Seiken Gakuin no Maken Tsukai Volume 5 - Bab 1

Bab 1
Ratu Naga Tirani


“...Hei, di mana Leo? Dia ada di suatu tempat di sini, kan?”

Seorang gadis bernuansa merah melayang di udara, tengah berbicara kepada dua sosok tercengang yang sedang melihatnya dari jendela. Ada wujud kecantikan yang bernuansa kejam terpancar dari gadis aneh itu. Kulitnya mulus tanpa noda, dan lekukan tubuhnya yang indah tampak seolah-olah itu dipahat oleh dewi kecantikan. Apalagi, matanya tampak bercahaya layaknya batu rubi yang membara.

Mau dilihat dari sudut pandang mana pun, gadis itu menguasai pendengarnya layaknya tiran yang memiliki kedaulatan tertinggi di atas langit.

“Aku akan bertanya sekali lagi pada kalian. Di mana Leo?” Suara gadis itu sangat dingin layaknya es. Rambut merahnya berkibar hebat, udara di sekitarnya berderak.

“K-Kamu..!” Seru Riselia, yang akhirnya mendapatkan cukup ketenangan untuk berbicara saat dia melongo ke arah luar jendela di lantai dua asrama. “Kamu siapa...?”

“Hooh, seorang manusia biasa menanyakan siapa diriku?”

Menerima tatapan yang membara dari gadis yang melayang itu, Riselia sontak merinding. Ratu Vampir itu tiba-tiba merasa seperti dirinya adalah kelinci yang sedang di awasi oleh naga.

A-Apa-apaan gadis ini...? Mengapa dia mencari Leo...?

Dengan berani Riselia menghadapi tatapan gadis berambut merah itu meskipun nalurinya panik untuk menyembunyikan anak lelaki yang gadis itu cari di belakangnya. Namun, sikap yang menantang itu hanya memperburuk suasana hati gadis yang sedang melayang itu.

“Manusia bodoh.” Gadis itu menjulurkan tangan kanannya ke depan, membentuk bola api kecil. “Api Merah—,” dia mulai merapal.

Segera, bola api di tangannya itu menjadi besar.

“Tunggu, Veira!” seru anak laki-laki di belakang Riselia, melangkah keluar menghadapi gadis berambut merah itu,

Leo?!

Riselia sontak menoleh ke arah Leonis dan melihat anak lelaki itu menatap tajam ke arah gadis melayang yang dia panggil Veira. Mendengar ucapan Leonis, gadis berambut merah itu tampak terkejut.

“Hei bocah, apa kau baru saja menyebut namaku?” tanya gadis itu.

“Ya. Aku...Leonis.”

“...Hah?!” mendengar pengakuan Leonis, Veira sontak menatapnya dengan tajam. “Apa maksudnya ini? Apa kau menggunakan anak kecil dalam upaya untuk membodohiku?”

“Apa menurutmu seorang anak kecil biasa akan memiliki ini?” jawab Leonis, mengeluarkan tongkat yang sama tingginya dengan tinggi badannya dari bayangan di bawah kakinya.

Melihat tongkat itu, mata rubi Veira sontak terbelalak terkejut. “...Tongkat Penyegel Dosa...!”

“Untuk saat ini, ayo masuk ke sini, lalu kita bisa berbicara... Aku punya banyak hal yang harus kutanyakan padamu,” ucap Leonis, sebelum dia berbalik dan menjauh dari jendela.

“Leo...,” Riselia memprotes dengan kesan sangat merasa tidak nyaman.

“Jangan khawatir, Selia. Gadis itu..., yah, dia adalah teman lamaku.”

Dari tempatnya melayang di udara, Veira merenungkan usulan anak lelaki itu untuk sementara waktu. Akhirnya, gadis itu mengangkat bahu. “...Hmm. Yah, kurasa yang terbaik untuk saat ini adalah mendengar penjelaskan tentang semua ini.”

Gadis berambut merah itu mendarat di ambang jendela dan memasuki kamar Leonis.

---

Setelah membiarkan gadis aneh memasuki kamarnya, Leonis mengunci pintu kamarnya dan segera membangun penghalang yang mencegah bocornya suara dari dalam ruangan itu. Kemudian, dia mengambil satu napas panjang dan dalam.

“...Woi tolol, bagaimana bisa kau masih hidup?” teriak Leonis, menusukkan ujung tongkatnya ke arah hidung gadis itu, meskipun gadis itu lebih tinggi dari dirinya.

Ya, Leonis tahu siapa gadis ini. Dia adalah naga merah yang sama yang ditemukan di balok es yang baru-baru ini digali dari tundra. Dia adalah salah satu dari Delapan Penguasa Kegelapan, Veira Greater Dragon, sang Ratu Naga. Wujudnya saat ini merupakan wujud manusianya.

Veira memandang Leonis dengan seringai elegan dan percaya diri yang khas dari seorang penguasa mutlak. “Itu pertanyaan yang bodoh. Aku adalah penguasa para naga, bentuk kehidupan terkuat yang pernah ada di dunia ini. Keabadian bukanlah sesuatu yang kau monopoli, Leo.”

