[LN] Saijo no Osewa Volume 2 - Bonus

Janji tebusan untuk Hinako


Beberapa hari setelah hasil ujian diumumkan.

“Ngomong-ngomong, tempo hari aku berjanji padamu untuk menebus hari ketika aku pergi dengan Tennoji-san, tapi...”

Di hari libur, aku berbicara pada Hinako yang datang ke kamarku.

“Secara spesifiknya, apa ada sesuatu yang kau ingin aku lakukan?”

“Mm...” Suara Hinako terdengar tertekan, tapi dia terus lanjut berbicara. “...Di hari itu, apa yang kau lakukan dengan Tennoji-san?”

“Kami ke game center, bermain bowling, dan kemudian berkaraoke.”

Saat aku memberitahukan itu padanya, mata Hinako sontak menyipit.

“...Sepertinya kau sangat bersenang-senang.”

“Soal itu, yah..., itu bohong kalau aku bilang aku tidak bersenang-senang.”

Aku ingin memberitahukan soal itu pada Hinako dengan lembut karena aku merasa itu akan membuatnya berada dalam suasana hati yang buruk, tapi aku akan merasa tidak enak pada Tennoji-san kalau aku berbohong dan mengatakan aku tidak bersenang-senang.

Alhasil, seperti yang kuduga, Hinako cemberut.

“Aku juga mau pergi...”

“Hah?”

“Aku juga mau pergi melakukan semua itu...!”

---

Jadi begitulah, aku dan Hinako langsung pergi ke game center.

Tentunya, kami tidak berduaan saja. Tidak jauh dari kami, Shizune-san dan pengawal Keluarga Konohana sedang mengawasi kami.

Nah, jika dibandingkan dengan Tennoji-san, Hinako tidak diberikan terlalu banyak kebebasan. Namun, mengingat kepribadian yang dimiliki Tennoji-san dan orang tuanya, aku merasa bahwa mereka adalah pengecualian diantara kaum-kaum kelas atas.

“Kalau begitu, ayo main game balapan itu dulu?”

“Mm.”

Bersama Hinako, aku duduk di kursi kemudi.

Sama seperti Tennoji-san tempo hari, hari ini Hinako sedang menyamar. Itu sebabnya, dia diizinkan untuk berperilaku dalam kepribadian aslinya, bukan dalam mode Ojou-sama. Dalam penampilannya yang megenakan pakaian sederhana dan topi yang dalam itu, bahkan teman-teman sekelasnya di akademi akan tidak bisa mengenalinya jika mereka tidak terlalu dekat dengan Hinako.

“Itsuki..., Tennoji-san juara berapa di game ini....?”

“Dia juara terakhir.”

Ini membuatku jadi teringat ketika Tennoji-san menegurku soal perilakuku yang tidak beretiket ketika aku melemparkan kulit pisang untuk menghalanginya.

“Kalau gitu..., aku akan mendapatkan juara yang lebih tinggi dari dia.”

Untuk beberapa alasan, Hinako memiliki rasa persaingan yang aneh.

Sambil merasa bingung dengan perilakunya itu, aku memasukkan koin seratus yen dan memulai permainan.

Kemudian, seperti yang sudah kuduga, hasil dari gim itu adalah...

“Kau juara terakhir.”

“Muu~...”

Mendapatkan posisi akhir sama seperti Tennoji-san, Hinako mengerucutkan bibirnya.

“...Sekali lagi.”

Seperti yang dia bialng, aku kembali memasukkan koin 100 yen dan memulai permainan, tapi——

“Muuu~...”

Lagi-lagi Hinako menadpatkan juara terakhir.

Setelah itu, dia terus mencoba lagi dan lagi, tapi...,  kurasa itu sulit bagi Hinako yang tidak terbiasa memainkan permainan seperti ini, jadi dia tidak bisa bermain dengan baik.

“B-Bagaimana kalau kita memainkan game yang lain?”

“...Mm.”

Tau-tau saja, kusadari bahwa selama lebih dari satu jam kami hanya bermain game balapan.

Selanjutnya, aku dan Hinako bermain Taiko: Drum Master.

Tapi sayangnya, Hinako juga tidak mahir dalam permainan itu jadi dengan cepat kami menyudahi permainan tersebut.

“Kalau saja itu gendang sungguhan..., maka aku pasti lebih jago daripada kamu.”

Oh, tempo hari Tennoji-san juga mengatakan sesuatu seperti itu...

Aku ingin tahu, apakah gendang Jepang adalah mapel wajib bagi para Ojou-sama di Akademi Kekaisaran?

