Seiken Gakuin no Maken Tsukai Volume 5 - Bab 3

Bab 3
Bintang Malapetaka


“Rasanya sangat sejuk di dalam ruangan,” ucap Veira dengan arogan.

“Jangan lakukan apa-apa lagi yang bisa membuatmu menonjol seperti tadi, kau mengerti!” tegas Leonis, memperingatkannya.

“Iya, iya,” jawab Veira, menampilkan senyum geli.

Kedua Penguasa Kegelapan itu pergi ke kompleks komersial terbesar di Assault Garden Ketujuh. Bagian bawah tanah komplek itu berfungsi sebagai toko kelontong yang luas, yang dengan sendirinya juga berfungsi sebagai jalur supply Central Garden jika terjadi keadaan darurat.

Bagian permukaan kompleks komersial itu menawarkan berbagai macam bisnis, tapi yang paling ramai dikunjungi dari struktur tersebut adalah area lantai atasnya yang berisi fasilitas hiburan. Tidak hanya area itu memiliki bioskop, tapi juga pusat permainan, aula konser, akuarium, spa, kasino, taman hiburan di atap, dan kolam renang besar.

“Oooh, tidak seperti Necrozoa yang suram, tempat ini sungguh mengesankan,” seru Veira dengan suara yang riang.

“Simpan pendapatmu itu untuk dirimu sendiri,” bentak Leonis, kesal. “Semua fasilitas di lantai atas dibuat untuk hiburan. Meskipun kau menghabiskan waktumu seharian di sini, kau masih akan belum sempat mencoba semuanya loh.”

“Mengapa kau malah membual tentang tempat ini? Lagian ‘kan ini tidak seperti kamu yang membangun tempat ini!”

“Yah, bagaimanapun juga tempat ini adalah bagian dari kerajaanku. Nah, apa ada tempat yang secara khusus ingin kau kunjungi.”

“Apa kau sering pergi ke sini?”

“...Yah, tidak juga. Aku tidak bisa pergi ke sini sendirian,” ucap Leonis, sambil dengan canggung mengalihkan pandangannya dari Veira. Dalam wujudnya ini, seoang anak kecil berusia sepuluh tahun, Leonis tidak diizinkan untuk memasuki tempat-tempat seperti ini tanpa adanya wali yang menemaninya.

Mendengar ucapan Leonis, Veira yang bingung memiringkan kepalanya. “Hei, bukannya barusan kau bilang kalau tempat ini bagian dari kerajaanmu?’

“...Bacot. Ayo pergi,”  ucap Leonis dan melangkah pergi dengan wajah yang tampak sedikit memerah.

---

Mereka berdua memutuskan untuk melihat-lihat kompleks yang luas itu. Sepertinya, penguasa para naga itu sangat ingin tahu tentang ide-ide menarik yang dikembangkan oleh umat manusia.

“Itu apa, Leo?”

“Alat pengukur untuk mengukur kekuatan seseorang. Aku pernah melihat sesuatu yang mirip seperti itu di fasilitas pelatihan akademi.”

Objek yang Veira tunjuk memiliki bentuk yang mirip dengan Simulator Void yang Leonis hancurkan ketika dia baru mendaftar di akademi. Simulator yang ini tampaknya dioptimasikan untuk tujuan hiburan.

“Menarik, mungkin aku harus mencobanya?” tanya Veira dengan suara keras.

“...Gak boleh! Kau pasti akan menghancurkan itu!” Leonis menarik mundur rekan sesama Penguasa Kegelapannya itu saat ia hendak mendekati mesin itu.

Mereka kemudian melewati pusat permain dan kasino sebelum mereka memasuki kebun binatang. Di sana, Veira menatap kadal di pameran reptil dengan penuh kasih sayang dan kegembiraan.

“Lihat itu, Leo, mereka punya kadal! Kadal itu imut, bukan?”

“...Begitukah menurutmu?”

Meskipun Veira akan marah setiap kali seseorang menyiratkan bahwa dia mirip dengan reptil, tapi dia sepertinya suka dengan reptil.

