MrJazsohanisharma

[WN] Yujinchara no Ore ga Motemakuru Wakenaidaro? Volume 3 - Bab 21

Bab 21
Keheranan


“Kau sangat besar... Senpai.”

Suara hembusan nafas yang samar mencapai telingaku.

Dia melihat tubuhku dan berkata dengan nada yang agak bergairah.

“Begitukah?”

Terhadapku perkataanku, aku bisa tahu melalui isyarat kalau dia meng-iyakan.

“Kalau begitu... aku akan melakukannya, oke?”

“Ya.”

Terhadapnya perkataannya yang terdengar soelah dia telah memantapkan tekadnya, aku memberikan persetujuan.

“Ini keras...”

Sambil menggosok tubuhku, dia membocorkan kata-kata tersebut.

“Begitukah?...Yah, lagian aku banyak berolahraga.”

Setelah mengatakan itu, aku terus melanjutkan.
.
.
.
“Kau sendiri, jadi lebih sering berolahraga daripada saat pertama kali masuk sekolah ‘kan, Kai?”
.
.
.
Aku berkata pada Kai, yang sedang menggosok punggungku dengan handuk.

“B-Begitulah... Aku ingin jadi sepertimu Aniki*, jadi aku melakukan yang terbaik.” [Catatan Penerjemah: Maksudnya Abang, atau sebutan hormat kepada orang yang lebih tua?]

“Begitu ya, kau benar-benar melakukan yang terbaik... hanya saja, aku sudah mengatakan padamu untuk berhenti memanggilku Aniki, kan?”

“Tapi ‘kan, kau sendiri yang bilang kalau itu tidak apa-apa jika hanya ada kita berdua.”

“Nah, sekarang ini bukan cuman hanya ada kita, tahu.”

Mengatakan itu, aku melihat sekeliling.

Sedikit lebih jauh, Ike sedang mencuci rambutnya, dan Asakura sedang membasuh tubuhnya.

...Tapi, tidak ada orang lain lagi selain kami.

Kami sekarang berada di penginapan pemandian air panas, dan pemandiannya sudah kami pesan.

“Tapi tetap saja, aku terkesan kau bisa menemukan tempat seperti ini?”

Saat dia menyeka punggungku, aku bertanya pada Kai dalam suasana hati yang baik.

“Aku mendengar tempat ini dari seniorku di klub sepak bola, dia bilang ada penginapan pemandian air panas yang bagus di sini. Sesekali aku akan datang kesini setelah selesai  berlatih, tapi tempat ini tidak terlalu ramai.”

Interiornya sih indah, tapi lokasinya tidak nyaman. Kau harus naik bus dari stasiun dan berjalan 15 menit lagi dari halte terdekat. Selain itu, eksteriornya kuno, dan ada penginapan pemandian air panas yang populer di dekat halte bus, jadi ini mungkin menjadi penyebab kurangnya pelanggan yang berdatangan.

Aku ingin tahu, apakah bisnis baik-baik saja... Itu membuatku menkhawatirkan sesuatu yang tidak harus kukhawatirkan.

“Baiklah, selanjutnya aku yang akan menyeka punggungmu.”

Aku berbalik dan mengatakan itu pada Kai.

Dia menatapku, dan kemudian menjawab.

“Tolong lakukan dengan lembut, ya?” [Catatan Penerjemah: Jijik Anjing.]

“Nn? Yah, santai saja.”

Aku pun menyabuni handuk badan dengan sabun.

Kemudian, aku menyeka punggungnya dengan perlahan.

“Aaah, itu terasa enak...”

Kurasa tidak apa-apa jika menyekanya sedikit lebih kuat.

“...Mmmh, kau terlalu intens!”

Haah, haah, Kai terengah-engah.

Hmmm, sulit untuk melakukannya dengan benar.

“...Apa yang sedang kalian lakukan?”

Asakura tiba-tiba bertanya kepada kami dengan ekspresi tertegun.

Sambil menyeka punggung Kai, aku menanggapinya,

“Bagaimana kalau kau bergabung dengan kami?”

“...Yah, okelah. Maaf, Kai. Kali ini aku akan yang akan menyeka punggung Tomoki.”

Saat Asakura mengatakan itu, Kai menunjukkan ekspresi yang kecewa di wajahnya.

“......Baiklah.”

