MrJazsohanisharma

[WN] Yujinchara no Ore ga Motemakuru Wakenaidaro? Volume 3 - Bab 22

Bab 22
Hari Kala Pelajar


“Tomoki-kun... untuk sekarang, bisakah kau keluar dari sini?”

Makiri-sensei mengatakan itu dengan suara yang tegas.

Aku mengangguk terhadap ucapannya dan memutuskan untuk pergi dari sini, tapi saat aku hendak menuju ke ruang ganti...

“Seperti biasanya, di sini tidak terlalu ramai.”

“Lagian tempat ini tidak terlalu dikenal.”

Dari ruang ganti, aku bisa mendengar suara dua orang lansia.

Kemudian dari belakangku, aku mendengar suara mendengung dan segera melihat ke belakang.

Sambil memeluk tubuhnya sendiri dengan kedua lengannya, “Eh, ada laki-laki lain!? A-Apa yang sebenarya terjadi di sini!?” Makiri-sensei mengatakan itu dengan panik.

Jika sekarang aku meninggalkan pemandian begitu saja, tubuh Makiri-sensei yang tidak mengenenakan sehelai benang pun akan terekspos di hadapan para pria tua tersebut.

Saat aku memikirkan itu,

“Maaf, aku akan menjelaskan situasinya nanti.”

“Eh!?”

Aku memasuki bak mandi dan pindah ke pojokan dengan Makiri-sensei.

Itu cukup sulit untuk menyembunyikan tubuh telanjang Makiri-sensei agar tidak terlihat di pandanganku.

Kemudian, aku dan Makiri-sensei saling membelakangi, dimana aku menjadi dinding untuk menutupinya.

Karena tubuh Makiri-sensei ramping dan tubuhku cukup besar, jadi kurasa tidak akan mudah untuk bisa melihatnya...

Namun, ketika aku memikirkan fakta bahwa Makiri-sensei yang telanajang sekarang ada di belakangku, aku jadi merasa sulit untuk mempertahankan ketenanganku.

Dia mungkin juga gelisah, sehingga keheningan berlalu selama beberapa saat diantara kami.

Kemudian, dua pria tua yang telah selesai menyeka badan mereka datang untuk berendam di bak mandi.

“Oh, jarang-jarang ada anak muda di sini.”

Mereka berdua terlihat berusia sekitar 70 tahun.

Mereka tampak masih prima, tapi mereka berbicara dengan suara keras, mungkin itu karena pendengaran mereka sudah agak terganggu.

Salah satu pria tua itu menatap ke arahku, tapi dia sepertinya tidak memperhatikan Makiri-sensei.

“......Hei”

Namun, pria tua yang lain memanggil pria tua yang melihat ke arahku seolah-olah dia menyiratkan sesuatu.

Apa mereka menyadari ada sesuatu yang mencurigakan saat melihatku?

Saat aku merasa takut...

“Dilihat dari manapun, dia itu adalah yakuza. Jangan berteriak seperti itu kepadanya.”

“Kau benar. Dia memiliki ekspresi yang mengerikan di wajahnya.”

Kemudian, tanpa melihat ke arahku, mereka mulai mengobrol sambil berendam di bak mandi.

Mungkin karena sekarang aku sangat gugup, aku jadi terlihat sangat menakutkan...

Itu membuatku cukup sedih, tapi perasaanku jadi campur aduk karena akan lebih bagus jika mereka salah paham seperti itu.

“...Kupikir sudah waktunya bagimu untuk menjelaskan ini?”

Dari belakangku, aku mendengar suara tegas Makiri-sensei.

Kedua pria tua itu tampaknya sulit mendengar, dan kupikir tidak apa-apa jika kami berbicara dengan pelan, jadi aku menjawabnya.

“Pria tua yang bekerja di sini menukar tirai antara pemandian pria dan wanita sebelum aku masuk ke pemandian. Aku yakin kalau dia mengira bahwa tidak ada orang di dalamnya.”

“Itu ceroboh sekali... Tapi kurasa itu benar, lagian ada pria lain yang masuk ke sini selain dirimu Tomoki-kun.”

Makiri-sensei mengatakan itu dengan suara pasrah.