Sungguh, naga benar-benar makhluk yang penuh dengan misteri.

“Mungkin aku harus membawanya pulang ke Pegunungan Naga Iblis,” renung Veira.

“Hei, jangan ambil apa yang bukan milikmu,” tegur Leonis. Tapi, tidak lama setelah Leonis mengatakan itu, perasaan kesepian tampak memenuhi mata Veira.

Oh iya, naga-naga dari Pegunungan Naga Iblis sudah punah di zaman ini...

Spesiesnya Veira telah dilenyapkan dari muka planet ini, dan dia adalah yang terakhir dari jenisnya.

“Apa kau berniat untuk mengangkatnya menjadi pengikutmu?” tanya Leonis.

“...Ya. Jika aku melatihnya, ia mungkin akan menjadi Firedrake yang hebat,” jawab Veira, tampak sedikit murung.

“Aku tidak berpikir akan sampai sejauh itu—”

“Iya, aku tahu kok.” Veira mengusap punggung kadal itu dengan lembut. “Ayo terus jalan. Apa yang mau kau tunjukkan padaku selanjutnya?”

Kedua Penguasa Kegelapan itu meninggalkan kebun binatang dan lanjut pergi ke lantai berikutnya. Namun, di pintu masuk ke lorong yang terhubung dengan lantai berikutnya...,

“Permisi, kalian berdua...”

“Siapa, kami?” tanya Leonis, berbalik ke arah sumber suara yang sepertinya memanggil mereka.

Entah siapapun orang itu, mereka memiliki cukup keberanian untuk dengan lantang memanggil dua orang Penguasa Kegelapan. Orang yang memanggil mereka adalah seorang wanita berjubah yang menyembunyikan wajahnya di balik tudung. Gaya pakaian seperti itu adalah gaya yang standar di antara para penyihir. Wanita itu sedang duduk di depan sebuah meja kecil yang dipenuhi dengan berbagai macam peralatan,

“Apa kalian ingin aku memeriksa kecocokkan kalian satu sama lain?” tawar wanita itu.

“Oh, sesuatu seperti ramalan, ya. Aku terkejut sesuatu seperti itu masih dilakukan sampai saat ini...” ucap Leonis sambil mengangkat bahunya, ekspresinya terlihat jengkel.

Tentunya, seribu tahun lalu yang juga ada pengguna sihir yang meramalkan masa depan. Tapi, kebanyakan dari mereka merupakan penyihir manusia. Karena Leonis tahu dewi yang diberkahi dengan penghilatan masa depan yang pasti, jadi ramalan mereka tidak lebih dari permainan anak-anak bagi dirinya.

Namun, Veira tampaknya tertarik dengan itu. “Kecocokkanku dengan Leo? Hmm, kedengarannya menarik,” serunya, duduk di meja.

Kecocokkan kami? Memangnya apa gunanya menanayakan itu, hasilnya jelas akan mengerikan, pikir Leonis dengan ekspresi pahit, mengingat banyaknya pertempuran mamatikan yang telah dia dan Veira lalui.

Di sisi lain, wanita berjubah itu mulai menyatukan tangannya dan berseru dengan serius, “Pedang Suci, Aktifkan—Horoskop.”

Partikel-partikel cahaya berkumpul di udara, membentuk bola kecil. Serangkaian titik-titik bercahaya berputar di sekitar bola itu layaknya bintang-bintang.

Begitu ya, jadi dia akan menggunakan Pedang Sucinya...

Pedang Suci itu mungkin tipe analisis data yang mirip dengan Mata Penyihir-nya Elfine. Leonis ingat pernah diberitahu bahwa Akademi Excalibur secara aktif mengumpulkan pengguna Pedang Suci dengan tipe seperti itu untuk memprediksi kemunculan Void dan meramalkan cuaca.

Setauku horoskop adalah jenis ramalan dengan membaca bintang.

Itu merupakan jenis prediksi ortodoks yang berusaha memastikan masa depan melalui posisi bintang-bintang.

