Tantei wa Mou, Shindeiru Volume 1 - Bab 1 Bagian 8

Bab 1 Bagian 8
Apa diantara penumpang ada yang berprofesi sebagai detektif?


“Apa sih yang kulakukan di hari yang cerah ini?”

Sebenarnya itu sama sekali tidak ada hubungannya dengan cuaca... tapi aku, seorang siswa kelas 2 SMP, berada di ketinggian sepuluh ribu meter, melihat awan di luar jendela, mengutuk nsaibku sendiri.

Sumber kekesalanku ini terletak pada barang-barang di atas tempat dudukku.

Meski begitu, aku tidak tahu apa yang akan terjadi jika aku menolak permintaan para pria berjas hitam itu.

Astaga, apa lagi yang bisa kukatakan tentang ini selain kemalangan?

Ketika aku meratapi nasibku ini—saat itu aku mendengar kata-kata itu.

 

“Apa di antara para penumpang ada yang berprofesi sebagai detektif?”

 

Yah, awalnya kupikir aku salah dengar.

Tapi begitu kata-kata itu dilontarkan untuk kedua kalinya, aku akhirnya menerima kenyataan.

Di pesawat ini, ada suatu masalah yang membutuhkan seorang detektif.

Tapi sejujurnya—aku sudah sering mengalami masalah yang membingungkan seperti ini. Meski begitu, aku tidak akan mengaku memiliki kecenderungan mendapatkan masalah ini tanpa sajak atau alasan.

Jadi yah, aku harusnya akan bisa menghindari ini jika aku melakukan hal yang lain.

Jika aku memejamkan mataku, masalah ini seharusnya akal berlalu sebelum aku menyadarinya.

Jika ada yang bertanya apakah aku benar-benar memiliki pemikiran yang naif, maka aku juga setuju.

Tapi kali ini ada perbedaan,

Apa yang menyebabkanku membuka mataku.

Adalah dia, yang duduk di sebelahku, yang menarik perhatianku sepenuhnya.

“Ya, aku seorang detektif.”

Itu adalah pertemuan antara aku, Kimihiko Kimizuka—dan dia, Siesta.

Warna rambut dan matanya berbeda dari orang Jepang. Dia memiliki wajah yang bagus, seolah-olah itu terbuat dari kristal, dia mengenakan gaun one-piece dengan desain militer yang unik. Secara keseluruhan, ada kecantikan yang terlalu nyata baginya.

Di sampingku ada ada sebuah keajaiban gadis cantik, dan aku sama sekali tidak pernah memperhatikan keberadaannya. Aku sungguh malu karena itu—dan jadi benar-benar lupa tentang situasiku saat ini, lalu aku mencoba berbicara dengannya,

“Hei, sipaa namamu?”

Tapi, itu bukanlah pertemuan yang ditakdirkan seperti yang kubayangkan,

“Waktu yang tepat, kau—jadilah asistenku.”

“Hah?”

Dan sebelum aku bisa mengatakan apa-apa, dia meraih tanganku, dan berdiri dari kursi.

“Ke sini!”

“Cepat.”

Gadis itu pun bergegas mengejar si pramugari... dan tanganku diseret dari belakang olehnya. Para penumpang yang terkejut melihat ke arah kami dengan mulut melebar saat kejadian aneh ini terjadi.

Apa-apaan dengan situasi ini? Apa yang sebenarnya terjadi?

...Oh ya, seorang detektif, ya?

Sejenak aku melupakannya karena kehadiran gadis itu, tapi sesuatu telah terjadi dalam penerbangan ini, yang dimana itu membutuhkan seorang detektif. Dan dia baru saja memanggilku... asistennya?

Gadis cantik yang menarik tanganku adalah seorang detektif, dan aku adalah asistennya. Sekalipun bagiku itu adalah kecenderungan yang telah alami selama satu dekade atau lebih untuk menemui masalah, perkembangan ini membuatku tidak dapat bereaksi.

Dan ketika aku merasa bingung,

“Siesta.” seru gadis itu tanpa melihat ke belakang. “Itu adalah namaku.”

“...Itu nama yang cukup aneh.”

Itulah satu-satunya kalimat  yang bisa kuucapkan.

“Itu codename.”

“Codename?”

“Biasanya yang begituan ada kan.”

