Tantei wa Mou, Shindeiru Volume 1 - Bab 1 Bagian 5

Bab 1 Bagian 5
Kutembak Juga Kepalamu Itu


“Yoo, lama tidak bertemu bocah brengsek. Apa kau akhirnya ke sini untuk menyerahkan diri?”

Kami memasuki ruang resepsi, dan orang itu, yang duduk di sofa di depanku dan Natsunagi, membentangkan kaki panjangnya lebar-lebar.

“Fuubi-san, kau seharusnya tidak duduk dengan selangkanganmu terbuka lebar seperti itu.”

“Diam. Kita semua sama-sama makhluk hidup, jenis kelamin sama sekali tidak penting.”

Mengatakan itu, dia menyalakan cerutu besar.

Untuk penampilan cantik dan mencolok yang dimilikinya, seragamnya compang-camping. Rambut merahnya yang semerah bara api diikat dengan model ponytail.

Siapa pun yang baru bertemu dengannya untuk pertama kali tidak akan pernah menganggap kalau dia adalah seorang polisi.

Fuubi Kase—seorang yang bertugas sebagai wakil inspektur.

Dia hanyalah seorang petugas patroli biasa ketika aku pertama kali bertemu dengannya sekitaran 5 atau 6 tahun yang lalu... tampaknya karirnya berjalan dengan baik untuk seseorang yang berusia 20 tahunan (mungkin).

“Jadi, apa yang kau lakukan kali ini? Merampok? Membunuh?”

“Aku tidak melakukan apa-apa. Malahan, aku justru dipuji karena menangkap perampok.”

“Dari semua kriminilatis yang terjadi di kota ini, 70%-nya kaulah menjadi responden pertama. Wajar saja kalau aku jadi curiga bahwa kau yang memulai semuanya, benar begitu, kan?”

“Tapi itu hanyalah akibat dari kecenderunganku.”

Hubunganku dengan Fuubi-san dimulai ketika dia muncul di TKP sebagai petugas kepolisian.

Baginya, aku mungkin hanyalah anak SD mencurigakan yang menemukan lokasi pembunuhan.

Aku benar-benar ingin menghapus kesalahpahaman tersebut, tapi tampaknya bahkan pada titik ini, dia meragukanku.

“Kecenderungan, ya... jadi kau bahkan dapat memanggil detektif sungguhan dengan kemampuan itu?”

“...Entahlah? Tapi sejujurnya, aku merasa dia hanya menyeretku bersamanya, menempatkanku di bawah kendalinya, dan ditinggal pergi ke dunia yang jauh sendirian.”

Ya, dunia yang sagat jauh.

Itu jelas merupakan tempat yang jauh, amat jauh hingga peta sekalipun tidak bisa  memuatnya──

“Hah, kau mungkin benar.”

Fuubi-san menyipitkan matanya, kemudian tertawa dengan suara parau.

“Terus? Kau bekerja seorang diri?”

“...Tidak, aku tidak bisa melakukan apa-apa sendirian. Lagian, mereka tidak lagi mengawasiku, dan agaknya itu terasa menakutkan.”

“Ohh, kau ini orang yang cukup kejam, bukan? Kau berbicara seperti orangnya sudah mati, ya?”

Aku tidak bermaksud bicara sampai sejauh itu. Aku merasa kalau itu akan berakhir dengan sesosol hantu akan datang menghantuiku.

“Aduh.”

Tiba-tiba, aku merasakan sakit yang menjalar dari kakiku.

Melihat ke arah itu, aku melihat sepatu Natsunagi menginjak kakiku.

“Apa?”

“Eh... ahh, tidak apa-apa, aku hanya bosan? Yang jelas, jangan masuk ke percakapanmu sendiri dan mengabaikanku.”

Jangan melakukan kekerasan jika memang cuman bosan... huuuh, benar-benar dah...

“Erm, Fuubi-san, langsung saja ke intinya, aku ingin membahas gadis ini,”

“Pacarmu?.”

“Hanya teman.”

Fuubi-san mengalihkan pandangannya ke Natsunagi, yang duduk di sampingku.

“Senang bertemu denganmu, aku Nagisa Natsunagi. Aku datang ke sini atas rekomendasi Kimizuka-kun.”

Kimizuka-kun... itu terdengar baru bagiku.

Ngomong-ngomong, Natsunagi, ternyata kau sangat sopan saat berbicara dengan orang lain.

“Membahas, rekomendasi? Ya terserahlah, bicaralah.”

‘Buat itu singat’, begitulah kata Fuubi-san sambil menyalakan cerutu keduanya.

 

Beberapa menit kemudian.

“Jadi begitu.”

Diakhir pembicaraan, Fuubi-san menghembuskan asap terakhir, dan memasukkan cerutunya ke dalam asbak.