“E-Erm, aku juga memainkan game itu dengan Tennoji-san.”

Mengatakan itu, aku menunjuk ke arah meja Hoki Udara.

Saat Hinako melihat kepingan putih Hoki dari kejauhan, dia sontak memiringkan kepalanya.

“Sail, coaster...?”

Tampaknya, dia salah mengira kepingan itu ebagai coaster merek tinggi.

Yah, bagaimanapun juga di dapur mansion ada beberapa coaster, jadi dia pasti berpikir kalau kepingan itu terkait dengan coaster.

“Itu adalah Hoki Udara, dimainkan dengan saling melawan satu sama lain.”

Setelah menjelakan aturannya dengan singkat, aku mulai bermain Hoki Udara dengan Hinako.

“Sip.”

“Muu...”

Kami bermain beberapa kali, dan sejauh ini aku terus menang.

Namun, gerakan Hinako yang awalnya kaku secara bertahap mulai menjadi lincah.

“...Baiklah, sekarang kurang lebih aku sudah mengerti.”

Segera setelah dia menggumamkan itu, Hinako tiba-tiba mulai bergerak cepat.

Dia terus memainkan kepingannya, berpura-pura bertahan dan kemudian memanfaatkan celahku yang tercipta untuk mencetak gol.

“Ah?!”

“Aku menang..., fufufu,” ucap Hinako, menampilkan eksprei bahagia.

Ini pertama kalinaya aku melihat seseorang melakukan tipuan di Hoki Udara seperti ini...

Tapi, jika aku memikirkannya dengan tenang, nilai Hinako dalam mapel PJOK cukup baik. Tidak hanya dalam hal akademis, Hinako juga mahir dalam hal olahraga yang membuat dirinya disebut sebagai Ojou-sama yang sempurna. Karenanya, saraf motorik yang dia miliki sama sekali tidak buruk.

“Apa sekarang kau mengerti..., Itsuki?” Tiba-tiba, Hinako mendekatiku saat dia mengatakan itu. “Aku jauh lebih hebat daripada Tennoji-san...”

Dengan ekspresi yang merasa bangga pada dirinya sendiri, Hinako kemudian menyandarkan kepalanya di dadaku.

Kemudian, dari bibirnya yang kecil itu, aku bisa mendengar helaan napas tidur yang teratur.

“...Dia tidur?”

“Ojou-sama tidak biasa seaktif ini, jadi dia pasti lelah.” Shizune-san, yang tau-tau saja sudah berada di dekat kami, melihat ke arah Hinako dan kembali berbicara. “Karaoke dan bowling bisa kalian lakukan di lain hari. Kau sendiri tidak keberatan dengan itu ‘kan, Itsuki-san?”

“Ya, aku tidak keberatan.”

Perlahan, aku menggendong Hinako di punggungku.

Wajah tidurnya itu tampak tersenyum sangat puas.

Seperti yang kupikirkan, orang-orang kelas atas jarang melakukan relaksasi seperti ini. Nah, kalau nanti Hinako ingin ke sini lagi, maka mungkin aku akan mengajaknya.

Oh iya, kalau dipikir-pikir..., apa ya yang sedang Narika lakukan?

Aku jadi teringat pada Narika yang juga merupakan seorang Ojou-sama, tapi sampai pada batas tertentu dia tahu tentang kehidupan orang biasa.

Aku ingin tahu, apakah dia merasa nyaman dalam bersenang-senang seperti ini?

Dengan pemikiran itu di benakku, aku meninggalkan game center bersama Hinako di punggungku.



Sebelumnya || Daftar Bab || Selanjutnya

12 Comments

  1. Wkwkwkwk gula oh gula.......

    ReplyDelete
  2. Bjir, ditinggal lebaran lgsg crazy up

    ReplyDelete
  3. Ini tipe cerita LN yang gua suka bisa membuat gua susah tidur karena kepikiran terus, senyum senyum sendiri lah, merasa tegang lah, intinya cerita nya ini tuh bagus πŸ‘πŸ˜Ž. Tapi karena itu gua jadi berharap endingnya pun bagus dan seperti yang selalu gua bilang Harem ending, tapi kalau Mirei Tennoji doang yang menang gpp sihπŸ‘πŸ˜❤😍πŸ”₯πŸ”₯πŸ”₯

    ReplyDelete
  4. Sialan daku ketagihan dengan hal biasa seperti ini😀

    ReplyDelete
  5. ketika Yuri melihat itsuki bermain bersama cewek yg ber beda : "Setelah kamu menghilang sekarang jadi play boy toh"

    ReplyDelete
Previous Post Next Post