“...!”

Ucapan tersebut bukanlah sekadar omong besar belaka. Setelah berkali-kali bertarung melawan Veira, Leonis yakin bahwa apa yang Veira katakan adalah kebenaran.

...Ya. Sekalipun seseorang berhasil membunuhnya, Veira bukanlah tipe orang yang akan mati begitu saja.

“Oke, aku bisa mengerti kalau kau masih hidup. Tapi bukannya kau telah dirusak oleh kekuatan Void?” tanya Leonis, merasa getir.

Setelah lepas dari balok es yang menyegelnya, tubuh Veira dirusak oleh miasma Void yang secara bertahap mengubahnya menjadi Void Lord. Setelah gadis itu mengamuk di langit Assault Garden Ketujuh, dia harusnya mati dalam pertarungannya melawan Leonis.

Namun, Veira menggelengkan kepalanya merasa bingung.

“...Apa kau tidak ingat kalau sebelumnya kita bertarung?” tanya Leonis.

“Tidak. Atau mungkin lebih tepatnya, yah, kurasa ada beberapa ingatanku yang samar-sama...,” ucap Veira, meletakkan jarinya di bibirnya, termenung mencoba mengingat-ingat sesuatu. “Tepat sebelum aku bangkit dari segelku, kupikir aku mendengar suara seseorang..., dan setelah itu kesadaranku benar-benar menghilang. Hal berikutnya yang aku tahu adalah, tau-tau saja aku berada di bawah laut. Aku benar-benar terkejut saat itu, apalagi saat itu sebagian besar tubuhku hancur. Seandainya aku tetap seperti itu lebih lama lagi, aku pasti benar-benar akan menemui ajalku. Karenanya, aku membuang tubuhku dan mengambil wujud ini. Sungguh, ini adalah kebangkitan terburuk yang pernah kulalui.”

“Jadi maksudmu, kau memotong dirimu sendiri dari tubuhmu saat ketiadaan memakannya?”

“Aku gak tahu ‘ketiadaaan’ yang kau sebutkan ini, tapi kurasa itulah intinya, jadi, ya. Sayangnya, tindakan yang kuambil itu membuatku jadi harus meninggalkan sebagian besar kekuatanku di sana.”

Kau benar-benar sudah seperti kadal, pikir Leonis, tapi dia tahu dengan sangat baik bahwa dia tidak boleh mengatakan apa yang baru saja dia pikirkan itu.

Menyebut Veira sebagai kadal merupakan hal yang tabu, soalnya itu hanya akan menimbulkan kemarahannya.

“Tapi mengesampingkan soal itu...” Veira menusuk-nusuk dahi Leonis sambil tersenyum nakal. “Aku langsung tahu kalau kamulah yang membunuhku, Leo. Bagaimanapun juga, cuman kamulah satu-satunya orang yang bisa membunuhku seperti itu.”

“Yah, lagipula kita telah bertarung berkali-kali sebelumnya... T-Tunggu, apa yang kau lakukan?!”

Veira meringsut lebih dekat ke kepala Leonis dan mulai mengendus-ngendus rambutnya.

“Ya, bau ini memang baumu. Ini benar-benar kamu, Leo.”

Belahan dada Veira tersodor di depan mata Leonis, membuat anak lelaki itu buru-buru membuang muka dengan pipi yang merona merah.

“Mungkinkah kau datang ke sini dengan mengikuti bauku?” tanya Leonis.

Berbeda dengan hari-hari ketika dia memiliki tubuh undead, sekarang Leonis mandi setiap hari karena pengikutnya rewel soal kebersihan. Setajam-tajamnya hidung naga, Veira harusnya tidak bisa melacak Leonis hanya dengan mengandalkan aroma.

“Aku melacak panjang gelombang sihirmu,” jawab Veira tanpa basa-basi, sambil menggelengkan kepalanya. “Naga bisa melacak jejak mana seseorang.”

“Oh, iya ya...,” ucap Leonis, menatap kilatan mata Veira. Hampir sepanjang waktu Leonis selalu menyembunyikan energi sihirnya, tapi sepertinya, itu masih tidak cukup untuk lepas dari pelacakan Veira.

“Tapi baumu sudah berubah. Aromanya terasa lebih menyegarkan, seperti aroma bunga...,” ucap Veira, kembali mendekatkan wajahnya untuk mengendus rambunya Leonis.

Aroma bunga itu bisa ada karena Leonis menggunakan samponya Riselia.

“Ngomong-ngomong soal perbedaan, kupikir sudah waktunya kau mulai menjawab pertanyaanku juga,” ucap Veira, menyilangkan tangannya dan menatap Leonis. “Mengapa kau jadi terlihat seperti anak kecil?”

“...Yah, anggap saja beberapa perkembangan tak terduga membuatku tidak bereinkarnasi dengan benar,” jawab Leonis, dengan perasaan sedikit tidak nyaman.