“...Yah, kupikir memang ada beberapa keadaan khusus yang menyebabkan situasi ini, karena aku tahu tidak mungkin kau bisa memasuki pemandian wanita begitu saja...”

Aku senang dengan kepercayaan Makiri-sensei kepadaku, tapi tetap saja aku merasa malu.

...Tapi, ini aneh.

Event seperti ini harusnya menjadi peran Ike si Protagonis.  Ini jelas bukan merupakan peranku sebagai karakter sampingan yang sederhana.

Saat aku bergumul seperti itu, Makiri-sensei berkata kepadaku.

“Kau ini membuatku selalu dalam masalah.... Padahal aku ada di depan muridku, jadi aku harusnya menjadi panutan yang baik, ini sungguh menyedihkan.”

Dengan suara tertekan, Makiri-sensei menggumamkan itu.

“Kali ini, ini bukan salahmu kok, Makiri-sensei. Selain itu, ketika kau tidak mabuk karena alkohol, dirimu adalah orang dewasa yang terhormat.”

“Isshh... terus bagaiamana jika aku mabuk karena alkohol?” tanyanya dengan nada yang sedikit kesal.

“Semakin ceroboh seorang gadis, akan semakin imut kelihatannya... kira-kira kesannya seperti itu.”

Aku berkata dengan mengejek, mencoba menyembunyikan rasa maluku.

Kupikir itu akan membuatnya marah, tapi,

“...Ya ampun, Tomoki-kun memang jahat ya.”

Dengan suara lembut, Makiri-sensei menjawabku.

Aku tidak bisa menjawabnya balik karena wajahku menjadi agak panas terhadap tanggapannya.

“...Ngomong-ngomong pas tempo hari. Kau ingin mendengar tentang hari-hari saat aku masih seorang pelajar, kan?”

Tiba-tiba, Makiri-sensei menyakan itu kepadaku.

“Lah, tapi kan sebelumnya kau sendiri yang menolak untuk membahasnya.”

“Justru itu, ‘kan ada yang disebut-sebut tentang hubungan telanjang ituloh. Mumpung lagi dalam situtasi ini, kupikir ini saat yang tepat untuk membicarakannya.”

Kupikir gambaran dari hubungan telanjang yang kutahu dan situasi saat ini sangatlah berbeda, tapi jika dia mau membicarakannya padaku, maka aku ingin mendengarnya.

“...Kupikir kau akan canggung jika mendengarnya, tapi.”

Setelah membuat pengantar seperti itu, Makiri-sensei melanjutkan.

“Ibuku meninggal saat aku masih kecil*. Meski begitu, seorang diri Ayahku mencoba yang terbaik untuk membesarkanku. Sepanjang masa sekolahku, aku selalu dimasukkan ke sekolah khusus perempuan, aku yakin itu karena dia mengkhawatirkanku.”

[Catatan Penerjemah: Sebenarnya gak secara langsung dikatakan “Meninggal saat aku masih kecil”. Tapi gua ubah begitu karena kalimat sebenarnya “Watashi no Haha wa, hayaku ni nakunatterunoyo | Ibuku meninggal lebih awal.”]

Ketika aku mendengar perkataannya, aku tidak tahu harus berkata apa, jadi aku hanya menggumamkan sepatah kata.

“Jadi begitu.”

Makiri-sensei kemudian melanjutkan.

“Aku selalu tahu bahwa Ayahku bekerja sangat keras untukku. Itu sebabnya aku tidak pernah menentang beliau dan juga tidak menjadi anak yang egois. Aku mencoba menjadi putri yang dibanggakan oleh Ayahku, jadi aku aku terus bersikap dengan tegas... tapi karena ketegasanku terlalu berlebihan, terkadang aku tidak disukai oleh teman-temanku dan membuatku berakhir tidak memiliki banyak teman. Itulah mengapa aku memiliki kehidupan sekolah yang terasa sepi.”

Saat itu, kata-katanya terpotong.

Ada apa?

Saat aku memikirkan itu...

“Punggungmu itu... sangat besar ya. Itu mengingatkanku pada bagaimana aku menyeka punggung Ayahku ketika aku masih kecil.”

