
Bab 44
Tunggu ya, Ojou-sama
“Kau ngapain di tempat seperti ini, Narika?”
“Aku sedang jalan-jalan. Sebelumnya aku sudah bilang kan, bahwa setelah aku berhasil mengalahkan Ayahku, akhirnya aku memiliki kebebasan. Karenanya, sekarang aku diperbolehkan untuk jalan-kalan keluar—”
Narika, yang memberitahukanku itu dengan bangga, tiba-tiba langsung berhenti berbicara saat dia melihat wajahku. Setelahnya, ekspresi Narika langsung berubah jadi cemas.
“...Ada apa, Itsuki? Apa yang terjadi padamu?” tanya Narika, dengan kesan kekhawatiran.
Aku bermaksud untuk bersikap tenang, tapi..., aku tidak bisa menyembunyikan emosi yang bergejolak di dadaku.
Dalam situasi ini, ini pasti akhir dari keberuntunganku karena bisa bertemu dengan seorang yang bisa kupercayai.
Aku perlahan menjelaskan situasiku kepada Narika yang datang mendekatiku.
“Sebenarnya—”
Aku tidak ingin menimbulkan masalah bagi Keluarga Konohana, jadi aku menjelaskan sambil tetap merahasiakan apa yang harus dirahasiakan.
Karena aku, Hinako jadi berperilaku buruk di depan depan umum. Akibatnya, aku diusir dari mansion Keluarga Konohana. Dan kemudian—pengawasan terhadap Hinako akan diperkuat. Inilah tiga hal yang kuberitahukan pada Narika.
“......Jadi begitu ya.”
Saat Narika mendengar semua itu, dia kemudian berbicara dengan ekspresi rumit di wajahnya.
“Seorang Konohana-san berperilaku buruk di depan umum, ya... Itu terdengar sulit untuk dipercaya, tapi dari melihat kondisimu, tampaknya itu benar.”
Narika menatapku dengan lebih khawatir, mungkin karena saat ini aku memiliki ekspresi yang sangat gelap.
Biasanya, aku akan mencoba bersikap ceria supaya tidak membuat Narika merasa cemas, tapi saat ini..., aku tidak bisa melakukannya, Ini kesannya seperti diriku tidak lagi memiliki energi untuk ceria.
“Meskipun tidak sebesar Keluarga Konohana, tapi Keluarga Miyakojima juga merupakan keluarga yang besar. Itulah sebabnya, aku cukup bisa memahami stiuasinya. Aku yakin, Konohana-san pasti mengalami masa-masa yang sulit yang tidak kuketahui.”
“......Ya.”
Bahkan tanpa menceritakan keseluruhan ceritanya, Narika bisa memahami situasinya.
“Apa yang terjadi dengan Konohana-san?”
“Aku tidak tahu rinciannya. Namun, kupikir dia akan menjadi lebih terkekang daripada sebelumnya. Bahkan dia mungkin tidak akan bisa lagi melakukan hal-hal seperti pesta minum teh ataupun belajar kelompok.”
“Begitu ya..., Keluarga Konohana memang benar-benar ketat. Aku tidak menyangka kalau mereka akan mengekang putri mereka sendiri dan mengusirmu hanya karena satu kesalahan saja.”
Itu mungkin dikarenakan Kagen-san tidak menganggap Hinako sebagai putrinya sendiri. Paling tidak, perkataan dan tindakannya selama ini tidak menunjukkan bahwa dia memperlakukan Hinako sebgai putrinya.
“Semua ini..., adalah salahku.”
Secara tak sadar, aku mengutarakan apa yang kupikirkan.
“Jika saja aku tidak mengajarinya sesuatu yang tidak perlu, semua ini pasti tidak akan terjadi.”
Namun sekarang, aku tidak bisa melakukan apa-apa selain menyesalinya.
Aku bertekad untuk melakukan yang terbaik untuk mengisi kesepian Hinako. Namun inilah hasilnya. Aku justru membuat Hinako jadi lebih menderita daripada sebelumnya.
“Pada akhirnya, aku hanyalah orang biasa yang bahkan tidak tahu apa-apa tentang etiket. Jika saja aku tahu kalau semuanya akan berakhir seperti ini, seharusnya sejak awal aku tidak terlibat dengan Hinako—”
“—Itu tidak benar!” Kata Narika, dengan suara yang nyaring.
Kelopak mataku terbuka lebar menghadapi keberanian tak terduga dari Narika yang biasanya penakut.
“Itu tidak benar, Itsuki. Dirimu tidak pernah salah!”
“Narika...?”
“Ingatlah diriku yang dulu!”
