mendapatkan kembali ketenangannya, dan rona merah di wajahnya memudar.

“...Rambutku ini sudah kuwarnai menjadi warna emas sejak aku masih kecil supaya aku terlihat lebih cocok sebagai putri dari Keluarga Tennoji... Cara bicaraku pun juga kuubah.”

“Oh... jadi kau juga merubah cara berbicaramu, ya.”

“Tentu saja... tapi sekarang, aku tidak bisa mengembalikannya seperti dulu lagi.” kata Tennoji-san, dengan ekspresi wajah yang rumit.

Iya sih, bagi mereka yang mengenal Tennoji-san yang biasanya, mungkin akan sulit untuk membayangkan Tennoji-san memiliki rambut hitam dan cara bicara yang normal. Malahan, mereka justru menjadi khawatir padanya dengan pemikiran apakah dia habis memakan sesuatu yang aneh.

“...Aku punya satu hal lagi yang mau kutanyakan.” Aku menyadari ada satu hal lagi yang perlu kutanyakan kepadanya. “Apa ada orang lain selain kamu yang tahu kalau aku berada di bawah asuhan Keluarga Konohana?”

“Tidak ada, cuman aku saja yang tahu, dan semua penyelidikannya pun aku sendiri yang menugaskan... Yang pertama kali mencurigai identiasmu sih sebenarnya ibuku, tapi aku akan memastikan untuk membuat ibuku hanya merasa salah paham.”

“...Baguslah kalau begitu...”

Secara refleks aku hendak mau mengatakan terima kasih padanya, tapi..., tiba-tiba aku langsung tediam.

“Ada apa?”

“Tidak ada apa-apa... hanya saja, setelah kupikir-pikir lagi, di situasi dimana identitasku sudah terbongkar seperti ini, aku mungkin tidak akan bisa menghadiri akademi ini lagi.”

“......”

Aku tidak bisa merahasiakan masalah ini dari Hinako dan Shizune-san. Dan sekalipun aku percaya pada Tennoji-san dan yakin kalau dia tidak akan membeberkan semua ini kepada siapa pun... Tapi..., aku yakin Kagen-san tidak akan menerima keputusanku ini.

Saat aku berpikir seperti itu, kuperhatikan kalau Tennoji-san menampilkan ekspresi sedih.

“...Maaf, aku tidak memikirkan kalau dampaknya akan sampai sejauh itu.”

“Ini bukan salahmu kok, Tennoji-san.”

Tennoji-san salah paham, jadi aku segera mengkoreksinya. Bagaimanapun juga, dia sama sekali tidak bertanggung jawab atas masalah ini, karena——

“...Bagaimanapun juga. aku memang tidak ingin untuk terus berbohong kepadamu.”

Saat ini, aku tidak punya kepercayaan diri untuk bisa tersenyum. Entah apakah iblis atau ular yang keluar? Apa yang akan terjadi padaku akan kuketahui setelah aku kembali ke mansion nanti.



7 Comments

Previous Post Next Post