“Biasanya sih tidak.”

Biasanya memang tidak ada, kan?

“Lalu siapa namamu?”

“Kimihiko, Kimizuka”

“Begitu ya. Boleh tidak aku memanggilmu 'Kimi'?”

“...Apa itu nickname? Kata ganti? Atau sebutan orang kedua?”

Saat aku pertanya, Siesta akhirnya berbalik untuk pertama kalinya,

“Entahlah? Menurutmu apa?”

Dia tersenyum dengan seratus juta poin keimutan.

 

Ini bukan waktunya untuk situasi romcom.

Pramugari pun membawa kami ke ruang kontrol—kokpit.

Dan sepertinya kami berada dalam situasi terburuk.

“Aku membawa detektif dan asistennya.”

Itu pelabelan yang cukup cepat....

Tapi Ini bukan waktunya bagiku untuk komplain. Situasi saat ini benar-benar buruk.

Pramugari mengetuk pintu, dan kemudian, terdengar suara bip dan kunci yang dibuka, dan akhirnya pintu yang berat itu pun terbuka.

“Ini...”

Aku meragukan pemandangan yang ada di depanku.

Di dalam kokpit yang sempit ini—ada pilot dan co-pilot yang duduk di dua kursi.

Dari mereka berdua, pria yang tampak lebih tua—mungkin si pilot, sedang memegang kemudi dengan tatapan pucat. Dan yang lebih muda—co-pilot, lesu dan kehilangan kesadarannya. Dan ada seorang lagi yang duduk di atas co-pilot ini.

“Yo, tidak kusangka benar-benar akan ada detektif.”

Pria berambut pirang itu memiliki mata berwarna zamrud.

Dia berbicara dengan bahasa Jepang, tapi perawakan kulit dan wajahnya dengan jelas menunjukkan bahwa dia lahir di Eropa Utara.

Dia terlihat dingin saat dia duduk di atas co-pilot, melihat bolak-balik antara wajahku dan Siesta.

“Kalian jauh lebih muda dari yang kubayangkan, tapi tak apa. Siapa detektifnya?” tanyanya dengan suara yang mengejek.

Dia mungkin menekan kami, mencoba memastikan bahwa dia memiliki keunggulan.

Tidak, bahkan jika dia tidak melakukannya, ini sendiri adalah situasi terburuk yang mungkin kami alami.

Ngomong-ngomogn, aku belum pernah bertemu dengan pembajak. Meski aku tidak menyukainya, kakiku tidak mau mendengarkanku dan tidak bergerak.

“Pertama, siapa namamu?”

Di situasi itu, hanya ada satu orang yang sama sekali tidak mundur.

Ada pilot yang tampak pucat, co-pilot yang kehilangan kesadaran, dan pramugari yang riasannya rusak karena keringat. Di samping orang dewasa yang ketakutan itu, gadis yang masih remaja berdiri untuk menghadapi pembajak ini.

“Komori, itu adalah codename” kata pria itu.

Dan kemudian, Siesta melihat ke arahku,

“Tuh, semua orang punya codename, kan?”

“Memangnya aku peduli!?”

Aku tidak peduli tentang itu! Dan lagi, ini bukan waktunya untuk bercanda!

Aku mendorong Siesta yang tampak ceria untuk melihat ke depan dan menghadapi si pembajak, Komori.

“Aku Siesta, dan ini asistenku Watson. Kami lahir dan tumbuh besar bersama di Baker Street.”

Apa-apaan dengan wanita ini dan leluconnya yang tak ada habisnya itu? Dia menyebalkan.

“Nah, Komori—apa tujuanmu? Kenapa kamu memanggilku... detektif hebat ke sini?”

Oh iya.

Aku telah melupakan betapa buruknya situasi ini karena Siesta terlalu santai.

“Haha, haha! Wanita yang sangat menarik. Bagus, ini akan menjadi semakin menyenangkan.” Komori tertawa saat dia tetap berada di atas co-pilot, dan kemudian melanjutkan, “Coba simpulkan apa alasan aku membajak pesawat ini. Jika kau benar, aku akan berhentik untuk mematahkan leher si pilot.”

Pada saat ini—nyawa enam ratus penumpang dan para awak terletak pada seorang detektif hebat.



3 Comments

Previous Post Next Post