“Siapa namamu, Nona?” tanya peramal itu.

“Veira Greater Dragon,” jawab gadis berambut merah itu dengan lantang.

“...Hmm, itu nama yang cukup tidak biasa,” peramal itu sedikit mengernyitkan keningnya. “Lalu, pada bintang apa kamu lahir?”

“Bintang Penguasa Naga,”

“Bintang Penguasa Naga, ya. Tirani dan dominasi. Bintang kekacauan...”

Simbol-simbol bercahaya mulai berjalan melintasi permukaan bola yang melayang di udara. Kemudian, peramal itu beralih ke arah Leonis.

“Lalu, bagaimana denganmu?”

“Leonis Magnus. Aku lahir pada bintang...seingatku Bintang Sage Agung?” ucap Leonis, dipaksa untuk menyatakan sesuatu dari waktunya saat dia masih menjadi manusia.

“Bintang Sage Agung. Bintang pahlawan dan keberanian...”

Huruf-huruf berkilauan yang berbeda-beda mengalir di seluruh permukaan bola, berpotongan dan kemudian menyatu membentuk satu kalimat.

“Kalian berdua adalah musuh abadi. Perselisihan muncul setiap kali kalian bertemu, dan kalian pasti akan bertarung sampai mati—eh?!” Ekspresi peramal itu menegang, jelas merasa terheran-heran denga hasil ramalan yang dia bacakan.

“Wow, secara mengejutkan ramalan itu sangat akurat,” seru Ratu Naga.

“Iya, kau benar,” angguk Raja Undead.

Veira dan Leonis bertukar pandang, mengangguk, seolah-olah merasa terkesan.

Mungkin aku sudah salah untuk terlalu meremehkan ramalan Pedang Suci.

“O-Oh, tapi tunggu sebentar! Meskipun kalian biasanya bertengkar, tapi kalian akan menjadi pasangan yang sempurna ketika menghadapi musuh bersama-sama. Dan di saat kalian bekerja sama, romansa yang indah bisa tumbuh diantara kalian!” ucap wanita berjubah itu dengan nada yang terburu-buru.

“R-Romansa... Hah? Haaaaah?!” tercengang, Veira sontak memelototi peramal itu.

Wanita itu langsung meringkuk, tampak hampir menangis karena telah menimbulkan amarah dari sang Ratu Naga.

“M-Maafkan aku...! T-Tapi itulah yang dikatakan oleh horoskop...”

“...Hmm?” Veira menatap peta bintang horoskop dengan ekspresi penasaran.

“Ada apa?” tanya Leonis.

“...Benda yang disebut horoskop ini aneh. Posisi bintang-bintang yang dijajarkan semuanya salah,”

“Apa maksudmu?”

Veira mengabaikan pertanyaan Leonis dan justru berbicara pada si peramal. “Hei, apa penjajaran langit yang ada di alatmu ini salah?”

“Eh? S-Soal itu, apa yang Pedang Suciku cerminkan benar-benar langit malam yang sesungguhnya.”

“Hmm... Begitu ya. Kalau begitu, bintang apa ini?” tanya Veira dengan serius, menunjuk ke bagian paling atas grafik yang mengelilingi bola. “Aku tidak mengenalinya.”

“Oh, itu adalah Bintang Malapetaka,” jawab peramal dengan tergesa-gesa.

“Bintang Malapetaka?”

“Ya... Itu adalah bintang yang bersinar merah dan mengundang kehancuran, singkatnya pertanda buruk. Ada teori yang menyatakan bahwa Void tidaklah datang dari dimensi lain, melainkan datang dari benda langit ini...”

Saat Veira mendengarkan penjelasan peramal itu, tatapannya terus tertuju pada Bintang Malapetaka.

---

“Mungkin peta bintang sudah berubah dalam seribu tahun terakhir,” duga Leonis.

“Itu tidak mungkin,” sangkal Veira, sambil menyeruput minuman tropis.

Saat ini, mereka berada di salah satu kedai kopi.

