Tantei wa Mou, Shindeiru Volume 1 - Bab 1 Bagian 9

Bab 1 Bagian 9
Pembajak Vs Detektif Hebat


“Alasan kenapa kau membajak pesawat ini?”

Siesta mengulangi kata-kata si pembajak—Komori, dan kemudian meletakkan jarinya di dagu kecilnya.

“Kau memanggil kami ke sini hanya untuk membuat kesimpulan tentang itu?”

“Ya, itu benar. Ini hanyalah game, sebuah game dengan nyawa enam ratus penumpang dan para awak menjadi taruhannya... bukankah itu menyenangkan?”

Komori menunjukkan senyuman yang sepertinya memiliki maksud lain, dan menilai kami seolah-olah dia sedang menjilat. Sekilas, dia benar-benar pria yang menjijikkan.

“Syarat untuk menang adalah menebak alasan mengapa aku membajak pesawat ini. Itu saja.”

“Dan jika berhasil, nyawa semua orang akan terselamatkan, dan kegagalan akan berarti kematian, apakah begitu?”

“Ya. Aturannya sederhana, kan?”

“Ya. Tapi jika kami gagal, kau juga akan bernasib sama dengan kami, loh?”

Siesta mengarahkan tatapan tajam ke arah Komori.

“...Ya begitulah. Bahkan aku tidak akan bisa menyelamatkan diriku sendiri dari pesawat yang jatuh.”

“Jadi, kau tetap melakukannya sekalipun harus mengorbankan nyawamu sendiri?”

“Jika aku tidak melakukan ini, aku malah tidak merasa seperti aku ini hidup.”

“Jadi begitu. Kau benar-benar merasa bosan ya.”

Siesta secara tidak terduga tetap tenang dan siap saat menghadapi si pembajak.

Dia menjawab dengan santai, tapi aku bisa melihat bilah tak terlihat terbang ke sana kemari.

Sepertinya pertempuran akan dimulai di antara mereka—

“Ya, aku merasa bosan. Terlalu bosan sampai repot-repot datang ke negara yang jauh dan membajak pesawat.”

“Nah, itulah jawabannya.”

Tapi pada saat berikutnya—

 

“Kau membajak pesawat karena merasa bosan.”

 

Itulah jawaban terakhirnya, seru Siesta.

Siesta tidak menanyakan hal lain, dan menggunakan jawaban terakhir untuk mengakhiri game tersebut.

“...Tunggu sebentar, Siesta, apa kau benar-benar serius mengatakan itu?”

Alasan orang ini membajak pesawat—karena dia merasa bosan.

Bagaimana mungkin? Ini seperti, seseorang membuat adegan konyol antara pembajak dan detektif hebat, dan berakhir begitu saja? Jawaban itu melibatkan takdir dari enam ratus nyawa, tahu?

“Tentu saja aku serius. Bukannya dia sendiri yang bilang bahwa dia merasa bosan dan ingin membajak pesawat?”

“...Yah, memang sih dia bilang begitu, tapi itu hanya lelucon, kan?”

“Heh, lalu apa kau menyiratkan bahwa pria ini berbohong?”

“Hah?”

Siesta segera berpaling dariku, menuju ke arah Komori,

“Kau berharap bahwa kata-kata yang tidak sengaja kau lontarkan di hadapan detektif hebat yang tak kenal takut akan menjadi seperti kebohonganmu, dan kemudian mengakhiri game ini di sana sebagai kekalahanku. Dengan kata lain—kau takut, kan?”

Katanya tanpa sedikit pun keraguan.

“—Haha, hahahahahahahahaha! Luar biasa, menakjubkan. Mengesankan, sangat mengesankan. Kau punya nyali yang besar ya.”

Komori yang awalnya tenang... melepaskan tawa saat dia menangkupkan perutnya.

“Tidak mungkin. Kau benar-benar berpikir aku orang yang seperti itu? Ya ampun. Aku mengaku kalah. Ini kekalahanku.”

...Tunggu, tunggu, ini bohong, kan?

Alasan mengapa dia membajak pesawat adalah karena dia sedang bosan?

Atau apakah dia kehilangan keinginannya untuk bertarung saat menghadapi sikap Siesta yang terlalu angkuh?

“Ini berakhir lebih cepat dari yang kubayangkan, tapi yah, aku telah mencapai tujuanku. Jadi aku akan mundur.”