Mengatakan itu, Narika menatap lurus ke arahku.
“Aku dulu dilarang keluar dengan bebas! Tapi dirimu telah mengubah duniaku! Aku masih mengingat akan hari-hari itu dengan sangat jelas! Semua yang kau lakukan padaku telah membuatku menyadari betapa kecilnya dunia tempat aku tinggal!”
Dengan diliputi emosi yang terkesan, Narika terus melanjutkan.
“Jika bukan karenamu, aku yakin kalau sampai saat ini aku masih takut akan dunia luar. Aku tidak akan tahu tentang enaknya jajanan, cara berbelanja, hiruk-pikuk kota, ataupun kesunyian menenangkan yang ada di taman. Itulah sebanya, aku sangat berterima kasih pada dirimu. Aku sangat, sangat berterima kasih padamu sehingga aku tidak bisa mengungkapkannya dengan kata-kata.”
Mengatakan itu, Narika menurunkan pandangannya.
“Aku yakin, itu juga berlaku sama untuk Konohana-san.” Gumam Narika, dengan kesan menyayangkan. “Dibesarkan tanpa tanpa diajari apa pun selain apa yang dibutuhkan. Itu rasanya amat teramat sepi.... Aku yakin, dirimu menyelamatkan tidak hanya aku, tapi juga Konohana-san dari rasa kesepian itu.”
Setelah mengatakan itu, Narika kembali menatap mataku.
“Percara dirilah, Itsuki. Karena itulah bagian dari dirimu yang k-k-kusuk—” Narika, yang saat ini pipinya memerah, mengalihkan pandangannya dariku dan melanjutkan. “—kupikir sangat luar biasa.”
Entah kenapa, bagian terakhir dari apa yang dia ucapkan terdengar tertekan. Ini seolah-olah dirinya mengkompromikan kata-kata yang sebenarnya ingin dia ucapkan dengan kata-kata lain. Namun demikian, apa yang Narika katakan itu sudah cukup untuk menyentuh relung hatiku.
Begitu ya.
Meskipun bagiku semua itu hanyalah omong kosong.
Mesipun bagiku itu semua itu hanyalah sesuatu yang biasa dan tidak menarik.
Bagi Hinako dan Narika, itu mungkin sesuatu yang sangat penting bagi mereka.
“Terima kasih..., Narika.”
Sambil mengucapkan terima kasih, aku teringat akan hari-hari yang kuhabiskan di Kelurga Kenohana.
Ini sama sekali bukan rasa percaya diri. Bahkan jika dipikirkan secara objektif, sudah pasti bahwa ini tidak salah.
Hinako tidak merasa kesal karena aku berada di sisinya.
Hinako telah menaruh kepercayaan tertentu kepadaku.
Jika demikian, aku ingin hidup sesuai dengan kepercayaan yang telah dia berikan kepadaku.
Aku..., masih belum menanggapi perasaan Hinako.
“......Baiklah.”
Aku teringat akan apa yang kupikirkan di suatu hari.
Hinako..., dia membawa beban yang sangat berat di tubuhnya yang sangat kecil.
Seseorang harus bersikap baik kepadanya. Jika baik orang tua maupun pelayan tidak bisa memenuhi peran tersebut, maka pengurus (aku) lah yang harus memenuhi peran tersebut.
“Aku akan kembali.”
“......Ke mana?”
“Mansion Keluarga Konohana.”
Terhadap Narika yang telah menyemangatiku, aku berbicara...,
“Aku ingin berbicara secara langsung dengan mereka.”
Suasana hatiku yang suram sudah hilang sekarang.
Dengan keyakinan yang telah dibangkitkan kembali oleh Narika, aku pergi ke mansion Keluarga Konohana.
---
Setelah kembali ke kondisi normalnya, Itsuki pergi dan meninggalkan Narika.
Narika memperhatikan punggung Itsuki yang menjauh dengan senyum tipis saat anak laki-laki itu berlari tanpa melihat ke belakang.
“......Hinako, ya...”
Tampaknya, dia tidak melewatkan sebutan itu.
Pada akhirnya, sampai akhirpun Itsuki tidak menyadari bahwa dia telah keceplosan.
“Aaa........., Aku malah mengirimkan garam kepada musuh...!!”
Dermawannya sedang dalam masalah, jadi wajar saja baginya untuk membantunya.
Dia tidak menyesal tentang itu. Namun demikian, ini dan itu adalah masalah yang berbeda.
Narika memegangi kepalanya, dan berpikir...,
Hubungan macam apa sih yang sebenarnya mereka berdua miliki?