Tantei wa Mou, Shindeiru Volume 1 - Bab 1 Bagian 4

Bab 1 Bagian 4
Tentu Saja Ini Bukan Kencan


“Maaf membuatmu menunggu.”

Sekarang hari libur, dan aku berada di stasiun.

Aku bersandar pada pilar sambil melihat jam tanganku, dan aku merasakan sesuatu menampar punggungku.

Aku menoleh ke belakang, dan melihat Natsunagi dengan pakaian kasual menjuntaikan tas kecil yang dia bawa.

Pakaian atas off-shoulder-nya menunjukkan tulang selangka putihnya, dan kakinya yang panjang terlihat diperpanjang dari celana pendek denim. Sungguh, itu adalah setelan yang cocok dengan namanya.

“Bisa tidak kau berhenti memandangi seorang gadis yang hanya teman sekelas bukan pacarmu dengan tatapan mesum?”

“Apa yang kau katakan? Bukannya kau sendiri mendekapkan dadamu ke pria yang hanya teman sekelas dan bukan pacarmu?”

“Tapi kau senang kan.”

“............”

Ugh, aku tidak bisa menyangkalnya.

“Dari pada itu, kau terlambat lima belas menit Natsunagi. Jadilah orang yang tepat waktu.”

Karena aku tidak bisa menyangkalnya, jadi aku harus mengalihkan pembicaraan.

“Tapi seorang gadis butuh banyak waktu untuk bersiap-siap, tahu.”

Mengatakan itu, Natsunagi mengatupkan bibirnya yang berlipstik merah.

Tentu saja, memang benar bahwa dia sekitar 30% lebih seperti orang dewasa dibandingkan kemarin.

“Begitu ya, maaf soal itu.”

“Secara tidak terduga, kau cukup patuh.”

“Yah, sebenarnya aku juga senang kalau ada orang yang cantik di sampingku.”

“...Hmph, tidak buruk.”

Menggumamkan itu, Natsunagi menatap wajahku dari ketinggian sepuluh sentimeter di bawahku.

“...Kenapa?”

“Tidak kenapa-napa?”

“Apaan!?”

“Bukan apa-apa~”

Sungguh, apa sih....

Memandangnya ke bawah, aku dapat melihat belahan dada Natsunagi dengan jelas.

“...Tidakkah kau terlalu lama menatapnya?”

Sekarang berbalik... Natsunagi menatapku dengan tidak senang, dengan lengannya yang memeluk tubuhnya.

“Tidak, aku tidak sedang melihat payudaramu. Kau tahu, yang aku lihat... tulang selangkamu.”

“Uwa, menakutkan! Kalau begitu masih lebih mending kau melihat bagian dada!”

“Natsunagi, kau benar-benar memiliki tulang selangka yang bagus diusia segini.”

“Aku tidak tahu apa hubungannya tulang selangka dengan usia! Kau ini seorang kritikus tulang selangka apa!? ...Tunggu, sejak awal apa yang dimaksud dengan kritikus tulang selangka!”

“...Hm, apa kita pernah mengadakan percakapan seperti ini sebelumnya?”

“Jika percakapan seperti ini terulang, maka itu sudah seperti berada di neraka, tahu?”

Natsunagi tampaknya kehabisan akal dalam beberapa saat, dan dia menangkupkan kepalanya.

“...Ngomong-ngomong, sejak kapan aku menjadi orang yang berperan men-tsukkomi?”

“Sesekali juga harus gantian.”

Lah, aku benar-benar tidak ingin mengambil peran itu?

“Pokoknya, ayo pergi.”

Aku menepuk bahu Natsunagi, dan berjalan di depannya.

“Ke mana? Ah, kalau telanjang gitu, kau nanti akan ditangkap, tahu.”

“—Cukup dengan itu. Dan juga, trik naratif seperti itu tidak akan mempan.”

...Tapi, bagaimana aku harus mengatakannya?

Secara mengejetukan, lelucon kecil Natsunagi menjadi inti mengapa kami ada di sini.

Setelah berjalan sekitar sepuluh menit, tempat tujuan kami mulai terlihat.

“Hei Kimizuka. Mungkin ini hanya perkiraaanku, tapi apa kita benar-benar pergi ke sana?”

“Kita sedang mencari seseorang. Maka tidak aneh jika kita pergi ke sini, kan?”

Namun, Natsunagi tampaknya tidak menerima ini, dan mengerutkannya keningya.

“Apa kau bermaksud menemukan keberadaan X dari sana?”

“Tidak, ini hanya tahap awal. Seperti yang pepatah katakan; tembak kudanya terlebih dahulu sebelum jenderalnya.”

“Jika jendral adalah X... lalu, apakah yang menjadi kuda... adalah jantung?”

“Ya. Pertama, kita akan mulai menyelidiki dari pendonor yang menyelamatkan hidupmu.”

X yang dicari Natsunagi ini haruslah keberadaan yang sangat dekat dengan si pemilik jantung.

Jika demikian, hal pertama yang harus dilakukan ada menyelidiki siapa pendonor ini.

“Kalau kau bilang begitu, bukankah kita harusnya pergi ke rumah sakit dulu?”

“Aku maunya begitu kalau bisa, tapi sayangnya, aku tidak punya kenalan petugas medis.”

“...Jadi di tempat ini kau punya kenalan?”

“Yah begitulah... Nah, tidak usah gugup. Ayo masuk.”

Kami kemudian memasuki gedung yang mirip gedung pencakar langit, Biro Kepolisian.



Post a Comment

Previous Post Next Post