Setelah mengatakan itu, aku membilas busa dengan air panas, kemudian berdiri dan menuju bak mandi.

Aku pun membelakangi Asakura.

“Aku mengandalkanmu.”

“Sip.”

Asakura merespon dengan beberapa patah kata dan mulai menyeka punggungku dengan handuk.

Namun, sama sekali tidak ada kekuatan dalam sekaannya.

Apa yang terjadi?

“Asakura?”

Saat aku memanggil namanya,

“Hei, Tomoki. Jarang-jarang kita melakukan hubungan telanjang seperti ini. Jadi kenapa kita tidak berbicara secara terus terang.”

“Itu mungkin ide yang bagus,”

Berendam di pemandian air panas dengan teman dan berbicara secara terbuka. Itu adalah situasi yang kudambakan.

“Aku punya pertanyaan. Bergantung pada jawabanmu... aku mungkin akan memukulmu.”

Suara tegas Asakura mencapai telingaku.

Aku bisa merasakan keseriusan dari nadanya, tampaknya itu bukan hanya lelucon.

“......Apa?”

Tanda merangkak sebentar ditularkan dari belakang.

Lalu Asakura bertanya padaku.

“Kau sedang mendua ‘kan. dengan Touka-chan dan Hasaki?”

Terhadap perkataannya itu, “Hah? Aku sama sekali tidak melakukan itu.” aku menjawabnya dengan fakta.

Ketika aku bertanya-tanya mengapa dia menanyakan pertanyaan seperti itu,

“Gak usah ngeles, itu tidak ada gunanya, tahu? ...Di taman beberapa hari yang lalu, aku melihatmu berpelukan dengan Hasaki dan membelai kepalanya dengan mesra.” tanya Asakura dengan suara bergetar.

...Eh, jadi dia melihatnya

Dan kemudian, aku tersadar,

“Kau sungguh pria yang baik ya, Asakura.”

“...Apa yang kau bicarakan. Jika kau mencoba mengalihkan pembicaraan—”

Terhadap suaranya yang diisi oleh amarah, aku menggelengkan kepalaku.

“Kupikir demi Touka dan Hasaki, kau tidak akan memaafkanku jika aku mendua, kan? Selain itu, kau tidak menentukan sesuatu hanya dengan berdasarkan apa yang kau lihat, tapi kau juga mencoba bertanya padaku tentang kenyataannya. Itu sebabnya, kau ini sungguh orang yang baik.”

“...Jadi, bagaiamana?”

“Aku tidak mendua.... Sebelumnya Kana mengakui perasaannya kepadaku, tapi aku menolaknya, karena aku adalah pacar Touka.”

Mendengar jawabanku, Asakura kembali bertanya.

“Tapi, bukankah itu aneh? Hasaki masih terlihat mendekatimu, dan kau yang membelai kepalanya itu jadi sulit untuk diterima logika?”

“Sulit untuk mengatannya sendiri.... Tapi Kana sepertinya tidak akan menyerah padaku hanya karena aku menolaknya sekali. Dan juga, kurasa aku memang agak keterlaluan kalau membelai kepala Kana seperti itu. Aku minta maaf untuk itu.”

Aku memberitahukan yang sebenarnya.

Kemudian, setelah berpikir sejenak, Asakura kembali membuka mulutnya.

“Begitu ya, jadi kau adalah pacar Touka-chan, dan kau tidak selingkuh dengan Hasaki, kan?”

“Ya, begitulah.... Aku senang kau bisa mengerti.”

Aku berbalik dan melihat ekspresi Asakura.

...Dia terlihat putus asa.

“Oke, aku bisa mengerti keadanmu Tomoki. Tapi....”

Asakura menampilan tampang melankolis dan kemudian meraih bahuku dengan erat.

“...Ada apa?”

“Seperti yang kupikirkan, boleh gak kau kuhantam?”

Asakura meraih bahuku dan mengatakan itu, lalu entah kenapa dia terlihat seperti sedang menangis, mungkin itu hanya imajinasiku.

---

Setelah keluar dari pemandian air panas, kami berada di ruang istirahat ala Jepang.

Tentu saja, tempat ini juga sudah dipesan sebelumnya.

Sambil duduk di kursi pijat, Asakura berbicara kepadaku.

“Maaf, Tomoki. Aku sudah kelewatan...”

“Jangan khawatirkan itu.... lagian kita adalah teman ‘kan.”