“Tunggu sebentar, kamu gagal dalam ilmu sihir?” Seru Veira, menatap tajam wajah rekannya sesama Penguasa Kegelapan. “Kurasa hal-hal aneh memang telah terjadi.”

“Ya, toh reinkarnasi adalah sihir tingkat dua belas dengan banyak sekali faktor yang tidak pasti,” balas Leonis, sambil mengerutkan keningnya.

Sejenak, Veira tampak merenungkan sesuatu. “Hmm, kau benar-benar tidak terlihat seperti dulu. Padahal kau benar-benar imut selama hari-hari ketika kau menjadi pahlawan, ya ‘kan?”
 
“Bacot, uruslah urusanmu sendiri.”

“Sekarang kau bahkan bertingkah seperti anak kecil.”

Veira duduk di ranjang Leonis, tertawa terbahak-bahak. Rambut merahnya tersebar di atas seprai putih, dan dia mulai menggoyang-goyangkan kakinya yang indah dan ramping.

“Jangan duduk di ranjangku,” Leonis menegurnya, tapi Veira mengabaikanya.

“Jadi ini ya kastil barunya Raja Undead?” ucap Veira, melihat ke sekeliling kamar dengan ekspresi penasaran.

“Yah, untuk saat ini sih,” jawab Leonis dengan singkat.

“Tidakkah ini cukup sempit? Apa Death Hold di Necrozoa hancur?”

“Yah, kudengar Azure Hold juga sudah tenggelam ke dasar lautan,” balas Leonis dengan nada yang dingin.

Mendengar itu, Veira hanya mengangkat bahunya. “Ya, tempat itu hancur bersama dengan Naga Suci yang Kekuatan Cahaya krimkan untuk menantangku.” Dia kemudian mengalihkan pandangannya ke arah bingkai foto yang di letakkan di meja di samping tempat tidur. Itu adalah foto peringatan yang peleton kedelapan belas ambil setelah mereka memenangkan latih tanding pertama mereka. Mata Veira kemudian tertuju pada Riselia yang ada di foto itu. “Gadis itu adalah undead, kan? Panjang gelombang mana-nya tidak sama dengan manusia normal.”

“Ya, dia bawahan vampirku.”

“Vampir? Itu cukup menakjubkan.”

“Tentu saja.”

Riselia bukanlah vampir biasa, tapi undead kelas tertinggi, Ratu Vampir. Tapi tentunya, Leonis tidak akan memberikan informasi itu begitu saja.

“Dia sungguh bodoh karena telah mencoba menantang Penguasa Kegelapan sepertiku, tapi fakta bahwa dia dengan berani mencoba melindungimu dengan nyawanya sungguh mengagumkan. Dia pelayan yang baik,” puji Veira.

“Tentu saja.”

Saat Leonis larut dalam kebahagiaan mendengar pengikut kesayangannya dipuji, Veira mengangkat kakinya yang menjuntai dan melingkarkannya di leher Leonis, menarik Leonis ke tempat tidur dengan leher yang terkekang.

“...Ngh... Apa...yang...kau...?!” seru Leonis, bahkan saat kaki Veira mencekiknya. Dia mencoba melepaskan diri dari Veira, tapi sayangnya dia hanya memiliki kekuatan fisik dari anak berusia sepuluh tahun. Sensasi paha lembut Veira di bagian belakang kepalanya terasa semakin jelas.

“Berani-beraninya kau membunuhku, Leo.”

“T-Tapi ‘kan kau...masih...hidup...?!” parau Leonis.

“Saat aku hampir mati, kau mencoba megubahku menjadi pengikutmu, kan?”

Remas.

“T-Tidak... itu karena...Void...Void...,” Leonis terengah-engah, berjuang mencari udara untuk bernapas.

“...Void? Tadi kau sempat menyebutkan soal itu,” Veira mengendurkan cekikan pahanya.

“Saat kau..., tidak, lebih tepatnya, saat kita tersegel, dunia ini berubah drastis,” jelas Leonis setelah menarik napas panjang.

“...Kelihatannya begitu,” gumam Veira, melihat ke arah fasilitas Akademi Excalibur di luar jendela. “Beritahu aku, Leo... Apa yang terjadi?” Sedikit rasa cemas melintas di mata Ratu Naga.

---

Mereka lagi ngomongin apa sih? pikir Riselia, dengan saksama mencoba mendengar suara di dalam kamar Leonis dari depan pintu. Mereka pasti ngomong bisik-bisik, soalnya Riselia tidak bisa mendengarkan apa-apa. Leo bilang kalau gadis itu adalah teman lamanya, tapi...

Meskipun Leonis terlihat seperti seorang anak laki-laki, namun identitas aslinya adalah seorang penyihir kuno yang kuat. Apa itu berarti gadis itu juga berasal dari masa lalu?

Aku benar-benar tidak tahu apa-apa tentang Leo...