Komori bangkit dari co-pilot, dan kemudian berjalan ke arah kami.

“Ahh, jangan khawatir. Dia tidak mati, cuman pingsan doang. Aku mungkin akan ditangkap begitu kita mendarat di bandara, tapi aku tidak membunuh siapapun. Mereka mungkin akan memasukkanku ke dalam vila untuk sementara waktu, dan kemudian nantinya juga akan dikeluarkan.”

Komori menghela napas saat melewati kami, dan pergi ke tempat duduknya yang semula.

“Nah, ingatkan aku saat kita mendarat nanti. Oh ya, media pasti akan benar-benar menyebalkan, jadi tolong tutupi wajahku dengan jaket atau semacamnya.”

Dan saat adegan ini berakhir,

“Ahh, jadi kau benar-benar bohong.” kata Siesta tanpa sedikitpun emosi.

“...Apa maksudmu?”

Mendengarnya, langkah Komori berhenti.

“Tidak, bukan apa-apa.”

“...Katakanlah, Detektif, aku memang punya alasan lain mengapa aku membajak pesawat ini, tapi aku mengakui kekalahan di hadapan keberanianmu, tahu? Ayolah, jangan paksa aku untuk mengatakan semuanya.”

Seperti yang kuduga, jadi memang begitu, ya?

Itu berakhir secara tidak terduga lebih awal, tapi itu semua karena keberanian Siesta,

Aku benar-benar ingin tahu tentang kebenarannya, tapi semua itu bisa menunggu nanti sampai pesawat ini mendarat dengan selamat, dan kami harus membiarkan polisi melakukan prosesnya.

Lebih penting lagi, kami tidak boleh membiarkan pria ini berubah pikiran. Biarkan dia kembali ke kursinya, dan jangan membuatnya merasa tidak nyaman. Oh ya, mungkin inilah arti penting bagiku yang ditugaskan menjadi asisten.

“Itu benar, Siesta. Dia sekarang sudah patuh. Kita harus mengikuti maunya dan kembali ke tempat duduk kita...”

“Tidak, yang kumaksud dengan bohong bukan itu.”

...Ahh, benar juga...

Jika dia bisa dengan patuh mendengarkanku, dia tidak akan pernah mengakui dirinya sebagai detektif hebat.

“Katamu kau akan menyerahkan hidupmu hanya untuk membajak pesawat ini, tapi itu bohong, kan? Kau sebenarnya takut mati, kan?”

Sekali lagi, Siesta menyalakan percikap api.

“...Apa yang kau bicarakan?”

Komori berhenti dengan punggung menghadap kami, dan kemudian mendesis.

“Kau terlalu cepat mundur.”

“Apa maksudmu.”

“Kau mengaku kalah padaku dan mundur... Di zaman sekarang ini, seorang pria membajak sebuah pesawat, dimana itu adalah pesawat Jepang yang dikatakan tak tertembus, dan kemudian dia mundur begitu saja di hadapan seorang gadis?”

...Ngomong-ngomong, aku juga sedikit penasaran tentang itu.

Dia melakukan ini dengan sangat meriah, dan kemudian mundur pada saat yang tepat. Kupikir kami hanya beruntung... tapi Siesta tidak akan melewatkannya sedikitpun.

“Sepertinya kau diperintahkan untuk membajak pesawat ini, dimana dalam perintah itu kau juga diberi arahan untuk mati bersamaan dengan jatuhnya pesawat ini—apa aku salah?”

“............”

Diam adalah peng-iyaan.

“Tapi kau sebenarnya takut mati, dan kau tidak mau mati. Itu sebabnya kau menggunakan kami untuk memberi dirimu alasan supaya tidak mati, begitu kan?”

Pembajak ini diperintahkan untuk bunuh diri—sekalipun dia mematuhinya, dia mulai menghargai hidupnya sendiri pada saat yang genting.

Itu sebabnya, dia berpikir untuk memanggil seorang detektif dan memainkan suatu game deduksi—untuk menebak motif di balik pembajakannya, dan menyerah, mengakhiri masalah di sana, kemudian menyelamatkan nyawa penumpang, serta dirinya sendiri.

Dia bilang 'Aku mungkin akan ditangkap begitu kita mendarat di bandara' sambil menghela napas, tapi helaannya itu juga menandakan sedikit kelegaannya.