“Kalau begitu, mungkin ada semacam bencana alam yang terjadi,” ucap Leonis.

“Ya, bisa jadi pada tingkat ada meteor yang jatuh,” jawab Veira, sambil menatap kosong ke arah langit-langit.

Seingatku, mereka para Naga menghormati bintang, ya.

Dengan demikian, penyelarasan langit pasti sangat penting bagi Veira.

“...Tunggu sebentar, Leo, apa kau tidak menyadari perubahan itu?”

“Ya, lagian aku sama sekali tidak pernah tertarik pada bintang.”

Raja Undead memerintah dari istana bawah tanahnya, dan ia jarang muncul ke permukaan. Selain itu, langit di atas Necrozoa diselimuti oleh miasma yang tebal, jadi para penghuninya hampir tidak bisa melihat apa-apa di langit di malam hari. Dan tentunya, penghuni Alam Bayangan seperti Blackas dan Shary tidak akan mengetahui perubahaan di langit.

“Kupikir kebanyakan orang pasti akan menyadari sesuatu seperti itu,” ucap Veira, menghela napas lelah. “Dan lagi, bintang itu bahkan tidak ada seribu tahun yang lalu...”

“...Bintang Malapetaka, ya?”

Harus Leonis akui bahwa itu memang menarik perhatian.

Peramal itu bilang kalau itu adalah pertanda buruk...

Leonis teringat saat insiden di Hyperion, dia mengetahui rahasia di balik kelahiran Regina. Gadis itu dilahirkan sebagai putri kekaisaran, namun karena dia lahir di bawah bintang yang tidak menyenangkan, dia menjadi anak yang tidak diinginkan dan disingirkan. Akan tetapi, Duke Crystalia mengadopsinya. Selain itu...

Archsage Arakael juga pernah menyebutkan sesuatu yang aneh di ambang kematiannya.

 

“Dunia sudah berubah.”
“Dunia akan terlahir kembali dengan Bintang Kehampaan.”

 

Kala itu, Leonis hanya menganggap ucapan Arakael sebagai ocehan gila dari seorang yang jiwanya telah dilabas oleh Void.

Bintang Kehampaan. Mungkin aku harus menyelidiki soal itu...

Di sisi lain, Veira berdiri sambil menampilkan senyum tipis di bibirnya. “Yah, soal bintang yang aneh itu bisa dipikirkan nanti. Selanjutnya, kita mau ke mana?”

“Di lantai ini ada akuarium,” usul Leonis.

“...Hmm. Kedengarannya menarik, tapi...” Veira mengalihkan pandangannya ke arah luar jendela terdekat. “Aku ingin memandangi kerajaanmu dari tempat yang tinggi, Leo.”

---

Suara seorang dewi, ya?

Liat Guinness sudah pergi, tapi Elfine masih tinggal di kafe dan melanjutkan penyelidikannya tentang Pedang Iblis. Jika informasi yang dia dapatkan dari biro adminitrasi bisa dipercaya, maka ada delapan siswa yang menjadi gila dan kehilangan kendali Pedang Suci mereka. Selain itu, mereka semua juga mengalami halusinasi pendengaran tersebut.

Sepertinya tidak ada narkotika yang digunakan.

Setelah melakukan penyelidikan lebih lanjut, Elfine menemukan titik kesamaan lain diantara delapan orang tersebut—yaitu terdapat catatan bahwa masing-masing dari mereka menggunakan Elemental Buatan yang disebut Seraphim. Elemental Buatan itu berfungsi menganalisa kekuatan Pedang Suci seseorang dan menyiapkan menu pelatihan yang lebih tepat untuk mereka.

Elemental Buatan yang diproduksi secara massal yang disediakaan oleh Perusahaan Phillet...

Hal itu saja masihlah belum cukup untuk mengatakan jika mereka terlibat dalam hal ini. Toh perusahaan itu adalah perusahaan yang hampir satu-satunya menjadi pemasok Elemental Buatan, dan Seraphim memang biasanya dipekerjakan oleh siswa-siswi Akademi Excalibur. Cuman, ada satu hal yang membuat Elfine merasa curiga; yaitu pasokan Elemental Buatan ini dihentikan karena beberapa jenis kerusakan untuk sementara waktu.