Menyadari hal tersebut membuat Riselia menghela napas. Siapa sebenarnya anak laki-laki yang dia temukan di reruntuhan itu? Dan juga, gadis berambut merah yang cantik jelita itu..., apa Leonis dan gadis itu adalah kenalan baik? Jika gadis itu adalah teman lamanya Leonis, maka tidak diragukan lagi kalau dia lebih dekat dengan Leonis daripada Riselia.

Saat Riselia tersiksa oleh pemikiran-pemikiran seperti itu di depan pintu kamar Leonis, dia mulai melilit-lilit rambutnya di sekitar ujung jarinya.

Ini rasanya seperti aku cemburu pada gadis itu...

Punggung tangan Riselia menyentuh pipinya, yang anehnya terasa panas. Dia kemudian menghela napas berat, seolah-olah mencoba menghilang panas di pipinya itu.

Padahal aku juga punya sesuatu yang ingin kutanyakan pada Leo. Riselia menggerakkan tangannya ke dadanya, kemudian mengepalkanya di tempat di mana jantungnya berada. Apa sebenarnya itu...? Saat naga merah raksasa itu mengamuk, Riselia diserang oleh pendeta misterius bernama Nefakess di lab Assault Garden Keenam, pria yang sebelumnya pernah Riselia lihat di reruntuhan Assault Garden Ketiga.

Dengan adanya bantuan dari Sakuya dan gadis elf aneh bernama Arle, Riselia mampu melawannya. Tapi sebelum Nefakes melarikan diri, dia telah menaruh semacam pecahan batu hitam berbentuk segitiga di dalam jantung Riselia. Sudah tiga setengah hari telah berlalu sejak kejadian itu, tapi tidak ada perubahaan yang terjadi pada dirinya.

Bisa jadi itu cuman tipuannya Nefakess, meski begitu Riselia masih tetap khawatir. Siapa sebenarnya pendeta aneh itu? Riselia yakin bahwa pertemuan pertama mereka adalah kebetulan, tapi saat mereka bentrok tempo hari, pertemuan mereka jelas terjadi karena pria itu mencarinya.

Leo sepertinya tidak tahu siapa pria itu, tapi...

“—Selia, Lady Selia, ada kawah besar terbentuk di halaman belakang asrama...!”

Suara langkah kaki yang tergesa-gesa menaiki tangga bisa terdengar. Pintu kamarnya kemudian terbuka, memperlihatkan seorang gadis muda berseragam pelayan dan memegang senapan.

“Regina...” Riselia menoleh ke arah gadis yang baru datang itu.

“Apa kau baik-baik saja, Lady Selia...?!” Regina sontak menghela napas lega saat dia melihat Riselia. Di berjalan dengan terburu-buru ke dalam kamar, sambil memegang Pedang Sucinya yang dalam bentuk Senapan Naga. Dia kemudian mencodongkan tubuhnya ke luar jendela, melihat ke arah kawah besar yang terbebntuk di halaman belakang asrama merekea. “Apa ini serangan Void...?”

“Ah..., bukan kok,” jawab Riselia, sambil menggelengkan kepalanya.

“Benarkah?” tanya Regina, meminta kepastian dengan ekspresi sedikit terkejut.

“Ah, erm, yah, itu...” Mata Riselia bergerak-gerak kesana-kemari saat dia mencoba mencari alasan. “Erm, ah, iya! ...Hama itu muncul!”

“Hama itu?”

“Yang ituloh, hama itu! Jenis hama yang disebutkan bahwa ada seratus lagi dari jenis mereka di sekitar jika kau melihat satu saja.”

“Hama itu... Jangan bilang..., hama  itu?!” tanya Regina, tubuhnya sontak menggigil merasa jijik.

“Ya. Hama yang pernah mengancam semua penghuni asrama Hraesvelgr ini. Dulu kita meminta Fine menggunakan Mata Penyihirnya untuk menemukan sarang mereka dan melawan mereka selama tiga hari sebelum kita akhirnya mengklain kemenangan, kau ingat itu, kan? Salah satu dari mereka muncul lagi.”

“...T-Tidak!”

“Jangan khawatir. Aku sudah menyuruh Leo menghancurkannya sampai berkeping-keping,” ucap Riselia, mengarahkan pandangannya ke arah kawah yang terbentuk di luar.

“Begitu ya.” Regina menganggukkan kepalanya dengan ekspresi serius. “Hama-hama itu selalu sangat tangguh...”

“Ya. Kalau kita tidak melawan mereka selayaknya kita melawan Void, mimpi buruk itu mungkin bisa terulang kembali.”

Regina sepertinya percaya ada penjelasan Riselia, dan dia menghilangkan Senapan Naga-nya. “Yah, mereka itu sudah seperti Void dalam artian bahwa sarang mereka benar-benar merepotkan...,” ucap Regina, tapi kemudian ucapannya terhenti seolah-olah dia teringat akan sesuatu. “Oh, ngomong-ngomong—Lady Selia, apa kau sudah melihat pesan yang dikirimkan tadi pagi?”

Riselia menggelengkan kepalanya. Hari ini, gadis itu belum ada memeriksa pemberitahuan apa pun di terminalnya.