Makiri-sensei pun menyandarkan tubuhnya di punggungku.

Merasakan sensaki kontak kulit ke kulit, wajahku dengan cepat memanas.

Kemudian, dengan suara melankolis, Makiri-sensei melanjutkan.

“Aku ingin menjadi orang dewasa yang lebih lembut dan lebih baik...”

Sudah lebih dari setahun sejak dia mulai bekerja sebagai guru.

Sekalipun secara tidak sengaja, dia telah ditolong oleh siswanya, dan itu membuatnya teringat masa lalu.

Makiri-sensei mungkin merasa lemah, berpikir bahwa dirinya tidak menjadi dewasa seperti yang dia inginkan.

“Makiri-sensei, kau mungkin memang orang yang tegas, tapi... kupikir kau menjadi orang dewasa yang baik dan luar biasa.” kataku padanya.

Aku ingin tidak ingin dia merasa seperti itu, karena kebaikan Makiri-sensei telah menyelamatkanku.

“...Tidak apa-apa, kau tidak harus memaksakan dirimu untuk menghiburku.”

“Aku tidak bermaksud menghiburmu. Kau harus merasa lebih percaya diri.... Jika kau tidak mabuk, dirimu adalah orang dewasa yang baik dan luar biasa.”

“Seperti yang kupikirkan, kau ini memang jahat.”

Dengan suara yang agak gerah, Makiri-sensei melanjutkan.

“Tapi, aku yakin kalau kau akan mengatakan itu, Tomoki-kun. Terima kasih.”

Tidak seperti sebelumnya, Makiri-sensei mengatakan itu dengan suara yang lembut.

“...Suatu hari, aku juga ingin mendengar cerita darimu.”

“Tapi tidak ada yang menarik tentang itu loh.”

Sebelum aku menyadarinya, kedua pria tua itu sudah keluar dari bak mandi.

Menyadari hal itu, kami memutuskan untuk segera keluar sebelum ada orang lain yang datang.

“Eh, Makiri-sensei? Aku tidak tahu kalau kau ada di sini, ini sungguh kebetulan yang luar biasa!”

Aku kembali ke ruangan tempat meja tenis dalam bentuk pertemuan kebetulan dengan Makiri-sensei, yang berhasil keluar dari pemandian pria tanpa insiden.

Ketika Kana berkata dengan terkejut, yang lainnnya juga melihat ke arah Makiri-sensei.

“Ya, tadi aku terkejut karena kebetulan bertemu dengan Tomoki-kun setelah mandi.” jawab Makiri-sensei dengan tenang.

“Jika Sensei tidak keberatan, mengapa tidak bermain tenis meja dengan kami?”

Saat Ike mengatakan itu, Makiri-sensei menggelengkan kepalanya lalu berkata.

“Tidak, aku mau pulang, jadi kalian juga jangan terlalu larut pulangnya.”

Kemudian, dia pergi dengan cepat.

“Seperti biasanya, Makiri-sensei sangat tegas. Meski begitu, dia terlihat sangat cantik dan seksi setelah mandi seperti tadi.”

Setelah memastikan bahwa Makiri-sensei sudah pergi, Asakura mengatakan itu.

“...Tapi tetap saja, itu mengejutkan bahwa dia datang ke pemandian air panas sendirian di hari libur. Mungkinkah Makiri-sensei pergi bermain ke suatu tempat dengan pacarnya? Oh, apa mungkin meskipun punya pacar, menurutnya itu penting untuk punya waktu pribadi? Duh, dia benar-benar dewasa!” seru Touka kepadaku.

Aku hendak berkomentar tentang anggapan bahwa Makiri-sensei punya pacar, tapi aku menahan diri.

Tentunya, jika dia secantik dan sesolid itu, wajar jika orang lain berpikir kalau dia punya pacar.

Malah sebenarnya, aku juga sempat berpikir begitu...

“Jika kau mengatakan itu, Makiri-sensei akan depresi, jadi jangan mengatakan itu padanya.”

Saat aku mengatakan itu pada Touka,

“Apa sih yang kau bicarakan, Senpai...?”

Benar saja, Touka memberiku tatapan yang menyiratkan [Apa kau baik-baik saja?] kepadaku—.