Saijo no Osewa Volume 2 - Bab 28

Bab 28
Hubungan yang tidak biasa


Keesokan harinya, sepulang sekolah, aku pergi ke gedung olahraga untuk mengikuti latihan dansa dengan Tennoji-san.

“Oh..., Tennoji-san.”

Aku mengganti pakaianku ke seragam olahraga di ruang ganti dan menuju aula gedung, di mana di situ aku melihat Tennoji-san yang juga baru saja selesai berganti pakaian.

Tennoji-san menatapku, tapi kemudian dia mulai melihat ke arah sekeliling.

“Itsuki-san.”

Oh, itu isyarat.

Saat ini, tidak ada siapa-siapa lagi selain kami berdua di sekitar sini. Dan dengan begitu, aku bisa kembali ke diriku yang sebenarnya, tapi—pada dasarnya, aku sudah terbiasa untuk berbicara dengan nada yang formal kepadanya, jadi sekalipun Tennoji-san menyuruhku untuk berbicara dengan lugas padanya, aku masih tidak terbiasa untuk menyelaraskan cara bicaraku.

“Erm..., mohon bimbingannya untuk latihan hari ini.”

“Kok kamu canggung gitu sih?”

Aku menyapanya dengan canggung, dan itu membuat Tennoji-san jadi cekikikan.

Responnya itu membuatku merasa malu, tapi di saat yang sama juga membuat rasa gugupku jadi berkurang.

“Kemarin kau menelepon pihak Keluarga Konohana, kan? ...Kau benar-benar sudah menyelamatkanku. Kalau saja kau tidak menelepon mereka, aku mungkin tidak akan bisa menghadiri akademi ini lagi.”

“Tidak perlu berterima kasih, toh akulah yang bertanggung jawab atas apa yang terjadi kemarin.” Kata Tennoji-san, dengan ekspresi yang tenang. “Ngomong-ngomong, sebenarnya hari ini diam-diam aku mengamatimu... Dan aku jadi mengerti, bahwa kau benar-benar berperilaku selayaknya pengikut Hinako Konohana. Kau selalu berusaha untuk tetap berada di dekatnya, dan kau selalu siap untuk mengambil tindakan kalau-kalau ada sesuatu yang terjadi... Sungguh, Hinako Konohana benar-benar beruntung.”

“Aku senang mendengarmu mengatakan itu. Tapi yah, sejujurnya, aku masih harus meningkatkan kemampuanku lagi.”

“Tidak perlu rendah hati. Kupikir kau mungkin telah dilatih dengan baik oleh para pelayan Keluarga Konohana. Setidaknya, sebagai pelayan Keluarga Konohana, kemampuan yang kau miliki itu sudah cukup baik.”

Mengatakan itu, Tennoji-san sedikit menurunkan pandangannya.

“Sungguh..., aku sangat-sangat merasa iri. Padahal dengan kemampuanmu ini, kau bisa menjadi pengikutku...”

Kuperhatikan, Tennoji-san tampak seperti sedang membisikkan sesuatu.

“Apa kau ada mengatakan sesuatu?”

“Tidak, tidak ada.” kata Tennoji-san, dengan ekspresi yang entah kenapa tampak marah.

Hmm, apa aku ada mengatakan sesuatu yang membuatnya tersinggung...?

“Ngomong-ngomong, Itsuki-san... Apa yang biasanya kau lakukan dengan Hinako Konohana saat jam istirahat makan siang? Aku tahu loh kalau saat jam istirahat makan siang kalian berdua akan berada di gedung akademi lama...” tanyanya, dan entah mengapa dia memelototiku.

Biasanya sih, dan hari ini pun, apa yang kulakukan saat jam istirahat makan siang bersama Hinako adalah menyuapinya makan dan memberinya bantal pangkuan sehingga dia bisa tidur siang, tapi..., kurasa aku tidak bisa memberitahukan itu padanya.
 
“Kami cuman makan siang saja.”

“Kalau cuman mau makan siang, memang tidak bisa kalian makan di kelas saja? Tidakkah kalian juga melakukan sesuatu yang lain?”

Tennoji-san memang sangat hebat, dia memiliki insting yang bagus. Karenanya, aku tidak punya pilihan selain——

“...Aku akan tutup mulut soal itu.”

“...Hou~” Mata Tennoji-san menyipit. “Untuk memastikan, aku akan menanyakan ini padamu... Kalian tidak melakukan sesuatu yang aneh-aneh, kan?”

“Tentang itu...”

Secara natural, aku jadi teringat bahwa aku telah memberikan Hinako bangkal pangkuan. Di mata publik, bukankah itu adalah interaksi heteroseksual yang tidak murni? Tidak, tapi..., karena kami tidak memiliki pemikiran seperti itu, jadi aku yakin itu tidaklah masalah.

“...Kupikir kami tidak melakukan sesuatu yang aneh-aneh.”

“Kok kesannya kau ragu-ragu dalam mengatakan itu?”

“Seriusan, kami tidak melakukan hal yang aneh-aneh.”

Keraguan sejenak yang terbesit di benakku sepertinya sedikit terwujud dalam kata-kataku. Jadi sekalipun aku kembali menegaskannya, itu sudah terlambat, yang mana membuat Tennoji-san menjadi lebih skeptis.

“S-Sepertinya kau dan Hinako Konohana benar-benar memiliki suatu hubungan yang spesial!”