“Pesawat pengintai akademi mendeteksi adanya Sarang Void yang besar,” ucap Regina. Dia mengeluarkan terminalnya dan memproyeksikan peta tiga dimensi berukuran kecil.

“...Tunggu, ini ‘kan...” Mata Riselia membelalak terkejut. “Bukankah ini adalah tempat dimana kita menemukan Leo...?”

“...Ya, Sarang Void itu berada di dekat reruntuhan yang kita selidiki saat itu.”

Sarang Void baru ini ditemukan di hutan besar yang menjadi pintu masuk ke reruntuhan tempat Leonis ditemukan. Miasma yang tebal telah meresap ke seluruh pepohonan, membuat area itu sekarang disebut sebagai Hutan Kematian.

“...Yah, waktu itu juga ada Void di reruntuhan tempat kita menemukan Leo...,” kenang Riselia, menatap serius ke arah layar terminal. Dia tidak pernah bisa melupkan tentang itu. Bagaimanapun juga, itu adalah hari dimana dia kehilangan nyawanya.

“Besok biro administrasi ingin membentuk unit pemusnahan dan mengirimkan mereka ke lokasi Sarang Void secepatnya,” jela Regina.

“...Itu masuk akal.”

Karena Assault Garden Ketujuh memiliki jumlah Pengguna Pedang Suci terbanyak, kota taktis itu jelas akan terus bertarung di garis depan. Namun demikian, misi pemusnahan Sarang Void adalah misi yang paling berbahaya. Risiko kematian selama menjalani misi tersebut sangatlah tinggi dibandingkan dengan misi-misi lainnya.

“Apa mereka juga meminta peleton kedelepan belas untuk ikut dalam misi ini?” tanya Riselia.

“Tidak, masih belum,” jawab Regina. “Tapi mungkin mereka akan meminta kita untuk ikut.”

“Kau benar...”

Ada tiga alasan yang membuat kemungkinan itu cukup tinggi. Pertama, Riselia dan Regina pernah menyelidiki reruntuhan di dekat Hutan Kematian itu, dan mereka tidak asing dengan topografi daerah tersebut. Kedua, informasi yang saat itu dikumpulkan oleh Elfine sebagai operator mereka akan berguna untuk situasi saat ini. Dan yang terakhir, mereka baru saja menyelesaikan misi yang mengesankan, tepatnya kembali dengan selamat dari penyelidikan di Assault Garden Ketiga.

“Baiklah. Ayo kita pastikan kita sudah siap kalau-kalau mereka memanggil kita.”

“Ya, Lady Selia.”

---

Leonis menjelaskan situasi dunia saat ini kepada Veira, sambil menggunakan terminalnya untuk memberikan referensi secara visual. Dia memberitahukannya tentang Void, musuh tak dikenal yang muncul dari retakan dimensional. Dia memberitahukannya tentang Pedang Suci: kekuatan supernatural yang dimiliki oleh orang-orang tertentu yang berbeda dari ilmu sihir. Dia juga menjelaskan tentang Kekaisaran Terintegrasi yang terbentuk setelah invasi Void.

Leonis bahkan memastikan Veira tahu tentang bagaimana Archsage Arakael Degradios dan Wanita Suci Tearis Ressurectia dibangkitkan, serta kekuatan misterius yang tampaknya menjadi alasan di balik kembalinya mereka. Dan yang terpenting, Leonis mengungkapkan bahwa Void telah merusak tubuh reinkarnasi Dewi Roselia.

“...Void, ya? Sebutan dari makhluk-makhluk yang saat ini merajalela di dunia,” gumam Veira, dengan suara pelan setelah mendengarkan cerita dari Leonis.

Banyak hal yang harus dia pahami sekaligus, jadi Leonis cemas kalau Veira akan sulit memahami semua situasi dunia saat ini. Tapi, Veira adalah orang yang bijaksana, jadi dengan cepat dia bisa memahami situasi yang ada.

“Jadi orang yang mengubahku dengan menggunakan kekuatan ketiadaan adalah orang yang sama dengan orang yang mencoba membangkitkan Wanita Suci?” tanya Veira dengan suara yang dipenuhi amarah yang dingin.

“Harusnya begitu,” angguk Leonis.

Nefakess Reizaad, pendeta berambut putih yang dia lihat di kota yang hancur juga muncul saat Veira terbangun. Pria itu juga telah mengerahkan Iblis Bayangan pembunuh untuk melakukan  pengintaian. Itu jelas tidak mungkin bisa disebut sebagai kebetulan. Pendeta itu pasti terlibat dalam terbangkitnya Tearis dan Veira.

“Nefakess Reizaad. Dia adalah perwira di Pasukan Penguasa Kegelapan,” ucap Veira.

“Ya. Dia orang kepercayaannya Azra-Ael.”