Elfine menghela napas, “Kurasa cuman itu saja informasi yang bisa aku dapatkan dari terminal.”

Dengan berpegang pada sisi keselamatan, Elfine mengirimkan surel anonim ke akademi, memperingatkan mereka tentang kemungkinan bahaya dalam penggunaan Seraphim.

“Kurasa untuk sisa-sisa informasi yang lain aku harus mencarinya dengan caraku sendiri...”

Elfine memejamkan matanya, memfokuskan kesadarannya       pada bola Mata Penyihir yang dia kirim ke kota. Dia telah menyetel bola-bola itu sehingga mereka akan mengirimkannya informasi ketika mendeteksi adanya perubahan pada Pedang Suci.

Proyek D. Sebuah rencana untuk secara paksa mengembangkan Pedang Suci menjadi Pedang Iblis yang kuat.

Mengapa eksperimen yang ditangguhkan dan berbahaya seperti itu tiba-tiba mulai dilakukan kembali di sini? Jika ayah Elfine... Jika monster itu terlibat dalam hal ini...

Sebagai anaknya, aku memiliki kewajiban untuk menghentikannya.

Tiba-tiba, salah satu dari bola Mata Penyihir-nya bereaksi.

Pedang Suci bermutasi? Di timing ini?!

Elfine memusatkan kesadarannya pada bola yang mengiriminya sinyal, dan rekaman dari bola itu mulai diputar di benaknya saat sebuah taman mulai terlihat.

---

“...Haha... Hahahahahahaha, aku berhasil! Kekuatan Pedang Suciku telah kembali!”

Berdiri di depan alun-alun taman, Muselle Rhodes mengayun-ngayunkan tongkatnya dengan ringan ke udara. Pedang Suci miliknya yang bisa mengendalikan pikiran, Dominion, Tongkat Kepatuhan Mutlak, telah kembali.

“Aku adalah orang yang terpilih. Dewi Pedang Suci telah memilihku!”

Saat pemuda itu tertawa terbahak-bahak, warga sipil yang berlalu-lalang di sana satu demi satu mulai berlutut di depannya. Dengan senyum seringai merasa puas, dia mengambil foto Riselia dan Leonis di terminalnya dan menampilkannya di depan orang-orang bermata kosong itu.

“Cari mereka... Wanita berambut perak dan bocah sialan ini. Cari merekaaaa!”

Atas perintah dari Muselle, pasukan boneka itu mulai bergerak pergi.

---

Kedua Penguasa Kegelapan itu naik lift ke lantai atas, tempat tertinggi di Central Garden. Dari situ, mereka bisa melihat puncak Akademi Excalibur, serta puncak bangunan-bangunan lain di Assault Garden Ketujuh.

“Kalian para naga suka sekali dengan tempat yang tinggi, kan?” ucap Leonis.

“Ya. Itu rasanya sama dengan apa yang kalian para undead rasakan di rumah bawah tanah kalian,” jawab Veira.

Ucapan itu membuat Leonis sedikit mengempis, tapi dia terus menanggapinya, “Yah, kurasa aku tidak bisa menyangkal itu.”

Dengan meletakkan tangannya di pinggangnya, Veira menatap ke bawah kota dengan eksprei angkuh. “Sudut memandangnya bagus, cuman reruntuhan yang ada di sana-sini benar-benar merusak pemandangannya.”

“Reruntuhan-reruntuhan itu adalah bangunan-bangunan yang kau dan Arakael hancurkan, tau,” ucap Leonis dengan nada yang datar.

“Aku yakin kau juga terlibat dalam hancurnya bangunan-bangunan itu,”

“Woi, jangan malah menyalahkanku,” balas Leonis.