“Aku mengerti apa yang kau bicarakan... tapi, kenapa justru datang ke tempat ini?” Tatapannya yang sejak awal sudah tajam kini menjadi lebih tajam. “Kau ingin kami menemukan orang yang mendonorkan jantung... tapi kau tahu sendiri ‘kan, kami ini bukan dokter.”

“Karena kami sedang mencari seseorang, maka ini seharusnya menjadi tugas polisi, kan?”

“Mencari pendonor di luar keahlian kami.”

Fuubi-san terlihat sangat kesal, dan menyilangkan kakinya secara berlebihan.

“Tuhkan, kita datang ke tempat yang salah.”

Menggumamkan itu, Natsunagi menusukkan sikunya ke rusukku.

Yah, tunggulah sebentar.

“Tapi, bahkan kepolisian pun tidak sepenuhnya tidak terkait dengan ini. Lagi pula, tanpa kalian, tidak mungkin untuk menentukan apakah otak dari pendonor sudah mati atau tidak.”

Semua kasus kematian otak harus dilaporkan ke Badan Kepolisian Nasional, karena itu adalah tugas yang dengan jelas ditentukan oleh undang-undang. Semua mayat tersebut harus diotopsi di bawah manajemen dan pengawasan inspektur kepala di setiap yurisdiksi. Karena itu datang ke tempat ini tidaklah salah, selain itu—

“Aku ke sini tidak untuk mencari polisi. Tapi karena untuk bertemu denganmu.”

Kami tidak bisa begitu saja mencari bantuan siapa pun. Kami harus meminta bantuan dari Fuubi-san.

“Jadi, apa yang bisa kau lakukan dengan bertemu denganku?”

“Fuubi-san, kau berbeda dari petugas polisi biasa.”

“Berbeda? Lebih spesifiknya gimana?”

“Tekadmu.”

Atau lebih tepatnya, tujuannya.

Dia berbeda dari polisi yang mengejar uang dan otoritas. Aku tidak enak mengatakannya, tapi akal sehat tidak berlaku untuknya.

“Aku tidak bisa begitu saja mengungkapkan informasi pribadi pendonor kepada publik.”

“Aku tahu itu.”

“Dan ini bukan di bawah yurisdiksiku. Bahkan dengan posisiku, aku tidak memiliki wewenang untuk mengungkapkan informasi semacam itu.”

“Aku juga tahu itu.”

“Terus kenapa kau malah datang menemuiku?”

“Aku hanya merasa jika itu adalah dirimu, maka kau akan bisa melakukan sesuatu.”

“...Kau ini goblok apa?”

Fuubi-san mengacak-acak rambut merahnya.

“Hei, seperti yang kau tahu, aku masih ingin naik jabatan, jadi aku tidak bisa melakukan apa pun yang dapat merusak kemajuanku. Itu sudah seperti berjalan di atas seutas tali. tahu.”

“Haha, sekarang kau akhirnya mengatakan sesuatu yang hanya bisa dilontarkan oleh orang yang berakal sehat.”

“Kutembak juga kepalamu itu.”

Sebuah pistol ditodongkan ke dahiku.

“...Hei, bukannya tindakanmu yang sekarang adalah contoh bahwa kau sedang berjalan di atas seutas tali itu.”

Lihat? Bahkan Natsunagi itu memiliki tatapan yang tertegun.

“Nah, begitulah adanya. Aku merasa tidak enak pada gadis ini, tapi pulanglah.”

Fuubi-san menyimpan kembali pistolnya, kemudian mulai meregangkan tubuhnya.

“Tapi... kumohon. Aku harus...”

“Bahkan jika kalian bersujud padaku, aku tetap tidak bisa melakukannya.”

Mengatakan itu, Fuubi-san melenturkan bahunya, kemudian berdiri.

“Lagi pula, aku sibuk. Aku punya rencana pergi ke villa setelah ini.”

Villa?... Ahh, jadi begitu, aku mengerti.

Natsunagi tampak tercengang, tapi aku akan menjelaskan padanya nanti saja.

“Kau mau menemui seseorang?”

Fuubi-san meletakkan tangannya di pintu saat dia berhenti.

“Ya, kau juga tahu orang itu dengan sangat baik. Nah, tentu saja, jika kalian ingin mengikutiku, aku baik-baik saja dengan itu.”

Bingo. Dia benar-benar orang yang sulit berkata jujur.

“Aku cuman mau bertanya, apakah orang itu memiliki pendengaran yang baik?”

Fuubi-san segera berbalik, dan kemudian menjawab,

“Ya—sampai-sampai tidak akan pernah melupakan setiap suara detak jantung yang didengarnya.”



Post a Comment

Previous Post Next Post