Azra-Ael, Iblis dari Dunia Bawah, merupakan yang paling senior serta tertua di antara para Penguasa Kegelapan yang melayani Dewi Roselia, tapi sebagian besar masa lalunya tidak diketahui. Dikatakan bahwa Demi Pemberontak lah yang memanggilnya dari sesuatu yang disebut dunia lain, tapi apa maksud sebenarnya dari itu tidaklah jelas.

“Azra-Ael... Apa dia juga bangkit kembali?” gumam Veira, menduga-duga.

“Entahlah,” jawab Leonis, menggelengkan kepalanya.

Intinya, itu jelas bahwa orang keperycaan Azra-Ael, Nefakess, aktif dan memanipulasi hal-hal di belakang layar. Ada kemungkinan kalau dia bekerja di bawah perintah Iblis Dunia Bawah, berusaha untuk menghidupkan kembali tuannya.

Tapi jika Azra-Ael berhasil dibangkitkan, lantas apa selanjutnya?

Apakah dia akan mencari reinkarnasi sang dewi dan membangun kembali Pasukan Penguasa Kegelapan seperti yang Leonis coba lakukan saat ini? Atau apakah dia punya tujuan yang lain?

Untuk Veira, kesetiaannya pada Roselia tidak perlu ditanyakan lagi, renung Leonis. Kalau memang mereka punya tujuan yang sama sepertiku, mungkin kami bisa bekerja sama. Tapi...

Tangan Leonis yang mencengkeram Tongkat Penyegel Dosa menjadi semakin erat. Di dalam tongkat itu, ada Pedang Iblisnya yang disegel. Pedang Iblis itu merupakan senjata yang dimaksudkan untuk membunuh Dewi Pemberontak jika kekuatan Void merusaknya. Itulah misi yang ditempatkan pada pedang yang diberikan kepada Leonis itu.

Apa yang menjadi tujuan dari dalang di balik semua insiden baru-baru ini masih tidak jelas. Tapi, itu jelas kalau mereka telah mencemari tubuh reinkarnasi sang dewi dengan Void. Hal itu saja sudah cukup untuk menjadi alasan bagi Leonis untuk menentang mereka. Apalagi, Nefakess juga telah mencoba mengambil nyawa para pengikutnya, Riselia dan Shary.

Apa pun tujuannya, tindakannya itu akan membuatnya merasakan seribukematian, pikir Leonis, cahaya gelap tampak bersinar di matanya.

“Seorang perwira Pasukan Penguasa Kegelapan mencoba menggunakanku untuk tujuan kecil mereka, ya? Kebodohannya itu sungguh tidak ada habisnya,” seru Veira.

“Mungkin Nefakess juga berencana untuk membangkitkan para Penguasa Kegelapan lainnya,” ucap Leonis.

“Tapi bukannya seribu tahun yang lalu mereka semua sudah mati?” tanya Veira.

“Ya, tapi para Penguasa Kegelapan lainnya juga bukanlah tipe orang yang akan mati begitu saja. Kalau harus jujur, sebenarnya aku sendiri sempat yakin kalau kau tewas dalam pertempuran melawan Pendekar Pedang dari Enam Pahlawan.”

“Pertempuran itu memang membuatku berada dalam keadaan yang genting, tapi aku berhasil melarikan diri. Aku kemudian melakukan hibernasi di tundra sampai muncul beberapa orang bodoh yang datang untuk menggaliku...” Veira berdiri dari ranjang Leonis, rambut merahnya terjun ke pinggangnya. “Gara-gara itu, aku jadi bangkit dalam keadaan yang tidak sempurna. Parahnya lagi, Void yang merusakku memaksaku untuk membuang sebagian besar kekuatanku. Ini akan memakan waktu yang cukup lama sampai aku benar-benar pulih.”

“Jadi kau mengamuk cuman karena kau kesal setelah terbangun?” tanya Leonis, menampilkan senyum ironis.

Tapi, Veira hanya menatapinya dan kemudian dia medekati jendela, meregangkan tubunya. Di luar jendela, tampak langit malam yang bersih. Di kejauhan, dia bisa melihat gedung-gedung tinggi Central Garden.

“Aku mau pergi melihat-lihat kota manusia,”  ucap Veira. “Tempat ini kelihatannya menyenangkan.”

“Apa...?” Leonis sontak menjadi panik. “T-Tunggu dulu!”

“Kenapa?” Veira mengarahkan tatapan bingung ke arah Leonis.

“Kota ini adalah kerajaanku. Jangan berkeliling seenaknya seolah-olah kau adalah pemilik tempat ini.”

Ratu Naga, Veira. Dia adalah Penguasa Kegelapan yang memerintah di atas para naga. Dia selalu datang bersama badai, pusaran bencana yang hidup dan bernapas. Entah apa yang mungkin akan terjadi kalau Leonis membiarkan seorang seperti dirinya berkeliaraan...

Memangnya pikirmu serepot apa aku harus menyembunyikan kekuatanku?

Tentunya, Leonis sama sekali tidak berhasil menyembunyikan kekuatan aslinya, hanya saja dia tidak menyadari fakta tersebut.