“Tomoki...,” setelah Asakura menggumamkan itu, “...Saat kau menunjukkan betapa lapang dadanya dirimu itu, itu seperti kau menunjukkan perbedaan statusmu sebagai seorang pria, dan itu entah kenapa membuatku syok.”

Merasa depresi, Asakura memandang ke kejauhan.

Hati Asakura sebagai seorang laki-laki sepertinya sensitif.

“Jangan terlalu memikirkannya, Asakura.”

Ike-lah yang menepuk bahu Asakura dan menindaklanjutinya.

“Jika itu dirimu, yang selama liburan musim panas tiap harinya pergi ke dan dari sekolah bersama Tatsumiya si Waketos cantik jelita mengatakan itu, itu tidak akan menjadi tindak lanjut...”

Asakura mengatakan itu dengan mata putih dan nafas yang terengah-engah.

“Apakah pergi ke dan dari sekolah bersama Tatsumiya ada hubungannya dengan itu?”  seru Ike dengan bingung.

Kata-kata dan tindakannya membuat keputusasaan Asakura menjadi lebih dalam.

Aku meletakkan tanganku di bahunya, lalu menatapnya dan perlahan menggelengkan kepalanku. Yang ingin kukatakan padanya adalah, kau lebih baik tidak usah berbicara tentang hal-hal romansa dengan Protagonis yang tidak peka ini.

“...Aku ingin punya pacar.”

Asakura menutupi wajahnya dengan kedua tangan dan bergumam dengan suara bergetar.

“Terima kasih sudah menunggu, Yuuji-senpai!”

“Emang ya, waktu mandinya anak laki-laki terlalu singkat.”

Ketika kami melakukan pertukaran seperti itu, kami didekati olah dua suara.

Saat aku menoleh ke sumber suara, aku melihat Touka dan Kana, yang datang bersama-sama dengan kami, keluar dari pemandian air panas dan menuju ke arah kami.

Keduanya telah berganti pakaian menjadi yukata, yang dimana itu disediakan secara gratis untuk pelangggan oleh pihak penginapan. Itu membuatku sekali lagi bertanya-tanya, apakah bisnis di penginapan ini akan baik-baik saja.

Namun tidak seperti biasanya, sekarang rambut mereka diikat menjadi sanggul. Mungkin itu karena rambut mereka masih belum kering. Selain itu, kesan yang mereka berikan agak berbeda dari biasanya, sehingga hal tersebut membuatku terkejut.

“Hei, di ruangan sebelah ada tenis meja. Apa itu boleh dimainkan?”

Toukan menayangkan itu pada Kai.

“Ya, kau juga bisa meminjam raket di resepsionis.”

“Kalau begitu, kenapa kita tidak memainkannya sebentar?”

Setelah menerima penjelasan dari Kai, Ike mengajak semua orang untuk bermain.

Karena tidak ada yang keberatan, jadi kami pindah ke ruangan sebelah.

Di sana, ada dua tenis meja.

“Aku sudah meminjam raket dan bolanya.”

Mengatakan itu, Kai membawakan 5 raket dan 4 bola ping-pong.

Kami berterima kasih padanya dan menerima raket itu.

Kemudian, Ike bertanya dengan santai kepadaku.

“Hei, Yuuji. Apa kau ingin bertanding?”

“Ya, tentu saja. Tidak masalah kan kalau kami main duluan?”

Saat aku bertanya pada yang lainnya,

“Tentu saja! Aku akan mendukungmu, Senpai!”

“Ya. Aku mendukungmu Yuuji-kun, jadi lakukanlah yang terbaik!”

“Aku juga akan mendukungmu Tomoki-senpai, tapi kalau begini... meja yang satunya tidak akan digunakan.”

Touka, Kana, dan Kai mengatakan itu usecara berurutan.

Aku jadi malu kalau dilihati seperti ini...

“Aku tidak akan mendukung salah satu dari kalian, jadi aku akan menjadi wasit!”

Asakura, yang mengubah ekspresinya karena frusasi, berkata begitu.

“...Kenapa kesannya seperti aku adalah peserta tandang?”

Ike berdiri di depan meja, meringkukkan bahunya, dan pertandingan pun dimulai.

---

Pertandingan itu adalah kekalahanku.

Kupikir aku melakukan permainan yang bagus sampai di sekitaran pertengahan pertandingan, tapi begitu Ike memasuki zona itu, situasnya jadi benar-benar sepihak.