“Sekalipun kau bilang begitu..., memangnya apa yang menjadi dasar dari pemikiranmu itu?”

“Ini hanya firasatku!”

“Lah kok malah firasat...”

Ini artinya, dia sama sekali tidak punya dasar dari apa yang dia katakan.

“Udah cepat jawab aku, apa kau itu benar-benar hanya sekadar seorang pelayan? ...Aku sudah bilang padamu kemarin untuk jangan berbohong kepadaku, kan? Dan kalau di sini kau memutuskan untuk diam..., maka secara tidak langsung itu berarti penegasan.”

“Kok malah jadi kayak buah simalakama sih...”

Astaga, rupanya kadan-kadang Tennoji-san juga akan menjadi tidak terkendali seperti ini, ya...

“Kalau aku harus mengatakannya..., mungkin, daripada hanya sekadar seorang pelayan, hubunganku dengannya sedikit lebih intim.”

“I-Intim...?” Tennoji-san mengerutkan alisnya, lalu lanjut berbicara. “Sampai mana...?”

“Maksudmu ‘sampai mana’?”

“Maksudku sampai seintim apa?! Sepertinya misalnya sering mengobrol satu sama lain, atau hanya akan mengobrol ketika berpapasan, pasti ada tingkat keintimannya, ‘kan!!”

Lah, itu mah bukan intim namanya, toh itu memang apa yang akan dilakukan saat sedang atau bertemu dengan orang lain.

Tapi, kenapa sih kok dia menanyaiku pertanyaan semacam ini? Sambil bertanya-tanya seperti itu, aku menjawabnya.

“Misalnya, kami berdua biasa mengobrol dengan ringan.”

“Y-Yah, kurasa tidak ada yang aneh dengan itu. Toh aku juga melakukan itu denganmu.”

“Dan juga, seperti yang kubilang tadi, kami biasanya akan makan bareng.”

“...K-Kurasa tidak ada yang aneh juga dengan itu. Toh aku juga pernah melakukan itu denganmu.”

“Selain itu... aku juga biasanya mengelus-ngelus kepalanya.”

“Kau tidak pernah melakukan itu padaku——!!” teriak Tennoji-san.

Sial, gara-gara dia tidak keberatan dengan dua kalimat pertama yang kukatakan, jadinya mulutku malah jadi kebablasan.

“Mengelus-ngelus kepalanya?! ——Mengelus-ngelus kepalanya?! Apa-apan situasi itu?!”

“T-Tidak, bagaimana aku harus mengatakannya..., kebetulan aku hanya mendapatkan suasana yang membuatku ingin melakukan itu.”

“Apa-apaan dengan suasana itu?!”

Bang! Tennoji-san menghentakkan kakinya di lantai dengan keras.

Aku bingung bagaimana harus menjelaskan tentang suasana itu kepadanya, tapi di saat aku merasa bingung, wajah Tennoji-san jadi memerah, dan——

“Elus-elus juga kepalaku...”

“...Hah?”

“Kubilang elus-elus juga kepalaku! Aku—Mirei Tennoji, tidak bisa membiarkan Hinako Konohana mendahuluiku!!”

Hah? Mendahuluinya...? Apa sih yang sebenarnya Tennoji-san persaingkan dengan Hinako?

“...Baiklah kalau begitu.”

Aku merasa kalau dia akan semakin menjadi marah jika aku tidak mengelus kepalanya, jadi kuputuskan untuk meraih dan mengelus kepalanya.

“Fuaa...”

Saat aku mengelus kepalanya, kudengar Tennoji-san mengeluarkan erangan yang aneh. Tapi..., terlepas dari kepribadian Tennoji-san yang keras, dia memiliki rambut yang selembut sutra. Rambutnya terasa berbeda dari rambutnya Hinako, dimana pusar rambutnya hanya sedikit melenceng dari tengah-tengah.

Saat aku terus mengelus-ngelus kepalanya yang kecil itu untuk sementara waktu..., kuperhatikan kalau pipinya jadi merah merona dan dia terus terdiam. Melihat dia yang seperti itu, dengan ragu-ragu aku memanggilnya.

“...Tennoji-san?”

“Eh—!”

Mata Tennoji-san langsung membelalak saat dia tampak seperti telah kembali ke dirinya sendiri.

Lalu, saat aku melepaskan tanganku dari kepalanya, dia berdehem dan——

Ahem. Maaf..., tadi aku hanya sedang memikirkan sesuatu.”

“Memikirkan sesuatu...?”

“Memangnya kenapa?”

Aku cukup yakin kalau dia tidak tampak seperti sedang memikirkan sesuatu, tapi..., karena aku gak mau cari gara-gara, jadi kuputuskan untuk diam saja.

“J-Jadi kau melakukan hal-hal semacam ini dengan Hinako Konohana, ya?”

“...Yah, begitulah.”

Saat aku meng-iyakan, Tennoji-san mengerutkan alisnya.

“Fufufu..., seperti yang kupikirkan, aku ini memang benar-benar tidak bisa cocok dengan Hinako Konohana.” gumam Tennoji-san, sambil mengepalkan tinjunya. “...Baiklah, ayo kita mulai latihan kita.”

“Eh?”

“Ayo kita mulai latihan kita!!”

“Y-Ya!!”

Entah mengapa, Tennoji-san jadi sangat marah.



8 Comments

Previous Post Next Post