“Kerajaanmu? Hmm... Maka dalam hal ini aku tidak bisa berjalan-jalan sesukaku di sini, kan?” Veira berbalik dan memandang Leonis sambil menampilkan senyum seringai. “Kalau begitu, bagaimana jika kau menemaniku berkeliling di kota ini?”

“Hah? Mengapa aku harus melakukan itu—?”

“Kalau kamu gak mau sih gak masalah. Aku bisa pergi sendiri.”

Menggigit bibirnya, Leonis dengan pahit menyerah pada permintaan Veira. “...T-Tunggu! Aku mengerti. Aku akan menemanimu.”

“Melihat seperti apa dunia setelah seribu tahun berlalu pasti akan membantuku menghilangkan kebosananku,” ucap Veira, sambil tersenyum senang.

---

Setengah dari laboratorium anti-Void di Assault Garden Keenam runtuh ketika Void Lord kelas naga terbangun dari dalam balok es, dan sekarang tempat itu sedang dalam proses masa perbaikan. Di atas-atas puing bangunan, ada seorang wanita berambut hitam halus dan berjas putih sedang berdiri.

“Kau tidak perlu bersikap terlalu dingin padaku, Fine.”

“...Apa yang kau rencanakan, Clauvia?”

Seorang gadis bersergam akademi dan memiliki rambut hitam yang juga halus sepanjang pinggangnya berdiri di samping wanita itu.

“Apa kau akan percaya kalau aku memberitahumu bahwa aku bekerja untuk keselamatan umat manusia?” Clauvia Phillet, kakak perempuan Elfine, menanyakan itu sambil menampilkan senyum ambigu.

Tentunya, Elfine tidak berniat untuk percaya pada omong kosong seperti itu. “...Apa yang terjadi pada Void Lord itu?” tanya Elfine, sambil menghela napas.

“Kami telah menjelejahi dasar laut, tapi kami tidak menemukan apa-apa.” Clauvia mengangkat bahunya dan kemudian menggelengkan kepalanya.

Tim peneliti Clauvia menemukan balok es raksasa di tundra utara dan membawa balok es itu ke lab mereka. Tapi, Void Lord yang berhibernasi di dalamnya tiba-tiba terbangun, membebaskan diri, dan mengamuk di atas langit Assault Garden Keenam dan Ketujuh. Void Lord itu kemudian mengarahkan perhatiannya ke laut, tempat di mana ia menghilang secara misterius dari sensor dan tidak terdeteksi sejak saat itu.

“Sebelumnya kau menyebut monster itu sebagai Penguasa Kegelapan. Apa maksudnya itu?” tanya Elfine, melotot tajam ke arah kakaknya.

Penguasa Kegelapan, pembawa malapetaka yang disebutkan di dalam dongeng. Apa naga itu berbeda dari semua Void Lord yang pernah ditemui sebelumnya?

“Ya. Mereka adalah makhluk yang menguasai dunia di masa lalu. Duke Crystalia berpendapat bahwa para Penguasa Kegelapan bisa menajdi kartu as kita dalam menghentikan invasi Void,” jawab Clauvia.

Mendengar itu Elfine sontak mengerutkan keningnya. “Duke Crystalia...?”

Ayahnya Riselia...? Tapi mengapa?

“Kupikir aku tidak bisa memberitahumu apa-apa lagi, Fine,” ucap Clauvia. “Tidak, kecuali kamu mau ikut denganku ke ibukota.”

“Untuk apa kau membutuhkan bantuanku?” tanya Elfine.

“Aku sudah bilang padamu. Ini untuk keselamatan umat manusia.”

“...” Elfine tahu bahwa dia tidak bisa mempercayai kakaknya. Bagaimanapun juga, Clauvia Phillet itu sudah seperti seorang penyihir.

“Kau meremukkan hatiku, Fine. Apa kau sama sekali tidak punya kepercayaan pada kakakmu sendiri?”

“Berani juga kau menanyakan sesuatu seperti itu padaku...”

“Baiklah, aku mengerti,” ucap Clauvia sambil tersenyum pahit. “Kalau begitu kurasa aku harus mendapatkan kembali kepercayaan dari adik perempuanku ini. Dengar, aku akan memberimu satu hal yang sangat kamu inginkan.” Clauvia merogoh-rogoh saku jas putihnya dan mengeluarkan perangkat memori kecil. Dia kemudian dengan santai melemparkan itu ke Elfine, yang segra bereaksi untuk menangkapnya.

“Apa ini?” tanya Elfine.

“Data dari Perusahaan Phillet. Kau sudah beberapa kali menyusup ke sistem mereka, kan?”

“...!”

Tepat seperti yang Clauvia katakan, Elfine sudah berulang kali menggunakan Mata Penyihirnya untuk mengakses Astral Garden.

“Oh, jangan khawatir, yang menyadari aksimu itu cuman aku saja kok. Yah, untuk saat ini sih cuman aku,” seru Clauvia, melambaikan tangannya dengan sikap acuh tak acuh.

“Data tentang apa ini?” tanya Elfine.