Setelah mengamati semuanya, pandangan Veira tertuju pada sesuatu yang ada di dekat mereka. “Hei, itu apa?” Dia menunjuk ke arah tempat yang tertutup kaca di sisi lain area atap.

“Itu kolam renang. Tempat untuk bermain air.”

“Mereka punya tempat seperti itu hanya untuk tujuan itu?” tanya Veira. “Padahal dari sini aku bisa melihat laut di segala arah.”

“Oh, soalnya air laut dicemari oleh miasma Void.”

“Hmm, dari kedengarannya sepertinya orang-orang di sana sedang bersenang-senang.”

“Kurasa mereka sedang mengadakan semacam pesta.”

“Makudmu semacam karnival? Aku ingin melihatnya?” seru Veira sebelum dia meraih lengan Leonis dan menyeret anak itu mengikutinya.

“H-Hei...!”

Ada papan-papan terapung yang terombang-ambing di permukaan kolam layaknya pulau, di mana di sekitar itu ada anak-anak kecil yang berenang. Mereka terliaht seperti sedang terlibat dalam pertempuran bengis, dimana masing-masing dari mereka dipersenjetai dengan pistol air.

“Ini tidak terlihat seperti festival... Ini justru lebih terlihat seperti perang,” ucap Veira.

“Itu namanya olahraga. Kau menggunakan pistol air untuk bertarung memperebutkan air.”

“Oh, kedengarannya menyenangkan.”

Melihat pertarungan bengis itu sepertinya menggelitik naluri naga Veira yang agresif. Senyum buas karnivora menyebar di wajahnya.

“Bertarunglah denganku menggunakan benda itu, Leo!” serunya, menyodorkan jarinya ke depan hidung Leonis.

“Woi bego, kau ‘kan baru saja mengamuk di kota ini tempo hari!” tegur Leonis.

“Aku ‘kan sudah bilang kalau aku tidak ingat apa-apa soal itu, jadi itu tidak bisa masuk hitungan!”

“Intinya ‘kan aku dan Blackas mengingat itu! Asal kau tahu ya, untuk mengalahkanmu aku terpaksa harus menghancurkan Zolgstar Mezekis yang sulit kudapatkan!”

Leonis telah melalui banyak sekali kesulitan untuk bisa mengalahkan Veira, namun gadis itu sama sekali tidak mengingat apa pun tentang pertarungan itu. Itu sangat tidak masuk akal. Bagi Leonis, bertarung melawan rekannya sesama Penguasa Kegelapan adalah yang pertama kalinya membuatnya menjadi benar-benar bersemangat setelah sekian lama tidak merasakannya.

“Mengapa aku harus peduli soal itu? Atau mungkinkah, kau takut untuk berhadapan denganku lagi di dalam pertempuran?”

“...APA?!” geram Leonis, mengarahkan sorot mata yang tajam ke arah Veira.

“Ini mengecewakan. Tidak hanya saat ini kau terlihat seperti anak kecil, tapi kau bahkan juga bertingkah seperti anak kecil. Kemana perginya jiwa Penguasa Kegelapanmu?” ucap Veira, sambil mengangkat bahu merasa kecewa.

“Apa kau bermaksud memprovokasiku, Ratu Naga?” tanya Leonis, bahunya tampak gemetaran karena amarah, dan ada aura kegelapan yang mengepul darinya. Raja Undead itu tidak bisa untuk terus membiarkan Veira merendahkannya.

“Baiklah. Aku akan menggunakan semua kekuatanku untuk membuatmu bertekuk lutut.”

Pada akhirnya, Leonis masihlah seorang Penguasa Kegelapan yang agresif dan suka beperang.

---

Sementara kedua Penguasa Kegelapan itu bertengkar, dua orang gadis sedang menguntit mereka dari bayang-bayang.

“M-Mereka pasti lagi kencan!” derit Riselia. “Padahal hubungan yang tidak senonoh antar lawan jenis itu dilarang oleh peraturan akademi!”

“Lady Selia, tidak ada yang tidak senonoh dari apa yang mereka lakukan sejauh ini...,” ucap Regina.