“Kau memang hebat Ike.”

“Aku sendiri masih berlum berpengalaman dalam hal ini loh. Bahkan awalnya aku bertanya-tanya, apakah aku akan kalah.”

Setelah selesai bertanding, kami saling memuji satu sama lain.

“Itu pertandingan yang bagus, Senpai! Nih, silakan gunakan handuk ini ♡”

Selepas pertarungan sengit dengan Ike, Touka menawariku handuk saat aku bersimbah keringat.

“Ya, terima kasih.”

Aku menerimanya dan menyeka keringatku.

“Ini adalah gadis yang harus kutaklukkan. Kekeraskepalaannya sudah melampui batas...”

Aku perhatikan bahwa Kana bergumam dengan ekspresi serius di wajahnya.

...Yah, anggap saja aku tidak melihatnya.

“Selanjutnya, ayo kita bertanding dengan berpasangan! Aku akan berpasangan dengan Yuuji-senpai♡”

“Tidak, aku ingin Yuuji-kun berpasangan denganku.”

Sebelum aku bisa menjawab, mereka berdua mulai berdebat.

Ketika Asakura melihat ini, dia menggertakkan giginya karena kesal dan kemudian bertanya pada Ike.

“...Ike, apa kau mau bertanding denganku?”

“Tentu saja.”

Terhadap pernyataan Asakura, Ike menjawab seperti itu.

Pasti Asakura merasa bosan jika hanya menonton saja.

“Aku yang akan jadi pasangannya!”

“Enggak! ...Bagaimana kalau kita selesaikan masalah ini dengan tenis meja!?”

Touka dan Kana masih terus berdebat.

Karena itu, aku memutuskan untuk mandi lagi karena berkeringat setelah pertandingan dengan Ike.

“Aku mau mandi lagi.”

“Kalau begitu, aku akan menyeka punggungmu lagi Senpai...”

Kai bereaksi terhadap kata-kataku dengan senyum lebar.

“Kau akan menjadi wasit kami. Apa kau mengerti?”

Namun, Kai dipaksa menjadi wasit oleh Touka,

“Astaga...”

Dia bergumam dengan sedih.

Kemudian, aku menuju ke arah pemandian, tapi di sana ada pria tua yang memegang tirai di tangannya sedang mondar-mandir di depan pemandian pria dan wanita.

“Apa tempat pemandiannya dibedakan dengan pas di siang hari?”

Karena aku penasaran, aku bertanya pada pria itu, dan dia berbalik menjawabku.

“Aku seharusnya mengubahnya pagi ini, tapi aku lupa, jadi aku baru mau melakukannya sekarang. Selain itu, kau tidak perlu terlihat marah seperti itu. Astaga, anak muda sekarang tidak memiliki banyak kesabaran...”

Pria itu berkata kepadaku dengan sedikit ketidakpuasan.

Padahal aku sama sekali tidak marah kepadanya.

Meskipun aku tidak senang tentang itu, aku tetap tidak bisa mengeluh.

Aku pun memasuki pemandian yang berbeda dari sebelumnya, kemudian menanggalkan pakaianku dan melangkahkan kaki ke pemandian.

Setelah membasuh keringatku, aku mengalihkan perhatiku ke bak mandi.

Itu adalah air yang terlihat keruh.

Ketika aku menuju ke bak mandi dan memasukinya...

Di depanku ada pemandangan yang tidak bisa dipercaya.
.
.
.
“Eh... Tomoki-kun?”
.
.
.
Suara bingung itu bergema di ruangan yang sunyi.

Aku mendongak, dan melihat pemilik suara itu.

“Apa yang kau lakukan di tempat seperti ini, Tomoki-kun?”

Makiri-sensei, dengan ekspresi berkedut yang dipenuhi amarah dan rasa malu, bertanya mengapa aku berendam di pemandian air panas.

“...Hah?”

Aku tidak tahu apa artinya, dan aku sama sekali tidak bisa memahami situasi saat ini.

Pikiranku sekarang hanya dipenuhi dengan satu pertanyaan.

Kenapa Makiri-sensei ada di sini?

Kepalaku menjadi kosoong saat dipelototi oleh Makiri-sensei yang merona.

Aku hanya bisa membisu di tempat, tidak bisa mengatakan apa-apa...