“Proyek D,” layaknya syair sebuah lagu, Clauvia melantunkan kata-kata itu.

Mendengar itu, Elfine sontak terkejut. Proyek D adalah sebutan yang dia temui beberapa kali saat meretas server Perusahaan Phillet. Namun, informasi tentang itu dienkripsi dan dijaga dengan ketat, jadi Elfine tidak bisa mendekripsinya.

“Nama resminya adalah Proyek Pedang Iblis. Upaya untuk menciptakan kekuatan yang setara dengan Pedang Suci,” jelas Clauvia.

“Peadng Iblis...”

Sebutan itu membuat Elfine teringat tentang insiden yang terjadi beberapa minggu lalu. Tepatnya insiden di mana kapal pribadi keluarga kekaisaran, Hyperion, diserang oleh teroris demi-human. Para pembajak kapal yang menyandera siswa-siswi Akademi menggunakan kekuatan yang mirip dengan Pedang Suci—dan mereka menyebut kekuatan itu sebagai sebagai Pedang Iblis.

“Proyek D adalah proyek yang meneliti metode untuk mengembangkan Pedang Suci. Namun sayangnya, banyak dari Pengguna Pedang Suci yang terlibat dalam ekspresimen itu mengalami kelainan mental dan menjadi tidak stabil serta bengis. Tidak sedikit dari mereka yang mati.”

“Mengembangkan Pedang Suci?!” seru Elfine, terkejut. “Pedang Suci adalah kekuatan yang planet ini berikan kepada umat manusia. Penelitian semacam itu——”

“Ya, itu sangat rahasia,” sela Clauvia. “Dan penelitian itu juga tidak membuahkan hasil, jadi Perusahaan Phillet segera mencuci tangan mereka. Tapi...” Clauvia mendekatkan bibirnya ke telinga Elfine. “Baru-baru ini, ada seseorang yang mengambil alih divisi yang mengerjakan penilitian itu dan telah melanjutkan eksperimen itu di suatu tempat.”

“...Suatu tempat?”

“Ya. Tempat yang sempurna untuk penelitian semacam itu. Tempat di mana ada banyak pria dan wanita muda yang baru saja membangkitkan Pedang Suci mereka...”

“...Jangan bilang...!”

---

“...Tak bisa dimaafkaan...! Dia akan membayarnya... Wanita itu, dia akan menyesal...!”

Seorang pria muda sedang duduk di kursi di Central Garden, bergumam pada dirinya sendiri seperti orang gila. Dia memiliki perawakan yang baik dan berambut emas, tapi wajahnya berkerut dalam ekspresi marah. Seragam Akademi Excalibur-nya kusut dan lusuh.

Muselle Rhodes, putra sulung dari Keluraga Rhodes yang bermartabat..., dan sebelumnya punya Pedang Suci yang memiliki kemampuan dominasi yang kuat.

Terlepas dari dirinya yang memiliki bakat serta dukungan karena menjadi anak seorang bangsawan, dia jarang melakukan pemusnahan Void. Malahan, dia justru lebih sering bermain-main dengan murid-murid lain, anak-anak perempuan dari bangsawan-bangsawan kecil. Namun gaya hidupnya yang seperti itu telah berakhir ketika dia kehilangan kekuatan Pedang Sucinya.

“...Sial... Sial! Ini semua gara-gara wanita dan bocah itu!” Muselle berteriak tak karuan, tidak peduli sekalipun ada orang lain yang mungkin melihatnya.

Muselle yakin kalau duelnya dengan Riselia Crystalia yang tak berbakat akan menjadi kemenangan yang pasti di pihaknya. Tapi dia kalah, dan Pedang Sucinya hancur di depan banyak orang. Sejak saat itu, dia selalu gagak dalam mewujudkan Pedang Suci-nya lagi. Dan tentunya, orang yang tidak bisa mewujudkan Pedang Suci tidak bisa dihitung sebagai Pengguna Pedang Suci.

Gadis-gadis yang berada di bawah kendalinya telah bebas, dan mereka semua meninggalkan sisinya.

“Kau sudah mempermalukanku... Riselia... Kau dan bocah sialan ituuuuuuuu!”

Kemarahan Muselle tidak mengenali batas. Dia akan menelanjangi Riselia dan mempermalukannya di depan mata bocah bodoh itu. Wanita itu bisa berteriak menangis dan memohon, tapi dia tidak akan pernah menunjukkan belas kasihan padanya. Dia akan memuat wanita itu mengalami penghinaan yang tak terlukiskan, dan dengan begitu dia akan menempatkan wanita itu di bawah kendali Pedang Sucinya, menggunakannya sebagai budak sampai wanita itu mati!

Saat hati Muselle bergolak penuh kemarahan dan kebencian...

“Jawab aku. Apa kau menginginkan kekuatan yang bisa membuat keinginanmu itu menjadi kenyataan?”

...Ada suara yang terdengar di dalam benaknya—suara bernada penuh kasih sayang dari seorang dewi.



1 Comments

Previous Post Next Post