“T-Tapi tetap saja, Leo itu baru berumur sepuluh tahun!”

“Iya, iya, aku mengerti kok, Lady Selia. Kamu cuman sedih karena ada orang lain yang memonopoli perhatian Leo, ‘kan?”

“E-Enggak...” sangkal Riselia dengan suara yang pelan. “Aku cuman..., khawatir. Ya, aku ‘kan walinya Leo.”

Marah, wanita berambut perak itu menggembungkan pipinya. Biasanya, Riselia merupakan siswi yang bertanggung jawab dan cerdas, tapi ketika hal-hal berhubungan dengan Leonis, dia akan menjadi sangat protektif.

“Oh, sepertinya mereka akan bertarung menggunakan pistol air di kolam renang,” ucap Regina.

“Apa? Tapi ‘kan Leo tidak bisa berenang dengan baik...,” ucap Riselia, kekhawatiran tampak di matanya.

“...Uh, ini mungkin akan sangat buruk, Lady Selia,” dengan suara yang muram, Regina tiba-tiba menggumamkan itu.

Mendengar itu, Riselia langsung menatap temannya itu dengan ekspresi sangat cemas, “Eh? Apa maksudmu?”

“Aku punya firasat kalau gadis itu mungkin mencoba merayu Leo dengan mengenakan pakaian renang yang seksi...,” jelas Regina.

“L-Leo bukan anak yang mesum! Lagian, dia itu masih anak kecil...”

“Ya ampun, Lady Selia, umur sepuluh tahun itu sudah cukup bagi anak-anak laki untuk berpikiran seperti itu!”

“B-Begitukah...?” Riselia jadi teringat saat ketika gadis berambut merah itu pertama kali muncul. “M-Memang sih, s-saat itu dia juga mengenakan pakaian yang sangat...berbahaya...”

“Tapi yah, kostummu di kafe rumah hantu juga cukup intens,” ucap Regina dengan santai.

“R-Regina!” protes Riselia, tersipu dan meninju-niju bahu gadis berambut blonde itu.

“A-Aduh, hentikan, Lady Selia, itu sakit—Oh, aku punya ide!” Regina menepuk tangannya seolah-olah dia kepikiran sesuatu.

“Apa?”

“Mungkin ini bisa menjadi kesempatan yang bagus, Lady Selia!”

Terlepas dari apa yang Regina katakan, Riselia tetap merasa ragu padanya.

“Pertarungan pistol air!” seru Regina, sambil menunjuk ke arah gedung besar yang berada di balik panel kaca. “Kita tidak perlu menguntit mereka seperti ini. Tantang saja gadis itu ke pertarungan yang adil, dan menangkan Leo kembali!”

“Pertarungan...yang adil...,” untuk sesaat, Riselia mempertimbangkannya.

Regina benar... Menguntit seperti ini tidaklah cocok untukku.

Riselia adaalah putri kebanggaan Keluarga Crystalia. Menghadapi tantangan seperti ini secara langsung merupakan suatu kehormatan bagi dirinya.

“...Ya, kau ada benarnya. Ini kesempatan yang bagus.”

Selain itu, pertarungan pistol air adalah olahraga yang membutuhkan kemampuan atletik yang komprehensif. Riselia bisa menggunakan kesempatan ini untuk mengukur kekuatan gadis berambut merah itu.

“Ya, itu benar!” Regina mengangguk penuh semangat, membuat rambut kuncinya bergoyang berirama. “Ayo kita sewa pakaian renang♪”

“Hei, Regina, kau tidak melakukan ini hanya karena kau bersenang-senang dalam menghasutku, kan?”

“A-Aku tidak akan melakukan itu! Ayo, apa kau tidak keberatan membiarkan wanita itu menancapkan cakarnya pada Leo?”

“...K-Kau benar, ayo cepat!”

Setiap kali hal-hal berhubungan dengan Leonis, penilaian logis Riselia menukik turun dengan sangat tajam.



2 Comments

Previous Post Next Post