Begitu pembajakan yang dilakukannya gagal, Komori pasti akan dibunuh oleh orang yang memerintahkannya. Karena itulah dia ingin menggunakan polisi Jepang untuk melindungi dirinya sendiri.

Ya, dengan demikian, alasan apa pun akan valid.

Sekalipun tadi Siesta mengatakan bahwa alasan dia membajak pesawat adalah 'untuk uang', 'untuk membebaskan tahanan', 'untuk memulai masalah diplomatik', dan sejenisnya, Komori akan tetap mencoba untuk beradaptasi dengan sikap yang sesuai dan mengatakan bahwa itu adalah jawaban yang benar. Dia, dari semua orang, adalah orang yang paling ingin pembajakan ini gagal.

...Hm, tapi kemudian,

“Kalau begitu, kenapa kau sampai repot-repot mengadakan game detektif semacam ini? Jika kau tiba-tiba tidak ingin melanjutkan pembajakan, kau bisa saja menyerah dan tidak melakukan ini, kan?”

Tidak perlu baginya memanggil detektif di sini. Dia bisa menyerah begitu saja kepada polisi begitu pesawat ini mendarat.

“Harga dirinya tidak mengizinkan itu.” gumam Siesta, “Secara kiasan, dia tidak mau itu dikalahkan tanpa pertarungan, tapi setidaknya pergumulan.”

Apa benar begitu?

Orang itu sendiri masih tetap berdiri di tempatnya, punggungnya telentang saat dia tetap diam.

Tidak ada sepatah kata pun yang diucapkan.

“Hei, apa kau keberatan jika aku menanyakan sesuatu di sini?”

Komori memanggil aku dan Siesta tepat saat kami akan kembali ke tempat duduk kami.

“Bagaimana kau bisa mengetahui semuanya?”

Dia bertingkah layaknya tokoh antagonis yang kalah telak dari seorang detektif hebat, dan menanyakan alasan kekalahannya.

“Petunjuk apa yang kau miliki hingga mampu meraih kesimpulan itu? Jika itu hanya karena aku yang mundur terlalu cepat──”

“Haaa, itu juga termasuk...” Siesta menghela napas, dan menoleh ke arahnya, “Tapi aku sudah mengetahuinya sejak awal.”

“...Apa maksudmu?”

“Sejak awal aku sudah tahu segalanya, dari fakta bahwa kau menaiki pesawat ini, berencana membajaknya, dan bahkan tentang orang-orang yang memerintahkanmu.”

......Apa?

Jadi Siesta naik pesawat ini karena dia sudah tahu segalanya?

Lalu apakah dia juga memperkirakan perkembangan ini akan terjadi, bahkan tanpa melakukan deduksi?

“Seorang detektif kelas satu akan menyelesaikan sebuah kasus sebelum itu terjadi.”

Yah, tapi aku agak terlambat karena aku tidur siang sejenak tadi, tambah Siesta sambil menyisir rambutnya dengan jari-jarinya.

Apakah itu asal dari codename-nya? Tapi dia tidak terlihat seperti orang Spanyol.

[Catatan Penerjemah: Siesta (Pengucapan bahasa Spanyol: Sjesta) adalah tidur siang singkat setelah makan siang dalam budaya Spanyol.]

“...Aku mengerti. Jadi begitu ya.”

Komori terus memunggungi kami saat dia dengan tenang menanggapi pernyataan Siesta.

“Ya ampun, syukurlah aku menanyakannya di saat-saat terakhir.”

“Asisten, membungkuklah.” gumam Siesta yang ada di sampingku.

“Kau tahu, seorang agen kelas satu akan memotong sebuah tunas sebelum itu tumbuh besar.”

Saat Komori mengatakan itu, atau tepat sebelum itu, aku merasakan suatu dampak yang kuat.

“Aduh.”

Dan sebelum aku menyadarinya, aku sudah tersungkur di atas lantai.

Apa... tidak, apakah Siesta mendorongku?

“Hei Siesta, apa yang kau... hah?”

Di depan mataku adalah Siesta, dengan cairan hitam kemerahan mengalir dari bahunya.

Menghadapinya adalah Komori, berdiri tegak sambil menggaruk-garukkan kepalanya—dari kepalanya... tidak, dari telinganya, ada benda tajam yang seperti tentakel.

“Kurasa aku harus mengubah rencanaku. Aku akan membunuhmu di sini.”



Post a Comment

Previous Post Next Post